Anda di halaman 1dari 38

BABII

TINJAUANTENTANGPERJANJIANKREDIT, JAMINANKREDITDAN
KREDITPEMILIKANRUMAH(KPR)

2.1PerjanjianKredit
2.1.1 PengertianPerjanjianKredit
Perjanjian kredit terdiri dari 2 (dua) kata perjanjian dan kredit. Jadi, untuk
memberi pengertian perjanjian kredit harus dilihat terlebih dahulu pengertian dari
perjanjiandanpengertiandari kredit sebagaimanadikemukakansebagai berikut:
Perjanjian adalah hubungan hukum dari 2 (dua) orang atau lebih untuk
memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. Hubungan hukum
ini akan menimbulkan hak (right) pada salah satu pihak dan kewajiban (obligation)
padapihaklainnya.1 Definisi perjanjianberdasarkanPasal 1313KUHPerdatatersebut
sebenarnyatidaklengkap, karena hanyamengatur perjanjian sepihak danjuga sangat
luas karena istilah perbuatan yang dipakai akan mencakup juga perbuatan melawan
hukum.2 Pendapat yang senada juga diungkapkan oleh para sarjana hukumperdata,
pada umumnya menganggap definisi perjanjianmenurut Pasal 1313 KUHPerdata itu
tidak lengkap dan terlalu luas. Menurut R. Wirjono Prodjodikoro mengartikan
perjanjian sebagai suatu hubungan hukummengenai harta benda antara kedua belah
pihak, dalammanasatupihakberhakuntukmenuntut pelaksanaanjanji itu.3

1 DjokoTrianto, 2014, HukumPerjanjiandi Indonesia, Mandar Maju, Bandung, hal.17


2 R. Setiawan, 2014, Pokok-Pokok HukumPerikatan, Bina Cipta, Bandung, hal.49.
3 R. WirjonoProdjodikoro, 2003, Asas-asasHukumPerjanjian, Sumur, Bandung, hal.9.
Para ahli hukum di Indonesia memberikan definisi perjanjian menurut
pandangannya masing-masing, salah satunya adalah R. Subekti yang menyatakan
bahwa suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada
oranglainataudi manaduaorangitusalingberjanji untukmelaksanakansesuatuhal,
dari peristiwa ini timbul suatu hubungan perikatan.4 Perjanjian adalah merupakan
bagian dari perikatan, jadi perjanjian adalah merupakan sumber dari perikatan dan
perikatan itu mempunyai cakupan yang lebih luas daripada perjanjian. Mengenai
perikatan itu sendiri diatur dalam Buku III KUH Perdata, sebagaimana diketahui
bahwasuatuperikatanbersumber dari perjanjiandanundang-undang. Olehkarenaitu
bahwaperjanjianituadalahsamaartinyadengankontrak.
Menurut R. Wirjono Prodjodikoro mengartikan perjanjian sebagai suatu
hubungan hukummengenai harta benda antara kedua belah pihak, dalammana satu
pihak berhak untukmenuntut pelaksanaanjanji itu,5 sedangkanmenurut Abdul Kadir
Muhammad merumuskan kembali definisi Pasal 1313 KUHPerdata sebagai berikut,
bahwa yang disebut perjanjian adalahsuatu persetujuan dengan manadua orang atau
lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan sesuatu hal dalamlapangan harta
kekayaan.6
Adapun beberapa pandangan para Sarjana Hukum luar negeri mengenai
perjanjian yang sering digunakan adalah pendapat Rutten dan J. Van Dunne. Rutten
seperti dikutipPurwahidPatrickmenyatakanbahwa:
“Perjanjian adalah perbuatan hukum yang terjadi sesuai dengan formalitas-
formalitas dari peraturan-peraturan yang ada, tergantung dari persesuaian
4 R. Subekti, 2007, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, hal. 1. (selanjutnya disebut R.
Subekti I)5
R. WiryonoProjodikoro, op.cit, hal.9.
6 Abdulkadir MuhammadI, op.cit, hal.78.
kehendakduaorangataulebihorang-orangyangditunjukkanuntuktimbulnya
akibat hukumdemi kepentingan salah satu pihak atas beban pihak lain atau
demi kepentingandanatas bebanmasing-masingpihaksecaratimbal balik.”7
J.Van Dunne seperti juga dikutip Purwahid Patrick menyatakan bahwa
“perjanjian dapat ditafsirkan sebagai suatu hubungan hukum penawaran dari satu
pihakdanperbuatanhukumpenerimaandari pihaklain.”8
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikatakan perjanjian yang dibuat oleh
para pihak berarti parapihakyang bersepakat memiliki suatuhubunganhukumuntuk
melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing. Hubungan hukum ini sering
disebut sebagai perikatan. Perikatan didefinisikan sebagai suatu hubungan hukum
yang mengikat antara orang yang satu dan orang yang lain berdasarkan mana pihak
yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain
berkewajibanuntukmemenuhi tuntutanitu.9
Sementara itu, kredit berasal dari kata credere yang diambil dari bahasa
Romawi yang berarti kepercayaan.10 Bila seseorang atau badan usaha mendapat
fasilitas kredit dari bank, berarti dia mendapat kepercayaan pinjaman dana dari bank
pemberi kredit. Sehinggahubunganyangterjalindalamkegiatanperkreditandi antara
para pihak harus didasari oleh adanya rasa saling percaya, pemberi kredit (kreditur)
percaya bahwapenerimakredit (debitur) akansanggupmemenuhi kewajibannya baik
pembayaran, bunga ataupun jangka waktu pembayaran yang telah disepakati
bersama.

7 Purwahid Patrik, 2004, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung, hal.46.
(selanjutnya disebut
8 Ibid.
PurwahidPatrikI).
9 Abdulkadir MuhammadI, op.cit, hal.229.
10 MuhammadDjumhana, op.cit, hal.217.
Bila dilihat pendapat para sarjana, tentang definisi dari kredit, ternyata
diantara para sarjana, memberi pengertian yang berbeda antara satu dengan lainnya.
Seperti Savelberg sebagaimana dikutip oleh Edy Putra The Aman dalambukunya
Kredit PerbankanSuatuTinjauanYuridis memberi pengertiankredit, yaitu:
1. Sebagai dasar dari setiap perikatan (Verbintenis) dimana seseorang berhak
menuntut sesuatudari yanglain.
2. Sebagai jaminan, dimana seseorang menyerahkan sesuatu pada orang lain
dengantujuanuntukmemperolehkembali apayangdiserahkanitu.11
Pendapat ini menjurus kepada pengertian kredit pada umumnya, hal ini
terlihat dari kata setiap perikatan. Kreditur percaya bahwa debitur mampu untuk
memenuhi perikatan yang disepakati baik perikatan atas uang, barang atau kedua-
duanya.
JA. LevydalamEdyPutraTheAmanmemberi pengertiankredit :
”Menyerahkan secara sukarela sejumlah uang untuk dipergunakan secara
bebas oleh penerima kredit. Penerima kredit berhak mempergunakan
pinjaman untuk keuntungannya dengan kewajiban mengembalikan jumlah
pinjamanitudibelakanghari.”12
Pendapat tersebut sudah menunjukkan arti yang lebih khusus, bahwa kredit
adalahperjanjianpinjamuang.
ImamSyakir memberikanpengertiankredit, yaitu:
”Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan-tagihan yang dapat disamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan pinjam-meminjam antara bank dengan
lain pihak. Pihak peminjamberkewajiban melunasi hu13tangnya setelah jangka
waktutertentudenganjumlahbungayangditetapkan.”

