Anda di halaman 1dari 6

TUGAS HUKUM FILSAFAT

1. Menyoal tentang penegakan hukum, menurut anda bagaimanakah cara berpikir seseorang
yang memahahami ilmu filsafat hukum dalam memandang setiap persoalan hukum yang
terjadi? Jelaskan analisis Anda secara konkrit
Jawaban :
Filsafat hukum merupakan kajian terhadap hukum secara menyeluruh hingga pada
tataran abstrak, seperti hubungan hukum dengan kekuasaan, bagaimana kalau terjadi konflik
antara keadilan dan kepastian hukum alasan sesorang mematuhi hukum.
Filsafat ilmu Hukum memberikan prespektif bahwa keadilan diwujudkan dalam hukum.
Filsafat hukum berupaya memecahkan persoalan, menciptakan hukum yang lebih sempurna,
serta membuktikan bahwa hukum mampu memberikan penyelesaian persoalan-persoalan
yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat dengan menggunakan sistim hukum yang
berlaku suatu masa, disuatu tempat sebagai Hukum Positif.
Hubungan Filsafat hukum dan keadilan sangat erat, karena terjadi tali temali antara
kearifan, norma dan keseimbangan hak dan kewajiban. Hukum tidak dapat dipisahkan
dengan masyarakat dan negara, materi hukum digali, dibuat dari nilai-nilai yang terkandung
dalam bumi pertiwi yang berupa kesadaran dan cita hukum (rechtidee), cita moral,
kemerdekaan individu dan bangsa perikemanusiaan, perdamaian, cita politik dan tujuan
negara. Hukum mencerminkan nilai hidup yang ada dalam masyarakat yang mempunyai
kekuatan berlaku secara yuridis, sosiologis dan filosofis.
Dalam memandang setiap persoalan hukum yang terjadi, cara berpikir ahli filsafat
berupaya untuk memecahkan persoalaan tentang gagasan untuk menciptakan suatu hukum
yang sempurna yang harus berdiri teguh selama – lamanya kemudian membuktikan kepada
umat manusia bahwa hukum yang telah selesai ditetapkan, kekuasaanya tidak dapat di
ganggu gugat dan tidak dapat dipersoalkan lagi.
Filsafat Hukum memberikan uraian yang rasional mengenai upaya untuk memenuhi
perkembangan secara universal guna menjamin kelangsungan hukum di masa depan, Namun
filsafat hukum bertolak dari renungan manusia yang cerdas. Filsafat hukum berkaitan erat
dengan manusia, karena subjek hukum adalah manusia kemudian manusia membutuhkan
hukum dan hanya manusia yang mampu berfilsafat. Keberadaan manusia yang mampu
berfilsafat dan membutuhkan hukum ini menjadi petunjuk atau jalan untuk mencari keadilan
dan kebenaran sesuai dengan peraturan yang berlaku dan mengukur sesuatu tersebut adil,
benar dan sah.
Dapat disimpulkan bahwa penegakan hukum dan keadilan harus menggunakan pemikiran
yang tepat di sertai alat bukti dan barang bukti agar teralisasikan makna suatu keadilan. Para
penegak hukum harus mengemban tugas dengan baik agar tidak terjadinya penyelewengan
aturan atau persoalaan hukum yang nyata. Aturan hukum sudah harus dilakukan secara
sistematis dengan menggunakan kodifikasi dan unifikasi hukum demi tewujudnya kepastiian
dan keadilan hukum. Hukum merupakan sumber kekuasaan yang memantik adanya
perbuatan melampaui batas melebihi kewenangan yang dimiliki.

