Anda di halaman 1dari 12

Visi mata kuliah: Pendidikan Agama Kristen di Standar Kompetensi Mata kuliah Pendidikan

PT: menjadi sumber nilai dan pedoman dalam Agama Kristen di PT yang wajib dikuasai
pengembangan kepribadian Kristiani dalam arti mahasiswa/i meliputi pengetahuan tentang
beriman kepada Tuhan yang menyatakan nilai-nilai Kristiani yang bersumber dari
kasihNya dalam penciptaan dan dalam Yesus pemahamannya akan Allah dan hakikat
Kristus, yang menjunjung tinggi nilai-nilai manusia, serta mampu menerapkan nilai-nilai
Kristiani yakni menghargai harkat dan martabat tersebut dalam kehidupan sehari-hari dengan
manusia. cara yang kritis, rasional, etis, dan dinamis.

Misi matakuliah Pendidikan Agama Kristen di Kompetensi Dasar mata kuliah Pendidikan
PT: memampukan mahasiswa/i mewujudkan Agama Kristen di PT: menjadi ilmuwan/wati
nilai-nilai Kristiani dalam usaha pengembangan professional yang beriman kepada Tuhan
ilmu, teknologi, dan seni untuk Yang Maha Pengasih, berakhlak mulia,
memperjuangkan kasih, keadilan dan kebenaran memiliki etos kerja yang bertanggungjawab,
dalam seluruh aspek kehidupan dalam konteks serta menjunjung tinggi nilai-nilai
keluarga maupun dalam kehidupan masyarakat. kemanusiaan dan kehidupan.

HUKUM
A. INDIKATOR PENCAPAIAN SUBSTANSI KAJIAN
1. Mahasiswa mampu menjelaskan makna hukum dalam kehidupan.
2. Mahasiswa mampu menguraikan beberapa hal agar sadar dan taat akan hukum yang berlaku.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan makna hukum sesuai dengan ajaran Kristen.
4. Mahasiswa dapat menjelaskan fungsi agama dalam pelaksanaan hukum.
B. DAFTAR ISTILAH KUNCI
 Perkataan ”hukum” adalah merupakan terjemahan dari kata “ tora” (bahasa Ibrani) yang kita
kenal sebagai “ taurat” atau “ torat” yang diterjemakan dalam kitab Mazmur terjemahan
baru dengan “undang-undang” secara harafiahnya, kata “tora” berarti: mengajar,
menunjukkan kata “no-mos” (Yunani) diterjemahkan dengan kata” pemakaian, kebiasaan
hukum”. Dalam arti yang lebih luas, istilah tersebut dapat memiliki pengertian yang sama
seperti dalam PL. (Band. Yoh.10 : 34; Roma 3:19-20; 1 Kor. 14:21). Namun biasanya hal
tersebut tetap mengacu pada kelima kitab pertama alkitab yang dihubungkan dengan Musa
sebagai penulisnya.

C. URAIAN SUBSTANSI KAJIAN


I. PENDAHULUAN
Negara kita adalah Negara Hukum, bukan Negara Agama atau Negara Sekuler. Hukumlah
yang mengatur segala sisi kehidupan manusia, hubungan antara manusia dengan sesamanya,
dengan alam dan juga dengan Tuhan. Hukum berguna untuk menegakkan keadilan demi
kesejahteraan hidup manusia. Walaupun demikian hukum perlu dirumuskan secara jelas
supaya di dalam pelaksanaannya tidak timbul berbagai pemahaman yang berbeda-beda yang
justru merugikan manusia sebagai pelaksana hukum itu sendiri. Oleh sebab itu hukum harus
dikritisi dan dijunjung tinggi dalam semua lapisan kehidupan manusia, dan hukum itu sendiri
harus sesuai dengan kehendak Allah karena Allah lah yang menjadi sumber dari pada hukum
itu sendiri. Melaksanakan hukum dalam kehidupan dengan tetap mengacu pada kehendak
Allah maka hukum akan menjadi sumber kesejahteraan bagi kehidupan bersama dan juga
sebaliknya.

