Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

Perkembangan Kemunculan Ilmu Hukum dan Ilmu Mengenai Masyarakat


Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Sosiologi Hukum
Dosen Pembimbing : Drs. Sahidin, M.Si

Disusun Oleh :
Muhammad Hanafi (1902046002)

ILMU FALAK
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Munculnya hukum mengikuti arus zaman yang berubah dan keperluan
masyarakat. Ilmu pengetahuan, penemuan dalam bidang teknologi, zaman yang berubah
ialah unsur unsur yang menjadikan hukum berubah dan berkembang. Hukum berguna
sebagai pengaturan dalam kehidupan bermasyarakat.
Eksistensi manusia di muka bumi ini menjadikan Ilmu hukum pada hakikatnya
berkembang, berawal, dan berlangsung, sehingga sangat twajar bahwasanya in individu-
individu dalam kelompok masyarakat ingin selalu hidup bermasyarakat dan menjadikan
ketergantungan satu sama lain. Sifat ingin bermasyarakat tersebut merupakan sifat
alamiah manusia,
Sifat ingin berkuasa dan keserakahan segelintir orang atau kelompok tidak
terlepas dari sifat-sifat manusia yang disebut diatas, sehingga mereka ingin menjadi
superior dan memiliki kedudukan tinggi dalam bermasyarakat. Agar terhindar dari sifat-
sofat yang buruk tersebut, maka diperlukanlah seperangkat hukum untuk mengatur hak-
hak dasar setiap orang agar tidak ditindas.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana genealogi perkembangan ilmu hukum?
2. Apa yang dimaksud studi tentang masyarakat
3. Bagaimana hubungan masyarakat dengan hukum?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui genealogi perkembangan ilmu hukum.
2. Untuk mengetahui studi tentang masyarakat.
3. Untuk mengetahui hubungannya dengan masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Genealogi Perkembangan Ilmu Hukum
1. Ilmu Hukum Klasik
Yaitu teori hukum yang berkembang sejak filsuf Ionia s/d Epicurus diwarnai
cakrawala religiusitas, baik yang bersumber pada mitis (pra abad ke 6 SM) maupun yang
bersumber pada religi olympus (abad ke 5 - 1 SM). Dalam kosmologi era sebelum abad
ke 6 SM, yang “Ilahi” itu adalah alam (kekuatan yang mengancam). Masuk abad ke 6 - 1
SM, kosmologi yang mitis beralih kosmologi yang religi olympus. Yang “Ilahi” adalah
“logos” atau akal yang telah ada dalam diri manusia. “logos” adalah merupakan akal
dewa-dewa yang mencerahkan dan menuntun manusia pada pengenalan akan yang
“benar”, “baik” dan “patut”. “logos” akan menciptakan suatu keteraturan (nomoi).
Adalah awal kebangkitan filsafat, tidak hanya dibelahan dunia Barat, tetapi juga
kebangkitan filsafat secara umum. Filsafat pada masa itu berbicara tentang kebenaran
alam semesta. Para para pemikirnya yang tercatat dimulai dengan Thales (625-545, SM),
Anaximander (610-547, SM) dan Anaximenes (585-528, SM). Pada masa itu dasar
pemikiran manusia diwarnai cakrawala religiusitas, baik yang bersumber pada mitis (pra
abad ke 6, S.M) maupun bersumber pada religi Olympus (abad ke 5 s/d abad ke 1, S.M). 1
Masa sebelum abad 6,S.M, yang Ilahi itu ada dalam alam. Alam sepenuhnya
dikuasai oleh kekuatan Mitis, karena alam difahami sebagai sesuatu yang mengancam,
serba gelap, dan berjalan alamiah, hidup manusia tergantung pada nasib, dan hidup
manusia tergantung pada seleksi alam. Hukum alam adalah hukum yang digambarkan
berlaku abadi sebagai hukum yang norma-normanya berasal dari Tuhan Yang Maha
Adil, dari alam semesta dan dari akal budi manusia, sebagai hukum yang kekal dan abadi
yang tidak terikat oleh waktu dan tempat sebagai hukum yang menyalurkan kebenaran
dan keadilan dalam tingkatan. Para pemikir terdahulu, umumnya menerima suatu hukum
yaitu hukum alam atau hukum kodrat. Berbeda dengan hukum positif sebagaimana
diterima oleh orang dewasa ini, hukum alam yang diterima sebagai hukum tersebut
bersifat tidak tertulis. Hukum alam ditanggapi tiap-tiap orang sebagai hukum oleh sebab

1
M Yoyon Darusman dan Bambang Wiyono, Teori dan Sejarah Perkembangan Hukum, (Tangerang: UNPAM Press,
2019), hlm. 41-42.
menyatakan apa yang termasuk alam.2
Ilmu hukum dalam pandangan Plato memiliki tujuan mewujudkan masyarakat
sosialisme utopis. Dasar dari hukum adalah kehidupan sosial yang sama rata dan sama
rasa. Sebab dengan hukum, dimung- kinkan sebuah kebahagiaan masyarakat tidak secara
individual, melainkan secara sosial. Hukum yang baik (devine goods) dirumuskan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat sosialis mulai dari kesehatan dan kesejahteraannya
sehingga ilmu hukum disketsakan oleh Plato sebagai kode legal sebuah kota baru, yang
memiliki andil terhadap perubahan radikal pada kebudayaan masyarakatnya berbasis
pertumbuhan kaidah moral tiap anggotanya. Hukum tidak hanya menjamin ketertiban
bagi Plato, tetapi juga mengan- dung ikhtisar moral transendental bangsanya. Ilmu
hukum diabdikan untuk terus memproduksi sistem.3
2. Teori Hukum Zaman Yunani (400 SM)
Sepanjang pengetahuan menurut ilmu, maka penyelidikan tentang negara timbul
dan berkembang setelah Junani Purba, di mana timbul suatu pemerintahan yang
demokratis dalam hal mana setiap orang bebas menyatakan pendapat. Pada waktu itu
sifat negara-negara di dalam kebudayaan Yunani Purba masih bersifat “Polis” atau
“Greek State”, yang pada mulanya merupakan suatu tempat di puncak bukit yang terdiri
dari batubatu. dari kata Polis inilah dihasilkan perkataan “Politeia” dan “Politica”.
Dalam masa tersebut lahirlah beberapa pemikir seperti “Socrates,Plato,Aristoteles, Zeno,
Polibiyos dan lain-lain, pada masa ini pemikiran filsafat masih didasari oleh
pemikiranyang bersifat konsep-konsep hukum alam yang diilhami oleh ketuhanan yaitu
kepercayaan terhadap dewa-dewa, namun demikian dalam perkembangan selanjutnya
pemikirannya telah sedikit berubah kearah rasionalitas. Sebagaimana diketahui, Yunani
terdiri atas banyak negara kota (Polis), seperti Athena, Sparta, dan lain-lainnya. Karena
itu, hukum di masing-masing negara kota tersebut juga saling berbeda. Akan tetapi, yang
paling maju dan sering menjadi kiblat dari sistem hukum di berbagai negara kota di
Yunani adalah sistem hukum yang terdapat di Negara Kota Athena. Apabila ditelusuri
lebih jauh, hukum Yunani sebenarnya sangat banyak dipengaruhi oleh hukum Yahudi
(dari Nabi Musa), yang bisa ditelusuri lagi berakar dari sistem hukum Babilonia, bahkan