11 EdyPutraThe Aman, op.cit, hal.1.


12 EdyPutraThe Aman, op.cit, hal.2.
13 ImamSyakir, 2003, Dasar-dasarMoneter danPerbankanBagianDua, Surabaya, hal.106.
Widjanartomemberikanpengertiankredit, yaitu:
”Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan-tagihan yang dapat disamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan pinjam-meminjam antara bank dengan
lain pihak. Pihak peminjamberkewjiban melunasi hutangnya setelah jangka
waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil
keuntungan.14
Kewajiban adanya pedoman perkreditan pada setiap bank, dilandasi dasar
hukum yang kuat yaitu Pasal 29 ayat (3) Undang-Undang Perbankan, yang
selengkapnyaberbunyi:
”Dalammemberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan
melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang
tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan
dananyapadabank.”
Ketentuan tersebut berakar dari rasa saling percaya kedua belah pihak yaitu
antara pihak bank dan nasabahnya, bank sebagai pengelola dana dari pihak ketiga
harus selalu menjaga kinerja dan kesehatan banknya agar kepentingan dan
kepercayaanmasyarakat tetapterjaga.
Pengertian kredit menurut Pasal 1, angka 12 Undang-Undang Perbankan,
adalahsebagai berikut:
”Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau
pembagianhasil keuntungan.”
Dalam Undang-Undang Perbankan terdapat sedikit perubahan mengenai
pengertiankredit sebagaimanatertuangdalamPasal 1angka11, sebagai berikut :

14Widjanarto, 2003, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, PT. Balai Pustaka
UtamaGrafity. Jakarta, hal.119. (selanjutnyadisebut WidjanartoI).
”Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
denganitu, berdasarkanpersetujuanataukesepakatanpinjammeminjamantara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjamuntuk melunasi
utangnyasetelahjangkawaktutertentudenganpemberianbunga.”
Dari kedua pengertian di atas terdapat perbedaan dalam pemberian kontra
prestasi yang akan diterima oleh bank seperti yang diatur dalam Undang-Undang
Perbankan Tahun 1992 kontra prestasi tersebut dapat berupa bunga, imbalan atau
hasil keuntungan sedangkan pada ketentuan baru, yaitu Undang-Undang Perbankan
Tahun 1998 kontra prestasi hanya berupa bunga saja. Hal yang melatarbelakangi
perubahan tersebut adalah mengingat kontra prestasi yang berupa imbalan bagi hasil
keuntungan merupakan kontra prestasi yang khusus terdapat dalam pembiayaan
berdasarkan syariah yang sangat berbeda perhitungannya dengan kontra prestasi
berupabungadalambankkonversional.
Berdasarkan pengertian perjanjian dan pengertian kredit tersebut di atas,
maka perjanjian kredit dapat diartikan sebagai perjanjian pinjam-meminjam uang
antara bank dengan pihak lain (nasabah) yang mewajibkan pihak peminjamuntuk
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu denganjumlah bunga, imbalan atau
pembagianhasil keuntungan.
Pengertian perjanjian kredit tidakditemukandalamUUPerbankan. Perjanjian
kredit menurut KUHPerdata adalah salah satu bentuk perjanjian pinjammeminjam
sebagaimana diatur dalamPasal 1754 sampai dengan 1769 KUHPerdata. Perjanjian
pinjamuang menurut Bab XIII buku III KUHPerdata Pasal 1754 KUHPerdata yang
berbunyi:
“Perjanjian pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak
yang satu memberikan kepada pihak yang lain, suatu jumlah tertentu barang-
barang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang
terakhir ini akan
15
mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu
yangsamapula.
Dengan demikian dari ketentuan di atas, dapat dikatakan bahwa perjanjian
pinjamuangitubersifat riil, hal ini tersimpul dari "kalimat pihakkesatumenyerahkan
uang kepada pihak lain dan bukan mengikatkan diri untuk menyerahkan uang.”16 Ini
berarti bahwa, perjanjianbaruterjadi setelah adanyapenyerahan uang. Selama belum
ada penyerahan uang, maka perjanjian dalam Bab XIII KUHPerdata belum dapat
diterapkan.
Mengenai pengertian perjanjian kredit, Mariam Darus Badrulzaman
berpendapat bahwa:
“Perjanjian kredit bank adalah perjanjian pendahuluan dari penyerahan uang.
Perjanjianpendahuluanini merupakanhasil dari permufakatanantarapemberi
dan penerima pinjaman mengenai hubungan-hubungan hukum keduanya.
Perjanjian ini bersifat konsensual/obligatoir. Penyerahan uangnya sendiri
adalah bersifat riil, sedangkan pada saat penyerahan uang dilakukan barulah
berlakuketentuanyangmodel perjanjiankredit padakeduapihak.” 17

Perjanjian kredit merupakan perjanjian pokok yang bersifat konsensuil


(pactade contrahendo obligatoir) dan disertai kesepakatan atau pemufakatan antara
kreditur sebagai pihak pemberi pinjaman dan debitur sebagai pihak penerima
pinjaman. Bisaanyayangbertindaksebagai pihakpemberi fasilitas kredit adalahbank

15 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, 1990,


Kitab Undang-Undang HukumPerdata, Cet. XX,
PT. Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 283
16 MariamDarusBadrulzamanI, op.cit, hal.24.
17 MariamDarusBadrulzamanI, op.cit, hal.23.
yang berdasarkan UUPerbankan dijelaskan bahwa bank berfungsi sebagai penyalur
danakepadamasyarakat dalambentukkredit ataupinjaman.18
Setelah ada kesepakatan kredit antara debitur dan kreditur, maka kesepakatan
tersebut harus dituangkan dalambentuk perjanjian tertulis. Dalampraktek perbankan
bentuk dan format perjanjian kredit diserahkan sepenuhnya pada pihak bank yang
bersangkutan.
Dalam pembuatan perjanjian sekurang-kurangnya harus memperhatikan:
keabsahan dan persyaratan secara hukum, juga harus memuat secara jelas mengenai
jumlah besarnya kredit, jangka waktu, tata cara pembayaran kredit serta persyaratan
lainnyayangharus diperhatikandalamperjanjiankredit.
Perjanjian Kredit menurut hukum Perdata Indonesia merupakan salah satu
dari bentuk perjanjian pinjam meminjam yang diatur dalam Buku Ketiga KUH
PerdatayaitupadaPasal 1754sampai denganPasal 1769KUHPerdata.
Perjanjian kredit seperti diuraikan tersebut di atas, yang menunjukkan unsur
pinjammeminjamdi dalamnya yaitu pinjam-meminjamantara bank dengan pihak
debitur.
Pasal 1754 KUHPerdata menyebutkan bahwa pinjam-meminjam adalah
persetujuan dengan mana pihak yang satumemberikan kepada pihak yang lain suatu
jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa

18 A. Wijayanti, 2013, Pelaksanaan Perjanjian Kredit Untuk Mencega Kredit Bermasalah di


Bank Sinarmas CabangSingaraja, hal.9.
pihak yang belakanganan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam
dankeadaanyangsamapula.
Pasal 1754 KUHPerdata intinya menyebutkan, bahwa perjanjian pinjam-
meminjam merupakan perjanjian yang isinya pihak pertama menyerahkan suatu
barang yang dapat diganti, sedangkan pihak kedua berkewajiban mengembalikan
barangdalamjumlahdankualitas yangsama.
R. Subekti menyatakan : dalam bentuk apapun juga pemberian kredit itu
diadakan, dalamsemuanya itu pada hakekatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian
pinjam-meminjamsebagaimana diatur dalamPasal 1754 sampai dengan Pasal 1769
KUHPerdata.19
Perjanjian kredit tidak diatur secara khusus dalam KUHPerdata, namun
demikiandalammembuat perjanjiankredit tidakbolehbertentangandenganasas-asas
yang terdapat dalamKUHPerdata seperti yang diatur bahwa semua perjanjian baik
perjanjian bernama maupun perjanjian yang tidak bernama tunduk pada peraturan-
peraturanumumyangtermuat dalamKUHPerdata.
Seperti telah dikemukakan sebelumnya, Undang-Undang Perbankan, tidak
mengenal istilah perjanjian kredit. Istilahperjanjian kredit ditemukandalamInstruksi
Presidium Kabinet No. 15/EK/10 tanggal 3 Oktober 1966 jo Surat Edaran Bank
Negara Indonesia Unit I No. 2/539/UPK/Pemb tanggal 8 Oktober 1966 yang
mengamanatkan kepada perbankan agar dalam memberikan kredit dalam bentuk
apapunbankwajibmempergunakanperjanjiankredit.
19 R. Subekti, 2006, Jaminan-jaminan untuk Pemberian Kredit Menurut HukumIndonesia.
Alumni. Bandung, hal.13. (selanjutnyadisebut R. Subekti II).
Dalam membuat perjanjian kredit terdapat beberapa judul dalam praktek
perbankan tidak sama satu sama lain, ada yangmenggunakanjudul perjanjian kredit,
akad kredit, persetujuan pinjam uang, persetujuan membuka kredit, dan lain
sebagainya. Meskipun judul dari perjanjian tersebut berbeda-beda tetapi secara
yuridis isi perjanjian pada hakekatnya sama yaitu memberikan pinjaman berbentuk
uang.20
Dengan menunjuk kredit diberikan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjammeminjamantara bankdengan pihaklain, makaSutan Remy Sjahdeini dalam
bukunyamengemukakanmaksudrumusantersebut sebagai berikut :
”Pembentuk undang-undang bermaksud menegaskan bahwa hubungan kredit
adalah hubungan kontraktual antara bank dan nasabah debitur. Dengan
demikian bagi hubungan kredit bank berlaku Buku III KUHPerdata tentang
Perikatan pada Umumnya, dan Bab 13 KUHPerdata tentang Pinjam-
meminjam.” 21