II. PENGERTIAN DAN MAKNA HUKUM SECARA UMUM


Pengertian hukum dapat kita temukan dengan mambuat perbandingan antara sistem-sistem
hukum yang beraneka ragam mulai dari zaman dahulu dan zaman sekarang. Untuk dapat
menemukan pengertian hukum secara benar maka harus melalui sistem-sistem hukum yang
berbeda tersebut. Hukum mempunyai ciri-ciri yang bersifat khusus yaitu:

1. Hukum Adalah Aturan Perbuatan-perbuatan Manusia


Pada zaman para filsuf Yunani Kuno, manusia sudah melihat hubungan antara tertib
masyarakat dengan tertib alam. Alam ini dianggap suci dan sakral. Tertib alam ini
tercermin dalam tertib masyarakat. Menurut Plato, undang-undang yang tertulis harus
dibuat supaya ada yang memerintah antara warga Negara dan untuk membuat mereka
menjadi penduduk yng baik dan saleh, sehingga dengan cara yang demikian ketertiban
akan terjamin.
Kemudian pada abad pertengahan Thomas Aquino mengembangkannya lebih jauh
bahwa tertib alam masih selalu dianggap sebagai norma untuk kehidupan manusia,
namun motifnya berubah. Alam tidak dianggap lagi suci atau sakral, tetapi dipandang
sebagai ciptaan Tuhan. Dengan mematuhi ketertiban alam maka orang akan tunduk
kepada kehendak Illahi. Dengan demikian manusia melakukan kebajikan keadilan. Kalau
manusia melanggar kehendak Illahi maka ia mendapat hukuman karena keadilan Tuhan.
Pada zaman modern lahirlah visi baru, yang mengakui posisi dan martabatnya sebagai
pribadi, sebagai yang mempertahankan dan menegakkan hukum. Alam tidak lagi
dipandang sebagai norma utama dalam membentuk peraturan-peraturan. Golongan
Rasionalis berpendirian bahwa budi manusia itu sendirilah yang merupakan norma utama.
Kemudian dalam abad XIX pendapat tersebut dilepas sebagai konsekwensi dari kemajuan
ilmu-ilmu pengetahuan. Hukum dipandang dalam keterkaitannya dengan sejarah. Hukum
ditentukan oleh sejarah. Perkembangan manusia disertai dengan perkembangan
kebudayaan dan pada tingkatan-tingkatan kebudayaan tersebut terbentuklah hukum. Oleh
karena itu dapat diambil kesimpulan, bahwa:
 Tatanan hukum adalah hukum positif yang ditetapkan oleh pemerintah.
 Pemerintah adalah sumber hukum. Watak normative itu berasal dari pemerintah.

Sistem hukum itu tidak “diberikan” kepada kita, melainkan “diserahkan untuk
dikerjakan” kepada kita. Sistem hukum itu terdapat di suatu tempat dalam keadaan sudah
selesai di hadapan kita, sehingga kita tinggal menemukannya.Yang kita temukan dalam
keadaan selesai adalah hanya undang-undang, ditangkap dalam perwujudannya secara
lahir dalam naskahnya.

2. Hukum Itu Bukan Hanya Dalam Keputusan, Melainkan Juga Dalam


Realisasinya.
Hukum itu bukan hanya dalam keputusan dalam peraturan-peraturan yang dirumuskan.
Hukum akan sungguh-sungguh merupakan hukum apabila apa yang benar-benar oleh kita
sebagai anggota masyarakat “dikehendaki” kemudian diterima, apabila anggota
masyarakat dapat betul-betul berpikir seperti yang telah dirumuskan dalam undang-
undang, dan terutama juga hal itu benar-benar menjadi sebuah realitas hidup dalam
kehidupan orang-orang dalam masyarakat.
Menurut Prof. Padmo Wahyono, bahwa hukum yang berlaku bagi suatu Negara
mencerminkan perpaduan antara sikap dan pendapat pimpinan dalam sebuah
pemerintahan Negara, dan keinginan masyarakat luas mengenai hukum tersebut,
bagaimana caranya masyarakat luas memahami dan melaksanakan prinsip-prinsip Negara
berdasar atas hukum, tidak dapat dilepaskan dari tingkat pengetahuannya mengenai
hukum atau pendidikan hukumnya.

3. Hukum Itu Mewajibkan


Menurut golongan Neopotisme, hukum itu betul-betul telah menjadi hukum karena
kewajiban instansi yang kompeten. Hans Kelsen berpendapat bahwa kewajiban yuridis
merupakan sebuah kategori, yang lepas dari realitas sosial. Hukum positif mengandaikan
kemungkinan paksaan, hukum bertitik tolak dari ide bahwa ada orang-orang yang tidak
taat terhadap perintah yang diberikan kepada mereka secara sah. Hal itu mengandung
makna bahwa hukum itu dilakukan dengan pertolongan paksaan yaitu paksaan yang
diatur dalam Negara untuk dilakukan dalam kehidupan. Hans Kelsen menolak setiap
hubungan “antara apa adanya dan apa yang seharusnya” (antara das Sein dan das
Sollen) dan tidak ada jembatan yang menghubungkan yang satu dengan yang lain.
Hukum positif hanya mengenal suatu “yang seharusnya yang bersifat relatif”