2
Lili Rasyidi, Filsafat Hukum, Mazhab dan Refleksinya, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), hlm. 17
3
Suteki, Perkembangan Ilmu Hukum dan Implikasinya, Sriwijaya Law Conference: Dari Riset Menuju Advokasi 25
November 2016, hlm. 219
hukum Sumeria (tempat berasal hukum dan ajaran Nabi Ibrahim). 4
Yunani Klasik terkenal dengan para ahli pikirnya seperti Socrates (469-399 SM),
Plato (427 SM), Aristoteles (384-322 SM), tetapi tidak banyak mengembangkan teori
hukum sebagaaimana yang dilakukan oleh bangsa Romawi. Para ahli pikir Yunani
banyak yang mengembangkan pemikirannya di bidang politik dan kenegaraan, serta
menghasilkan berbagai teori yang masih diberlakukan sampai saat ini. Mereka sudah
mengenal dan mempraktekan sistem demokrasi yang baik pada saat orang-orang di
negara lain masih mempraktekan sistem kekuasaan yang feodal, aristokrat dan mistis.
Bangsa Yunanilah yang pertama kali di dunia ini yang mengembangkan sistem hukum
dan kenegaraan bersifat demokratis. Namun demikian, sejarah hukum juga menunjukan
bahwa karena hukum tidak begitu dikembangkan di zaman Yunani, maka hampir tidak
terdengan nama ahli hukum yang besar atau kitab undangundang yang komprehensif.
Sejarah hanya meninggalkan beberapa undang undang saja di Yunani, seperti Undang-
undang Draco (621 SM), Undangundang Solon (594 SM), yang disusun di bawah
pengaruh Mesir, Undangun dang Dura (dekat Eufrat sekarang) yang berlaku disekitar
abad ke 4 (empat) SM dan Undang-undang Gostyn (450-460 SM) yang sebaigian isinya
dapat terbaca sampai sekarang. Disamping dalam bentuk undang-undang, hukum Yunani
juga dapat terbaca dalam orasi-orasi para advocat di pengadilan pada saat membela
kliennya. Sebagaimana diketahui, sistem peradilan Yunani memakai sistem juri, sehingga
kelihatan berorasi dari para advocat di depan pengadilan sangat diperlukan untuk
meyakinkan para juri yang bukan ahli hukum dan pada umumnya tidak pernah belajar
hukum tersebut. Di samping sistem juri, sistem pemeriksaan saksi melalui proses
eksaminasi silang (cross examination) sudah dikenal di zaman Yunani, seperti yang
pernah dipraktekan dalam pengadilan Socrates.5
3. Teori Hukum Zaman Romawi (146 SM)
Setelah Yunani disatukan oleh orang Romawi pada tahun 146 SM dan kemudian
digabungkan, sehingga menjadi daerah bagian belaka dari Imperium Romawi. Pada masa
Romawi tidak banyak melahirkan banyak pemikir karena Romawi lebih banyak
menikmati kemakmuran bekas kejayaan Yunani. Dan lebih sibuk dengan menyusun

4
M Yoyon Darusman dan Bambang Wiyono, op. cit., hlm. 43
5
Ibid., hlm. 45
kenegaraan, organisasi dan peraturan-peraturan yang bersifat praktis saja, karena begitu
luasnya wilayah Romawi. Pada masa Romawi kuno, hukum yang mengatur hubungan
antar kerajaan tidak mengalami perkembangan karena masyarakat bangsa-bangsa adalah
satu imperium, yaitu Imperium Romawi. Sumbangan utama bangsa Romawi bagi
perkembangan hukum pada umumnya dan sedikit sekali bagi perkembangan, Pada masa
Romawi ini diadakan pembedaan antara Ius Naturale dan Ius Gentium. Ius Gentium
(hukum masyarakat) menunjukkan hukum yang merupakan sub dari hukum alam (Ius
Naturale). Pengertian Ius Gentium hanya dapat di kaitkan dengan dunia manusia
sedangkan Ius naturale (hukum alam) meliputi seluruh penomena alam.6
Ditinjau dari perkembangan sistem hukumnya, negara Romawi merupakan negara
terhebat dalam sejarah hukum, bahkan lebih hebat dari negara-negara modern saat ini.
Bila berbicara objektif, sistem hukum yang dibuat oleh bangsa Romawi jauh lebih hebat
dari pada sistem hukum yang dibuat oleh bangsa-bangsa lain di dunia ini. Sistem hukum
Romawi (yang sekuler itu) jauh berbeda dengan sistem hukum yang dibawa oleh agama
(Yahudi, Kristen, Islam, Hindu, Budha), meskipun sistem hukum yang berlandaskan
agama berasal dari langit (dari Tuhan) yang diturunkan ke dunia melalui rasul-rasul
Tuhan.7 Perkembangan hukum Romawi yang spektakuler dalam sejarah hukum
sebenarnya dipicu oleh beberapak faktor sebagai berikut8:
a. Faktor penghormatan terhadap profesi Praetor (hakim dan legislatif sekaligus). Sistem
hukum Yunani dalam sejarahnya kurang menekankan fungsi dan peran para ahli
hukum, akibatnya profesi hukum, seperti advocat dan hakim, tidak berkembang di
sana. Bahkan, hakim hanya terdiri orang-orang biasa yang dikumpulkan untuk
diminta menjadi hakim, jadi bukan profesi seumur hidup. Sebaliknya, sistem hukum
Romawi dalam sejarahnya sangat berbeda. Mereka sangat menghargai peran dan
eksistensi dari profesi hukum. Misalnya, kala itu dikenal jabatan Praetor yang
merupakan jabatan advokat sekaligus legislator. Praetor sangat berperan dalam
membentuk dan mengembangkan hukum di Romawi.
b. Faktor penghormatan terhadap profesi advovat. Para advocat menghabiskan seluruh
hidupnya dalam bidang hukum. Mereka ini tidak hanya mengajukan argumentasi

6
J.G. Starke, Hukum Internasional 1, (Jakarta: Sinar Grafika, 2001), hlm. 8-9.
7
M Yoyon Darusman dan Bambang Wiyono, op. cit., hlm. 48
8
Ibid., hlm. 49
cerdas ketika membela klien-kliennya, melainkan juga memberikan pendapat-
pendapatnya dalam bentuk buku-buku hukum. Cicero adalah salah satu dan yang
paling terkenal di antara adcovat di Romawi saat itu.
c. Faktor luasnya kerajaan Romawi. Kerajaan Romawi memiliki kekuasaan yang begitu
luas sehingga memerlukan satu set hukum yang baik untuk dapat menyatukan
wilayahnya.
d. Faktor lamanya kerajaan Romawi berkuasa. Kerajaan Romawi berkuasa dalam kurun
waktu berabad-abad sehingga memiliki waktu yang panjang dalam menciptakan
hukum.
e. Faktor kejeniusan dari kerajaan Bizantium (pecahan kerajaan Romawi). Raja
Justinian, pada tahun 529 M, mengumpulkan sejumlah ahli hukum dalam dalam suatu
panitia yang bertugas untuk menyusun kembali hukum Romawi yang mulai
berserakan dalam berbagai undang-undang dan buku-buku hukum, ke dalam satu
kitab hukum yang sistematis. Panitia diketuai oleh ahli hukum yang bernama
Tribonian itu, menghasilkan suatu kitab hukum yang cukup komprehensive yang
disebut dengan Code Justinian (Corpus Juris Civilis) yang berisi Digest (terdiri atas
50 jilid) dan institutes.
f. Faktor kebangkitan kembali hukum Romawi. Pengembangan hukum Romawi pada
kebangkitan kembali hukum Romawi yang berpusat di Universitas Bologna (Italia),
terjadi di sekitar abad ke 12 (dua belas), di mana hukum Romawi seperti yang
terdapat dalam Code Justinian ditafsirkan dan dikembangkan kembali oleh para
Glossator dan Commentator.
g. Faktor pengembangan beberapa hukum nasional di negara tertentu berdasarkan
hukum Romawi. Pengembangan beberapa hukum nasional di negara tersebut sangat
berpengaruh bagi dunia hukum dengan membuat berbagai kodifikasi, seperti
pembuatan Code Napoleon di Perancis yang berdasarkan Code Justinian, atau
pembuatan Code Civil Jerman yang berdasarkan hukum Romawi sebelum era Code
Justinian. c. Konsep Kenegaraan. Pada zaman Romawi konsep pemikiran tentang
kenegaraan dibedakan ke dalam empat masa pemerintahan ;74
4. Hukum Zaman Abad Pertengahan.
Abad pertengahan muncul setelah kekuasaan Romawi jatuh pada abad ke 5 (lima)
Masehi, ini ditandai dengan kejayaan agama Kristen di Eropa dan mulai berkembangnya
agama Islam pada abad ke 6 (enam) M. Pada zaman itu pemikir-pemikir diantaranya:
Agustinus (354-430 M) dan Thomas Aquino (12251275). Dan para pemikir Islam seperti
Ibnu Rusy, Ibnu Sina, Al Ghazali, dll. Dalam mengembangkan pemikirannya ternyata
tidak terlepas dari pengaruhpengaruh zaman Yunani kuno. Agustinus misalnya banyak
mendapat pengaruh dari pemikiran Plato tentang hubungan antara ide-ide abadi dengan
benda-benda duniawi.9 Pemikiran umum dari Aliran Masa Pertengahan adalah10:
a. Ketaatan manusia terhadap hukum positif bukan lagi karena ia sesuai dengan hukum
alam, tetapi karena sesuai dengan kehendak Illahi (Tuhan).
b. Adanya hukum yang abadi yang berasal dari rasio Tuhan, yang disebut Lex Aeterna.
Melalui Lex Aeterna inilah Tuhan membuat rencana-Nya terhadap alam semesta.
c. Hukum abadi dari Tuhan itu mengejawantah pula dalam diri manusia, sehingga
manusia dapat merasakan, misalnya apa yang disebut “Keadilan” itu. Inilah yang
disebut dengan hukum alam (Lex Naturalis).
Pada Abad Pertengahan dalam tradisi filsafat hukum lima jenis hukum disebut :
a. Hukum abadi (lex aeterna) : rencana Allah tentang aturan semesta alam. Hukum
abadi itu merupakan suatu pengertian teologi tentang asal mula segala hukum, yang
kurang berpengaruh atas pengertian hukum lainnya.
b. Hukum Ilahi positif (lex divina positiva) : hukum Allah yang terkandung dalam
wahyu agama, terutama mengenai prinsip-prinsip keadilan.
c. Hukum alam (lex naturalis) : hukum Allah sebagaimana nampak dalam aturan
semesta alam melalui akal budi manusia.
d. Hukum bangsa-bangsa (ius gentium) : hukum yang diterima oleh semua atau
kebanyakan bangsa. Hukum itu yang berasal dari hukum Romawi, lambat laun
hilang sebab diresepsi dalam hukum positif.
e. Hukum positif (lex humana positiva) : hukum sebagaimana ditentukan oleh yang
berkuasa ; tata hukum negara. Hukum ini pada zaman modern ditanggapi sebagai
hukum yang sejati.
5. Hukum Zaman Renaisance (Kebangkitan Kembali).

9
Ibid., hlm 57
10
Loc. cit.,
Yaitu ; masa kebangkitan kembali untuk kembali berfikir bebas dan
mengembangkan ilmu pengetahuan seperti yang dilakukan oleh para pemikir Yunani.
Masa reinaisance adalah masa reformasi atas hegemonie gereja Katholic Roma. Pada
masa ini melahirkan para pemikir ; Niccolo Machiavelli (1469 1527M). Jean Bodin
(1530-1596M). Ilmu pengetahuan itu harus bebas tanpa campur tangan dari kekuasaan
negara. Pemikiran yang serba moral dan serba Ilahi era Klasik dan abad pertengahan,
cenderung ditinggalkan oleh teoritikus zaman modern. Teori hukum zaman modern
menempatkan “manusia duniawi”yang otonom sebagai titik tolak teori. Hukum tidak lagi
terutama dilihat dalam bayang-bayang alam dan agama, tetapi melulu sebagai tatanan
manusia yang bergumul dengan pengalaman sebagai manusia duniawi.11
Meski begitu, sebagai sebagai filsuf, para pemikir zaman modern, terutama era
Renaisance, masih juga dipengaruhi kosmologi metefisika. Mereka tetap mengakui
hukum alam, tetapi tidak menjadikannya sebagai perhatian utama. Bagi filsuf-filsuf sperti
Jean Bodin (1530-1596), Hugo Grotius (1583-1645), dan Thomas Hobbes (1588-1679),
yang teorinya segera dibahas, hukum posisitiflah (buatan manusia lewat negara) yang
menjadi fokus perhatian. Ini bisa di mengerti oleh karena “kekuatan” yang dihadapi
manusia zaman ini adalah : (i) manusiamanusia duniawi yang secara individual
menjinjing kebebasan tanpa batas, (ii) keberadaan “nation-state” di bawah pemerintahan
raja-raja (yang kuat). Teori hukum (sebagai tertib manusia), dikonstruksi dalam konteks
yang demikian itu. Menurut para ahli sejarah terdapat beberapa faktor yang menandakan
datangnya suatu zaman baru, yang disertai suatu mentalitas baru juga. Titik tolaknya
ialah kenyataan bahwa pada abad ke 15 (lima belas) orang-orang terdidik di Italia mulai
menimba inspirasi segar pada zaman klasik, yakni pada kebudayaan Yunani dan Romawi
kuno. Sebab itu zaman itu, yang merupakan awal zaman modern, disebut zaman
Renaissance (kelahiran kembali). Pada zaman itu hidup manusia mengalami banyak
perubahan. Maka Renaissance itu adalah “penemuan kembali dunia dan manusia”
(Burckhardt).12 Bagi para pemikir tentang hukum perubahan-perubahan tersebut besar
artinya13:
a. Sesuai dengan mentalitas baru pembentukan hukum dianggap sebagai bagian

