Oleh :
NIM : 21709164
Kelas : VI B
FAKULTAS HUKUM
KENDARI
2020
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. Yang Maha Kuasa atas segala
limpahan rahmat, taufik serta Hidayahnya, sehingga saya pribadi dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul tentang “Perkembangan Filsafat Hukum
Pada Zaman Yunani Kuno ,Pada Zaman Romawi dan Abad Pertengahan” ini
dengan baik, sebagai syarat untuk memenuhi Tugas dalam mata kuliah Filsafat
Hukum.
Makalah ini disusun dari berbagai macam referensi khususnya literatur buku
Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah Karya Theo Hujbers dan bantuan dari
berbagai pihak, dan saya juga menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini
masih banyak mengalami kekurangan. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik
serta saran dari semua pembaca agar terciptanya makalah ini lebih baik lagi.
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul.....................................................................................................i
Kata Pengantar.....................................................................................................ii
Daftar isi...............................................................................................................iii
Bab I Pendahuluan...............................................................................................1
Bab II Pembahasan..............................................................................................3
3.1 Kesimpulan...................................................................................................10
3.2 Saran.............................................................................................................10
Daftar Pustaka......................................................................................................12
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Filsafat Hukum tidak mencari arti salah satu hukum yang konkret, melainkan
arti hukum sebagai hukum. Pertanyaan-pertanyaan yang timbul disini ialah
sebagai berikut. Apakah hukum itu? Apakah hukum itu sama dengan tatahukum?
Ataukah terdapat kaidah-kaidah lain yang tidak ditentukan manusia, yang
berfungsi sebagai dasar tatahukum? Apakah terdapat hukum yang tidak adil? Apa
artinya keadilan itu? Selanjutnya: setiap orang yakin, bahwa hukum harus ditaati,
asal hukum itu betul-betul merupakan hukum. Timbul pertanyaan: dari manakah
keharusan itu? Karena kewajiban etism walaupun menjadi pertanyaan pula dalam
ilmu hukum, sesungguhnya merupakan pokok pelajaran filsafat Hukum.2
1
Theo Hujjbers, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah (Yogyakarta : Kanisius, 1982), hlm. 11
2
Theo Hujjbers, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah (Yogyakarta : Kanisius, 1982), hlm. 12
1
dahulu. Akan tetapi dalam pendekatan ini hanya dipentingkan apa yang cocok
dengan tema yang dibahas, sehingga dapat dikatakan bahwa dalam filsafat hukum
pemikiran-pemikiran zaman dulu hanya dipersoalkan secara tematis, yakni dalam
rangka pemikiran tema-tema hukum sekarang.3
3
Theo Hujjbers, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah (Yogyakarta : Kanisius, 1982), hlm. 13
2
BAB II
PEMBAHASAN
Pada Abad VI dan V sebelum Masehi belum ada negara Yunani, akan tetapi
terdapat kota-kota yang sudah mempunyai hidup menegara yang teratur, seperti
Milete, Athena, Sparta dll. Kota-kota itu kadang-kadang tergabung satu sama lain
dalam suatu perserikatan kota, tetapi kota masing-masing tetap berdaulat. Maka
kota (polis) pada zaman itu bertepatan dengan negata. Dalam kota-kota semacam
itu, terutama di Athena timbulah pikiran tentang negara dan hukum sebagaimana
dialami orang-orang dalam kota itu sendiri. Tujuan pikiran itu ialah memeriksa
situasi yang mereka hadapi dan mencari garis-garis kebijaksanaan dalam
membentuk suatu negaara yang baik dan hukum yang sesuai dengan kebutuhan
dan cita-cita warganegara.4
Berbicara sejarah tidak akan terlepas dari dimensi waktu, karena waktu yang
sangat menentukan terjadinya sejarah, yaitu dimensi waktu yang terdiri waktu
pada masa lampau, sekarang, dan masa depan. Hal ini berlaku juga pada saat
membicarakan sejarah perkembangan filsafat hukum yang diawali dengan zaman
Yunani (Kuno).