2. Analisislah bagaimanakah pemikiran tentang hukum yang dikemukakan oleh filsuf yang
hidup pada masa romawi tersebut? jelaskan!
Jawaban :
Pikiran-pikiran para filsuf pada zaman Yunani-Romawi ditujukan pada permasalahan
hukum dan dapat mempertanggungjawabkan seluruh gejala hukum secara mendalam.
Seluruh sejarah filsafat hukum menjelaskan bahwa masalah yang sebenarnya dalam bidang
filsafat hukum adalah tidak lain dar ipada masalah keadilan. Sejak semula hukum alam sudah
merupakan pokok filsafat hukum dan sampai zaman sekarang masalah ini selalu muncul
kembali dan diperdebatkan orang. Para filsuf-filsuf dari berbagai lintas generasi mencoba
menjawab tentang hakikat dari hukum, sebab objek filsafat hukum adalah hukum, dan objek
tersebut dikaji secara mendalam sampai kepada inti atau dasarnya,
Bangsa Romawi mengambil alih pikiran-pikiran dari ajaran Stoa dan kemudian
mengembangkan pikiran-pikiran Stoa itu serta meneruskan cara berpikir tersebut. Oleh
karenanya, bagi bangsa Romawi hukum yang sempurna terdiri dari akal murni yang sesuai
dengan alam. Hukum ini bersifat statis dan kekal/abadi dan ada dimana-mana. Hukum ini
memerintahkan dengan aturan-aturannya untuk melakukan kewajiban-kewajiban serta
larangan-larangannya untuk menakut-nakuti setiap orang agar tidak melakukan kejahatan. Di
samping itu, hukum ini juga memberikan kewajiban-kewajiban kesusilaan, dan dikenal semua
bangsa Romawi sebagai hukum kodrat umum. Oleh karena itu, segala hukum manusia harus
sesuai dengan hukum kodrat, dan setiap hukum psositif harus memuat pedoman-pedoman
hukum kodrat.
Pemikiran tentang hukum yang dikemukakan oleh filsuf yang hidup pada masa romawi
dapat ditinjau dari pikiran-pikiran para tokoh-tokoh pemikir hukum pada masa Romawi,
seperti Cicero dan Agustinus.
a. Cicero
Sebagai salah satu tokoh pada masa Romawi, Cicero banyak mengemukakan
pemikirannya dengan mengkonstruksikan persepsi mengenai hukum alam melalui
prinsip-prinsip dasar yang bersifat filosofi yaitu Ius Civile dan Ius gentinum.
Ius civile adalah hukum positif yang berlaku bagi warga negara Romawi, sedangkan
ius gentium merupakan hukum antar bangsa yang menjadi hukum positif bagi warga
negara lain. Cicero mengadakan perbedaan antara kedua hukum dengan mengatakan
bahwa ius civile tidak selamanya merupakan hukum antar bangsa, akan tetapi apa yang
termasuk dalam ius gentium harus selalu ius civile.
Negara merupakan masyarakat hukum atau disebut sebagai komunitas hukum,
namun supaya benar dalam pelaksanaannya, negara harus berpedoman kepada hukum
alam dan memajukan kepentingan umum. Oleh karenanya, bagi Cicero, hukum yang
benar adalah adanya kesesuaian antara akal dengan alam, hal ini merupakan kebutuhan
universal, tidak berubah dan abadi.Tidak ada perbedaan antara masa sekarang dengan
masa yang akan datang, tetap sama, abadi dan tidak berubah, hukum akan sesuai untuk
semua bangsa dan setiap waktu.
Menurut Cicero, Tuhan akan mengatasi semua permasalahan yang dihadapi setiap
manusia, dan Tuhan-Lah yang menciptakan hukum dan mengajarkannya kepada kita,
sekaligus juga Tuhan bertindak sebagai hakim.Hukum yang sejati adalah akal yang benar
atau rasio kodrat, sesuai dengan alam, ia dapat dipergunakan secara universal, tidak
berubah-ubah dan kekal. Karena alasan yang sama hukum alam itu harus bersifat abadi,
yakni harus berlaku di mana-mana bagi semua orang/bangsa dan setiap waktu. Oleh
karena berlandaskan ajaran hukum alam atau hukum kodrat inilah menjadikan Cicero
sebagai orang yang sangat tidak setuju dengan kekerasan yang menjadi cara utama
pemerintah Romawi dalam menyelesaikan segala permasalahan, dan hal ini juga
memotivasi Cicero sampai akhir hayatnya untuk membawa Romawi ke arah yang lebih
baik dan menjadi inspirasi bagi negara-negara lain sampai masa sekarang. Oleh karena
itu, Filsafat hukum Cicero dalam esensinya mengemukakan konsepsi tentang persamaan
(equality) semua manusia di bawah hukum alam.
b. St. Agustinus
Filsafat hukum Agustinus bernuansa hukum alam atau kodrat yang menekankan
pada aspek keadilan. Jika keadilan dipahami hanya sebatas hidup yang baik, tidak
menyakiti siapa pun, dan memberi kepada setiap orang apa yang menjadi miliknya, maka
bagi Agustinus itu semua belum cukup, akan tetapi salah satu unsur terpenting dari
keadilan adalah mengenal Tuhan.
Konsep pemikiran Agustinus ini merupakan upaya mentransformasikan konsep
Cicero mengenai komunitas hukum, menjadi komunitas `kemurahan hati` dan `cinta
kasih`, sebab nilia-nilai yang dihargai oleh komunitas itu terdapat nilai keadilan.
Dengan menambahkan aspek pengenalan akan Tuhan sebagai sisi penting
keadilan, maka Agustinus memberi bobot kesalehan pada keadilan, dan menjadikan
keadilan sebuah kualitas yang pada akhirnya menghantarkan setiap orang pada hidup
terhormat di mata Tuhan dan sesama. Pertama, melalui konsep pengenalan akan Tuhan
sebagai prasyarat keadilan dan konsep ini sekaligus memberikan sinyal betapa penting
peran sikap etis iman terhadap berseminya keadilan dalam hukum. Filsafat hukum pada
masa Romawi tidak jauh berbeda dari pemikiran para filsuf-filsuf Yunani yang mengakui
hukum yang benar adalah hukum alam atau hukum kodrat, yang lebih menekankan pada
aspek keadilan.
Dalam hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya menurut
aliran Agustinus seorang pemikir filsafat hukum masa Romawi, didasarkan atas dua
prinsip, yaitu jangan merugikan seseorang dan berikanlah tiap-tiap manusia apa yang
menjadi haknya. Oleh sebab hukum alam ini merupakan pernyataan budi ilahi, maka
hukum alam bersifat menentukan tentang apa yang adil dan apa yang tidak adil, dan
karena alasan yang sama hukum itu harus bersifat abadi, yakni berlaku bagi semua orang.
Keadilan harus terwujud haruslah mengandung nilai-nilai keadilan, karena
sejatinya perilaku dan produk yang tidak adil akan melahirkan ketidakseimbangan,
ketidakserasian yang berakibat kerusakan. Bagi penyelenggaraan hukum di Indonesia
dewasa ini, prinsip dari pada pemikiran filsafat hukum masa Romawi ini dapat dijadikan
landasan kerja dalam penegakan hukum. Melalui konsep hukum alam atau hukum kodrat
masa Romawi ini serasa mengingatkan bahwa cara-cara yang dilakukan aparat penegak
hukum itu justru dapat mereduksi hakikat dari hukum itu sendiri yakni keadilan.
Dapat disimpulkan ejarah perkembangan filsafat hukum masa Romawi dimulai
dengan ditandai dibangkitkannya kembali ajaran Stoa yang pragmatis oleh tokoh-tokoh
bangsa Romawi seperti Cicero, dan Agustinus. Sejarah perkembangan filsafat hukum
masa Romawi ini, para filsuf mengembangkan kembali konsep hukum alam atau hukum
kodrat. Oleh karena filsafat hukum masa Romawi mengambil alih pikiran-pikiran pada
zaman Stoa, maka konsep pemikiran yang mencirikan filsafat hukum masa Romawi adalah
konsep hukum alam atau hukum kodrat yang menekankan pada aspek keadilan.