11
Ibid., hlm. 58
12
Ibid., hlm. 61
13
Loc. cit.,
kebijakan manusia di dunia;
b. Organisasi negara nasional disertai pemikiran tentang peraturan hukum yang tepat,
baik untuk dalam negeri, maupun untuk hubungan dengan luar negeri (hukum
internasional).
c. Oleh sebab peraturan-peraturan yang berlaku bagi negara dibuat atau perintah raja-
raja, raja dipandang sebagai pencipta hukum. Dapat disimpulkan bahwa sejak zaman
baru, tekanan tidak terletak atas hukum alam, yang di luar kebijakan manusia
melainkan atas hukum positif. Namun pada umumnya filsif-filsuf zaman itu
menerima juga adanya suatu hukum alam.
6. Pemikiran (Teori) Hukum Zaman Aufklarung (1700-1800M)
Adalah era yang diwarnai “kekuasaan” akal atau rasio manusia, yaitu individu-
individu yang rasional, bebas dan otonom. Yang mampu menentukan jalan yang
dianggap baik bagi dirinya, termasuk dalam membentuk institusi hidup bersama.
Pemahaman tentang negara yang tidak dianggap sebagai lembaga alamiah. Tetapi
merupakan “mahluk buatan” dari manusia yang bebas dan rasional. Negara, berikut
tatanan yang ada di dalamnya ditentukan secara rasional dan objektif. Meski hidup dalam
negara, masing-masing individu memiliki hak untuk mengembangkan dirinya dalam
tuntunan rasio yang dimiliki masing-masing individu. Maka di sini muncul teori tentang
hukum sebagai tatanan perlindungan hak-hak azasi manusia. Teori tersebut merupakan
jawaban strategis mengenai “tertib hidup” manusia zaman itu di tengah sistem situasi
khas era itu. Pemikir-pemikir utama di era ini, antara lain John Locke, Montesquieu,
Rousseau dan Immanuel Kant.14
Pada abad ke 17 (tujuh belas) dan ke 18 (delapan belas), kepercayaan kepada
kekuatan akal budi makin bertambah. Sebab itu zaman itu disebut zaman rasionalisme
atau Aufklarung (zaman pencerahan atau zaman terang budi). Pemikiran hukum zaman
itu adalah suatu usaha untuk mengerti hukum sebagai bagian suatu sistem pemikiran
yang lengkap dan bersifat rasional belaka. Dalam usaha tersebut para pemikir bertolak
dari arti hukum sebagai kaidah-kaidah yang berlaku dalam negara, lalu menyelediki
manakah prinsip-prinsip umum hukum yang berlaku di mana-mana karena berzaskan
pada akal budi tiap-tiap manusia. Ternyata di sini hukum positif merupakan objek

14
Ibid., hlm. 62
pemikiran yang utama. Positivisme hukum ada dua bentuk, yaitu positivisme yuridis dan
postivisme sosiologis. Adapun uraiannya adalah sebagai berikut:15
a. Positivisme Yuridis
Dalam perspektif positivisme yuridis, hukum dipandang sebagi suatu gejala
tersendiri yang perlu diolah secara ilmiah. Tujuan positivisme yuridis adalah
pembentukan struktur rasional system yuridis yang berlaku. Dalam praksisnya
konsep ini menurunkan suatu teori pembentukan hukum bersifat professional yaitu
hukum merupakan ciptaan para. Prinsip-prinsip positivisme yuridis adalah: i) Hukum
adalah sama dengan undang-undang; ii) Tidak ada hubungan mutlak antara hukum
dan moral. Hukum adalah ciptaan para ahli hukum belaka; iii) Hukum adalah suatu
closed logical system, untuk menafsirkan hukum tidak perlu bimbingan norma sosial,
politik dan moral cukup disimpulkan dari undang-undang. Tokohnya adalah R. von
Jhering dan John Austin.
b. Positivisme Sosiologis
Dalam perspektif positivisme sosiologis, hukum dipandang sebagai bagian dari
kehidupan masyarakat. Dengan demikian hukum bersifat terbuka bagi kehidupan
masyarakat. Keterbukaan tersebut menurut positivisme sosiologis harus diselidiki
melalui metode ilmiah. Tokohnya adalah Augus Comte yang menciptakan ilmu
pengetahuan baru yaitu, sosiologi. Mazhab yang juga dikenal sebagai aliran hukum
positif memandang perlu secara tegas memisahkan antara hukum dan moral, yakni
antara hukum yang berlaku dan hukum yang seharusnya, antara das sein dan das
sollen. Sebelum aliran ini lahir, terlebih dulu telah berkembang suatu pemikiran
dalam ilmu hukum yang disebut sebagai Legisme, yakni faham yang memandang
tidak ada hukum di luar undang-undang, atau satu-satunya sumber hukum adalah
undang-undang. Pada akhir abad ke VIII, suatu era baru dalam kehidupan politik
mulai diwujudkan di Amerika (1776), di Perancis (1789). Revolusi Perancis itu
berdasarkan semboyan : liberte, egalite, fraterniti. Dituntut tata hukum baru atas dasar
kedaulatan rakyat. Tata hukum itu dibentuk oleh para sarjana Perancis, atas perintah
Kaisar Napoleon. Code civil atau Code Napoleon itu (1804) menjadi sumber kodeks
banyak negara modern, antara lain Belanda dan Indonesia. Pemikir pemikir pada

15
Abdul Ghofur Anshori, Filsafat Hukum, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2009), hlm 94-95
zaman ini diantaranya : Christian Wolf (1679-1754), Montesqieu (1689-1755),
Voltaire (1694-1778), J.J. Rousseau (1712-1778), Immanuel Kant (1724-1804).
7. Hukum Zaman Hukum Positif (Abad ke 19).
Problematika yang muncul antara hukum alam dan hukum positif memperoleh
penegasan pada zaman modern. Zaman modern menempatkan manusia secara lebih
mandiri, dengan rationya manusia dapat menentukan apa yang terbaik untuk dirinya.
Pada zaman ini melahirkan pemikir seperti ; William Occam (1290-1350M), Rene
Descrates (1596-1650M), Thomas Hobbes (1588 1679M), John Locke (1632-1704M),
JeanJ.Rosseau(1712-1778).16 Pemikiran umum dari Zaman Hukum Positif (Modern)
adalah17:
a. Pengetahuan abadi tentang hukum abadi dari Tuhan itu berada diluar jangkauan rasio
manusia. (Occam).
b. Hukum positif tidak perlu harus tergantung pada rasio Tuhan lagi, tetapi dapat
sepenuhnya bergantung kepada rasio manusia itu sendiri.
c. Gagasan-gagasan rasionalisme membawa pengaruh besar dalam hukum, termasuk
juga tentang hubungan antara negara dan warganya. (Decrates).
Situasi zaman abad ke 19 (sembilan belas) ditandai oleh beberapa kecenderungan
: Pertama, terjadinya revolusi sosial ekonomi, terutama akibat revolusi industri. Revolusi
ini selain membawa perkembangan ekonomi yang luar biasa, tetapi juga menimbulkan
masalah baru di bidang sosial ekonomi. Kedua, munculnya penolakan terhadap
rasionalisme universal abad sebelumnya (yang masih dilanjutkan Hegel pada abad ke 19)
yang dianggap cenderung mengabaikan ciri khas suatu masyarakat atau bangsa. Padahal
latar belakang kehidupan suatu bangsa merupakan sejarah di mana orang-orang
membangun suatu kehidupan bersama bagi mereka sendiri. Ketiga, hampir bersamaan
dengan historisme, muncul juga pemikiran evolusionisme yang berusaha melacak
perkembangan kebudayaan manusia dari tradisionil ke modern. Pemikir utama arus ini
adalah : Sr. Henry Menie dan Durkheim. Keempat, menguatnya kosmologi positivisme.18
Kendatipun abad ke-19 didominasi oleh aliran positivism, namun dijumpai pula
kehidupan teori “arus bawah”, atau teori-teori alternatif yaitu Aliran Sejarah dari Puchta

