Anda di halaman 1dari 7

Tugas 1.

Filsafat Hukum dan Etika Profesi

Nama : Jecson Mateus Doko

NIM : 017761826

Soal No 1.

1) Berdasarkan artikel diatas disampaikan bahwa pemberlakuan PPKM yang


merupakan solusi untuk mengurangi kasus covid 19 dalam
implementasinya menimbulkan beragam persoalan, analisislah hal
tersebut berdasarkan pemikiran Roscoe Pound tentang hukum! 
Jawab:
Berkaitan dengan fungsi hukum, Roscoe Pound, salah satu ahli hukum yang
beraliran Sociological Jurisprudence menyatakan bahwa fungsi utama
“hukum” adalah melindungi kepentingan. Secara bertahap, hukum telah
menggantikan fungsi agama dan moralitas sebagi instrumen penting untuk
mencapai ketertiban sosial. Ia juga menerangkan bahwa hukum semestinya
dilihat sebagai suatu lembaga kemasyarakatan yang berfungsi untuk
memenuhi kebutuhan sosial. Dimana hukum seharusnya dipahami sebagai
suatu proses (law in action) yang mana hukum tersebut sama sekali berbeda
dengan hukum yang tertulis (law in books). Roscoe lebih menekanankan
kepada “kenyataan hukum” daripada kedudukan dan fungsi hukum itu
sendiri dalam masyarakat. Pada dasarnya, kenyataan hukum adalah kemauan
publik.
Roscoe Pound juga menerangkan bahwa hukum berkaitan dengan
kepentingan-kepentingan dalam masyarakat, antara lain:
 Individual interest atau kepentingan pribadi ini disamakan dengan private
law. Wujud dari kepentingan individu adalah permintaan,tuntutan,
kehendak, dan harapan yang berkaitan dengan kepentingan pribadi.
Roscoe Pound membagi kepentingan individu menjadi tiga kelompok yakni:
- Kepentingan Pribadi: kebebasan minat, reputasi, kehormatan,
perlindungan hak pribadi, kebebasan berkeyakinan dan berpendapat.
- Hubungan Domestik: perkawinan
- Kepentingan yang Bersifat Substansi: kepemilikan aset, kebebasan
berserikat, dan keberlangsungan pekerjaan.
 Public interest yang merujuk pada hukum publik, yang mana harus lebih
diutamakan karena memiliki kepentingan nasional. Kepentingan nasional
itu harus melindungi kepentingan negara serta kemauan negara yang
adalah kemauan publik. Wujud dari kepentingan publik ini adalah
tuntutan, kehendak, permintaan, dan harapan individu terkait dengan
kehidupan politik. Kepentingan publik memiliki karakteristik dan
kaitannya dengan kepentingan negara.
 Social interest adalah kepentingan sosial yang terkait dengan keamanan
umum, moral umum, kemajuan sosial dan jaminan keselamatan. Wujud
dari kepentingan sosial ini adalah jaminan kesehatan, jaminan
keselamatan, dan keamanan dan ketertiban.

Untuk merumuskan kepentingan-kepentingan tersebut, Roscoe menciptakan


konsep social engineering yang menjadi pusat dari seluruh gagasan Roscoe
Pound tentang hukum. Karena ia menganggap bahwa hukum sebagai alat
rekayasa sosial (Law as a tool of social engineering and social controle) yang
bertujuan menciptakan harmoni dan keserasian agar secara optimal dapat
memenuhi kebutuhan dan kepentingan manusia dalam masyarakat. Dengan
pengandaian bahwa seorang ahli hukum (law) seperti seorang insinyur
(engineer), yang ketika berencana membangun jembatan, maka terlebih
dahulu akan membuat perencanaan dengan mengumpulkan material yang
dibutuhkan. Kemudian ia akan menyesuaikan dengan pemantauan
berdasarkan fakta di lapangan. Bagi Roscoe, seorang ahli hukum harus
mampu menghasilkan hukum yang mengakomodir kebutuhan dan
kepentingan masyarakat.
Hal inilah yang seharusnya menjadi pijakan dalam membuat peraturan
diberlakukannya PPKM, karena PPKM bukan hanya menjadi aturan tertulis
yang dibuat oleh pemerintah namun harus menjadi norma yang dihidupkan
dan dilekatkan dengan lembaga kemasyarakatan, terlebih yang bersentuhan
langsung dengan masyarakat.
Pemberlakuan PPKM sudah sangat sesuai dengan dimensi kepentingan
pribadi, sosial, dan negara dari pemikiran Roscoe. Namun yang menjadi
masalah adalah bagaimana peraturan yang dibuat oleh pemerintah dapat
menggerakan lembaga pemasyarakatan untu mendorong tujuan-tujuan sosial
dan perorangan di bidang kesehatan. Jika konsep law ad a too of social
engineering dilakukan, maka pemberlakuan PPKM darurat ini akan menjadi
alat rekayasa masyarakat, sehingga ada keteraturan dalam perubahan-
perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
Melihat perilaku masyarakat yang tidak banyak berubah dalam hal mentaati
protokol kesehatan seperti jaga jarak, menggunakan masker belum maksimal,
menjadi penanda bahwa aturan dan kebijakan belum berjalan sebagaimana
mestinya. Maka harus di periksa kembali yang menjadi faktor penghambatnya.
Salah satunya adalah komunikasi hukum, yang seharusnya dilakukan secara
formal dan informal. Mengingat pokok ketaatan hukum yang dipengaruhi oleh
tujuan hukum sudah sejalan dengan tujuan masyarakatnya atau belum, serta
ada tidaknya kekuatan yang bersifat memaksa