3. Analisislah bagaimana aliran feminist jurisprudence memandang persoalan perbedaan


gender seperti yang diuraikan dalam kasus diatas ! dan uraikanlah gerakan yang
dilakukan oleh kaum feminist untuk kesetaraan gender dalam bidang hukum!
Jawaban :
Feminist Jurisprudence adalah filsafat hukum yang didasarkan pada kesetaraan
dalam bidang, politik, ekonomi dan sosial. Melalui beberapa pendekatan, feminis telah
mengidentifikasi unsur-unsur gender dan akibatnya pada hukum yang netral serta
pelaksanaannya. Hukum akan mempengaruhi masalah masalah perkawinan, perceraian,
hak reproduksi, pemerkosaan dan kekerasan terhadap perempuan.
Berdasarkan kasus pada soal, Ketidaksetaraan gender membuat perempuan
berada di wilayah marginal, yang menyebabkan ketidaksetaraan gender antara laki-laki
dan perempuan muncul. Perempuan di hampir semua belahan dunia menghadapi
kesenjangan gender, yang dapat ditemukan di bidang publik maupun privat, dari masalah
rumah tangga hingga masalah reproduksi.Perempuan dianggap termarginalkan dalam
organisasi publik. Namun menurut aliran feminist jurisprudence hal tersebut sangat keliru
kaarena seorang baik perempuan atau laki- laki, yang percaya penuh pada kesetaraan
antara laki-laki dan perempuan dalam bidang sosial, pendidikan, ekonomi, dan politik.
Para feminis yakin bahwa sejarah ditulis melalui sudut pandang laki-laki dan sama sekali
tidak merefleksikan peranan perempuan di dalam pembuatan dan penyusunan sejarah.
Sejarah buatan laki-laki tersebut telah dengan bias menciptakan konsep-konsep tentang
keberadaan manusia, potensi gender dan rekayasa sosial yang menghasilkan bahasa,
logika dan struktur hukum yang mencerminkan karakter dan nilai-nilai dari sudut pandang
laki-laki. Feminis menyangkal bahwa unsur biologis membuat laki-laki dan perempuan
berbeda dan dengan demikian beberapa perbuatan dapat dikategorikan berdasarkan seks
tertentu. Feminis menyatakan hal itu hanyalah rekayasa sosial belaka. Perempuan sama
rasionalnya dengan laki-laki dan karenanya harus memiliki kesempatan yang sama.
Gerakan yang dilakukan oleh kaum feminist untuk keseteraan gender diantaranya
sebagai berikut :
a. Komnas Perempuan dilibatkan dalam perumusan dan penyusunan peraturan
perundang-undangan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.
b. Bias kesetaraan gender yang sering terjadi di tingkat daerah, memungkinkan
adanya affirmative action dengan mensyaratkan dua kursi Anggota Dewan
Perwakilan Daerah (DPD) harus berasal dari golongan perempuan dari empat orang
perwakilan anggota DPD yang mewakili rakyat daerah.
c. Menambahkan Mata Kuliah ‘Legal Theory Feminist’ dalam kurikulum Fakultas Hukum
Universitas Ahmad Dahlan sebagai mana yang telah dilakukan di Perguruan Tinggi
lainnya di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai