Anda di halaman 1dari 2

Nama: Jihan Khansa Salsabila

Kelas : F

NIT : 21303885

1. Menganalisa pernikahan beda agama dan sesama jenis

2. Pernikahan melalui telfon/virtual zoom

Jawab

1. Pengertian Perkawinan berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang


Perkawinan adalah ikatan lahir

batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan bekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Perkawinan tidak hanya berkaitan dengan hubungan pribadi dari pasangan yang melangsungkan
perkawinan saja, perkawinan berkaitan juga dengan permasalahan Agama, permasalahan sosial dan
permasalahan hukum. Di dalam penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan disebutkan, bahwa tidak ada perkawinan di luar hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu, sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. Dari hal tersebut
dapat disimpulkan, bahwa Perkawinan mutlak harus dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu, kalau tidak, maka Perkawinan itu tidak sah. Dalam penjelasan
atas Pasal 1 disebutkan: Sebagai negara yang berdasarkan Pancasila, dimana sila pertama adalah
Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan
agama/kerohanian, sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir/jasmani, tetapi unsur
batin/rohani juga mempunyai peranan yang penting. Membentuk keluarga yang bahagia rapat
hubungan dengan keturunan yang merupakan tujuan perkawinan, pemeliharaan dan pendidikan
menjadi hak dan kewajiban orang tua. Kedudukan perkawinan beda agama dalam sistem hukum di
Indonesia adalah tidak sah. Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dalam Pasal 2 ayat 1
mengungkapkan perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama
dan kepercayaannya. Berarti perkawinan hanya dapat dilangsungkan bila para pihak (calon suami
dan istri) menganut agama yang sama. Dari perumusan Pasal 2 ayat 1 ini tidak ada perkawinan di
luar hukum masing-masing dan kepercayaannya itu. Nikah sesama jenis Indonesia memiliki Undang-
undang sendiri yaitu dalam Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan dikatakan juga bahwa perkawinan adalah
sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya. Ini berarti
selain negara hanya mengenal perkawinan antara wanita dan pria, negara juga mengembalikan lagi
hal tersebut kepada agama masing-masing. Mengenai perkawinan yang diakui oleh negara hanyalah
perkawinan antara pria dan wanita juga dapat kita lihat dalam Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang No.
23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (sering disebut UU Adminduk) beserta
penjelasannya dan Pasal 45 ayat (1) Pernikahan sejenis atas nama hak asasi manusia (HAM) justru
melanggar HAM itu sendiri. Pasalnya, HAM yang seharusnya diperjuangkan adalah hak yang sesuai
dengan kodrat alam dan digariskan tuhan yaitu manusia telah diciptakan berpasang-pasangan dan
berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia perkawinan sesama jenis tidak dapat
dilakukan karena menurut hukum perkawinan adalah dilakukan antara seorang pria dan seorang
wanita. Sisi lain menegaskan bahwa hukum agama Islam secara tegas melarang perkawinan sesama
jenis. Komnas HAM Indonesia tidak pernah membicarakan persoalan legalitas hukum hubungan
sesama jenis, karena perilaku pernikahan sesama jenis bertentangan dengan landasan hukum di
Indonesia.

2. Berdasarkan perundang-undangan bahwa nikah online, dalam pengertian calon pengantin pria
(CPP) dan calon pengantin wanita (CPW) terpisah (tidak dalam satu forum) dan via virtual itu tidak
sah karena akad nikah itu harus satu forum tatap muka. Untuk menghindari hal-hal yang dapat
menghalangi keabsahan pernikahan tersebut. Seperti kepastian eksistensi para pihak terkait.
Begitupula dalam hal penandatangan berkas akan sulit dilaksanakan karena para pihak tidak real
hadir dalam satu forum. Sementara petugas akan menyatakan sah pernikahan seketika setelah ijab
kabul dan langsung ditandatangani. Belum lagi bila ada gangguan sinyal dan mungkin ada celah
kekeliruan atau manipulasi data para pihak. dalam pernikahan tidak dapat memastikan secara pasti
bahwa para pihak itu yang benar melakukan akad nikah, maka menikah online bisa menjadi tidak
sah. menurut agama Islam, ada ulama yang mengizinkan akad nikah online, di mana salah satu calon
pengantin saja yang hadir bersama penghulu di forum yang sama. menurut perundang-undangan
sampai saat ini masih belum dianjurkan untuk melakukan akad nikah secara online. Karena belum
ada ketentuan yang jelas dalam hal ini.

Anda mungkin juga menyukai