Mengenai pembakuan bentuk draft isi perjanjian kredit, antara bank sendiri
belum terdapat kesepakatan. Namun mengenai isi perjanjian kredit seperti
dikemukakan dalam oleh Hasanuddin, pada pokoknya selalu memuat hal-hal
berikut:22
1. Jumlahmaksimumkredit yangdiberikanolehbankkepadadebiturnya.
2. Besarnyabungakredit danbiaya-biayalainnya.
3. Jangkawaktupembayarankredit.
4. Ada dua jangka waktu pembayaran yang digunakan, yaitu jangka waktu
angsuranbiasanyasecarabulanandanjangkawaktukredit.
20 Sutarno, op.cit, hal.97.
21 Sutan Remy Sjahdeini, 2003, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang
Bagi Para22PihakDalamPerjanlianKredit di Indonesia, Tograf, Yogyakarta, hal.10-11
HasanuddinRahman, op.cit, hal.60.
5. Carapembayarankredit.
6. Klausulajatuhtempo(opeisbaar)
7. Barang jaminan kredit dan kekuasaan yang menyertainya serta persyaratan
penilaianjaminan, pembayaranpajakdanasuransi atas barangjaminan.
8. Syarat-syarat lain yang harus dipenuhi oleh debitur, termasuk hak bank untuk
melakukanpengawasandanpembinaankredit.
9. Biayaaktadanbiayapenagihanhutangyangjugaharus dibayar debitur.
Perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian yang khusus baik oleh bank
sebagai kreditur maupun oleh nasabah sebagai debitur, karena perjanjian kredit
mempunyai fimgsi yang sangat penting dalam pemberian, pengelolaan maupun
penatalaksanaankredit itusendiri.
Menurut Ch. Gatot Wardoyo,23 Perjanjian kredit rnempunyai beberapafungsi,
yaitudiantaranya:
1. Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian kredit
merupakansesuatu yangmenentukanbatal, atautidakbatalnya perjanjian lain
yangmengikutinya, misalnyaperjanjianpengikat jaminan.
2. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasanbatasan dan
kewajibandi antarakreditur dandebitur.
3. Perjanjiankredit berfungsi sebagai alat untukmelakukanmonitoringkredit.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka (11) Undang-Undang Perbankan,
perjanjian kredit dibuat secara kontraktual berdasarkan pinjammeminjamyang diatur

23 Mucdarsyah Sinungan, 1990, Kredit Seluk Beluk dan Pengelolaannya, Tograf, Yogyakarta,
hal.23.
dalam Buku III Bab 13 KUHPerdata. Oleh karena itu, ketentuan mengenai
berakhirnya perikatan dalamPasal 1381 KUHPerdata berlaku juga untuk perjanjian
kredit.
Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, maka perjanjian kredit bank berakhir
karenaperistiwa-peristiwaberikut:24
1. Pembayaran
Pembayaran (lunas) ini merupakan pemenuhan prestasi dari debitur, baik
pembayaran hutang pokok, bunga, denda maupun biaya-biaya lainnya yang
wajibdi bayar lunas olehdebitur.
2. Subrogasi
Subrogasi oleh Pasal 1400 KUHPerdata disebutkan sebagai penggantian hak-
hak si berutang oleh seorang pihak ketiga yang membayar kepada si
berpiutang.
3. Novasi
Yang dimaksud pembaharuan hutang atau novasi di sini adalah dibuatnya
suatu perjanjian kredit yang baru untuk atau sebagai pengganti perjanjian
kredit yang lama. Sehingga dengan demikian yang hapus/berakhir adalah
perjanjiankredit yanglama.
4. Kompensasi
Pada dasarnya kompeusasi yang dimaksudkan oleh Pasal 1425 KUHPerdata,
adalahsuatukeadaandi manaduaorang/pihaksalingberutangsatusamalain,
yang selanjutnya para pihak sepakat untuk mengkompensasikan hutang-
piutangtersebut, sehinggaperikatanhutangtersebut menjadi hapus.25

2.1.2 Asas-Asas dalamPerjanjianKredit


Menciptakan keseimbangan dan memelihara hak-hak yang dimiliki oleh para
pihak sebelumperjanjian kredit yang dibuat menjadi perikatan yang mengikat bagi
parapihak, KUHPerdatamemberikanberbagai asas umumyangmerupakanpedoman

24 HasanuddinRahman, op.cit, hal.156-157.


25 HasanuddinRahman, op.cit, hal.156-157.
atau patokan serta menjadi batas atau rambu dalam mengatur dan membentuk
perjanjian kredit yang akan dibuat, sehingga pada akhirnya menjadi perikatan yang
berlaku bagi para pihak yang dapat dipaksakan pelaksanaanya atau pemenuhannya.
Asas-asas perjanjian kredit tentunya mengikuti asas-asas umum hukum perjanjian.
Berikut asas-asas umumhukumperjanjianyangdiatur dalamKUHPerdata.
1. Asas kebebasanberkontrak
Asas kebebasan berkontrak mengandung maksud setiap orang bebas
mengadakansuatuperjanjianberupaapasaja, baikbentuknya, isinyadanpada
siapa perjanjian itu ditujukan. Asas kebebasan berkontrak diatur dalam
ketentuanPasal 1338ayat (1) KUHPerdata, yangberbunyi: “semuaperjanjian
yang dibuat secara sah berlaku bagi mereka yang membuatnya”. Tujuan dari
asas kebebasan berkontrak bahwa pada umumnya suatu perjanjian itu dapat
dibuat secara bebas untuk membuat atau tidak membuat perjanjian, bebas
untuk mengadakan perjanjian dengan siapapun, bebas untuk menentukan
bentuknya maupun syarat-syarat, dan bebas untuk menentukan bentuknya,
yaitutertulis atautidaktertulis danseterusnya.
Berdasarkan asas kebebasan berkontrak ini, para pihak yangmembuat
dan mengadakan perjanjian diperbolehkan untuk menyusun dan membuat
kesepakan atau perjanjian yang melahirkan kewajiban apa saja, selama dan
sepanjang prestasi yang wajib dilakukan tersebut bukanlah sesuatu yang
dilarang.
Jadi, dari asas kebebasan berkontrak dapat dikatakan bahwa
masyarakat diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa
saja (tentang apa saja) dan perjanjianitu mengikat mereka yangmembuatnya
seperti suatu undang-undang. Kebebasan berkontrak dari para pihak untuk
membuat perjanjianitumeliputi :
a. Perjanjianyangtelahdiatur olehundang-undang.
b. Perjanjian-perjanjian baru atau campuran yang belum diatur dalam
undang-undang.
2. Asas konsensualisme
Asas konsensualisme adalah suatu perjanjian cukup ada kata sepakat
dari mereka yang membuat perjanjian itu tanpa diikuti dengan perbuatan
hukum lain kecuali perjanjian yang bersifat formal.26 Asas konsensualitas
memperlihatkan bahwa pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat secara
lisan antara dua orang atau lebih telah mengikat, dan karenanya telah
melahirkan kewajiban bagi salah satu pihak dalamperjanjian tersebut, segara
setelah orang-orang tersebut mencapai kesepakatan tersebut telah tercapai
secara lisan semata karena perjanjian tidak harus memerlukan formalitas.
Ketentuan tentang asas konsensualitas dapat ditemui juga dalamPasal 1320
KUHPerdata yaitu syarat-syarat sahnya perjanjian yang salah satunya
kesepakatanmerekayangmengikatkandirinya.27
3. Asas Personalitas
Asas ini diatur dan dapat kita temukan dalamketentuan Pasal 1315
KUHPerdata yang menyatakan: “Pada umumnya tak seorang pun dapat