16
M Yoyon Darusman dan Bambang Wiyono, op. cit., hlm. 63
17
Ibid., hlm. 63
18
Ibid., hlm. 64
dan Savigny. Mereka itu menolak faham Kelsenian yang memisahkan sistem hukum dari
masyarakatnya. Kalimat mereka yang terkenal adalah bahwa “hukum tidak dibuat,
melainkan tumbuh berkembang dan lenyap bersama-sama dengan masyarakat”.
Sederetan teoritisi positivisme yang terkenal diantaranya adalah John Austin dan H.L.A
Hart. Mereka menjadikan tugas ilmiahnya sebagai pemberi legitimasi terhadap hukum
positif dan mencoba membangun suatu teori yang mendasar, dimulai dari hakekat
peraturan hukum dan bedanya dengan peraturan dalam masyarakat yang lain (social
norms).19
8. Hukum Zaman Sekarang (Abad ke 20).
Studi hukum yang memasuki abad ke-20 diawali dengan perkembangan atau
perubahan yang sangat menarik, yaitu “studi hukum mulai ditarik keluar dari batas-batas
ranah perundang-undangan”. Hal itu sudah terjadi sejak dekade pertama abad tersebut,
yaitu dengan kemunculan aliran Sociological Jurisprudence yang dipelopori oleh Roscoe
Pound (1912). Pound mengajukan gagasan tentang suatu studi hukum yang juga
memperhatikan efek sosial dari bekerjanya hukum. Dengan mencoba menemukan
hubungan timbal balik antara hukum dengan masyarakat, Pound kemudian menemukan
konsep “hukum sebagai alat untuk merekayasa masyarakat” (law as a tool of sosial
engeneering). Berbeda dengan Aliran Sejarah yang mengatakan bahwa hukum bukan
diciptakan melainkan ditemukan, maka konsep social engineer- ing by law ini
mempercayai bahwa hukum bisa diciptakan untuk mendorong dan menciptakan
perubahan. Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa perkembangan baru dalam studi
hukum di abad ke-20 memberi isyarat bahwa ada yang kurang benar dalam cara-cara
orag mempelajari hukum selama ini, yaitu dengan membatasi diri dalam ranah hukum
perundang-undangan. Perkembangan dalam studi hukum akan berlanjut terus dan tidak
hanya berhenti sampai “sociological movement in law”. Studi sosiologis terhadap
hukum yang menumbangkan analytical positivism hanya eksemplar saja atau hanya
merupakan symbol saja dari dorongan untuk melakukan “studi terhadap hukum secara
benar”.20
Selain hal tersebut, munculnya sistem hukum modern menurut Satjipto Rahardjo:

19
Suketi, op. cit., hlm. 224
20
Soetandyo Wignjosoebroto, Dari Hukum Kolonial ke Hukum Nasional: Dinamika Sosial dalam
Perkembangan Hukum di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 1994). hlm. 231.
Merupakan respon terhadap sistem produksi ekonomi baru (kapitalis), karena sistem
yang lama sudah. tidak bisa lagi melayani perkembangan-perkembangan dari dampak
bekerjanya sistem ekonomi kapitalis tersebut. Dengan demikian tidak dapat disangkal
bahwa sistem hukum modern merupakan konstruksi yang berasal dari tatanan sosial
masyarakat Eropa Barat semasa berkembangnya kapitalisme pada abad ke-19.21
B. Ilmu tentang masyarakat (Sosiologi) 22
1. Pengertian Sosiologi
Secara harafiah, sosiologi berasal dari dua kata Bahasa Latin, yaitu socios
(masyarakat) dan logos (ilmu), atau secara sederhana berarti ilmu tentang masyarakat.
Berger (dalam Kamanto, 2004) mengatakan bahwa pemikiran sosiologi muncul ketika
masyarakat menghadapi ancaman terhadap hal-hal yang selama ini dianggap ”sudah
seharusnya demikian”, benar, dan nyata. Orang mulai melakukan renungan sosiologis
manakala hal-hal yang diyakini tersebut mengalami krisis.
2. Sejarah Kelahiran Sosiologi
Ilmu pengetahuan pada dasarnya bersumber dari filsafat, yang dianggap sebagai
induk dari ilmu pengetahuan. Filsafat berkembang dan mempunyai berbagai cabang ilmu
pengetahuan. Sosiologi sendiri secara “resmi” memisahkan diri dari filsafat pada abad 19
yang ditandai dengan terbitnya tulisan Auguste Comte. Tulisan yang berjudul Positive
Philosophy merupakan awal lahirnya sosiologi sebagai ilmu pengetahuan. Tulisan yang
terbit pada tahun 1842 ini mengukuhkan Comte sebagai bapak sosiologi. Lahirnya tulisan
Comte pada dasarnyaadalah bentuk keprihatinan terhadap kondisi masyarakat Eropa
pada saat itu (Soekanto, 1982: 10-12). Pokok perhatian sosiologi di Eropa adalah pada
kesejahteraan masyarakat dan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam masyarakat.
Perubahan-perubahan yang terjadi di dalam masyarakat dipengaruhi oleh kekuatan sosial.
Adapun kekuatan sosial yang berperan dalamperkembangan ilmu sosiologi, antara lain:
revolusi politik, revolusi industri dan kemunculan kapitalisme, kemunculan sosialisme,
feminism, urbanisasi, perubahan keagamaan, perkembangan ilmu pengetahuan.
3. Sumbangan pemikiran dari para founding fathers sosiologi