Referensi:
https://law.uii.ac.id/blog/2021/02/17/dimensi-hukum-penanganan-covid-
19/
https://media.neliti.com/media/publications/234998-kontribusi-aliran-
sociological-jurisprud-4b6b7af5.pdf
2) Berdasarkan kasus diatas, analisislah apakah hukum yang dijatuhkan oleh
majelis hakim terhadap nenek Saulina dan keluarganya sudah sesuai
dengan cita hukum (recht idee) yang idealnya berlaku di Indonesia yang
notabene adalah negara hukum? Jelaskan! 
Jawab:
Tatanan hukum yang beroperasi dalam suatu masyarakat pada dasarnya
merupakan implementasi dari cita hukum yang dianut dalam masyarakat
yang bersangkutan ke dalam perangkat berbagai aturan hukum positif,
lembaga hukum dan proses (perilaku birokrasi pemerintahan dan warga
masyarakatnya.
Cita hukum (recht idee) mengandung arti bahwa pada hakekatnya hukum
sebagai aturan tingkah laku masyarakat berakar pada gagasan, rasa, karsa
dan fikiran dari masyarakat itu sendiri. Jadi, Cita hukum (recht idee)
merupakan alur pemikiran yang mengarahkan hukum kepada cita-cita yang
diinginkan masyarakat, dengan kata lain cita hukum itu adalah gagasan,
karsa, cipta dan pikiran berkenaan dengan hukum atau persepsi tentang
makna hukum yang terdiri atas tiga unsur:
- keadilan (gerechtmatigheid), untuk mencapai kesejahteraan bagi warga
negara Indonesia
- kemanfaatan (doelmatigheid), Kemanfaatan hukum adalah asas yang
menyertai asas keadilan dan kepastian hukum
- kepastian hukum (rechtmatigheid), yang merupakan sebuah bentuk
perlindungan bagi yustisiabel (pencari keadilan) terhadap tindakan
sewenang- wenang.
Cita hukum bangsa Indonesia adalah Pancasila, hal ini berarti tatanan norma-
norma hukum harus bersumber dari nilai-nilai Pancasila.
Tiap kaidah hukum mencerminkan sebuah nilai. Dengan demikian, tata
hukum itu mencerminkan atau bermuatan sistem nilai. Dalam esensinya
sistem nilai itu dapat dibedakan kedalam nilai dasar (base values) dan nilai
tujuan (goal values). Sebagai sistem nilai Pancasila merupakan nilai dasar
sekaligus nilai tujuan. Dalam kerangka pandangan tentang cara keberadaan
manusia yang dikemukakan menurut pandangan Pancasila, maka cita hukum
Pancasila berintikan: Ketuhanan Yang Maha Esa, penghormatan atas
martabat manusia, wawasan kebangsaan dan wawasan nusantara, persamaan
dan kelayakan, moral dan budi pekerti yang luhur dan partisipasi dan
transparansi dalam proses pengambilan putusan publik.

