Anda di halaman 1dari 5

RESKY NURUL ISNAINI

B022212044

SOAL !

Mengemukakan pandangan ahli mengenai teori hukum alam modern (minimal 3 ahli)

dan masing-masing dikomentari !

Cicero

Cicero adalah salah satu tokoh Romawi yang banyak mengemukakan pemikirannya mengenai
Hukum Alam. sejauh ini telah ada 4 (empat) pertimbangan Cicero sehingga harus dimunculkan
persepsi mengenai hukum alam yaitu sebagai berikut.

1. Kondisi politik selama tahun terakhir di republic Romawi


2. Karakter hukum Romawi dan system administrasi di anggap tidak sesuai lagi dengan
perkembagan
3. Prinsip-prinsip dasr yang sangat bersifat filosofi
4. Adanya beberapa pemahaman Cicero mengenai hukum alam`

Cicero mengajarkan konsepnya tentang “a true law” atau yang dapat diartikan sebagai hukum yang
benar yang dalam perumusannya disesuaikannya dengan “right reason” (penalaran yang benar), serta
sesuai dengan alam. Hukum apapun itu harus bersumber dari “true law” itu.

Dalam pandangannya, Cicero memberikan tanggapan bahwa hukum alam adalah hukum yang
benar yaitu rasio kodrat, sesuatu hukum sesuai dengan alam yang dicurahkan ke dalam jiwa manusia,
sesuatu hukum yang abadi dan tidak dapat berubah- ubah, yang memerintahkan agar setiap manusia
melakukan kewajibannya dan memperingatkan atau menakuti manusia agar tidak melakukan
perbuatan jahat atau perbuatan buruk.

Cicero juga menyatakan bahwa hukum alam sebagai dasar berpikir yang benar yang
bersumber dari kesesuaian dengan alam. Pandangan ini menyatakan bahwa hukum positif harus
bersumber dari hukum alam dan dinyatakan tidak valid apabila bertentangan dengan hukum alam.
Lebih lanjut menurutnya, Hukum Positif ( lex vulgus) merupakan hasil dari kekuasaan politik yang dapat
bertentangan dengan Hukum Tuhan ( divine law) yang disebut sebagai lex caelestis. Lex caelestis
merupakan sumber dari hukum alam ( lex naturae) yang merupakan dasar yang baik untuk membuat
hukum positif.

Cicero juga mengungkapkan bahwa sejatinya tidak ada satu hal yang lebih penting untuk
dipahami selain dari pemahaman bahwa manusia dilahirkan bagi keadilan dan bahwa hukum dan
keadilan tidak ditentukan oleh pendapat manusia, tetapi ditentukan oleh hukum alam. 15 dari sini kita
dapat menarik kesimpulan bahwa hukum alam adalah hukum yang seadil-adilnya selama tidak ada
intervensi langsung dari pola pikir manusia. karena jika manusia telah memasukkan rumusan pola
pikirnya, tidak menutup kemungkinan ada kepentingan tersendiri untuk memuaskan keinginan sendiri
tanpa mempertimbangkan kepentingan manusia lainnya.

Sebagaimana yang kita ketahui bersama, bahwa alam telah menuntun dan membimbing
manusia untuk berlaku adil dan juga mendorong manusia untuk menggunakan akal dan budinya agar
tidak mengabaikan hal-hal yang sensitif tentang manusia lainnya sehingga keadilan akan berkembang
di antara sesama manusia selama hidup mereka. Alam juga memberikan akal budi yang tepat untuk
membolehkan apa yang baik dan mencegah apa yang tidak baik yang melahirkan kerugian atau
dampak buruk lainnya kepada manusia sendiri. Oleh sebab itu, sangat tepat bahwa hukum yang
sebenarnya adalah akal budi yang baik, yang merupakan kaedah sejati dari semua perintah dan
larangan. Siapapun yang mengabaikan hukum alam, dengan sendirinya tidak akan terwujud keadilan
yang selama ini diinginkan.

Thomas Aquinas

Thomas Aquinas memandang ketentuan akal yang bersumber dari Tuhan bertujuan untuk
memberikan jalan kebaikan dan dibuat oleh orang yang mengurus masyarakat untuk disebarluaskan.
Lebih lanjut, Thomas Aquinas membagi hukum alam menjadi 4 (empat) komponen, diantaranya adalah
sebagai berikut.

1. Lex aeterna, yaitu rencana pemerintah sebagai dibuat oleh raja.


2. Lex naturalis, yaitu bagian dari lex aeterna yang dapat ditangkap manusia melalui akal pikiran
yang dianugerahkan oleh Tuhan kepadanya.
3. Lex divina, berfungsi melengkapi asas-asas yang ada pada lex aeterna yang isinya adalah
sebuah petunjuk dari Tuhan tentang bagaimana manusia harus menjalani kehidupannya.
4. Lex humana, adalah penyesuaian hukum dengan dalil akal, dimana hukum yang tidak adil dan
tidak dapat diterima oleh akal bukanlah hukum melainkan hukum yang menyimpang.

