Anda di halaman 1dari 35

SEKULARISASI FILSAFAT

HUKUM DI BARAT DAN


DAMPAKNYA DI DUNIA
ISLAM

Presented by
Saepul Rochman., SH., MH

Dalam acara Tuesday Forum yang diselenggarakan oleh


Center of Islamic and Occidental Studies (CIOS)-Universitas
Darussalam Gontor, Ponorogo
Selasa, 14 Juni 2022
Curriculum Vitae

• PROFIL
• Saepul Rochman., SH., MH
• RIWAYAT MENGAJAR
• Filsafat Hukum, Hukum Perlindungan Konsumen dan Pengantar Ilmu Hukum (UMS 2018)
• Hukum Perdata, Hukum Administrasi Negara (HAN), Filsafat Hukum, Pancasila dan
Kewarganegaraan, Hukum Perdata, Legal Drafting, Etika Profesi Hukum, dan Advokasi (UNIDA-
2022)
• Pembimbing Program Kaderisasi Ulama (PKU) Gontor sejak tahun 2020-2022

• PUBLIKASI ILMIAH / KEIKUTSERTAAN PENELITIAN


• Penulis, Paradigma Hukum Profetik : Kritik Atas Paradigma Hukum Non-Sistematik, 2017, Cetakan
Kedua (Yogyakarta : Genta Publishing)
• Penulis, Buku Ajar “Hukum Perdata”, 2018, (Surakarta : MUPRESS)
• Penulis, Buku Ajar “ Filsafat Hukum Dialektika Wacana Modernis, 2019, (Surakarta : MUPRESS)
• Penelitian yang pernah dilakukan sejak 2006-2014 tercatat diikutsertakan dalam 5 (lima) Hibah
Penelitian Ristekdikti mulai Hibah Kerjasama Perguruan Tinggi hingga Hibah Penelitian Doktor.
• Editor, Tahun 2021-2022 diikutsertakan dalam penelitian Hibah Terapan Prioritas Nasional tentang
Blue Print Penanganan Bencana Longsor di Ponorogo.
• Penulis dan Tim Pakar Perumusan Naskah Akademik dan Draft Peraturan Daerah Ketahanan
Pangan Inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Ponorogo 2021
Secularism
Secularism diambil dari bahasa latin yaitu saeculum, yang
memiliki dua konotasi yaitu waktu (time) dan tempat atau
ruang (location).
Saeculum adalah mundus sama dengan aeon (Yunani kuno) =
zaman,
Mundus digunakan untuk menerjemahkan kata Yunani kuno
cosmos, yang bermakna ruang (space).
Menurut Syed Muhammad Naquib al-Attas, kata secular dalam
pengertian waktu menunjukkan maksud now (saat ini) atau
present (sekarang).
Sekularisasi adalah pembebasan manusia dari
proteksi Agama dan metafisika, pengalihan dari
alam lain kepada dunia ini (Kedisinian dan
Kekinian). (Secularization is the liberation of man from
religious and metaphysical tutelage, the turning of this
attention away from other worlds and toward this one).
Harvey Cox, The Secular City: Secularization and Urbanization in
Theological Perspektive, (New York: The Macmillan Company, 1967), h.
19-32.
BAGAIMANA
SEKULARISASI
DALAM FILSAFAT
HUKUM?
Homerus dan Stoicisme sebagai peletak dasar
hukum yunani memperdebatkan masalah pokok
dalam filsafat hukum pada masa itu, antara lain:
(a) Diskursus keadilan dan hubungannya dengan
hukum positif;
(b) Pembahasan mengenai masalah keadilan yang
tertuang dalam karya-karya filosof; dan,
(c) Masalah konsep undang-undang Athena yang
tertuang dalam Antigene karya Shopheles.
• Dalam karya Homerus, hukum
menduduki tempat yang penting.
Hukum dijelmakan sebagaiThemistes
(Keadilan Inspirasional) yang
diterima oleh para raja dari Zeus.
Keadilan dalam pendapat Homerus
adalah ketertiban dan kewibawaan.
• Keadilan mulai mewarnai dalam puisi-
puisi Hesiod dan Solon di kota Atica
setelah kemudian mengalami
kemunduran secara berangsur-angsur
selama dan pasca perang
Peloponesus dan disalahgunakan
oleh Aristokrat Yunani
• Akibat perang ini Keadilan Themistes
diperdebatkan oleh Plato dan
Aristoteles
Plato Aristoteles
Sumber ilmu Inspirasi Rasio