21
Faisal, Hukum Modern dan Proses Penaklukan, Jurnal Hukum Progresif: Volume X No.2 Desember 2016, hlm. 2.
22
Modul belajar mandiri. Sosiologi sebagai ilmu pengetahua. hlm 21-24
Beberapa sumbangan founding fathers sosiologi yaitu Auguste Comte, Emile Durkheim,
Marx Weber, Karl Marx, dan Herbert Spencer, merupakan sebuah grand theory yang hingga saat
ini masih menjadi pijakan teori-teori baru dalam perkembangan sosiologi.
Auguste Comte mencetuskan pemikiran tentang “hukum kemajuan manusia” atau
“hukum tiga tahap perkembangan intelektual”. Comte menyebutkan bahwa sejarah pemikiran
manusia melewati tiga tahap yang mendaki, yaitu: teologi, metafisika, dan positif. Comte juga
membagi sosiologi ke dalam dua bagian besar, yaitu: Statika Sosial (social statics) yang mewakili
stabilitas dan Dinamika Sosial (social dynamics) mewakili perubahan.
Emile Durkheim mengemukakan bahwa setiap kehidupan masyarakat manusia itu
memerlukan solidaritas. Menurutnya, soidaritas dibedakan ke dalam dua hal, yaitu mekanis dan
organis. Solidaritas mekanis berjalan atas dasar kepercayaan dan kesetiakawanan yang diikat oleh
conscience collective (kesadaran kolektif). Solidaritas organis ditandai dengan adanya saling
ketergantungan karena anggota masyarakat tidak dapat memenuhi kebutuhannya. lain. Dalam
buku Rules of Sociological Method, (1895) Durkheim menyatakan bahwa sosiologi harus
mempelajari fakta-fakta sosial. Fakta sosial berisi cara bertindak, berpikir dan merasakan yang
mengendalikan individu tersebut. Bentuk fakta sosial antara lain hukum, kepercayaan, adat
istiadat, cara berpakaian, atau kaidah ekonomi. Segala bentuk kelanggaran atas hal-hal tersebut
akan diberi sanksi.
Max Weber mengatakan bahwa sosiologi akan menjadi ilmu yang mempelajari tentang
pemahaman interpretatif (verstehen) mengenai tindakan sosial manusia. Weber juga berbicara
tentang Tindakan Rasional. Menurut dia, tindakan rasional itu dikategorikan menjadi empat,
yaitu tindakan Rasional Instrumental, Tindakan Rasional Nilai, Tindakan Afektif dan Tindakan
Tradisional.
Karl Marx berpandangan bahwa sejarah umat manusia merupakan sejarah perjuangan
kelas. Menurutnya, perkembangan pembagian kerja dalam kapitalisme menumbuhkan dua kelas
yang berbeda. Kelas pertama, yaitu borjuis,yang menguasai alat produksi dan mengeksploitasi
mereka yang tidak memiliki alat produksi (proletar).
Herbert Spencer menemukan proses evolusi sosial melalui masyarakat secara historis dan
sosiologis. Survival of The Fittest menyebutkan bahwa seleksi alam menjadi prasyarat manusia
menuju puncak kesempurnaan dan kebahagiaan. Spencer menerima pandangan ini karena ia
merupakan seorang darwinis sosial, oleh karena itu konsep ini juga diistilahkan dengan
Darwinisme Sosial.
4. Obyek kajian sosiologi
Sosiologi merupakan ilmu sosial yang obyeknya adalah masyarakat. Saat ini
perkembangan sosiologi semakin mantap kehadirannya dan diakui oleh banyak pihak telah
memberikan sumbangan yang sangat penting bagi usaha pembangunan dan kehidupan sehari-hari
masyarakat, antara lain dalam hal penelitian sosial, perencanaan sosial, dan pembangunan sosial.
Obyek kajian sosiologi adalah masyarakat yang dilihat dari sudut hubungan antarmanusia dan
proses yang timbul dari hubungan manusia di dalam masyarakat. Comte menyebutkan bahwa
sosiologi mempelajari social static dan social dynamic dari masyarakat. Durkheim menyebutkan
bahwa sosiologi mengkaji fakta sosial. Weber berpendapat bahwa sosiologi mengkaji
pemahaman interpretatif terhadap tindakan sosial. Mead menyatakan sosiologi memfokuskan
pada kajian interaksi sosial yang menggunakan simbol-simbol yang memiliki makna. Sedangkan
Berger menyampaikan sosiologi adalah ilmu yang mengkaji realitas sosial. Gejala sosial (social
symptom) adalah hasil interaksi sosial antarmanusia dalam masyarakat. Gejala sosial dapat sesuai
harapan masyarakat dan tidak sesuai harapan masyarakat. Oleh karena itu, setiap gejala sosial
dapat berdampak positif atau negatif bagi masyarakat. Gejala sosial ini menurutnya terbagi
menjadi 4, yaitu gejala ekonomi, gejala agama, gejala keluarga, dan gejala moral. Faktor
penyebab gejala sosial dalam masyarakat dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu gejala sosial akibat
pengaruh heterogenitas sosial, penyimpangan sosial, dan perubahan sosial. Faktor penyebab
tersebut penjelasannya adalah sebagai berikut. Gejala sosial yang terjadi dalam masyarakat dapat
berdampak positif dan negatif. Dampak negatif dalam gelaja sosial adalah sebagai berikut: 1)
Terjadi ketidakteraturan sosial dalam masyarakat; 2) Penyimpangan sosial semakin meningkat. 3)
Terjadi kerusakan lingkungan alam; 4) Terjadi masalah kependudukan; 5) Konflik sosial
meningkat; dan 6) Dekadensi moral. Sedangkan dampak positif yang ada di dalam gejala sosial
meliputi: 1) Kualitas pendidikan masyarakat meningkat; 2) Masyarakat semakin maju dan
produktif.; 3) Timbulnya rasa toleransi; dan 4) Kesetaraan gender. Gejala sosial dapat dikenali
dengan mengkajinya menggunakan ilmu sosiologi. Fungsi sosiologi dalam mengenali gejala
sosial dapat dilakukan dengan penelitian sosial. Untuk menjelaskan gejala sosial secara logis dan
ilmiah dapat dilakukan lewat penelitian sosial yang bertujuan untuk memecahkan masalah sosial.
Sosiologi dapat digunakan untuk memahami berbagai berbagai gejala sosial di masyarakat.
C. Hubungan Hukum dan Masyarakat
Sebuah perbincangan yang hingga kini tak juga kunjung putus adalah soal fungsi
hukum dalam masyarakat. Pandangan pertama adalah pandangan yang melihat hukum
sebagai ekspresi kolektif suatu masyarakat, dan karena itu hasil penggambarannya secara
konseptual akan melahirkan konsep hukum sebagai bagian dari elemen kultur ideal.
Pandangan yang kedua adalah pandangan yang melihat hukum benar-benar sebagai
instrumen, dan karena itu hasil penggambarannya secara konseptual akan banyak
menghasilkan persepsi bahwa hukum adalah bagian dari teknologi yang lugas; atau
meminjam kata-kata Rouscoe Pound, hukum itu adalah “tool of social engineering“.23
Menurut Lawrence sebagaimana dikutip oleh Soetandyo, menyatakan bahwa
Hukum sebagai alat social engineering adalah ciri utama negara modern. Jeremy
Bentham (dalam Soetandyo) bahkan sudah mengajukan gagasan ini di tahun 1800-an,
tetapi baru mendapat perhatian serius setelah Roscoe Pound memperkenalkannya sebagai
suatu perspektif khusus dalam disiplin sosiologi hukum. Roscoe Pound minta agar para
ahli lebih memusatkan perhatian pada hukum dalam praktik (law in actions), dan jangan
hanya sebagai ketentuan-ketentuan yang ada dalam buku (law in books). Hal itu bisa
dilakukan tidak hanya melalui undang-undang, peraturan pemerintah, keppres, dll tetapi
juga melalui keputusan-keputusan pengadilan. Pembangunan Hukum Dewasa ini jumlah
eksponen pendukung ide “law as a tool of social engineering” kian bertambah.
Perkembangan yang disebut Geertz (dalam Soetandyo) sebagai perkembangan “from old
society to new state” memang telah menyuburkan tekad-tekad untuk menggerakkan
segala bentuk kemandegan dan untuk mengubah segala bentuk kebekuan, baik lewat
cara-cara revolusioner yang ekstra legal maupun lewat cara-cara yang bijak untuk
menggunakan hukum sebagai sarana perubahan sosial. Menurut Soetandyo hal ini
berimplikasi para banyaknya praktisi yang berminat untuk memikirkan strategi-strategi
perubahan yang paling layak untuk ditempuh dan untuk merekayasa ius constituendum
apa yang sebaiknya segera dirancangkan dan diundangkan sebagai langkah
implementasinya. Sedangkan para teoritisnya banyak berminat untuk mendalami studi-
studi tentang keefektifan hukum guna menemukan determinan-determinan (paling)
penting yang perlu diketahui untuk mengfungsionalkan hukum sebagai sarana
pembangunan.24
Manifestasi Rekayasa Sosial dalam Pembentukan Undang-Undang Dalam salah
satu artikelnya, Paramita menyatakan bahwa perundang-undangan ialah suatu gejala yang
relatif kompleks yang proses pembentukannya melibatkan berbagai faktor