Sesuatu itu hanya menurut hukum diwajibkan, karena hukum mengatakannya, dan hukum
tidak hanya mengikat karena dibentuk dengan cara yang ditunjuk oleh undang-undang
dasar. Dan undang-undang dasar itu mengikat, karena telah ditetapkan terlebih dahulu
sesuai dengan undang-undang dasar. Kemudian seorang tokoh Mazhab Skandinavia
Realisme menolak pendapat tersebut dengan mengatakan, bahwa kewajiban yuridis
adalah merupakan sebuah unsur realitas sosial dalam kehidupan manusia. Prinsip-prinsip
abstrak kesejahteraan hukum harus dituangkan dan di konkritkan dalam suatu
keseluruhan norma-norma, yang membentuk suatu tatanan hukum sesuai dengan
kebudayaan, latar belakang historis, cita-cita bangsa menurut ideologinya. Oleh sebab itu
sangat diperlukan orang-orang yang berkompeten untuk dapat merumuskan hukum
dengan baik dan benar. Apabila hukum telah terbentuk sesuai dengan undang-undang
dasar maka setiap warga Negara berkewajiban untuk menaatinya agar tercapai kebaikan
bersama (bonum commune) dan pemerintah adalah menjadi orang yang paling
bertanggung jawab dalam hal mengawasinya.
Berdasarkan pada uraian-uraian tersebut diatas, maka dapat dikatakan bahwa hukum
adalah berkaitan dengan hak dan kewajiban manusia. Setiap manusia mempunyai hak dan
kewajiban secara azasi. Manusia yang hidup menurut hukum adalah manusia yang
menyadari apa yang menjadi hak dan kewajibannya di dalam kehidupannya. Taat akan
hukum adalah merupakan bagian dari adanya kesadaran terhadap realitas kehidupan,
karena hukum bertujuan untuk:
 Melindungi seluruh manusia dari segala macam kepentingan yang telah
dirumuskan dalam bentuk kaidah dan norma yang berlaku.
 Memajukan kesejahteraan umum. Kesejahteraan umum akan tercapai apabila
hukum telah terlaksana dengan baik dan benar.
 Mencerdaskan kehidupan bangsa. Kepatuhan terhadap hukum akan melahirkan
peluang bagi setiap orang untuk memperoleh kesempatan mencerdaskan
kehidupan.
 Menertibkan kehidupan. Kebebasan tanpa ketertiban maka akan menjadi kacau.

III. HUKUM DALAM PANDANGAN KRISTEN


Dalam PL (Perjanjian Lama) kata “Hukum” adalah merupakan terjemahan dari kata “tora”
(bahasa Ibrani) yang kita kenal sebagai “taurat” atau ”torat” yang diterjemahkan dalam
kitab mazmur terjemahan baru dengan “undang-undang” secara harafiahnya, kata
“tora”berarti: mengajar, menunjukkan. Apabila bangsa Israel berhadapan dengan suatu
putusan yang penting, maka dimintalah “tora” dengan perantaraan seorang nabi atau imam.
Tora dalam hal ini adalah petunjuk-petunjuk Illahi atau keputusan Illahi (1Samuel 23:29).
Dan juga dapat diartikan sebagai seluruh petunjuk dan keputusan yang diberikan oleh Tuhan
kepada umatNya bangsa Israel. Untuk selanjutnya kata tora dipakai untuk menyebutkan
segenap Pentateukh. Tora dipandang sebagai suatu anugerah kasih setia Tuhan, sebagai
tanda bukti bahwa Ia memelihara umat-Nya.

Dalam PB (Perjanjian Baru) kata “nomos” (Yunani) ditermahkan dengan kata “pemakaian,
kebiasaan hukum” . Dalam arti yang lebih luas, istilah tersebut dapat memiliki pengertian
yang sama seperti dalam PL. (Band. Yoh. 10:34; Roma 3 : 19-20 ; 1 Kor. 14 : 21). Namun
biasanya hal tersebut tetap mengacu pada kelima kitab pertama alkitab yang dihubungkan
dengan Musa sebagai penulisnya.
Dalam arti yang harafiah, hukum memiliki arti yang sama dengan Wahyu yang disampaikan
Allah kepada bangsa Israel untuk mengatur tingkah lakunya. Oleh sebab itu “Hukum” tidak
bisa dipisahkan dengan kehendak Allah karena hanya Tuhan Allah lah yang memberi nilai
yang penuh melalui Firman-Nya yang ajaib.