Kebajikan Sifat baik, suatu pengertian yang mencakup segala-galanya dan dari mana keadilan
merupakan suatu bagian darinya

Harmoni Keseimbangan ruhani dalam (insidious) Relasi antar individu dan individu-
masyarakat
Keadilan Ilham yang diterima oleh beberapa Keadilan distributif dan keadilan korektif
orang terpilih untuk diteruskan pada
masyarakat dalam bentuk undang-
undang
Hukum Suatu aliran emas, yang diasalkan Hukum berbeda dari ketentuan-ketentuan
pada berpikir secara benar yang dibuat yang mengatur dan mengutarakan bentuk
oleh seorang yang mahatahu, untuk konstitusi; adalah kewajiban hukum untuk
mengatur segala tindakan individu mengatur tingkah laku para pejabat
dalam pengawasan dan administrasi pemerintahan dalam melaksanakan
Negara tugasnya dan dalam menghukum
pelanggar hukum.

Negara Tidak dapat diharapkan adanya suatu Keberlanjutan negara bergantung pada
golongan raja-raja filosof yang cukup undang-undang dasar yang mengaturnya
bijaksana untuk mengatur dan yang ditentukan oleh pandangan politik dan
melaksanakan keadilan tanpa adanya keadaan masyarakatnya.
hukum tertulis
• KARAKTERISTIK HUKUM YUNANI
1. Basis penghayatan zaman Yunani Kuno berakar pada pemahaman
terhadap universalitas alam semesta dan akal abadi serta
pemahaman terhadap Tuhan sebagai satu-satunya pengatur dan
kebenaran (Natuur en genade) demikian mewarnai gagasan hukum
kodrat..
2. hukum ditanggapi secara objektivistik, maka hukum itu diartikan
sebagai suatu gejala yang mempunyai kedudukan sendiri, lepas dari
manusia-subjek.
3. Hukum Kodrat semacam ini asing sekali dari cita-cita subyektif
manusia, dari hubungannya dengan orang lain, dari
perkembangannya dalam sejarah.
4. hukum dipahami sebagai suatu hakekat yang abstrak dan statis.
5. Hukum berada diluar sejarah manusia yang abstrak itu. Hukum
dianggap statis dan kekal sesuai pandangan statis terhadap
manusia.
6. Berasal dari keyakinan adanya kebenaran absolut dan universal di
alam semesta atau logosentris
• LOGOSENTRIS
• Sejarah Logos sendiri bermula dari bahasa Yunani yang
berarti “sabda”, namun dalam perkembangannya diartikan
“hikmat Allah” dan “Roh Kudus”. Heraklitos memahami
istilah ini secara pantheistis. Logos sebagai akal budi
universal yang merasuki segala sesuatu. Menurut aliran
Stoa Logos adalah prinsip rasional yang mendiami dan
menguasai alam semesta. Berkat pengaruh ajaran Plato
tentang bentuk-bentuk abadi, gagasan mengenai Logos
sebagai suatu kuasa imanen berkembang terus menerus.
• Yosef Lalu Pr, Makna Hidup Dalam Terang Iman Katholik
SERI 3, (Yogyakarta: Kanisius), 2010, hal. 268.
Philo of Alexandria (20BCE – 50 BCE)