26 A. Qiram Syamsudin Meliala, 2005, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta


Perkembangannya, Liberty, Yogyakarta, hal. 20.
27 Ketut Artadi dan Dewa Nyoman Rai Asmara, 2014, Implementasi Ketentuan-Ketentuan
HukumPerjanjianKedalamPerancanganKontrak, UdayanaUniversityPress, Denpasar, hal.48.
mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu
perjanjian yang dibuat oleh seorang dalam kapasitasnya sebagai individu,
subjek hukum pribadi, hanya akan berlaku dan mengikat untuk dirinya
sendiri’. Dari rumusan tersebut pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat
oleh subjek hukum pribadi hanya berlaku dan mengikat untuk dirinya
sendiri.28
4. Asas PactaSunServanda
Merupakan asas dalam perjanjian yang berhubungan dengan
mengikatnya suatu perjanjian. Perjanjian yang dibuat secara sah oleh para
pihak mengikat mereka yang membuatnya, dan perjanjian tersebut berlaku
seperti undang-undang. Dengan demikian, para pihak tidak dapat mendapat
kerugian karena perbuatan mereka dan juga tidak mendapat keuntungan
darinya, kecuali kalau perjanjian tersebut dimaksudkan untuk pihak ketiga.
Maksud dari asas ini dalam suatu perjanjian tidak lain untuk mendapatkan
kepastianhukumbagi parapihakyangtelahmembuat perjanjianitu.
5. Asas BerlakunyaSuatuPerjanjian
Pada dasarnya semua perjanjian itu berlaku bagi mereka yang
membuatnya tak ada pengaruhnya bagi pihak ketiga kecuali yang telah diatur
dalam Undang-undang, misalnya perjanjian untuk pihak ketiga.29 Asas
berlakunya suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1315 KUHPerdata yang
berbunyi: “Pada umunyatidakseorang pun dapat mengikatkan diri atas nama

28 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjadja, 2010, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, PT.
RajaGrafindo Perdasa, Jakarta, hal.14. (selanjutnyadisebut Kartini Muljadi danGunawanWidjadjaI)
29 A. QiramSyamsudinMeliala, op.cit, hal.20.
sendiri atau meminta ditetapkannya suatu perjanjian suatu janji dari pada
untukdirinyasendiri”.

2.1.3 Syarat-Syarat SahnyaPerjanjianKredit


Agar perjanjiankredit itusahdanmempunyai kekuatanhukum, makaterlebih
dahulu harus memenuhi syarat sahnya perjanjian pada umumnya seperti yang diatur
dalamPasal 1320KUHPerdata. Perjanjianyangsahmenurut Pasal 1320KUHPerdata
diakui oleh hukum, sebaliknya perjanjian yang tidak sah menurut Pasal 1320
KUHPerdata tidak diakui oleh hukum walaupun diakui oleh pihakpihak yang
bersangkutan. Karenaituselagi parapihakmembuat perjanjian.
Menurut Pasal 1320 KUHPerdata suatu perjanjian itu sah harus terpenuhi 4
syarat, yaitu:
1. Adanyakatasepakat;
2. Kecakapanuntukmembuat perjanjian;
3. Adanyasuatuhal tertentu;
4. Adanyacausayanghalal.
Syarat pertama dan kedua adalah syarat yang harus dipenuhi oleh subyek
suatu kontrak, oleh karena itu disebut sebagai syarat subyektif. Syarat ketiga dan
keempat adalah syarat yang harus dipenuhi oleh obyek kontrak oleh karena itu
disebut syarat obyektif.30

30 R. Subekti, 1992, Bunga Rampai Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, hal. 4. (selanjutnya
disebut R. Subekti III).
Untuk menentukan dapat atau tidak dapat seseorang sebagai
komparandalamakta PPAT-notaris dpat dilihat dari syarat kecakapan untuk
membuat perjanjian.
Pasal 1329KUHPerdatamenyebutkanbahwasetiaporangadalahcakapuntuk
membuat suatu perjanjian dengan ketentuan oleh undang-undang tidak ditentukan
lainyaituditentukansebagai orangyangtidakcakapuntukmembuat suatuperjanjian.
Selanjutnya Pasal 1330 KUHPerdata menyebutkan bahwa orang yang tidak cakap
membuat perjanjian:
1. Orangyangbelumdewasa
2. Merekayangberadadi bawahpengampuan/perwaliandan
3. Orang perempuan/isteri dalamhal telah ditetapkan oleh Undang-undang dan
semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat
perjanjian-perjanjiantertentu.31
Mengenai orang yang belumdewasa diatur dalamPasal 1330 KUHPerdata,
dinyatakan bahwa ”belumdewasa adalah mereka yang belummencapai umur genap
21 (dua puluh satu) tahun dan sebelumnya belumkawin”. Apabila perkawinan itu
dibubarkannyasebelumumur merekagenap 21(dua puluhsatu) tahun, maka mereka
tidak kembali lagi dalamkedudukanbelumdewasa.32 Namun dalamUUJN, Pasal 39
dan 40 dinyatakan untuk penghadap dan saksi paling sedikit berumur 18 tahun atau
telah menikah. Dalam hal ini cakap bertindak untuk keperluan khusus. Selanjutnya
dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya
31 MariamDarus Badrulzaman, 2001, Kompilasi HukumPerikatan, PT. Citra Adiyta Bakti,
Bandung,32hal. 78. (selanjutnyadisebut MariamDarusBadrulzamanII).
Ibid.
disebut UU Perkawinan) dinyatakan cukup umur untuk kawin adalah 18 tahun.
Sehingga apabila seseorang belum berusia genap 21 tahun tetapi telah kawin
menimbulkan konsekuensi menjadi cakap bertindak. Dengan demikian dasar usia
cakapuntukbertindak, jikatidakuntukkeperluankhusus (telahdiatur dalamundang-
undang tertentu) maka usia yang dipakai adalah dua puluh satu tahun atau telah
menikahberdasarkanPasal 1330KUHPerdata.
Mengenai pengampuan/perwalian telah diatur dalam Pasal 433 dan 345
KUHPerdata, bunyinyasebagai berikut:
Pasal 433KUHPerdata:
”Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalamkeadaan dungu, sakit otak
atau matagelapharus ditaruh di bawa pengampuan, walaupunjikaia kadang-
kadangcakapmenggunakanpikirannya. Seorangdewasabolehjugaditaruhdi
bawahpengampuankarenakeborosannya.”
Pasal 345KUHPerdata:
”Apabila salah satu dari kedua orang tua meninggal dunia maka perwalian
terhadap anak-anak kawin yang belumdewasa, demi hukumdipangku oleh
orang tua yang hidup terlama, sekadar ini tidaktelah dibebaskan atau dipecat
dari kekuasaanorangtuanya.”
Selanjutnya untukmenjelaskantentang orangperempuan/istri undang-undang
telah melarang perempuan/istri untuk membuat persetujuan-persetujuan tertentu. Hal
ini diatur juga dalam Pasal 108 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa seorang
perempuanyang bersuami dilaranguntukmembuat suatuperjanjiantanpaizin(kuasa
tertulis) dari suaminya. Namun hal ini menjadi tidak berlaku dengan adanya Pasal 31
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang mengatur hak dan
kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam
kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalammasyarakat termasuk
untukmembuat perjanjian.
Subekti menjelaskan bahwa dari sudut keadilan, perlulah bahwa orang yang
membuat suatu perjanjian dan nantinya akan terikat oleh perjanjian itu, mempunyai
cukup kemampuan untuk menginsyafi benar-benar akan tanggung jawab yang
dipikulnya dengan perbuatannya itu. Sedangkan dari sudut ketertiban hukum, karena
seorang yang membuat suatu perjanjian itu berarti mempertaruhkan kekayaannya,
maka orang tersebut haruslah seorang yang sungguh-sungguh berhak bebas berbuat
denganhartakekayaannya.33
Contohnya seoang anak yang berusia 15 tahun yang berarti belum dewasa
ataubelumcakapmembuat perjanjiantidakbisamenjual rumahnya, meskipunrumah
tersebut atas nama yang besangkutan. Masih diperlukan orang tuannya sebagai wali
yangbertanggungjawabatas perbuatanhukumanaktersebut.
Persyaratanadanyakatasepakat merupakansalahsatusebabyangmelahirkan
akta otentik PPAT-Notaris. Kata sepakat berarti persesuaian kehendak, maksudnya
memberikan persetujuan atau kesepakatan. Jadi sepakat merupakan pertemuan dua
kehendak dimana kehendak pihak yang satu saling mengisi dengan apa yang
dikehendaki pihaklaindankehendaktersebut salingbertemu.
Menurut Subekti,34 yang dimaksud dengan kata sepakat adalah persesuaian
kehendak antara dua pihak yaitu apa yang dikehendaki oleh pihak ke satu juga
dikehendaki oleh pihaklain dan kedua kehendak tersebut menghendaki sesuatu yang
sama secaratimbal balik. Dijelaskanlebih lanjut bahwa dengan hanyadisebutkannya
33 R. Subekti III, op.cit, hal.7.
34 R. Subekti III, op.cit, hal. 4.
“sepakat” saja tanpa tuntutan sesuatu bentuk cara (formalitas) apapun sepertinya
tulisan, pemberian tanda atau panjer dan lain sebagainya, dapat dikatakan bahwa
bilamana sudah tercapai sepakat itu, maka sahlah sudah perjanjian itu atau
mengikatlah perjanjian itu atau berlakulah ia sebagai Undang-undang bagi mereka
yangmembuatnya.
J. Satrio,35 menyatakan, katasepakat sebagai persesuaiankehendakantaradua
orang di mana duakehendaksaling bertemu dankehendaktersebut harus dinyatakan.
Pernyataan kehendak harus merupakan pernyataan bahwa ia menghendaki timbulnya
hubungan hukum. Dengan demikian adanya kehendak saja belummelahirkan suatu
perjanjian karena kehendaktersebut harus diutarakan, harus nyata bagi yang lain dan
harus dimengerti olehpihaklain.
Di dalamKUHPerdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di
dalamPasal 1321 KUHPerdata ditentukan syarat bahwa tidak ada sepakat yang sah
apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan atau diperolehnya karena dengan
paksaan atau penipuan. Dari pasal ini dapat disimpulkan bahwa terjadinya kata
sepakat antara masing-masing pihak harus diberikan secara bebas atau tidak boleh
ada paksaan, kekhilafan dan penipuan. Menurut Subekti,36 yang dimaksud paksaan
adalah paksaan rohani atau paksaan jiwa (psychis) jadi bukan paksaan badan (fisik).
Selanjutnya kekhilafan terjadi apabila salah satu pihak khilaf tentang hal-hal yang
pokok dari apa yang diperjanjikan atau tentang sifat-sifat yang penting dari barang
yang menjadi objek perjanjian. Kekhilafan tersebut harus sedemikian rupa sehingga
seandainyaorangitutidakkhilaf mengenai hal-hal tersebut iatidakakanmemberikan
35 J. Satrio, 1993, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung,36hal. 129.
R. Subekti III, op.cit, hal. 23-24.
persetujuan. Kemudian penipuan terjadi apabila satu pihak dengan sengaja
memberikan keterangan-keterangan yang palsu atau tidak benar disertai dengan tipu
muslihat unuk membujuk pihak lawannya memberikan perizinannya. Dengan
demikian suatu perjanjian yang kata sepakatnya didasarkan paksaan, kekhilafan,
penipuan maka perjanjianitu di kemudianhari dapat dimintakan pembatalannya oleh
salahsatupihak.37
Contohnya suatu kehendak yang melahirkan kata sepakat yang tidak sah
karena adanya ancaman. Seorang pemegang hak atas yang terpaksa menyetujui
tanahnya untuk dijual dan di jadikan mall setelah yang bersangkutan diancam-ancam
dan diteror oleh pemilik mall yang biasanya pengusaha besar yang menggunakan
berbagai caraagar kehendaknyadapat diwujudkan.
Selanjutnya syarat adanya suatu hal tertentu mensyaratkan tidak semua
barang/benda boleh dijadikan obyek perjanjian dalam akta otentik PPAT-Notaris.
Suatu hal tertentu dalam suatu perjanjian ialah objek perjanjian. Objek perjanjian
adalahprestasi yangmenjadi pokokperjanjianyangbersangkutan. Prestasi itusendiri
bisa berupa perbuatan untuk memberikan suatu, melakukan sesuatu atau tidak
melakukansesuatu.
Di dalam Pasal 1333 ayat (1) KUHPerdata menyebutkan bahwa suatu
perjanjian harus mempunyai suatu hal tertentu sebagai pokok perjanjian yaitu barang
yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Mengenai jumlahnya tidak menjadi masalah
asalkandi kemudianhari ditentukanPasal 1333ayat (2) KUHPerdata.

