Anda di halaman 1dari 7

PANCASILA DALAM PROFESI HUKUM

A. NILAI-NILAI LUHHUR RESPONSIBILITY PROFESI HUKUM

Bangsa Indonesia mengenal istilah Pancasila jauh sebelum Indonesia merdeka. Pancasila
merupakan Ideologi bangsa Indonesia. Secara harfiah Pancasila terdiri dari dua kata yaitu
“Panca” yang berarti lima dan “sila” yang berarti aturan yang melatar belakangi perilaku
seseorang atau bangsa, kelakuan atau perbuatan sesuai dengan adab yang dijadikan sebagai
dasar. Karena itu, Pancasila berarti rangkaian lima aturan tentang dasar-dasar atau
prinsipprinsip petunjuk perilaku dan perbuatan masyarakat bangsa indonesia. Kelima sila
tersebut kemudian berperan menjadi pandangan hidup, keyakinan, atau cita-cita bangsa
indonesia yang berfungsi sebagai dasar dalam mengambil suatu keputusan terhadap berbagai
persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia

Pancasila menjadi sumber dari segala sumber hukum, sehingga segala ketentuan hukum
termasuk dalam upaya pembaharuan hukum, khususnya hukum pidana harus menjadikan
Pancasila sebagai sumber. Hal ini membawa kansekuensi dalam pembaharuan profesi hukum
harus pula mencerminkan dan memuat nilai-nilai dari silasila dalam Pancasila.

Karakter hukum adalah aspek kepribadian dari hukum yang berlaku pada suatu masyarakat
(bangsa). Bagi bangsa Indonesia, karakter hukum masyarakat Indonesia adalah Pancasila.
Latar belakang pentingnya pembangunan karakter hukum bagi bangsa Indonesia, sehingga
hukum Indonesia berbeda dengan hukum lainnya adalah:

1. Karakter Hukum merupakan bagian terpenting dalam proses pembangunan nasional;


2. Filsafat Pancasila merupakan landasan kehidupan dan penentu arah kebijakan bagi
masyarakat Indonesia;
3. Proses legislasi tidak hanya diartikan perubahan orientasi pada sistem nilai dan logika
melainkan seharusnya juga diartikan perubahan sistem perilaku dan sistem nilai;
4. Sistem nilai yang bersumber pada Pancasila sebagai landasan idiologi bangsa
Indonesia menjadi jaminan keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia
memasuki era globalisasi;

Oleh karena itu sudah menjadi keharusan hukum di Indonesia memiliki karakter tersendiri,
yaitu hukum berkarakter Pancasila. Ketentuan hukum di Indonesia harus mencerminkan sila-
sila dalam Pancasila:

1. SILA KESATU: menjadi landasan hukum yang berbasis moral agama.


2. SILA KEDUA: menjadi landasan hukum yang menghargai dan melindungi hak asasi
manusia yang nondiskriminatif.
3. SILA KETIGA: menjadi landasan hukum untuk mempersatukan seluruh unsur bangsa
dengan berbagai ikatan primordialnya masing-masing.
4. SILA KEEMPAT: menjadi landasan hukum yang meletakkan kekuasaan di bawah
kekuasaan rakyat (demokratis), dengan mendasarkan musyawarah mufakat;
5. SILA KELIMA: menjadi landasan hukum dalam hidup bermasyarakat yang
berkeadilan sosial, sehingga mereka yang lemah secara sosial dan ekonomi tidak
ditindas oleh mereka yang kuat secara sewenang-wenang; (Yudianto, 2016)

Segala pengaturan penyelenggaraan kehidupan kenegaraan termasuk dalam responsibility


profesi hukum harus mengacu kepada Pancasila. Nilai-nilai dasar Pancasila yaitu :

a. Nilai Ketuhanan
Sila yang pertama sila Ketuhanan yang Maha Esa, bangsa Indonesia menyatakan
kepercayaan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Esa dan oleh karenanya manusia
Indonesia percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradap.
Sehingga tercipta kerjasama antara pemeluk agama dan kepercayaan yang berbeda-
beda menuju Tri Kerukunan Umat Beragama, antara lain kerukunan intern umat
beragama, kerukunan antar umat beragama, kerukuran antara umat beragama dengan
pemerintah.
b. Nilai kemanusiaan
Sila kedua merupakan kesesuaian dengan hakikat manusia. Hanya orang yang sadar
dirinya adalah manusia yang akanbisa memperlakukan orang lain sebagai makhluk
TuhanYang Maha Esa. Dengan adanya sikap saling menghargai setiap manusia, maka
akan timbul persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban asasi manusia tanpa
membeda-bedakan suku, agama, ras dan jenis kelamin. Hormat menghormati, saling
bekerjasama, tenggang rasa, sopan santun merupakan sebagian perwujudan dari
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
c. Nilai Persatuan
Pengakuan terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang berdasarkan ketuhanan adalah
modal awal bagi terciptanya persatuan bangsa Indonesia. Sikap yang mampu
menempatkan kepentingan bangsa Indonesia diatas kepentingan pribadi dan golongan
serta mengembangkan persatuan Indonesia atasBhineka Tunggal Ika.
d. Nilai Kerakyatan
Kerakyatan merupakan kata kunci dari sila keempat. Hal ini berarti rakyat mempunyai
kedudukan yang tertinggi dalam penyelenggaraan sistem ketatanegaraan Republik
Indonesia. Kedaulatan negara ditangan rakyat, maka segala keputusan diutamakan
dengan musyawarah untuk mencapai mufakat.
e. Hakikat dari sila kelima adalah adil, yaitu kesesuaian dengan hakikat adil. Kata adil
dapat diartikan tidak memihak, memberikan yang bukan hak, mengambil hak, adil
terhadap diri sendiri dan orang lain. Perwujudan keadilan sosial dalam keadilan sosial
atau kemasyarakatan meliputi seluruh rakyat Indonesia. Keadilan dalam bidang sosial
terutama meliputi bidang-bidang ideologi, politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya,
pertahanan dan keamanan nasional.

Penegakan hukum adalah suatu usaha untuk menanggulangi kejahatan secara rasional,
memenuhi rasa keadilan dan berdaya guna. Dalam rangka menanggulangi kejahatan terhadap
berbagai sarana sebagai reaksi yang dapat diberikan kepada pelaku kejahatan, berupa sarana
pidana maupun non hukum pidana, yang dapat diintegrasikan satu dengan yang lainnya.
Apabila sarana pidana dipanggil untuk menanggulangi kejahatan, berarti akan dilaksanakan
politik hukum pidana, yakni mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil perundang-
undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa-
masa yang akan datang.

Hukum mempunyai tugas yang suci, yaitu memberi kepada setiap orang yang ia berhak
menerimanya. Peraturan hukum dibuat untuk setiap orang atau untuk menyelesaikan suatu
kasus tertentu. Secara teoritis dapat dikemukakan beberapa asas untuk menentukan apakah
sesuatu itu adil atau tidak adil, yaitu:

a. Asas persamaan, dimana diadakan pembagian secara mutlak. Setiap warga


masyarakat mendapatkan bagian secara merata tanpa memperhatikan
kelebihan/kekurangan individu.
b. Asas kebutuhan, dimana setiap warga masyarakat mendapatkan bagian sesuai dengan
keperluannya yang nyata.
c. Asas kualifikasi, dimana keadilan didasarkan pada kenyataan bahwa yang
bersangkutan akan dapat mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya.
d. Asas prestasi objektif, bahwabagian seseorang warga masyarakat didasarkan pada
syarat-syarat objektif.
e. Asas subyektif, yang didasarkan pada syarat-syarat subjektif misalnya intensi,
ketekunan, kerajinan dan lain-lain