Ada tiga tahap temporal bagi Logos. Pada tahap pertama


Logos itu adalah hikmat Allah yang ada bersama Allah
sejak kekal. Pada tahap kedua Logos yang lain
diciptakan dalam suatu masa sebagai “ada” (being) yang
independen. Logos ini yang diciptakan sesuai citra Allah
adalah perantara ciptaan itu. Pada tahap ketiga Logos
yang lain diproyeksikan ke dalam dunia sebagai tatanan
yang rasional atau jiwa dunia
• Philo percaya bahwa ada Roh Kudus Allah, yang
berbeda dari Logos, yang mengilhami dan mencerahi
para nabi. Pada bagian lain, dalam dunia kristiani
Roh Kudus yang memperkandungkan Yesus
sesungguhnya adalah Logos yang
menginkarnasikan-diri. Namun, kadang-kadang
Yustinus Martir membedakan antara Logos dan Roh,
dan seperti Philo ia pun dinyatakan tidak konsisten
oleh beberapa sarjana modern.
• Linwood Urban, Sejarah Ringkas Pemikiran Kristen,
terj. Liem Siem Kie, (Jakarta : BPK Gunung Mulia),
2006, hal. 61 dan 63.
LOGOSENTRISME HUKUM
“ Sejak dunia diatur oleh ketentuan-ketentuan yang
ditetapkan Tuhan, seluruh masyarakat di alam
semesta diatur oleh akal yang berasal dari Tuhan.
Hukum Tuhan berada diatas segala-galanya. Sekalipun
demikian, tidak seluruh hukum Tuhan dapat diperoleh
manusia. bagian semacam ini dapat dimengerti oleh
manusia, dan diungkapkan melalui hukum abadi
sebagai penjelmaan kearifan Tuhan, yang mengatur
semua tindakan dan pergerakan.Hukum alam adalah
bagian dari hukum Tuhan, sebagai makhluk yang
berakal, menerapkan bagian dari hukum Tuhan,
terhadap kehidupan manusia, sehingga ia dapat
membedakan yang baik dan buruk. Hal tersebut
berasal dari prinsip-prinsip hukum abadi, sebagaimana
terungkap dalam hukum alam, yang merupakan
sumber dari sumber hukum manusia”.
ST. THOMAS AQUINAS
• Hukum abadi (lex aeterna) sebagai perwujudan dari akal
budi dan kuasa Tuhan hukum ini merupakan dasar bagi
seluruh hukum yang sebenarnya, beroperasi pada
semesta yang merupakan ciptaan Tuhan. Air mengalir,
angin berhembus, gunung meletus, manusia lahir,
berkembang dan kemudian mati, merupakan tanda-tanda
beroperasinya hukum abadi Tuhan di jagat raya.
• Hukum abadi (lex aeterna) tidak dapat diabstraksikan dan
ditangkap oleh pancaindra dan rasio manusia secara
penuh karena ia berada pada wilayah adikodrati, namun
ia terejawantah dalam hukum alam (lex naturalis), suatu
penjelmaan dari kekuasaannya yang tidak tertulis. Hukum
alam tidak mungkin bertentangan dengan hukum abadi
sebab hukum alam merupakan cerminan kehendak
Tuhan.
• Hukum wahyiah (lex divina) adalah sebuah korpus dan
eksemplar yang bertugas untuk mengokohkan kekuasan
Gereja dalam penafsiran kitab suci karena
kebergantungan hukum alam pada lex divina ini terutama
dalam anggapan bahwa hukum alam tidak mungkin dapat
dipahami kecuali melalui hukum wahyiah maka
absolutisme pneumarchi (rohaniawan), kadang-kadang
disebut juga kekuasaan para patriarch, menjadi pusat dari
kekuasaan yang mengatur penguasa, bahkan seorang
raja diharuskan memberikan upeti kepada Gereja
termasuk menetapkan tujuan-tujuan konstitusional negara
sebagai alat untuk mewujudkan kebaikan umum.
• Setiap tindakan akal dan kehendak dalam diri kita berdasarkan pada
sesuatu yang sejalan dengan alam...karena setiap tindak pemikiran
berdasarkan prinsip-prinsip yang dikenal secara alami, dan setiap
tindak keinginan mengenai caranya diambil dari keinginan alam
sesuai dengan tujuan akhir. Dengan demikian, arah awal tindakan
kita dan tujuan akhirnya harus sesuai dengan kebajikan hukum alam.
• Dalam kerangka mewujudkan kebaikan umum Thomas Aquinas
menerima hukum Kodrat sebagai prinsip-prinsip segala hukum positif,
yang berhubungan secara langsung dengan manusia sebagai ciptaan
Tuhan. Prinsip-prinsip ini dibagi dua bagian: Pertama, Prinsip hukum
kodrat primer; prinsip hukum yang telah dirumuskan oleh para pemikir
Stoa pada zaman klasik: hidup secara terhormat, tidak merugikan
orang lain, memberikan tiap-tiap orang menurut haknya (honeste
vivere, neminem laedere, unicique suum tribuere) dan kedua, Prinsip
hukum kodrat sekunder; sejumlah norma-norma moral seperti
umpamanya larangan untuk membunuh.
• Theo Huijber, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, (Yogyakarta:
Kanisius), 1982, hal.. 83.
• Pada masa selanjutnya terjadi perubahan dalam
ajaran hukum alam teosentris ini dan kembali
mempersoalkan ranah-ranah penting terkait
hubungan pengetahuan dan kepercayaan,
kedudukan rasio manusia, kekuasaan gereja dan
negara serta hubungannya, dan fungsi hukum
sesuai dengan kenyataan sosial yang
dihadapinya.
JOHN SALISBURY (late 1110s – 25 October 1180)