23
Ida Ayu Windari Khusuma, Kajian Sosiologi Hukum dalam Masyarakat, Majalah Ilmiah Untab, Vol. 17 No. 2
September 2020, hlm. 119-121.
24
Loc.cit.
kemasyarakatan lainnya. Pembentukan peraturan perundang-undangan adalah upaya
merealisasikan tujuan tertentu, dalam arti mengarahkan, mempengaruhi, pengaturan
perilaku dalam konteks kemasyarakatan yang dilakukan melalui dan dengan
bersaranakan kaidah-kaidah hukum yang diarahkan kepada perilaku warga masyarakat
atau badan pemerintahan, sedangkan tujuan tertentu yang ingin direalisasikan pada
umumnya mengacu pada idea atau tujuan hukum secara umum, yaitu perwujudan
keadilan, ketertiban dan kepastian hukum. Membentuk undang-undang juga berarti
menciptakan satu sumber hukum yang akan mengatur hak-hak dan kewajiban dari semua
pihak yang terkait dengan pelaksanaan undang-undang tersebut.25
Berbeda dengan pandangan Paramita, mazhab fungsional atau biasa disebut
mazhab sosiologik hukum (sociology of law) melalui tokohnya Roscoe Pound (dalam
Satjipto) yang berpendapat bahwa hukum itu lebih dari sekadar himpunan norma-norma
yang abstrak atau ordo-hukum. Namun, hukum merupakan satu proses untuk
menyeimbangkan kepentingan-kepentingan yang berlawanan dan memberikan jaminan,
kepastian kepuasan kepada masyarakat. Analogi dari pemahaman hukum yang demikian
itulah yang oleh Pound disebutkan sebagai rekayasa social (social engineering). Perlu
diperhatikan juga sebelumnya bahwa suatu peraturan atau hukum baru dapat dikatakan
baik apabila memenuhi tiga syarat menurut teori Radbruch, yaitu secara filosofis dapat
menciptakan keadilan, secara sosiologis bermanfaat dan secara yuridis dapat menciptakan
kepastian. Sedangkan menurut Pound suatu undangundang harus berfungsi sebagai “tool
of social control “ dan “tool of social engineering”.26
Hukum yang berlaku mempunyai tujuan. Tujuan hukum itu dapat tercapai, jika
hukum itu dapat berfungsi dalam masyarakat. Adapun fungsi dari hukum menurut
Achmad Ali, adalah27:
1. Fungsi hukum sebagai “a Tool of Social Control”
Fungsi hukum sebagai social control bertujuan untuk memberikan suatu batasan
tingkah laku masyarakat yang menyimpang dan akibat yang harus diterima dari
penyimpangan itu. Misalnya membuat larangan-larangan, tuntutan ganti rugi dan
sebagainya. Penggunaan hukum sebagai sarana social control dapat berarti hukum

25
Loc.cit.
26
Loc.cit.
27
Tuti Haryanti, Hukum dan Masyarakat, Jurnal Tahkim Vol. X No. 2, Desember 2014, hlm. 162-163.
mengontrol tingkah laku masyarakat, maksudnya bahwa hukum berfungsi
memberikan batasan tingkah laku warga masyarakat yang dianggap menyimpang dari
aturan hukum.
2. Fungsi Hukum sebagai “a Tool of Engineering”
Fungsi ini sebagai sarana perekayasa social yaitu mengubah masyarakat dengan
menciptakan perubahan-perubahan dalam masyarakat menuju kemajuan yang
terencana, artinya untuk menata kembali kehidupan masyarakat secara secara
terencana sesuai dengan tujuan pembangunan.
3. Fungsi Hukum sebagai Simbol
Fungsi ini dimaksudkan untuk menyederhanakan rangkaian tindakan atau
peristiwa tertentu, sehingga mudah diperoleh pengertian yang bersifat umum.
Penyimbolan yang dilakukan oleh hukum, jelas akan memudahkan baik oleh para
pelaksananya maupun masyarakat untuk saling mamahami tentang makna suatu
peristiwa yang terjadi dalam interaksi warga masyarakat.
4. Fungsi Hukum sebagai “a political instrument”, Fungsi hukum sebagai sarana politik
adalah untuk memperkokoh kekuasaan politik atau mengefektifkan pelaksanaan
kekuasaan negara. Melihat fungsi tersebut, menunjukkan keberadaan hukum tertulis
yang dibuat secara procedural. Keberadaan hukum dan politik dalam kenyataannya
memang tidak mungkin dapat dipisahkan, karena keberadaan hukum sebagai kaidah
tertulis merupakan pesan pesan politik politik, tetapi setelah ditetapkan
pemberlakuannya, tidak boleh lagi ditafsirkan secara politik yang bermuatan
kepentingan, api harus ditafsirkan secara yuridis.
5. Fungsi Hukum Sebagai Integrator Fungsi hukum ini untuk mengurangi konflik yang
terjadi dan memperlancar proses interaksi pergaulan social. Artinya hukum menjadi
sarana untuk menciptaan keserasian berbagai kepentingan masyarakat, sehingga
proses pergaulan hidup berlangsung dengan tertib dan lancar.
Secara teoretis, ketaatan masyarakat terhadap hukum akan mempengaruhi
keberlakuan hukum. Keberlakuan hukum itu sendiri disebabkan dua hal. Pertama, orang
mentaati hukum dikarenakan terpaksa karena takut dijatuhi sanksi. Keberlakuan yang
demikian disebut keberlakuan secara normatif. Kedua, orang mentaati hukum
dikarenakan menyadari akan manfaat hukum. Keberlakuan yang demikian disebut
keberlakuan hukum secara sosiologis. Dari kedua macam keberlakuan hukum tersebut,
keberlakuan hukum secara sosiologis yang sangat diharapkan dalam mewujudkan
kebermaknaan hukum dalam kehidupan masyarakat. Keberlakuan hukum secara
sosiologis sangat dipengaruhi oleh kesadaran hukum masyarakat, sedangkan kesadaran
hukum masyarakat dipengaruhi oleh pemahaman akan hukum, dan pemahaman hukum
dipengaruhi oleh pengetahuan hukum.28

