NIM : 017761826
Soal No 1.
Referensi:
https://law.uii.ac.id/blog/2021/02/17/dimensi-hukum-penanganan-covid-
19/
https://media.neliti.com/media/publications/234998-kontribusi-aliran-
sociological-jurisprud-4b6b7af5.pdf
2) Berdasarkan kasus diatas, analisislah apakah hukum yang dijatuhkan oleh
majelis hakim terhadap nenek Saulina dan keluarganya sudah sesuai
dengan cita hukum (recht idee) yang idealnya berlaku di Indonesia yang
notabene adalah negara hukum? Jelaskan!
Jawab:
Tatanan hukum yang beroperasi dalam suatu masyarakat pada dasarnya
merupakan implementasi dari cita hukum yang dianut dalam masyarakat
yang bersangkutan ke dalam perangkat berbagai aturan hukum positif,
lembaga hukum dan proses (perilaku birokrasi pemerintahan dan warga
masyarakatnya.
Cita hukum (recht idee) mengandung arti bahwa pada hakekatnya hukum
sebagai aturan tingkah laku masyarakat berakar pada gagasan, rasa, karsa
dan fikiran dari masyarakat itu sendiri. Jadi, Cita hukum (recht idee)
merupakan alur pemikiran yang mengarahkan hukum kepada cita-cita yang
diinginkan masyarakat, dengan kata lain cita hukum itu adalah gagasan,
karsa, cipta dan pikiran berkenaan dengan hukum atau persepsi tentang
makna hukum yang terdiri atas tiga unsur:
- keadilan (gerechtmatigheid), untuk mencapai kesejahteraan bagi warga
negara Indonesia
- kemanfaatan (doelmatigheid), Kemanfaatan hukum adalah asas yang
menyertai asas keadilan dan kepastian hukum
- kepastian hukum (rechtmatigheid), yang merupakan sebuah bentuk
perlindungan bagi yustisiabel (pencari keadilan) terhadap tindakan
sewenang- wenang.
Cita hukum bangsa Indonesia adalah Pancasila, hal ini berarti tatanan norma-
norma hukum harus bersumber dari nilai-nilai Pancasila.
Tiap kaidah hukum mencerminkan sebuah nilai. Dengan demikian, tata
hukum itu mencerminkan atau bermuatan sistem nilai. Dalam esensinya
sistem nilai itu dapat dibedakan kedalam nilai dasar (base values) dan nilai
tujuan (goal values). Sebagai sistem nilai Pancasila merupakan nilai dasar
sekaligus nilai tujuan. Dalam kerangka pandangan tentang cara keberadaan
manusia yang dikemukakan menurut pandangan Pancasila, maka cita hukum
Pancasila berintikan: Ketuhanan Yang Maha Esa, penghormatan atas
martabat manusia, wawasan kebangsaan dan wawasan nusantara, persamaan
dan kelayakan, moral dan budi pekerti yang luhur dan partisipasi dan
transparansi dalam proses pengambilan putusan publik.
Berdasarkan kerangka cita hukum (recht idee) Pancasila, maka tujuan hukum
bagi bangsa Indonesia adalah untuk memberikan pengayoman kepada
manusia, yakni melindungi manusia secara pasif (negatif) dengan mencegah
tindakan sewenang wenang, dan secara aktif (positif) dengan menciptakan
kondisi masyarakat yang manusiawi yang memungkinkan proses
kemasyarakatan berlangsung secara wajar sehingga secara adil tiap manusia
memperoleh kesempatan yang luas dan sama untuk mengembangkan seluruh
potensi kemanusiaannya secara utuh. Termasuk juga untuk memelihara dan
mengembangkan budi pekerti kemanusiaan serta cita cita moral rakyat yang
luhur berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Inilah yang terjadi pada kasus nenek Saulina yang berumur 92 tahun yang
divonis hukuman penjara 1 bulan 14 hari bersama keenam anaknya yang
divonis hukuman 4 bulan 10 hari, karena terbukti melakukan perusakan
akibat menebang pohon durian berdiameter lima inci milik kerabatnya, vonis
majelis hakim tidak sesuai dengan cita hukum bangsa Indonesia.
Persoalan seperti ini seharusnya tidak perlu dibawa ke ranah hukum. Melihat
dari kronologi yang diceritakan oleh nenek Saulina dan keenam anaknya,
mereka telah meminta izin kepada pemilik tanah tersebut, dan telah mendapat
izin, namun tetangga mereka yang notabene tidak memiliki bukti kepemilikan
tanah maupun tanaman, malah melaporkan nenek Saulina dan menuntut
dengan pasal 412 tentang pengrusakan lahan sehingga berujung pada vonis
hakim. Putusan majelis hakim tidak memperhatikan prinsip-prinsip keadilan.
Penebangan pohon durian oleh nenek Saulina dan keenam anaknya, pada
dasarnya adalah tindakan ilegal yang melanggar undang-undang. Namun
melihat kondisi nenek Saulina, dan itikad baiknya bersama keluarga yang
sudah meminta maaf, bahkan ingin memberikan uang ganti rugi, seharusnya
hakim bisa mempertimbangkan untuk memberikan sanksi yang lebih ringan
seperti teguran atau peringatan saja, daripada harus menjatuhkan vonis
penjara.
Disisi lain, sangat disayangkan para aparat hukum yang terlibat dalam proses
pemidanaan nenek Saulina. Tidak adanya upaya untuk menjadi penengah
dalam proses ini agar menyelesaikan kasus ini diluar pengadilan (secara
kekeluargaan).
Keadilan ini negeri ini lebih tajam menghukum ke masyarakat kelas bawah,
bahkan kepada lansia, daripada pejabat tinggi.
Inilah kenapa hukum di Indonesia dikatakan “tajam ke bawah dan tumpul
keatas”
Referensi:
Nursamsi, Dedi, Kerangka Cita Hukum (Recht Idee) Bangsa Sebagai Dasar
Kewenangan Mahkamah Konstitusi Menguji Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang Undang (Perppu), Jurnal Cita Hukum, 2014, Vol. I (1),
https://media.neliti.com/media/publications/40817-ID-kerangka-cita-
hukum-recht-idee-bangsa-sebagai-dasar-kewenangan-mahkamah-konstitu.pdf
https://lso-pukash.umm.ac.id/id/pages/detail/departemen-keilmuan/wajah-
penegakan-hukum-indonesia.html
https://news.detik.com/kolom/d-3864542/ompung-saulina-dan-akal-sehat