Fungsi hukum tidak lagi seperti yang dicanangkan oleh Aquinas, tetapi
menjadi aturan untuk menjalankan kekuasaan agar tidak zalim
dan tidak sewenang-wenang serta tidak merugikan rakyat yang
dipimpinnya, kekuasaan teokratis atau didasarkan pada titah gereja
bergeser menjadi sebatas kekuasaan negara dibimbing oleh
rohaniawan dalam hubungan yang kooperatif, saling melengkapi dan
seimbang
DANTE ALLIGHIERI

• Kekuasaan kekaisaran Romawi dapat


dijalankan meski tanpa restu hirarki
kepausan karena Kaisar Romawi mengklaim
dirinya sebagai wakil Tuhan sehingga
kebijaksanaannya merupakan cerminan dari
akal budi Tuhan juga. Dante memang
mengarahkan pada perdamaian dunia
namun hal itu dipahami sebagai alasan untuk
imperialisasi kekaisaran Romawi terhadap
bangsa-bangsa lainnya karena menurutnya
perdamaian hanya dapat tercapai melalui
peleburan semua negara merdeka dibawah
satu undang-undang dan imperium Romawi.
Gereja dan digantikan dengan
absolutisme titah raja atau monarki
sebagai wakil ilahi yang ditujukan untuk
mewujudkan perdamaian dalam Federasi
Negara Kristen dunia, hubungan dunia
dan akhirat pada masa Dubois telah
sepenuhnya terpisah.
Pierre Dubois (c. 1255 – after 1321),
WILLIAM OCCAM (1287 – 10 April 1347 MARSILIUS OF PADUA (C. 1270 – C. 1342)

• Marcilius Padua dan William Occam yang masih mengakui


kekuasaan Gereja walaupun hanya berlaku untuk orang-orang
beriman, sementara kekuasaan negara melebihi gereja
didasarkan pada kedaulatan rakyat (demokrasi) yang dianggap
tertinggi.
• William Occam dianggap bersebrangan dengan Thomas
Aquinas mengenai kedudukan rasio manusia, baginya rasio
manusia tidak dapat mencapai kepastian kebenaran, tetapi
akal budi manusia dapat menerima, menolak, mengubah dan
menemukan prinsip-prinsip kebenaran melalui hukum alam.
• Pembatasan kekuasaan gereja juga digaungkan
oleh John Wycliffe yang diikuti oleh Johannes
Huss yang bersepakat dengan pendahulunya
bahwa kekuasaan tidak harus melalui logokrasi
gereja. Bagi Wycliffe kekuasaan rohaniawan
merupakan pemerintahan yang buruk, karena itu
ia mengusulkan pemerintahan aristokratis yang
dipimpin oleh para bangsawan inggris.
• Pada abad ke 17 filsafat hukum alam diadopsi oleh kaum
Jesuit, namun sudah menyempal dari akarnya. Filsafat hukum
alam tidak lagi dikaitkan dengan Agama. Kenyataan ini disebut
dengan sekularisasi hukum kodrat yang terjadi akibat
Renaisance, yang berlangsung dari tahun 1493-1650 seperti
yang dilakukan oleh Hugo De Groot (Latin: Grotius) yang
mengembangkan lebih lanjut teori hukum kodrat Aquinas
dengan memutus asal-usulnya yang teistik dan membuatnya
menjadi produk pemikiran sekuler yang rasional. Dengan
landasan inilah kemudian, pada perkembangan selanjutnya,
salah seorang kaum terpelajar pasca-Renaisans, John Locke
mengajukan pemikiran mengenai teori hak-hak kodrati.
Gagasan Locke mengenai hak-hak kodrati inilah yang
melandasi munculnya revolusi hak dalam revolusi yang
meletup di Inggris, Amerika Serikat dan Prancis pada abad ke-
17 dan ke-18.
Hugo De GROOT (10 April 1583 – 28 Agustus 1645)