1. Sikap Yesus Terhadap Hukum


Yesus menolak untuk tunduk kepada segala macam peraturan kecuali hal itu telah sesuai dengan
Firman itu sendiri. Dan hal itulah yang menjadi pokok pertikaian-Nya dengan para ahli taurat.
Matius dengan sangat jelas mencatat hal tersebut, dia menulis bahwa ada enam kali ucapan Yesus
yang mengutip ajaran “nenek moyang kita” dan melanjutkannya dengan ucapanNya sendiri yang
penuh wibawa, “tetapi sekarang Aku berkata kepadamu…” (Matius 5:21-48). Walaupun dalam
banyak hal Yesus mengutip nas PL atau yang serupa denganNya. Dia tidak bertujuan
menyampingkan hukum- hukum Perjanjian Lama (PL) itu. Yesus menegaskan bahwa larangan PL
jangan hanya diartikan secara harafiah saja, melainkan jiwa yang mendasarinya harus diperhatikan.
Pendekatan yang terlalu harafiah terhadap isi PL dapat dijadikan alasan menghindari tuntutan yang
sebenarnya dari Allah yang memberikan hukum itu.

Tuhan Yesus mengajak kita untuk dapat memahami hukum-hukum itu, yakni apa sebenarnya
kehendak Allah bagi umatNya. Kadang-kadang arti harafiah suatu hukum hampir dikesampingkan
dan selalu arti harafiah itu tidak diterima begitu saja, tetapi dikembangkan dan diterapkan. Satu-
satunya perhatian Yesus adalah menafsirkan PL dengan sebenarnya sebagai pedoman untuk
mengenal kehendak Allah bukan untuk menguatkan suatu sistem perbuatan manusia. Hal itu
dilakukan Yesus adalah dalam kaitan dengan kebutuhan dan keprihatinan yang sesungguhnya
terhadap sikap dan perilaku manusia.

Keprihatinan-Nya terhadap manusia adalah dengan menyimpulkan seluruh isi hukum yang ada
dalam dua hukum yaitu; “mengasihi Allah dengan segenap hati dengan segenap akal budi dan
mengasihi sesama manusia sama seperti diri sendiri” (Matius 22:37-40; Matius 12:28-34). Bagi
Yesus kasih adalah menjadi pedoman untuk berbuat terutama dalam hal pelaksanaan hukum. Dalam
menegakkan tujuan hukum maka, keadilan bagi semua orang harus diutamakan. Dalam Matius 23,
Tuhan Yesus dengan sangat tegas mengecam para pelaku hukum yang tidak benar.
2. Tugas Dan Peranan Kristen Terhadap Hukum
Dalam konteks kristiani, kedudukan hukum menjadi salah satu hal yang sangat positif. Oleh sebab
itu ajaran Kristen mengharuskan setiap orang untuk;
a. Menjadi teladan dalam mematuhi Hukum
Sebelum orang Kristen menganjurkan orang lain untuk mematuhi hukum, maka mereka harus
terlebih dahulu menjadi pelaku/ pelaksana dari hukum tersebut. Sesuai dengan Roma 13, Yesus
berkata “Berikanlah kepada kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar, dan kepada
Allah, apa yang wajib kamu berikan kepada Allah” kepatuhan terhadap apa yang telah dibuat
Kaisar (Raja) sebagai pemimpin dalam pemerintahan adalah salah satu wujud nyata dari
kepatuhan hukum.

b. Menjauhi perbuatan- perbuatan yang melanggar hukum.


Sebagai warga Negara yang hidup di Negara Hukum, maka orang Kristen harus juga turut
memberikan dukungan yang positif terhadap kinerja pemerintahan. Orang Kristen harus tampil
menjadi sosok yang memberikan dorongan terhadap pemerintah agar melaksanakan hukum yang
ada dengan baik dan benar. Dan sebaliknya orang Kristen harus berani menentang segala
kebijakan-kebijakan yang dibuat pemerintah bila kebijakan tersebut bertentangan dengan norma-
norma hukum yang berlaku seperti: Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, Penganiayaan, Penjajahan
dan tindakan-tindakan yang tidak terpuji lainnya. Firman Tuhan melalui nabi Habakuk berkata:
“Celakalah orang yang mengambil laba yang tidak halal untuk keperluan rumahnya
(Habakuk 2 : 6+9).