37 J. Satrio, op.cit, hal.58.


2.2JaminanKredit
2.2.1 PengertianJaminanKredit
Masalah agunan atau jaminan merupakan suata masalah yang sangat erat
hubungannya dengan bank dalampelaksanaan teknis pemberian kredit. Kredit yang
di berikan oleh bank perlu diamankan. Tanpa adanya pengamanan, bank sulit
menghindarkan risiko yang akan datang, sebagai akibat tidak berprestasinya seorang
nasabah. Untuk mendapatkan kepastian dan keamanan dari kreditnya, bank
melakukan tindakan-tindakan pengamanan dan meminta kepada calon nasabah agar
mengikatkan sesuatu barang tertentu sebagai jaminan di dalampemberian kredit dan
diatur dalamPasal 1131dan1132KUHPerdata.38
“Secara umumjaminan kredit diarahkan sebagai penyerahan kekayaan atau
pernyataan kesanggupan seseorang untuk menanggung pembayaran kembali
suatuhutang.”39
Dalam Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan, kredit yang diberikan oleh bank mengandung risiko, sehingga dalam
pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas perkreditan yang sehat. Untuk
mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit berdasarkan keyakinan atas
kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai
dengan yang telah diperjanjikan, merupakan faktor penting yang harus diperhatikan
oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelummamberikan kredit, bank

38 MuchdarsyahSinungan, op.cit, hal.12.


39 ThomasSuyatno, op.cit, hal.70.
harus melakukan penilaianterhadap watak, kemampuan, agunan, modal dan prospek
usahadandebitur.
Mengingat pentingnyakedudukandanaperkreditantersebut sudahsemestinya
apabila pemberi dan penerima kredit serta pihak lain yang terkait mendapat
perlindungan melalui suatu lembaga hak jaminan yang kuat serta memberikan
kepastian hukum bagi para pihak yang berkepentingan. Bentuk lembaga jaminan
sebagianbesar mempunyai ciri-ciri internasional, dikenal hampir di semuanegaradan
peraturan perundangan modern, bersifat menunjang perkembangan ekonomi dan
perkreditansertamemenuhi kebutuhanmasyarakat akanfasilitas modal.
Jaminan dapat diartikan sebagai “penyerahan harta atau pernyataan
kesanggupan seseorang untuk menanggung kembali pembayaran suatu hutang. Jadi,
jaminan mengandung arti suatu kekayaan (materiliil) ataupun suatu pernyataan
kesanggupan(immateriil) yangdapat dijadikansebagai sumber pelunasanhutang.
Berdasarkankebendaannya, jaminandikelompokkanmenjadi:40
1. JaminanPerorangan(persoonlijk)
Jaminan perorangan adalah: orang ketiga (borg) yang akan menanggung
pengembalian uang pinjaman, apabila pihak peminjam tidak sanggup
mengembalikanpinjamannyatersebut.
2. JaminanKebendaan(zakelijk)
Dalam hal ini berarti menyediakan bagian dari kekayaan seseorang guna
memenuhi ataumembayar kewajibandebitur.

40 Salim H.S, 2004, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, hal.26.
Agunan manjadi salah satu unsur jaminan kredit, maka apabila berdasarkan
unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan nasabah debitur
mengembalikan hutangnya, agunan dapat hanya berupa barang, proyek, atau hak
tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Dalamdunia perbankan ada
limafaktor yang digunakan untukpenilaianterhadap debitur, faktor tersebut terkenal
dengansebutan, “TheFiveof Credit Analysis”atauprinsip5C’s (character, capacity,
capital, collateral danconditioneconomy).41
Cara penilaian ini bukanlah hal yang baru, karena dalam Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan telah mengaturnya dan bank
telah mempraktekkannya selama ini. Meskipun demikian perlu dibahas satu persatu
kelimafaktor di atas. MuhammadDjumhanamenjelaskanapayangdimaksuddengan
5C, sebagai berikut:42
1. Character, sifat-sifat calondebitur seperti kejujuran, perilakudanketaatannya
guna mendapat data-data mengenai debitur tersebut maka bank dapat
rnelakukannya dengan mengumpulkan informasi dari referensi hank yang
lain).
2. Capital (pemodalan), hal yang menjadi perhatian dari segi pemodalan ini
yaitu tentang besar dan struktur modal termasuk kinerja hasil dari modal itu
sendiri dari perusahaan apabila debiturnya adalah perusahaan, dan segi
pendapatannyabiladebiturnyamerupakanperorangan.