• Hukum alam non-teistik (rasional) ini mendasarkan


pada pandangan bahwa hukum alam telah
diformulasikan ke dalam rasio manusia, melalui
kodratnya sebagai kodrat rasional, akibatnya ia
berpandangan bahwa diatas otoritas sosial negara,
sudah ada hukum yang benar, yaitu hukum kodrat,
atau hukum yang kita temukan melalui refleksi atas
kodrat manusia. Grotius kemudian menegaskan
bahwa hukum kodrat itu akal sehat yang
diserasikan dengan kodrat manusia.
• Keyakinannya bertumpu pada rasio manusia
kemudian dijadikannya sebagai jalan penyelidikan
negara dan hukum. Atas pengaruh dari hukum alam
juga ia meyakini akan terdapatnya hak untuk
melakukan intervensi kemanusiaan ketika
penguasan lokal telah terbukti tidak memiliki
kemampuan untuk bertindak secara manusiawi
terhadap rakyatnya
• Samuel Von Pufendorf dan Christian Thomasius di Jerman.
Pufendorf menambahkan bahwa hukum alam adalah aturan
yang berasal dari akal pikiran manusia. dalam hal ini unsur
naluriah manusia lebih berperan. Pertentangan naluriah antar
manusia mengantarkan pada kontrak sukarela diantara rakyat
dan perjanjian penaklukan oleh raja. Dengan adanya perjanjian
tersebut, tidak ada kekuasaan absolut, karena adanya batas-
batas hukum alam, kebiasaan, dan tujuan negara.
• Sementara menurut Thomasius, aturan-aturan yang mengikat
terhadap naluri-naluri manusia yang saling bertentang tersebut
selain diperlukan juga berkonsekuensi akan adanya ukuran
sebagaimana Thomas Aquinas dalam pemikiran hukum
alamnya. Apabila ukuran hukum tersebut bertalian dengan
batin manusia, ia adalah aturan kesusilaan, apabila ia
memperhatikan tindakan-tindakan lahiriah, ia merupakan
aturan hukum. Kedua aturan tersebut hendak diberlakukan
harus disertai dengan paksaan otoritas penguasa.
• Francois Gény dan Jean Dabin hukum kodrat mengalami
modernisasi atau dapat disebut hukum kodrat modern
yang memiliki karakteristik pokok:
1. Tetap berpegang teguh pada tata tertib hukum
metapositif yang memiliki kekuatan sendiri dan
dikenali aka-budi manusia serta senantiasa prevalent
terhadap hukum positif.
2. Hukum Kodrat modern berpendirian bahwa kekuatan
Hukum Kodrat adalah tidak dominant namun yang
primer adalah sepanjang hukum kodrat itu
mengejawantah dalam hukum positif. Dengan
demikian hukum kodrat hanya berkedudukan sebagai
hukum regulatif akan cita hukum.
• Hukum semakin mendekat pada konsep kebebasan etis
individual. Dalam Grundlegung yang mengajarkan tentang
etika dan imperatif kategoris Immanuel Kant menyatakan
kemerdekaan dan kesederajatan manusia sejak lahir yang
menuntut perlakuan yang adil. Lebih lanjut, Kant
menyatakan bahwa segala sesuatu di alam ini berkerja
menurut hukum-hukum alam, akan tetapi hanya makhluk
berbudi saja yang mempunyai kewenangan dan
kemampuan untuk bertindak menurut gagasan dan
pemikiran tentang hukuman serta prinsip-prinsip tindakan.
Hukum-hukum moral adalah
“ratio cognoscendi” (Hukum
moral yang membuat manusia
bebas), demikian juga
sebaliknya kebebasan
diperlukan untuk hukum moral
sebagai “ratio
essend”(Kebebasan merupakan
alasan esensinya), bagi hukum
moral kebebasan manusia
merupakan “the reason of
existence”.
J. G. FICHTE (1762- 1814)

