Anda di halaman 1dari 2

APAKAH PERKAWINAN BEDA AGAMA BISA?

- Pada dasarnya uu perkawinan di Indonesia tidak mengatur secara eksplisit mengenai

perkawinan beda agama. Hal ini dikarenakan berdasarkan pasal 2 ayat 1 uu

perkawinan memang ditegaskan bahwa “perkawinan adalah sah, apabila dilakukan

menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu” dan pasal 8

huruf f uu perkawinan dilarang antara dua orang yang mempunyai hubungan yang

oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang kawin. Artinya bila hukum

agama tak memperbolehkan perkawinan beda agama, maka tidak boleh pula

menurut hukum negara. Boleh atau tidaknya perkawinan beda agama tergantung

pada ketentuan agamanya. Saat ini belum ada agama di Indonesia yang

memperbolehkan adanya perkawinan beda agama, sehinggah apabila perkawinan

beda agama tetap dilangsngkan di Indonesia maka perkawinan tersebut dianggap

tidak sah, tidak diakui oleh negara dan tidak dapat dicatatkan. Hal ini sesuai dengan

pasal 2 ayat 2 “ tiap – tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-

undangan yang berlaku”. Artinya negara hanya mengakui perkawinan yang dilakukan

secara sah menuru agama masng-masing. Oleh karena KUA dan Pencatatan sipil

menolak perkawinan mereka dan tetap ingin melangsungkan pernikahan dan

mencatatkan perkawinannya mereka bisa mangajukan permohonan ke pangadilan

negeri sehubung dengan adanya putusan MA dengan surat no.KMA/72/IV/1981 uu

administrasi ayat 35

- POKOKNYA SAH DAN DICATATKAN DENGAN PENETAPAN PENGADILAN

APA KONSEKUENSI JIKA PERKAWINAN BEDA AGAMA TETAP DILAKUKAN?

- Konsekuensi atau akibat hukum yang paling utama jika pernikahan beda agam tetep

dilaksanakan adalah mengenai status hukum anak. Status anak tersebut dianggatp
tidak sah karena tidak dilakukannya pencatatan perkawinan, hal ini telah ditegaskan

dalam pasal 42 uu perkawinan “anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam

atau sebagai akibat perkawinan yang sah” dan juga berdasarkan pasal 43 ayat 1 uu

perkawianan “anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan

perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Selain itu juga akan mempengaruhi hak

dan kedudukan anak dalam hukum waris. Misalnya seorang suami beragama islam

dan isteri serta anak-anak non islam maka, sudah tentu merupakan halangan bagi

islam untuk menerima maupun mewarisi harta warisannya

BAGAIMANA JIKA MEMBUAT PERJANJIAN PERKAWINAN ORANG TERSEBUT BELUM CAKAP?

- Undang-undang memberikan pengecualian bagi mereka yang belum mencapai usia

dewasa ( belum cakap ) untuk membuat perjanjian perkawinan asalkan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku. Sebagaimana dalam pasal 151 KUHperdata yang

pada intinya menegaskan bahwa: 1. Yang bersangkutan menegaskan

Anda mungkin juga menyukai