41 Habib Adjie, 2000, Hak Tanggungan sebagai Lembaga Jaminan Atas Tanah, Mandar
Maju, Bandung, hal.1.
42 MuhammadDjumhana, op.cit, hal.236.
3. Capacity (kemampuan), perhatian yang diberikan terhadap kemampuan
debitur yaitumenyangkut kepemimpinandankinerjanyadi perusahaan.
4. Collateral (agunan), kemampuan si calon debitur memberikan agunan yang
baiksertamemiliki nilai baiksecarahukumrnaupunsecaraekonomi.
5. Condition of economi (kondisi perekonomian), yaitu segi yang cepat berubah,
yang menjadi perhatian meliputi kebijakan pemerintah, politik sosial budaya,
dansegi lainnyayangdapat mempengaruhi kondisi ekonomi itusendiri.
Condition of Economi, melihat aspek ekonomi dari lingkungan sekitar calon
debitur seperti kondisi perekonomian nasional, tingkat inflasi, dan prospek dari
industri yang digeluti. Di samping jaminan khususnya yang ada dalamUUP, bahwa
bank(kreditur), memperolehjaminanlainyangdiatur dalamPasal 1131KUHPerdata
yang menjelaskantentangjaminan umum, bahwa segala kebendaan si berutang, baik
yang bergerak maupun yang tidak bergerak, maupun yang sudah ada maupun yang
akanadakemudianhari, menjadi tanggunganuntuksegalaperikatanperseorangan.

2.2.2 Sifat PerjanjianJaminan


Perjanjian hutang-piutang yang disebut sebagai perjanjian pokok selalu
mendahului perjanjian jaminan. Tidak mungkin ada perjanjian jaminan tanpa ada
perjanjian pokoknya. Perjanjianjaminan tidak dapat berdiri sendiri, melainkan selalu
mengikuti perjanjianpokoknya. Apabilaperjanjianpokoknyaselesai, makaperjanjian
jaminannya juga selesai. Tidak mungkin ada orang yang bersedia menjamin suatu
hutangnya, kalau hutang tersebut tidak ada. Sifat perjanjian yang demikian disebut
accesoir.
Dengan demikian, perjanjian pengikatan jaminan bersifat accesoir, yang
artinya perjanjian pengikatan jaminan keberadaannya tergantung pada perjanjian
pokok, yaitu perjanjian kredit atau perjanjian hutang. Perjanjian pengikatan jaminan
bukan merupakan perjanjian yang berdiri sendiri tetapi tergantung pada perjanjian
kredit sebagai perjanjian pokok sehingga perjanjian kredit harus dibuat terlebih
dahulu baru kemudian perjanjian pengikatan jaminan. Dengan demikian kedudukan
perjanjian jaminan yang dikonstruksikan sebagai perjanjian accesoir mempunyai
akibat hukum, yaitu: (1) Eksistensinya tergantung pada perjanjian pokok (perjanjian
kredit); (2) Hapusnya tergantung perjanjian pokok (perjanjian kredit); (3) Jika
perjanjian pokok batal, perjanjian jaminan juga ikut batal; (4) Jika perjanjian pokok
beralih, maka perjanjian jaminan juga ikut beralih juga perjanjian jaminan; dan (5)
Jika perjanjian pokok beralih karena cessi, subrogasi maka ikut beralih juga
perjanjianjaminantanpaadapenyerahankhusus.
Jika perjanjian kredit berakhir karena kreditnya telah dilunasi atau berakhir
karena sebab lain, maka berakhir pula perjanjian pengikatan jaminan. Jika perjanjian
kredit cacat yuridis dan batal maka perjanjian pengikatan jaminan ikut batal juga.
Sebaliknya perjanjianpengikatanjaminan cacat danbatal karena suatu sebabhukum,
misalnya barang jaminan musnah atau dibatalkan karena pemberi jaminan tidak
berhak menjaminkan maka perjanjian kredit sebagai jaminan pokok tidak batal.
Debitur tetapharus melunasi kreditnyasesuai perjanjiankredit.43
Untuk membuat perjanjian jaminan dalamperjanjian pokoknya harus diatur
dengan jelas tentang adanya janji tentang jaminan yang dikehendaki oleh kreditur

43 Sutarno, op.cit, hal.143.


maupun debitur. Dengan demikian, perjanjian jaminan merupakan salah satu
pelaksanaandari perjanjianpokok.

2.2.3 TujuanJaminan
Tujuan jaminan adalah untuk mendapatkan fasilitas dari bank. Jaminan ini
diserahkan oleh debitur kepada bank. Dengan demikian, pembebanan jaminan yang
dilakukan oleh debitur bertujuan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau
lembaga keuangan non-bank. Pemberian kredit merupakan pemberian uang
berdasarkan kepercayaan, dalamarti bank atau lembaga keuangan non-bank percaya
bahwadebitur sanggupuntukmengembalikanpokokpinjamandanbunganya.
Oleh karena itu pemberian jaminan atau agunan dalamkegiatan perbankan
bertujuan untuk mengamankan dana pihak ketiga yang di kelola oleh bank yang
bersangkutan, selain itu juga untuk memenuhi ketentuan perkreditan yang
dikeluarkan oleh Bank Sentral.44 Bank pemberi kredit dituntut untuk setiap waktu
memastikan bahwa jaminan yang diterima memenuhi persyaratan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, sehingga dapat dipastikan bahwa seluruh aspek
yuridis yang berkaitan dengan pengikatan jaminan kredit telah memenuhi syarat dan
mampumemberikanperlindunganyangmemadai bagi bankselakukreditur.
Adapunsyarat-syarat ekonomis yangharus diperhatikanolehdebitur di dalam
melakukanpinjamankredit kepadabank, misalnyajaminanatauagunantersebut juga
mudah diperjualbelikan dan kondisi atau lokasi agunan cukup strategis serta tidak
cepat rusak. Sedangkan syarat yuridis yang harus diperhatikan, misalnya agunan

44 Abdulkadir Muhammad, 2003, Jaminan dan Fungsinya, Gema Insani Pers, Bandung, hal.
27. (selanjutnya disebut Abdulkadir MuhammadII).
tersebut lebih baik milik debitur sendiri dan dalamkekuasan debitur, agunan tidak
dalam sengketa, ada bukti kepemilikannya, dan masih berlaku serta memenuhi
persyaratan untuk dapat diikat sebagai agunan (tidak sedang dijaminkan pada pihak
lain).45

2.2.4 Wanprestasi danAkibat Hukumnya


Prestasi dalamhukumperjanjian diartikan sebagai suatu pelaksanaan hal-hal
yang tertulis dan disepakati dalam suatu perjanjian oleh pihak yang telah
mengingatkan diri dalamperjanjian. Sementara itu, dengan wanprestasi (default atau
non fulfilment, ataupunyang disebutkanjuga denganistilah breach of contract) yang
dimaksudkan adalah tidak dilaksanakan prestasi atau kewajiban sebagaimana
mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang
dimaksudkandalamkontrakyangbersangkutan.46
Ada berbagai model bagi para pihak yang tidak memenuhi prestasinya
walaupun sebelumnya sudah setuju untuk dilaksanakannya. Model-model
wanprestasi tersebut adalahsebagai berikut :
1. Wanprestasi berupatidakmemenuhi prestasi;
2. Wanprestasi berupaterlambat memenuhi prestasi;
3. Wanprestasi berupatidaksempurnamemenuhi prestasi;

45 J. Satrio, op.cit, hal.101.


46 Munir Fuady, 2001, HukumKontrak (Dari Sudut Pandang HukumBisnis), PTCitra Aditya
Bakti, Bandung, hal.87-88.
4. Wanprestasi melakukansesuatuyangolehperjanjiantidakbolehdilakukan.47
Adaempat akibat adanyawanprestasi, yaitusebagai berikut:48
1. Perikatantetapada
Kreditur masih dapat memenuhi kepada debitur pelaksanaan prestasi, apabila
ia terlambat memenuhi prestasi. Disamping itu, kreditur berhak menuntut
ganti rugi akibat keterlambatanmelaksanakan prestasinya. Hal ini disebabkan
kreditur akan mendapat keuntungan apabila debitur melaksanakan prestasi
tepat padawaktunya.
2. Debitur harus membayar ganti rugi kepada kreditur (Pasal 1243 KUH
Perdata).
3. Beban risiko beralih untuk kerugian debitur, jika halangan itu timbul setelah
debitur wanprestasi, kecuali bila ada kesenjangan atau kesalahan besar dari
pihak kreditur. Oleh karena itu, debitur tidak dibenarkan untuk berpegang
padakeadaanmemaksa.
4. Jika perikatan lahir dari perjanjian timbal balik, kreditur dapat membebaskan
diri dari kewajibannya memberikan kontra prestasi dengan menggunakan
Pasal 1266KUHPerdata.