Thomas Aquinas menerima hukum kodrat sebagai prinsip segala hukum positif, yang berhubungan
dengan manusia dan dunia secara langsung sebagai ciptaan Tuhan. Prinsip ini dibagi dua, yakni:
pertama, prinsip hukum kodrat primer yaitu merupakan hukum yang telah dirumuskan oleh para
pemikir stoa pada zalam klasik: hidup secara terhormat, tidak merugikan siapapun, memberikan tiap-
tiap orang membuat haknya. Lebih lanjut dapat dipahami bahwa hukum alam primer adalah hukum
alam yang berlaku bagi setiap manusia. Contoh nyata yang mudah ditemukan dalam kehidupan sehari-
hari dari hukum alam primer, yaitu seperti “Berikan kepada setiap orang apa yang memang menjadi
haknya”; atau “Jangan merugikan orang lain” dan lain sebagainya; kedua, prinsip hukum kodrat
sekunder, yakni norma-norma moral, sebagai contoh larangan keras untuk tidak membunuh. 10 Lebih
lanjut dapat dipahami mengenai hukum alam sekunder yaitu hukum alam yang tersimpul dari norma-
norma hukum alam primer. Misalnya di dalam hukum alam primer ada ketentuan “jangan merugikan
seseorang”, maka dari sini dapat diturunkan norma hukum alam sekunder seperti “jangan mencuri “
ataupun “jangan membunuh”. berdasarkan hal tersebut, tidak salah jika dikatakan bahwa salah satu
yang menjadi fungsi darihukum alam dalam tatanan hukum positif adalah sebagai kontrol keadilan dan
sebagai pengisi kekosongan hukum. Hal ini menyebabkan dibutuhkannya hukum kodrat atau hukum
alam yang berlaku universal untuk menetapkan secara hakiki peraturan-peraturan dasar dari setiap
tatanan hukum positif.

Ketika kita memahami mengenai hukum alam sekunder yang melarang keras untuk melakukan
pembunuhan antar sesama, maka tak jarang diantara kita muncul pertanyaan, apakah adanya tindakan
saling membunuh dalam sebuah peperangan merupakan hal yang bertentangan dengan teori hukum
alam sekunder? Dalam hal ini, Thomas Aquino menyatakan bahwa Apabila selanjutnya dipertanyakan,
mengapa di dalam peperangan terjadi tindakan saling bunuh padahal tindakan tersebut bertentangan
dengan hukum alam, Thomas Aquinas memberikan jawabannya yaitu : hal itu terjadi karena manusia
memiliki sifat khilaf dan cenderung mementingkan diri sendiri, sehingga akal sehat seringkali
dikaburkannya dan mengakibatkan penafsirannya tentang hukum alam menjadi sesat, namun tetap
dilakukannya. Lebih jauh dalam pandangannya, Thomas Aquino menyatakan bahwa hukum alam
adalah cerminan dari undang-undang abadi yang disebut lex naturalis. Jauh sebelum lahirnya aliran
sejarah hukum, ternyata aliran hukum alam tidak hanya disajikan dalam bentuk ilmu pengetahuan,
melainkan juga diterima sebagai prinsip dasar dalam sebuah perundang-undangan. Hukum alam
senantiasa diinsyafi berada dimana-mana, berlaku secara universal, dan derajatnya diakui lebih tinggi
daripada peraturan yang dibuat oleh manusia.

Hukum alam merupakan hukum yang lahir dari kegiatan akal-budi manusia sendiri yang dituntun
langsung oleh Tuhan. Ide dari Thomas Aquino sangatlah dipengaruhi oleh pandangan Aristoteles yang
merupakan filosof Yunani. Seperti Aristoteles, Thomas Aquino berpandangan bahwa alam semesta
pada hakikatnya terdiri dari beberapa substansi yang merupakan kesatuan materi dan bentuk. Masing-
masing substansi ini memiliki tujuan- tujuan sendiri-sendiri dan masing-ma sing memiliki tujuan di luar
dirinya. Hal ini dapat dimisalkan benda mati berguna untuk tum buh-tumbuhan dan semua makhluk
yang lebih tinggi. Sedangkan tumbuh-tumbuhan berguna bagi manusia. Semua ini mempunyai tujuan
yang lebih tinggi yaitu menuju kepada yang sempurna yaitu Budi-Illahi.

Aturan-aturan yang dipandang bahwa bersumber langsung dari Tuhan kemudian mewujudkan diri
dalam substansi yang disebut manusia, yaitu di dalam kemampuannya mengenal apa yang baik dan
apa yang jahat. Sesuatu yang baik, menurut Thomas Aquinas adalah sesuatu yang sesuai dengan
kecenderungan alam, dan sesuatu yang baik itu harus dilakukan. Misalnya kemauan untuk
mempertahankan hidup, laki laki dan wanita harus menikah, manusia harus bermasyarakat. Sebaliknya
sesuatu yang jahat adalah sesuatu yang tidak sesuai dengan kecenderungan alam. Hukum alam yang
terletak pada akal budi manusia disebut Thomas Aquino sebagai partisipasi aturan yang berasal dari
Tuhan, yaitu Hukum yang Abadi yang mewujudkan diri dalam rasio makhluk hidup. Menurut
pendapatnya, prinsip-prinsip hukum alam mengikat setiap masyarakat. Oleh karena itu syarat yang
dibutuhkan untuk eksistensi suatu sistem hukum adalah bahwa hukum tersebut harus memuat prinsip-
prinsip hukum alam.