Dalam menegakkan hukum ada tiga hal yang harus diperhatikan yaitu kepastian hukum,
kemanfaatan dan keadilan. Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan
ide-ide tentang keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan. Proses
perwujudan ide-ide itulah yang merupakan hakikat dari penegakan hukum. Hukum harus
dilaksanakan dan ditegakkan. Setiap orang menginginkan dapat ditetapkannya hukum
terhadap peristiwa konkret yang terjadi. Bagaimana hukumnya, itulah yang harus
diberlakukan pada setiap peristiwa yang tejadi. Jadi, pada dasarnya tidak ada penyimpangan,
“meskipun besok hari akan kiamat, hukum harus tetap ditegakkan”. Inilah yang diinginkan
kepastian hukum. Dengan adanya kepastian hukum, ketertiban dalam masyarakat tercapai.
Hukum yang dilaksanakan dan ditegakkan haruslah hukum yang mengandung nilainilai
keadilan sebagaimana yang diajarkan Pancasila daalam sila ke lima. Oleh karena itu hakikat
penegakan hukum yang sebenarnya, kata Soerjono Soekanto terletak pada kegiatan
menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabar di dalam kaidah-kaidah yang mantab dan
mengejawantahkan dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk
menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Gangguan
terhadap penegakan hukum mungkin terjadi apabila ada ketidakserasian antara tritunggal
nilai, kaidah hukum, dan perilaku. Penegakan hukum di Indonesia harus berarti penegakan
hukum yang mengandung nilai-nilai yang sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

B. PERTANGGUNGJAWABAN SOSIAL

Etika dan moral meliputi aspek - aspek kehidupan manusia dalam arti yang luas, terutama
dalam hubungan interaktif manusia dengan sesama manusia dalam lingkungan sosialnya,
antara lain dalam kaitannya dengan hubungan pekerjaan dan atau profesi. Seperti halnya
penggugat dengan hakim, advokat dengan kliennya, jaksa dengan terdakwa, dan notaris
dengan jasa kenotariatannya.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa


Indonesia adalah negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka prinsip-prinsip
penting negara hukum harus ditegakkan. Dalam usaha mewujudkan prinsip-prinsip negara
hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, peran dan fungsi penegak hukum
sebagai profesi yang bebas, mandiri dan bertanggung jawab merupakan hal yang penting, di
samping lembaga peradilan dan instansi penegak hukum. Melalui jasa hukum yang diberikan,
kepentingan masyarakat pencari keadilan, termasuk usaha memberdayakan masyarakat dalam
menyadari hak-hak fundamental mereka di depan hukum dapat diwujudkan.

Dalam kajian ilmu hukum dikemukakan bahwa selain norma hukum, terdapat juga norma
lain yang turut menopang tegaknya ketertiban dalam masyarakat yang disebut norma etika.
Norma etika dari berbagai kelompok profesi dirumuskan dalam bentuk kode etik profesi.
Kode etik adalah prinsip-prinsip moral yang melekat pada suatu profesi dan disusun secara
sistematis. Kode etik profesi merupakan norma yang ditetapkan dan diterima oleh kelompok
profesi, yang mengarahkan atau memberi petunjuk kepada anggotanya bagaimana seharusnya
berbuat dan sekaligus menjamin mutu moral profesi itu di mata masyarakat. Prinsip-prinsip
umum yang dirumuskan dalam suatu profesi akan berbeda-beda satu sama lain. Kode etik
berfungsi: Sebagai sarana kontrol sosial, pencegah campur tangan pihak lain, pencegah
kesalahpahaman dan konflik, sebagai kontrol apakah anggota kelompok profesi telah
memenuhi kewajiban. Tujuannya: Menjunjung tinggi martabat profesi, menjaga dan
memelihara kesejahteraan para anggota, meningkatkan pengabdian para anggota,
meningkatkan mutu profesi dan organisasi, meningkatkan layanan, memperkuat organisasi,
menghindari persaingan tidak sehat, menjalin hubungan yang erat para anggota, dan
menentukan baku standarnya. Penegak hukum wajib menaati normanorma yang penting
dalam penegakan hukum yaitu: kemanusiaan, keadilan, kepatutan, kejujuran serta
melaksanakan kode etik sebagaimana mestinya. Namun dalam pelaksanaannya terkadang
tidak berjalan dengan baik bahkan menimbulkan permasalahanpermasalahan. Dalam
penerapannya terkadang mengalami hambatan atau kendala.