2.3TinjauantentangKredit PemilikanRumah(KPR)
2.3.1 PengertianKredit PemilikanRumah(KPR)
Pengertian Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) tidak ada yang baku, ada yang
mendefinisikan KPR adalah suatu fasilitas kredit yang diberikan oleh perbankan
kepada para nasabah perorangan yang akan membeli atau memperbaiki rumah.
Adapula yang mengartikan KPR sebagai salah bentuk dari kredit consumer yang
dikenal dengan “Housing Loan” yang diberikan untuk konsumen yang memerlukan
papan, digunakan untuk keperluan pribadi, keluarga atau rumah tangga dan tidak

47 R. Subekti, 2002, Aneka Perjanjian, PTIntermasa, Jakarta, hal.45. (selanjutnya disebut R.


Subekti IV )
48 R. Subekti I, op.cit, hal.45.
untuk tujuan komersial serta tidak memiliki pertambahan nilai barang dan jasa di
masyarakat.49
KPR merupakan salah satu produk perbankan yang disediakan bagi debitur
untuk pembiayaan perumahan. Perumahan disini bukan dalam arti rumah tempat
tinggal pada umumnya, tetapi meliputi ruang untuk membuka usaha seperti rumah
toko (ruko) dan rumah kantor (rukan), serta apartemen mewah dan rumah susun.50
Melalui pembiayaan KPR, debitur tidak harus menyediakandana seharga rumah.
Cukup memiliki uang muka tertentu, dan rumah idaman pun menjadi milik kita.
Debitur bisa leluasan menempatinya karena meski masih mengangsur rumah itu
sudahmenjadi rumahdebitur sendiri.51
Dengan demikian dapat dikatakan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) adalah
pinjaman non revolving yang diberikan oleh bank kepada debitur dengan jumlah,
jangka waktu, dan kondisi tertentu, guna pembelian dan renovasi rumah (rumah
tinggal, rumah toko, dan rumah kantor). Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang
diberikanolehbanksebagai kreditur kepadadebitur padahakekatnyabertujuanuntuk
pembiayaan pembelian rumah tinggal, rumah toko(ruko), rumah kantor (rukan), dan
renovasi.
2.3.2 JaminanKredit PemilikanRumah(KPR)

49 Johannes Ibrahim, 2004, Mengupas Tuntas Kredit Komersial Dalam Perjanjian Kredit
Bank (Perspektif Hukum dan Ekonomi), Penerbit Mandar Maju, Bandung, hal.229. (selanjutnya
disebut Johannes IbrahimII).
50 Slamet Ristanto, 2000, Mudah Meraih Dana KPR (Kredit PemilikanRumah), ANDI,
Yogyakarta, hal.20.
51 Ibid, hal.11.
Pada dasarnya bank dalammenyalurkan dana atau kredit harus didasarkan
kepada adanya suatu jaminan. Demikian juga dengan jaminan Kredit Pemilikan
Rumah (KPR), jaminan tersebut berupa rumah yang dibeli dengan kredit yang
bersangkutan. Adapun yang dimaksud dengan jaminan dalam pemberian kredit
menurut Pasal 2 ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 tentang jaminan pemberian kredit yaitu
keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang
diperjanjikan. Sedangkan memperoleh keyakinan tersebut maka bank sebelum
memberikan kreditnya harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak,
kemampuan, modal, agunan, danprospekusahadari debitur.52
Agunan merupakan jaminan tambahan yang diperlukan dalamhal pemberian
fasilitas kredit. Hal demikiansesuai dengantermuat dalamPasal 1angka23Undang-
Undang Perbankan yaitu bahwa agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan
nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit. Dalam hal
pemberian fasilitas kredit ini pada hakekatnya agunan lebih dominan atau yang
diutamakan, sehinggasebenarnya agunanlebih dipentingkan daripadahalnya sekedar
jaminan yang berupa keyakinan atas kemampuan debitur, untukmelunasi hutangnya.
Hal demikian sangatlah mendasar karena jaminan merupakan hal yang abstrak,
dimana penilaian sangatlah subyektif, berbeda dengan agunan apabila terjadi suatu
wanprestasi dari debitur atau adanya kredit yang bermasalah maka bank dengan
segeradapat mengkonversikankepadasejumlahuang.53

52 SalimH.S, op.cit, hal.110.


53 Budi Utami Raharja, 2012, Hak Jaminan Atas Kredit Pemilikan Rumah (Studi Kasus
PT.Bank Danamon Indonesia Tbk dan PT. Bank Sumut Medan), Program Pascasarjana, Magister
Kenotariatan, Universitas Sumatera Utara, Medan, hal.73.
Dalam istilah perkreditan jaminan sangat sering disamakan dengan istilah
agunan. Apabila yang dimaksud dengan jaminan itu adalah sebagaimana ditegaskan
dalam pemberian kredit menurut Pasal 2 ayat 1 Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia Nomor 23/69/KEP/DIRtentang jaminan pemberian kredit, maka jaminan
itu adalah suatu keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit
sesuai dengan yang diperjanjikan. Menurut pendapat Soebekti seperti dikutip
MuhammadDjumhana, jaminanyangideal (baik) tersebut terlihat dari:
1. Dapat secaramudahperolehankredit olehpihakyangmemerlukannya.
2. Tidak melemahkan potensi (kekuatan) si penerima kredit untuk melakukan
(meneruskan) usahanya.
3. Memberikan kepastian kepada kreditur dalam arti bahwa yaitu bila perlu
mudahdiuangkanuntukmelunasi hutangnyasi debitur.54
Sedangkan di dalamperaturan perundang-undangan yang berlaku seperti di
dalamUndang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, maka yang
dimaksudkan dengan aguan yang ideal yaitu agunan yang berkualitas tinggi dan
mudah dicairkan meliputi surat berharga dan atau tagihan yang diterbitkan oleh
pemerintah atau badan hukum lain yang mempunyai peringkat tinggi berdasarkan
hasil penilaian lembaga pemerintah yang kompeten dan sewaktu-waktu dengan
mudahdapat dijual kepasar untukdijadikanuangtunai.55
Dengandemikianpenjelasandi atas makaagunandalamperkreditanmemiliki
fungsi untuk menjamin pembayaran kredit yang dalamkehidupan dan kegiatan yang

54 MuhammadDjumhana, op.cit, hal.399.


55 MuhammadDjumhana, op.cit, hal.399.
dikelola oleh bank yang bersangkutan, selain itu juga untuk memenuhi ketentuan
perkreditanyangdikeluarkanolehbanksentral. Dengandemikianbankdituntut untuk
setiap waktu memastikan bahwa agunan yang diterima telah memenuhi persyaratan
perundang-undangan yang berlaku, sehingga dapat dipastikan bahwa seluruh aspek
yuridis yang berkaitan dengan pengikatan agunan kredit telah diselesaikan dan akan
mampumemberikanperlindunganyangmemadai bagi bank.
Perjanjian kredit bank, menurut serangkaian klausul dimana sebagian besar
dari klausula tersebut merupakan upaya untuk melindungi pihak kreditur dalam
pemberian kredit. Klausul merupakan serangkaian persyaratan yang digabungkan
dalamupaya pemberian kredit ditinjau dari aspek finansial dan hukum. Dari aspek
finansial, klausul melindungi kreditur agar dapat menuntut atau menarik kembali
dana yang telah diberikan kepada nasabah debitur dalamposisi menguntungkan bagi
kreditur apabila kondisi nasabah debitur tidak sesuai dengan yang diperjanjikan.
Sedangkan dalam aspek hukum, klausul merupakan sarana untuk melakukan
penegakan hukum agar nasabah debitur dapat mematuhi substansi yang telah
disepakati di dalamperjanjiankredit.56