Fichte mengembangkan ajaran


Kant mengingat bahwa ada
kewajiban moral untuk
menghormati kemerdekaan orang
lain secara mutlak, kewajiban
hukum yang demikian bergantung
pada resiprositas. Namun syarat-
syarat untuk terpenuhinya hak-hak
tersebut; pengakuan kemerdekaan
pribadi dan hak memaksakan untuk
mempergunakan hak-hak asasi,
ditentukan oleh kekuasaan hukum
yang dapat memerintah dengan
melalui dan di dalam negara.
GUSTAV RADBRUCH (1878-1949)

FILOSOFIS
Keadilan
(Gerechtigkeit)

Pada awalnya menurut Gustav


Radbruch tujuan kepastian
menempati peringkat yang paling
atas di antara tujuan yang lain.
Namun, setelah melihat
kenyataan bahwa dengan
teorinya tersebut Jerman di HUKUM
bawah kekuasaan Nazi
melegalisasi praktek-praktek yang
tidak berperikemanusiaan selama Kepastian
Kemanfaatan
Hukum
masa Perang Dunia II dengan (Zweckmassi
(Rechtssich
jalan membuat hukum yang gkeit)
erheit).
mensahkan praktek-praktek
kekejaman perang pada masa itu,
Radbruch pun akhirnya meralat
teorinya tersebut di atas dengan
menempatkan tujuan keadilan di YURIDIS SOSIOLOGIS
atas tujuan hukum yang lain
TAHAP-TAHAP SEKULARISASI FILSAFAT HUKUM
• Apabila pada zaman kuno Yunani dan Romawi yang menjadi
motif-dasar pemikiran adalah bentuk-wadah dan materi dalam
rangkuman Alam,
• maka bagi Abad Pertengahan adalah alam-kenyataan dan
kasih (natuur en genade/kodrat dan iradat) dalam rangkuman
Tuhan.
• Sedangkan bagi Zaman Baru yang menjadi titik-tolak pemikiran
ialah hubungan-persentuhan (Spannung) adalah akal-budi dan
tata tertib-paksaan (Zwangordnung),
• selanjutnya bagi Zaman yang lebih modern berorientasi pada
fiksi rasional berwujud kontrak sosial (Gemeinschaltsvertra:
Pactum Unionis dan Pactum Subjectionis)
• “Perjanjian sosial yang distempel atas dasar
kekuasaan rakyat dan jaminan kebebasan lebih
stabil dan mapan dibandingkan dengan
kekuasaan raja dan bangsawan Perancis yang
absolut, sehingga Perancis akan abadi
sepanjang masih ada rakyat, berlaku sebaliknya
kerajaan Perancis akan hilang jika para
bangsawan dan raja hilang”.
• Jean Jacques Rousseau, 1762, The Social
Contract or Principles Of Political Right, h. 24.
Konsep sekularisasi filsafat hukum di dunia Islam
dilakukan berdasarkan kolonialisme, jadi hukum sekuler
itu bersamaan dengan penjajahan Eropa ke dunia Islam
yang disebut dengan Reconquista
• -- Kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara / Indonesia
dijajah Belanda, Perancis, dan Inggris.
• -- Kerajaan Mughal di India dijajah Inggris
• -- Maroko dan Afrika dijajah Spanyol dan Perancis
• -- Mesir dijajah Perancis
SEKIAN DAN TERIMA KASIH

“Yakinkan dengan iman,


pertahankan dengan ilmu,
sampaikan dengan amal”.

Anda mungkin juga menyukai