Hukum merupakan salah satu alat pengendalian sosial, di mana penggunaannya lazim dikenal
dengan nama lawrenforcement. Oleh karena itu, untuk mengetahui sampai seberapa jauh
efektifitas hukum di dalam fungsinya sebagai alat pengendalian, maka perlu ditelaah sistem
pengendalian sosial secara keseluruhan. Apabila terhadap bidang - bidang kehidupan tertentu,
misalnya pendidikan formal lebih efektif, maka hukum hanya dapat berfungsi sebagai alat
pembantu atau penunjang saja. Jadi pengetahuan yang seksama tentang pengendalian sosial
sedikit banyak dapat memberikan petunjuk - petunjuk sampai berapa jauhkah efektifitas
hukum dan kemampuannya agar berfungsi sebagai alat pengendalian sosial.

C. PERTANGGUNGJAWABAN TRANSENDENTAL

Agama (penuh muatan transendensi) diyakini sebagai suatu sistem nilai dan ajaran memiliki
fungsi yang jelas dan pasti untuk pengembangan kehidupan umat manusia yang lebih beradab
dan sejahtera. Dalam perspektif ajaran dan sejarah, agama apa pun turun ke dunia untuk
memperbaiki moralitas manusia, dari kebiadaban menuju manusia bermoral. Di dalam agama
terdapat nilai-nilai transenden berupa iman, kepercayaan kepada Tuhan, serangkaian ibadah
ritual dan petunjuk kehidupan manusia sebagai manifetasi kepercayaan dan kepatuhan kepada
Sang Pencipta. Menurut Abd A’la (dalam Adi Sulistyono, 2008: 2), transendensi agama
bersifat fungsional, bukan sekadar untuk kehidupan akhirat yang bersifat ekskatologis murni
dan terpisah dari kehidupan sekarang. Namun hal itu juga berfungsi praktis dan applicable
untuk kehidupan dunia.

Agama sebagai petunjuk hidup yang didalammnya tertera banyak norma, termasuk norma
yang bermuatan hukum, dapat dijadikan sebagai sumber hukum dan dapat pula dijadikan
sebagai argumen hukum dalam mempertimbangan pemberian hukuman bagi pelanggar
hukum. Satjipto Rahardjo diperolehlah pemahaman bahwa yang dimaksud dengan hukum
transendental adalah hukum yang mendasarkan pada nilai dan norma luhur agama, spiritual,
etik dan moral untuk mengatur perilaku tutur dan tingkah laku masyarakat hukum agar
tercipta kehidupan yang harmoni, mensejahterakan dan membahagiakan lahir dan batin.
Hukum transendental juga tidak hanya menghendaki konten hukumnya tetapi juga pada sikap
para penegak hukumnya yang menginternalisasi nilai-nilai transendensi.

Upaya-upaya untuk pembenahan untuk terciptanya hukum yang ideal terus diupayakan,
termasuk merubah mainset para penegak hukum dan menggunakan argumentasi hukum yang
sebelumnya sangat terkotak dalam idealita positivisme hukum. Terutama paradigma
pemikiran hukum para hakim sebagai benteng keadilan hukum yang terakhir. Putusan-
putusan pengadilan yang merupakan hasil karya pemikiran para hakim, selama ini mayoritas
didominasi pola pemikiran positivistik. Argumentasinya lebih sering tertuju lebih banyak
berlandaskan kitab-kitab hukum (law in book law), sangat jarang mencari argumentasi
hukum berdasarkan pada norma-norma lain yang hidup dan diakui dalam sistem hukum di
Indonesia