2.3.3 Sifat PerjanjianJaminanKredit PemilikanRumah(KPR)


Perjanjian KPR merupakan perjanjian pendahuluan yang merupakan hasil
pemufakatanantarabankdengandebitur. Perjanjianini bersifat konsensuil obligatoir,
yaitu adanya konsensus dan penyerahan. Penyerahan uang adalah bersifat riil, pada

56 Budi Utami Raharja, op.cit, hal.77-78.


saat penyerahan uang dilakukan barulah berlaku ketentuan-ketentuan yang
dituangkandi dalamperjanjiankredit.
Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) memiliki beberapa unsur yang
khas, yaitu:
1. Kredit ituberjangkawaktupendek, menengah, danpanjang, denganmaksimal
jangkawaktuditentukanolehpihakbank.
2. Terjadi di duniaperbankan.
3. Merupakanperjanjianpinjam-meminjamuang.
4. Denganmenggunakanbunga.
5. Diberikankepadamasyarakat berpenghasilanmenengahkeatas.
6. Kredit ini digunakan oleh debitur khusus untukmembeli tanah dan bangunan
rumahyangberdiri di atasnya.
7. Jaminankredit adalahtanahdanbangunanyangdibeli dengankredit itu.
PerjanjianKredit PemilikanRumah(KPR) yangterjadi antarakreditur dengan
debitur tidak dibuat secara bersama-sama oleh kedua belah pihak, tetapi perjanjian
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) itu sudah ditetapkan oleh kreditur sendiri dalam
bentuk formulir dan debitur diberi kesempatan untuk membaca dan memahami
formulir tersebut dan debitur harus sepakat atau menyetujui isi perjanjian Kredit
Pemilikan Rumah (KPR) yang telah ditetapkan itu. Sepakat dalamperjanjian Kredit
Pemilikan Rumah (KPR) ini adalah sah, karena perjanjian Kredit Pemilikan Rumah
(KPR) ini tidak melanggar undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum(Pasal
1337KUHPerdata).
Menurut penulis, lebih baik perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) itu
dibuat atau ditetapkan oleh pihak bank, karena ini juga akan menguntungkan pihak
debitur. Selanjutnya debitur atas biayanya sendiri wajib untuk mengasuransikan
seluruh barang (barang-barang)/benda (benda-benda) jaminan yang diserahkan
sebagai agunan kepada bank, kepada perusahaan asuransi yang ditunjuk oleh bank.
Dengan adanya perjanjianKredit Pemilikan Rumah (KPR) yang dibuat oleh bankitu
akan menolong pihak debitur, bahkan di dalam prkateknya bahaya gempa bumi,
banjir, dan tanah longsor turut diasuransikan sehingga perjanjian Kredit Pemilikan
Rumahini tidakakanmerugikandebitur.

2.3.4 TujuanJaminanKredit PemilikanRumah(KPR)


Pembuatan dan penandatangan perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR)
pada umumnya dilakukansecara di bawah tangan, dilanjutkan dengandibuatnya akta
Jual Beli di hadapan PPAT yang disertai dengan pengikatan jaminan
oleh/Notaris/PPAT. Disertai dengan dibuatnya Surat Kuasa Membebankan Hak
Tanggungan (SKMHT) yang merupakan kuasa untuk pemasangan Akta Pemberian
Hak Tanggungan (APHT). Pemberian kredit dilakukan setelah dokumen-dokumen
kredit lengkap. Pegawai transaksi kredit bertanggungjawab mengadministrasikan,
menjalankan dan memelihara dana pinjaman nasabah dan mengontrol semua
pembayarankepadapihakketiga, termasukbiayauntuknotaris.
Pada umumnyadalamsuatu KPRdebitur tidakmempunyai rumah. Perjanjian
KPR tersebut dilakukan untuk memperoleh rumah, yang nantinya rumah tersebut
menjadi jaminan kredit yang diajukan debitur. Dengan demikian pada saat debitur
mengajukan kredit dan menanda-tangani perjanjian KPR, debitur belummempunyai
jaminanapapun.
Praktek pemberian KPR pada Bank, umumnya pihak bank selaku kreditor
baru akan melaksanakan penandatanganan perjanjian KPR setelah mendapat Surat
Keterangan dari PPAT yang membuat Akta Jual Beli antara debitur dengan pihak
penjual. Surat keterangan yang dimaksud berisi bahwa objek tanah yang akan
menjadi jaminan perjanjian KPR telah beralih kepada debitur dan sedang dalam
proses baliknamapadaKantor Pertanahansetempat. Atas dasar itu, selanjutnyapihak
bank selaku kreditor baru akan melaksanakan penandatanganan perjanjian KPR
dengancalondebitur yangsekaligus dilanjutkandenganpencairandananya.
Pihak bank selaku kreditur juga mewajibkan debitur penerima fasilitas KPR
tersebut denganbukti pembayaran uang mukapembeliantanahdan rumah yangakan
dijaminkan berupa kwitansi pembayaran uang muka yang pada umumnya minimal
sebesar 30 %dari harga jual beli yang telah disepakati. Kredit KPRyang dicairkan
tersebut untuk selanjutnya ditransfer kepada pihak penjual oleh bank berdasarkan
surat kuasauntukmentransfer dari debitur kepadabank.
Selanjutnya setelah perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) ditanda-
tangani, maka dilanjutkan dengan pemberian Hak Tanggungan oleh debitur kepada
pihak bank selaku kreditor. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang
Berkaitan dengan Tanah (selanjutnya disebut Undang-Undang Hak Tanggungan)
pengertianHakTanggunganadalah:
“Hak Tanggungan adalah hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan
dengan tanah yang selanjunya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan
yang dibebankan pada hak atas tanah yang sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 (selanjutnya disebut UUPA) tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria berikut atautidak berikut benda-benda
lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah-tanah itu, untuk pelunasan
utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kreditor tertentu
terhadapkreditor-kreditor lainnya”.
Dengan terbitnya Undang-Undang Hak Tanggungan diharapkan akan lebih
memberikan kepastian hukum terkait pengkatan jaminan dengan tanah berserta
benda-benda yang berkaitan dengan tanah tersebut sebagai jaminan yang selama ini
pengaturannya menggunakan ketentuan-ketentuan kredit dalam KUHPerdata,
termasuk perjanjian KPRyang jaminannya berupa hak atas tanah. Hak Tanggungan
yang diatur dalam Undang-Undang Hak Tanggungan pada dasarnya adalah hak
tanggungan yang dibebankan pada hak atas tanah. Pada kenyataannya seringkali
terdapat benda-benda berupa bangunan, tanaman dan hasil karya yang merupakan
satukesatuandengantanahyangdijadikanjaminanturut puladijaminkan.
Penerapan asas tersebut tidak mutlak, melainkan selalu menyesuaikan dan
memperhatikan dengan perkembangan kenyataan dan kebutuhan dalammasyarakat.
Sehingga atas dasar itu Undang-Undang Hak Tanggungan memungkinkan dilakukan
pembebanan Hak Tanggungan yang meliputi benda-benda diatasnya sepanjang
benda-benda tersebut merupakan satu kesatuan dengan tanah bersangkutan dan ikut
dijadikan jaminan yang dinyatakan secara tegas dalam Akta Pemberian Hak
Tanggungan(APHT).57
Hak tanggungan membebani secara utuh obyek hak tanggungan dan setiap
bagian darinya. Dengan telah dilunasinya sebagian dari hutang yang dijamin hak

57 PurwahidPatrik, 2009, HukumJaminan, UndipPress, Semarang, hal.52-55.


tanggungan tidak berarti terbebasnya sebagian obyek hak tanggungan beban hak
tanggungan, melainkan hak tanggungan tersebut tetap membebani seluruh obyek hak
tanggunganuntuksisahutangyangbelumterlunasi.58
Jadi, pelunasan sebagian hutang debitur tidak menyebabkan terbebasnya
sebagian obyek hak tanggungan. Menurut Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Hak
Tanggungan dijelaskan bahwa hak tanggungan sifat tidak dapat dibagi-bagi
(ondeelbaarheid). Sifat tidak dapat dibagi-bagi ini dapat disimpangi asalkan hal
tersebut telah diperjanjikan terlebih dahulu dalamAkta Pemberian Hak Tanggungan
(APHT).

58 Ibid.

Anda mungkin juga menyukai