3
justru ditampilkan yang terang sesuai akal budi (logos) manusia. Ternyata
pandangan religius ini terjalin dengan segi kehidupan spritual dan rasional.5
Pada zaman Yunani hiduplah kaum bijak yang disebut atau dikenal dengan
sebutan kaum Sofis. Kaum sofis inilah yang berperan dalam perkembangan
sejarah filsafat hukum pada zaman Yunani. Tokoh-tokoh penting yang hidup pada
zaman ini, antara lain: Anaximander, Herakleitos, Parmenides, Socrates, Plato,
dan Aristoteles.Para filsuf alam yang bernama Anaximander (610-547 SM),
Herakleitos (540-475 SM), dan Parmenides (540-475 SM) tetap meyakini adanya
keharusan alam ini.Untuk itu diperlukan keteraturan dan keadilan yang hanya
dapat diperoleh dengan nomos yang tidak bersumber pada dewa
tetapi logos (rasio). Anaximander berpendapat bahwa keharusan alam dan hidup
kurang dimengerti manusia.Tetapi jelas baginya, bahwa keteraturan hidup
bersama harus disesuaikan dengan keharusan alamiah. Apabila hal ini terjadi,
maka timbullah keadilan (dike).
Kondisi masyarakat pada saat kaum sofis ini hidup sudah terkonsentrasi ke
dalam polis-polis. Kaum sofis tersebut menyatakan bahwa rakyat yang berhak
menentukan isi hukum, dari sini mulai dikenal pengertian demokrasi, karena
dalam negara demokrasi peranan warga negara sangat besar pengaruhnya dalam
membentuk undang-undang. Dengan kata lain, kaum sofis tersebut berpendapat
5
Theo Hujjbers, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah (Yogyakarta : Kanisius, 1982), hlm. 19
4
bahwa kebenaran objektif tidak ada, yang ada hanyalah kebenaran subjektif,
karena manusialah yang menjadi ukuran untuk segala-galanya.
Tetapi Socrates tidak setuju dengan pendapat yang demikian ini. Socrates
berpendapat bahwa hukum dari penguasa (hukum negara) harus ditaati, terlepas
dari hukum itu memiliki kebenaran objektif atau tidak. Ia tidak menginginkan
terjadinya anarkisme, yakni ketidakpercayaan terhadap hukum. Ini terbukti dari
kesediaannya untuk dihukum mati, sekalipun ia meyakini bahwa hukum negara
itu salah. Dalam mempertahankan pendapatnya, Socrates menyatakan bahwa
untuk dapat memahami kebenaran objektif orang harus memiliki
pengetahuan (theoria).Pendapat ini dikembangkan oleh Plato murid dari Socrates.
Kaum Sofis memulai kegiatannya pada abad V sebelum Masehi mereka itu
adalah orang yang terpelajar, yang berkeliling di polis-polis negeri Yunani untuk
mengajar pemuda-pemuda yang ingin memainkan peranan dalam politik
negaranya. Pada abad V itu kebanyakan polis Yunani sudah mendapat bentuknya
yang demokratis. Artinya sejak abad itu polis bukan lagi kepentinfan para sesepuh
6
Deddy Hermawan, “Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah”, diakses dari
https://deddyhermawan08.wordpress.com/2015/02/16/filsafat-hukum-dalam-lintasan-sejarah/,
Pada tanggal 27 Mei 2020 Pukul 12.54 WITA
5
(res particia), melainkan telah menjadi kepentingan umum (res publica). Orang-
orang yang mewakili rakyat memperhatikan kepentingan umum.7
Hukum yang harus ditaati dibagi menjadi dua, yakni hukum alam dan hukum
positif. Dari gagasan Aristoteles ini, pengertian hukum alam dan hukum positif
muncul, kedua hukum tersebut memiliki pengertian yang berbeda. Menurut
Aristoteles, hukum alam ditanggapi sebagai suatu hukum yang selalu berlaku dan
di mana-mana, karena hubungannya dengan aturan alam, sehingga hukum tidak
pernah berubah, lenyap dan berlaku dengan sendirinya.Hukum alam berbeda
dengan hukum positif yang seluruhnya tergantung pada ketentuan
manusia.Misalnya, hukum alam menuntut sumbangan warga negara bagi
kepentingan umum, jenis dan besarnya sumbangan ditentukan oleh hukum positif,
yakni undang-undang negara, yang baru berlaku setelah ditetapkan dan
diresmikan isinya oleh instansi yang berwibawa.
Pada zaman Yunani (Kuno) muncul masa Hellenisme. Pada masa ini
keemasan kebudayaan Yunani masih sangat terasa. Tokoh yang berjasa pada
pengembangan kebudayaan Yunani pada saat itu adalah Iskandar Agung (356
SM-323 SM) DARI Macedonia yang merupakan salah satu murid Aristoteles .
pada masa Hellenisme ini terdapat tiga aliran filsafat yang menonjol yaitu
dipelopori oleh aliran Epikurisme yang diritis oleh filsuf Epikuros (341-270 SM),
Stoisisme dirintis oleh Zeno (336-264 SM) yang berasal dari kata Stoa, dan
Neoplatonisme yang dirintis oleh Plotios ( 206-269 ) . Semua aliran ini
menekankan filsafatnya pada bidang etika. Meskipun demikian, dari Epikurisme
muncul konsep penting tentang undang-undang (hukum posistif) yang
mengakomodasi kepentingan individu sebagai perjanjian antar individu, sehingga
pemikiran dari penganut Epikurisme merupakan embrio dari teori perjanjian
masyarakat.