Berdasarkan kerangka cita hukum (recht idee) Pancasila, maka tujuan hukum
bagi bangsa Indonesia adalah untuk memberikan pengayoman kepada
manusia, yakni melindungi manusia secara pasif (negatif) dengan mencegah
tindakan sewenang wenang, dan secara aktif (positif) dengan menciptakan
kondisi masyarakat yang manusiawi yang memungkinkan proses
kemasyarakatan berlangsung secara wajar sehingga secara adil tiap manusia
memperoleh kesempatan yang luas dan sama untuk mengembangkan seluruh
potensi kemanusiaannya secara utuh. Termasuk juga untuk memelihara dan
mengembangkan budi pekerti kemanusiaan serta cita cita moral rakyat yang
luhur berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Untuk melindungi hukum itu sendiri, diperlukan adanya Penegakan hukum


yang merupakan serangkaian proses penjabaran cita hukum yang memuat
nilai-nilai moral seperti keadilan dan kebenaran dalam bentuk yang nyata.
Pada hakekatnya, penegakan hukum mengandung nilai substansial yaitu
keadilan, yang mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. Perlindungan HAM
b. Persamaan derajat dan kedudukan di hadapan hukum;
c. Asas proposionalitas antara kepentingan individu dan kepentingan sosial.

Seringkali penegakan hukum hanya ditekankan pada aspek ketertiban


semata. Penyebabnya karena hukum selalu diidentikan dengan penegakan
perundang-undangan. Seharusnya penekanan hukum tidak hanya bertolak
pada norma hukum formil yang ada dalam undang-undang (law in book’s),
namun juga melihat pada hukum yang hidup (living law). Para penegak
hukum pun sudah semestinya memperhatikan budaya hukum yang meliputi
pandangan, kebiasaan maupun perilaku dari masyarakat mengenai pemikiran
nilai-nilai dan pengharapan dari sistem hukum yang berlaku.

Inilah yang terjadi pada kasus nenek Saulina yang berumur 92 tahun yang
divonis hukuman penjara 1 bulan 14 hari bersama keenam anaknya yang
divonis hukuman 4 bulan 10 hari, karena terbukti melakukan perusakan
akibat menebang pohon durian berdiameter lima inci milik kerabatnya, vonis
majelis hakim tidak sesuai dengan cita hukum bangsa Indonesia.
Persoalan seperti ini seharusnya tidak perlu dibawa ke ranah hukum. Melihat
dari kronologi yang diceritakan oleh nenek Saulina dan keenam anaknya,
mereka telah meminta izin kepada pemilik tanah tersebut, dan telah mendapat
izin, namun tetangga mereka yang notabene tidak memiliki bukti kepemilikan
tanah maupun tanaman, malah melaporkan nenek Saulina dan menuntut
dengan pasal 412 tentang pengrusakan lahan sehingga berujung pada vonis
hakim. Putusan majelis hakim tidak memperhatikan prinsip-prinsip keadilan.
Penebangan pohon durian oleh nenek Saulina dan keenam anaknya, pada
dasarnya adalah tindakan ilegal yang melanggar undang-undang. Namun
melihat kondisi nenek Saulina, dan itikad baiknya bersama keluarga yang
sudah meminta maaf, bahkan ingin memberikan uang ganti rugi, seharusnya
hakim bisa mempertimbangkan untuk memberikan sanksi yang lebih ringan
seperti teguran atau peringatan saja, daripada harus menjatuhkan vonis
penjara.
Disisi lain, sangat disayangkan para aparat hukum yang terlibat dalam proses
pemidanaan nenek Saulina. Tidak adanya upaya untuk menjadi penengah
dalam proses ini agar menyelesaikan kasus ini diluar pengadilan (secara
kekeluargaan).
Keadilan ini negeri ini lebih tajam menghukum ke masyarakat kelas bawah,
bahkan kepada lansia, daripada pejabat tinggi.
Inilah kenapa hukum di Indonesia dikatakan “tajam ke bawah dan tumpul
keatas”

Referensi:
Nursamsi, Dedi, Kerangka Cita Hukum (Recht Idee) Bangsa Sebagai Dasar
Kewenangan Mahkamah Konstitusi Menguji Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang Undang (Perppu), Jurnal Cita Hukum, 2014, Vol. I (1),
https://media.neliti.com/media/publications/40817-ID-kerangka-cita-
hukum-recht-idee-bangsa-sebagai-dasar-kewenangan-mahkamah-konstitu.pdf

https://lso-pukash.umm.ac.id/id/pages/detail/departemen-keilmuan/wajah-
penegakan-hukum-indonesia.html

https://news.detik.com/kolom/d-3864542/ompung-saulina-dan-akal-sehat

Anda mungkin juga menyukai