c. Menjauhkan Perilaku yang Melecehkan Aparat Hukum


Perilaku-perilaku yang menunjukkan pelecehan terhadap aparat hukum adalah seperti melanggar
peraturan lalu lintas, penyelundupan, judi, dan lain-lain adalah merupakan bagian dari pelecehan
terhadap aparat hukum. Hukum yang ada bukan untuk kepentingan aparat hukum tersebut, tetapi
untuk kepentingan pelaku hukum itu sendiri yaitu masyarakat. Oleh karena aparat hukum hanya
sebagai pengawas yang bertujuan agar tercipta kesejahteraan bersama. Rasul paulus berkata :
“Tunduklah, karena Allah, kepada semua lembaga penguasa, baik kepada Raja sebagai
pemegang kekuasaan yang tertinggi maupun kepada wali-wali yang di utusnya, untuk
menghukum orang-orang yang berbuat jahat dan menghormati orang-orang yang berbuat
baik” (I Petrus 2 : 13-14). Selanjutnya Paulus juga memberi nasehat, sesuai dengan Roma 13:7 “
Berilah rasa takut kepada orang yang berhak menerima rasa takut dan berilah rasa hormat
kepada orang yang berhak menerima rasa hormat. Menghargai aparat hukum adalah
merupakan bagian dari kepatuhan terhadap hukum tersebut.

d. Mampu Memberi Suara Nabiah


Yang dimaksud dengan suara Nabiah adalah: suara yang bersifat nasehat, kritikan, tegoran
terhadap praktek-praktek pelanggaran hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Orang Kristen harus tampil menjadi sosok yang tegas, berwibawa terutama dalam hal
pelaksanaan hukum. Tuhan Yesus menyatakan: Katakan “ya” bila ternyata “ya” dan “tidak”
bila ternyata “tidak”. Apa yang lain dari hal tersebut adalah berasal dari si Iblis. (Matius
5:37). Selanjutnya Rasul Paulus memberi nasehat “Beritakanlah Firman, nyatakanlah apa
yang salah, tegor dan nasehatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran. (II Timoteus
4:2).

Memberikan kritik, tegoran, dan juga sebaliknya mau dikritik dan menerima tegoran yang
berhubungan dengan praktek hukum adalah bagian dari kepatuhan terhadap hukum tersebut.
Karena sesungguhnya hukum bertujuan untuk kepentingan bersama bukan untuk kepentingan
yang bersifat individual atau kelompok.

D. METODE PEMBELAJARAN
I. Diskusi
II. Tanya-jawab
III. Pemberian Tugas

E. LATIHAN / EVALUASI
1. Hukum bermakna ganda, yaitu mengikat dan membebaskan.
a. Buatlah beberapa jenis tindakan yang didalamnya hukum berfungsi untuk mengikat dan jenis
tindakan yang di dalamnya hukum berfungsi untuk membebaskan.
b. Buatlah minimal 5 jenis
c. Lembaran Kerja
F. DAFTAR PUSTAKA
1. A. Gunawan Setiardja, Dialektika Hukum dan Moral, Pustaka Filsafat, 1990.
2. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Modul Acuan Proses Pembelajaran Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian (MPK) Pendidikan Agama Kristen, Jakarta, 2003.
3. Departemen Agama, Naskah Akademik, Rancangan Undang-Undang Tentang Kerukunan Umat
Beragama, Jakarta, 2002.
4. J. Verkuyl, Etika Kristen: Ras, Bangsa, Gereja, dan Negara. BPK Jakarta, 1979.
5. J. Verkuyl, Etika Kristen, Bagian Umum, BPK Jakarta, 1985
6. Jahenos Saragih, Simpul-simpul Pergumulan Bangsa dan Solusinya,GKYE Peduli Bangsa,
Jakarta 2005.
7. Malcolm Browmlee, Tugas Manusia Dalam Dunia Milik Tuhan,BPK Jakarta, 2004.

HUKUM

NO JENIS HUKUM BERFUNGSI SEBAGAI HUKUM BERFUNGSI UNTUK


TINDAKAN PENGIKAT KARENA: MEMBEBASKAN KARENA:
C
O
N Mengemudikan Harus memiliki SIM, memakai alat Bila terjadi kecelakaan maka hak
T Kendaraan pengaman kita untuk menerima Jasaraharja
O
H
1.

2.

3.

4.

5.
Tabel 1

2. a. Buatlah beberapa jenis tindakan sebagai bagian dari pelecehan terhadap aparat hukum, lalu
bagaimana iman Kristen berbicara terhadap pelanggaran tersebut sesuai dengan nas/firman Allah yang
tertulis dalam Alkitab.
b. Buatlah minimal 5 jenis
c. Lembaran Kerja

SIKAP MELECEHKAN APARAT HUKUM

NO JENIS-JENIS SIKAP/TINDAKAN APA KATA FIRMAN ALLAH?


1.

2.

3.

4.
5.

Tabel 2

Anda mungkin juga menyukai