Nilai-nilai transendensi yang diadopsi dalam dunia hukum akan menjadi dasar dari
humanisasi dan liberasi manusia yang menjadi subyek hukum. Transendensi hukum (hukum
transendental) diharapkan akan memberi arah kemana dan untuk tujuan apa humanisasi dan
liberasi itu dilakukan. Transendensi hukum di samping berfungsi sebagai dasar nilai bagi
praksis humanisasi dan liberasi, juga berfungsi sebagai kritik. Dengan kritik transendensi,
kemajuan teknik dapat diarahkan untuk mengabdi pada perkembangan manusia dan
kemanusiaan, bukan pada kehancurannya.

Marni Emmy Mustafa (www.pt-bandung.go.id) menegaskan bahwa kepastian hukum tidak


selalu menghasilkan keadilan. Mendiskusikan kepastian hukum dalam bentuk “pro-contra”
adalah tidak ada manfaatnya. Kepastian hukum mungkin saja berguna untuk memastikan
seberapa jauh nilai yang dapat diberikan terhadap kepastian hukum dalam kasus tertentu,
sebagaimana dihadapkan pada pertimbangan-pertimbangan lain yang melemahkan nilai
kepastian hukum. Argumentasi untuk kepastian hukum dalam kasus yang berbeda satu sama
lain akan beragam sesuai dengan ukuran yang pada gilirannya akan berubah-ubah sesuai
waktu dan tempat terjadinya kasus tersebut. Berbagai alasan yuridis yang berbeda-beda akan
dipergunakan atau berbagai macam metoda penemuan hukum akan diterapkan, agar di
samping kepastian hukum, putusan akhir pengadilan juga akan dilandaskan pada
pertimbangan akan keadilan.

Oleh karenanya yang perlu diperhatikan oleh hakim adalah kesesuaian antara fakta dengan
norma, norma yang dimaksud tidak hanya berhenti pada norma hukum saja akan tetapi dapat
juga mempertimbangkan norma moral, doktrin bahkan norma agama yang transendental dan
bersumber pada kitab suci agama. Pada posisi seperti ini, hakim memainkan posisi kunci
dalam penggunaan norma yang akan dijadikan sebagai pertimbangan atau argumentasi
hukum. Bahkan sangat mungkin apa yang dilakukan oleh hakim akan lebih berarti
dibandingkan dengan sekedar membunyikan undang-undang atau peraturang perundangan
lainnya. Franken menegaskan bahwa pembentukan pembentukan hukum oleh hakim
dianggap sebagai suatu hal yang baik karena hakim melakukan perumusan aturan-aturan
sedemikian rupa sehingga melalui perumusan tersebut juga ditetapkan fakta yang dalam hal
ini adalah fakta hukum hasil pemeriksaan mana dalam kasus tertentu menjadi relevan dan
kemudian putusan akhir akan mengalir darinya sebagai satu cara penyelesaian konkret dari
sengketa (Herlien Budiono, 2006: 267).
REFERENSI
Pahlevi, F. S. (2016). Revitalisasi Pancasila Dalam Penegakan Hukum Yang Berkeadilan Di
Indonesia. Justicia Islamica, 13(2), 173-198.
Mulki, Y. A., & Maulana, M. I. Peran Pancasila Dalam Pembaharuan Hukum Di
Indonesia. Indigenous Knowledge, 1(1), 82-96.
Tardjono, H. (2021). Urgensi Etika Profesi Hukum Sebagai Upaya Penegakan Hukum Yang
Berkeadilan Di Indonesia. Jurnal Kepastian Hukum Dan Keadilan, 3(2), 51-64.
Badwan, M. A., Farkhani, S., & SH, M. (2017). HUKUM TRANSENDENTAL;
ARGUMENTASI HUKUM MENGGUNAKAN NORMA-NORMA AGAMA DI
PENGADILAN NEGERI PURWOREJO.

Anda mungkin juga menyukai