Hugo Gratius
Seiring dengan perkembangan waktu, maka perkembangan teori hukum alam juga ikut
berkembang dan sedikit mengalami perbedaan dari apa yang diterangkan pada abad pertengahan.
Dimana pada abad pertengahan hukum alam sangat didominasi oleh ajaran- ajaran yang bersumber
langsung dari Tuhan (dapat dilihat apa ajaran Thomas Aquino), kini mulai dicampuri atau dimasuki
pemikiran-pemikiran yang bersumber pada akal budi manusia. Jika dibandingkan pada era abad
pertengahan maka dapat diperhatikan bahwa ikatan-ikatan keagamaan sangat kuat mempengaruhi
semua aspek kehidupan. Akan tetapi kini dalam perkembangannya pengaruh itu mulai tereduksi oleh
akal budi dan rasio manusia sendiri. Fenomena ini mencapai puncaknya di era Renaissance yang
berlangsung dari tahun 1493–1650. Terjadilah apa yang disebut sekularisasi hukum alam.

Pada konsep hukum alam pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial. Perwujudan
manusia sebagai makhluk sosial adalah realitas bukan “seharusnya”. Konsep ini dilandasi
pemikirannya bahwa: pertama, bahwa sebenarnya semua manusia sesungguhnya mempunyai alam
yang sama; kedua, Oleh karenanya manusia mempunyai kecenderungan membentuk hidup bersama
dan saling berdampingan. Lebih lanjut menurut Grotius, dasar pemikiran inilah yang menjadi dasar
atau latar belakang terbentuknya negara. Ia menyatakan bahwa semua negara terikat oleh hukum
alam yang memisahkan antara Hukum Illahi (Hukum Ketuhanan) dengan akal budi manusia ( that
nations are bound by natural law, which was separate from God's law and based on the nature of man ).

Berdasarkan uraian di atas, kita dapat melihat bahwa keberlakuan hukum alam didasarkan
pada nilai-nilai atau ajaran-ajaran yang bersumber dari pola pikir manusia. Dalam hal ini pola pikir
tersebut tentu sangat dipengaruhi tatanan sosial yang melingkupi kehidupan para ahli yang telah
mengemukakan pendapatnya mengenai teori ini. Nilai-nilai yang bersumber dari pola pikir tersebut
merupakan sesuatu yang bersifat abstrak dan apriori, akan tetapi terjabarkan secara linear di dalam
hukum yang mengatur kehidupan. Disebut bersifat apriori karena bersifat abstrak dan bersumber dari
pola pikir yang diolah dituntun oleh ajaran-ajaran agama.

Hukum yang di bangun dengan demikian tadi akan menjadi seperangkat aturan yang mengatur
hubungan antar manusia ketika saling beriteraksi satu sama lain. Penalaran yang dibangun bersifat
deduktif, karena dari nilai-nilai tersebut di atas dibentuk aturan hukum yang harus diberlakukan
terhadap siapapun yang melanggar aturan tersebut. hal inilah yang menjadi latar belakang munculnya
sebuah prinsip yang menyebutkan bahwa tiada pidana tanpa kesalahan ( noela poena sinne culpa).
Dengan demikian harus dibuktikan dahulu ada tidaknya kesalahan seseorang. Prinsip persamaan
perlakuan hukum (equality before the law) sudah dimunculkan disini. Keberlakuan hukum
dilambangkan dalam personifikasi Dewi Themis, yang memegang timbangan di tangan kiri, dengan
kepala tertutup memegang pedang di tangan kanan.

Ajaran-ajaran yang tumbuh semasa perkembangan hukum alam ini kemudian menjadi dasar
munculnya sebuah ajaran yang disebut ajaran hukum doktrinal. Hukum dalam ajaran doktrinal ini
mempunyai tujuan utama untuk menciptakan keadilan. Dengan melandaskan pada prinsip-prinsip
utama menciptakan keadilan, semua sama di depan hukum, tiada hukuman tanpa kesalahan, maka
peran hukum yang utama adalah menyelesaikan problem konkret yang terjadi di tengah-tengah
masyarakat. Problem di masyarakat tersebut tentulah dapat muncul manakala rasa keadilan itu terusik.
Terkait dengan ajaran doktrinal ini berlakulah ajaran fiksi hukum yaitu semua orang dianggap tahu
hukum. Fiksi hukum seperti ini tentu tidak mudah dinalar oleh penganut filsafat Positivisme.

Anda mungkin juga menyukai