6
hukum adalah keadilan menurut logos, bukan menurut hukum positif. Sehingga
ketaatan menurut hukum positif baru dapat dilakukan sepanjang hukum positif
sesuai dengan hukum alam.
8
Deddy Hermawan, “Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah”, diakses dari
https://deddyhermawan08.wordpress.com/2015/02/16/filsafat-hukum-dalam-lintasan-sejarah/,
pada tanggal 27 Mei 2020 Pukul 12.54 WITA
9
Theo Hujjbers, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah (Yogyakarta : Kanisius, 1982), hlm. 32
7
3.3 Perkembangan Filsafat Hukum Pada Abad Pertengahan
Abad Pertengahan berlangsung selama seribu tahun. Abad ini adalah suatu
zaman baru yang ditandai dengan penyebaran ajaran agama-agama besar yakni
Kristen dan Islam di belahan Eropa dan Timur Tengah. Agama Kristen menyebar
dari Timur Tengah ke seluruh Eropa sejak abad 5 M sementara agama Islam
tersebar dari Timur Tengah ke Afrika dan Eropa Selatan sejak abad 7, namun
tidak menyentuh Byzantium sampai tahun 1453. Perkembangan dua agama
tersebut sangat berpengaruh terhadap seluruh pandangan hidup bangsa-bangsa itu
termasuk juga pandangan tentang hukum.
10
Antonius Cahyadi, E. Fernando M. Manullang, “Pengantar ke filsafat hukum”( Jakarta : Elex
Media Komputindo, 2007), hlm.29
11
Nurasiah FakihSutan Hrp MA, “Filsafat Hukum Barat dan Alirannya”, (Medan : Utul ‘Ilma
Publishing, 2010), hlm.40
8
Selama Abad Pertengahan tolok ukur segala pikiran orang adalah kepercayaan
bahwa aturan semesta alam telah ditetapkan oleh Allah Sang Pencipta. Sesuai
dengan kepercayaan itu hukum dipandang sebagai suatu aturan yang berasal dari
Allah. Manusia sebenarnya hanya memiliki andil dalam mencocokkan kebiasaan
mereka dan menerapkan aturan yang ditetapkan.12
Tokoh-tokoh filsafat hukum yang hidup di zaman ini, antara lain Augustinus
(354-430) dan Thomas Aquino/Thomas Aquinas (1225-1275). Dalam
perkembangannya, pemikiran para filsuf di zaman pertengahan tidak terlepas dari
pengaruh filsuf pada zaman Yunani, misalnya saja Augustinus mendapat
pengaruh dari Plato tentang hubungan antara ide-ide abadi dengan benda-benda
duniawi. Tentu saja pemikiran Augustinus bersumber dari Tuhan atau Budi Allah
yang diketemukan dalam jiwa manusia.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
12
Nurasiah FakihSutan Hrp MA, “Filsafat Hukum Barat dan Alirannya”, (Medan : Utul ‘Ilma
Publishing, 2010), hlm.39
9
Filsafat Hukum berkembang dari masa ke masa, namun semua saling
bertumpu dari pemahanan dari masa sebelumnya dalam mengembangkan
pemikiran tentang filsafat hukum.
Pemikiran dari hukum kodrat tersebut direduksi oleh pemikir pada abad
pertengahan, itu pada abad ke-19 dimana pemikiran mengenai positivisme
berkembang, sehingga dapat dikatakan dalam abad ke-19 merupakan kebangkitan
dan keagungan dari kaum positivisme. Menurut kaum positivisme apa yang
dikatakan oleh undang-undang adalah hukum, sehingga diluar undang-undang
tidak dianggap sebagai hukum. Positivisme menolak campur tangan diluar
hukum, sehingga aliran ini menghendaki dilepasnya pengaruh metayuridis di
dalam hukum. Hukum harus dibebaskan dari pengaruh-pengaruh non yuridis.
Sehingga tidak ada penafsiran terhadap undang-undang, dengan mengejar
kepastian hukum dari bunyi undang-undang.
3.2 Saran
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat banyak
kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah
tersebut dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang membangun
dari para pembaca.
10
DAFTAR PUSTAKA
Fakih Sutan, Nurasiah. 2010. Filsafat Hukum Barat dan Alirannya. Medan: U’tul
Ilma Publishing
11