28
Rossefendi, Hubungan Korelatif Hukum dan Masyarakat Ditinjau dari Perspektif Sosiologi Hukum, Jurnal Al-
Imarah Vol. 3, No. 2, 2018, hlm. 196.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perkembangan ilmu hukum dari awal terbagi menjadi beberapa periodeisasi yaitu:
1. Masa klasik, semuanya dimulai di negeri Yunani Kuno. Pada masa klasik
pembahasan hukum mengenai baik dan benar menurut ketuhanan.
2. Masa Yunani Kuno. Pada masa ini masih menganut faham ketuhanan. Namun sedikit
demi sedikit rasionalitas juga dikembangkan. \.
3. Masa Romawi Kuno. Masa ini ilmu hukum berkembang kearah praktis. Banyak ahli
hukum dan profesi hukum yang muncul. Berbagai ndang-undang dibentuk.
4. Masa abad pertengahan. Pada masa ini didominasi oleh faham-faham kethanan,
terutama dominasi agama Kristen dan Islam dalam pelaksanaan Hukum,
5. Masa Renaisance. Masa ini masih dipengaruhi hukum ketuhanan, namun banyak
pemikiran filsafat kembali berkembang.
6. Masa Aufklarung. Pada zaman ini berkembang hukum positif.
7. Masa Hukum Positif. Hukum positif berkembang pesat, namun banyak juga aliran
baru yang muncul.
8. Masa modern. Hukum mulai berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat.
Dan hukum muncul menjawab gejala sosial di masyarakat.
Hukum dan sosiologi (ilmu tentang masyarakat) saling berkaitan. Pandangan
pertama adalah pandangan yang melihat hukum sebagai ekspresi kolektif suatu
masyarakat. Pandangan yang kedua adalah pandangan yang melihat hukum benar-
benar sebagai instrument.
B. Kritik dan Saran
Sebagai seorang mahasiswa yang baik setelah mengetahui perkembangan ilmu
hukum dan hubungannya dengan sosiologi diharapkan dapat bersikap bijak dalam
melihat hukum dan bisa menganalisis hubungannya dengan masyarakat. Penulis sadari
bahwa makalah ini masih belum sempurna. Referensi-referensi yang penulis gunakan
masih terlalu sedikit dan pemaparan materinya yang kurang. Oleh karena itu, penulis
harapkan kritik dan saran dari para pembaca makalah agar makalah inimenjadi lebih baik
untuk kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

Anshori, Abdul Ghofur. 2009. Filsafat Hukum. (Yogyaarta: Gajah Mada University Press)
Darusman, M Yoyon dan Bambang Wiyono. 2019. Teori dan Sejarah Perkembangan Hukum,
(Tangerang: UNPAM Press)
Faisal. 2016. Hukum Modern dan Proses Penaklukan, Jurnal Hukum Progresif: Volume X No.2.
Haryanti. 2014. Tuti Hukum dan Masyarakat, Jurnal Tahkim Vol. X No. 2.
Khusuma, Ida Ayu Windari, 2020. Kajian Sosiologi Hukum dalam Masyarakat, Majalah Ilmiah
Untab, Vol. 17 No. 2.
Modul belajar mandiri. Sosiologi sebagai ilmu pengetahuan.
Rasyidi, Lili. 1995. Filsafat Hukum, Mazhab dan Refleksinya. (Bandung: Remaja Rosdakarya)
Rossefendi. 2018. Hubungan Korelatif Hukum dan Masyarakat Ditinjau dari Perspektif Sosiologi
Hukum, Jurnal Al- Imarah Vol. 3, No. 2.
Starke, J.G. 2001. Hukum Internasional 1/ (Jakarta: Sinar Grafika)
Suteki. 2016. Perkembangan Ilmu Hukum dan Implikasinya. Sriwijaya Law Conference: Dari
Riset Menuju Advokasi.
Wignjosoebroto, Soetandyo. 1994. Dari Hukum Kolonial ke Hukum Nasional: Dinamika
Sosial dalam Perkembangan Hukum di Indonesia (Jakarta: Rajawali Press)
PUTUSAN
Vina ma’rifatika tidak melakukan presentasi pada hari kamis, 9 Juni 2022. Dengan alasan
sedang mengikuti sidang pengadilan dalam rangka mengikuti kegiatan PPL. Namun, Vina
Ma’rifatika masih mengerjakan Makalah dan PPT yang ditugaskan. Presentasi merupakan syarat
kelulusan dalam mata kuliah sosiologi hukum, sehingga jika tidak melakukan presentasi dapat
menyebabkan tidak lulus dalam mata kuliah ini. Vina Ma’rifatika seharusnya tahu hal tersebut,
dikarenakan merupakan salah satu kontrak belajar dalam mata kuliah ini.
Vina Ma’rifatika tidak ada i’tikad untuk izin dalam persidangan agar bisa melakukan
presentasi pada saat tersebut dan lebih memprioritaskan kegiatan PPL. Dia juga tidak izin secara
langsung kepada bapak Sahidin selaku dosen pengampu, dan malah membiarkan teman
sekelompoknya yang meminta izin kepada Bapak Saifuddin. Tidak jelas apakah Vina sendiri
yang meminta kepada teman sekelompoknya untuk izin kepada dosen, ataukah inisiatif daripada
teman-temannya sendiri. Menurut penulis sendiri berdasarkan pengalaman menjadi mahasiswa,
hal ini biasanya inisiatif teman-temannya sendiri dengan alasan seingat penulis teman-teman
sekelompoknya tidak menyebutkan bahwasanya Vina meminta izin, akan tetapi hanya
menyebutkan bahwasanya dia sedang melaksanakan PPL.
Namun, menurut penulis Vina dalam kaitannya dengan kasus ini, bukan semata-mata
tidak ingin melaksanakan presentasi. Tetapi, dia hanya tidak terpikiran untuk izin secara
langsung dengan dosen dan tidak terpikirkan untuk izin dalam sidang yang dilaksanakan
pengadilan. Kemungkinan besar juga lupa dengan kontrak belajar mengenai syarat kelulusan
mata kuliah ini dengan mengharuskan presentasi. Pertimbangan-pertimbangan yang ada diakhir
tulisan penulis ini, penulis rasa merupakan hal-hal yang dapat meringankan Vina. Apalagi,
dengan hanya satu kesalahan saja dibandingkan dengan tugas-tugas yang telah Vina lakukan
sebelumnya bisa dijadikan pertimbangan lebih lanjut. Mengulang mata kuliah merupakan salah
satu kegiatan yang berat bagi seorang mahasiswa, ditambah hal tersebut akan memakan waktu
lebih banyak, tenaga lebih banyak, bahkan dapat memakan biaya lebih yang seharusnya bisa
digunakan mahasiswa semester akhir untuk tugas akhir. Menurut penulis sendiri, Vina
Ma’rifatika lebih cocok untuk diberikan tugas tambahan, berupa membuat video presentasi untuk
menutupi kesalahannya.

Anda mungkin juga menyukai