Anda di halaman 1dari 14

FILSAFAT HUKUM

( Perkembangan Filsafat Hukum Pada Zaman Yunani Kuno ,Pada Zaman


Romawi dan Abad Pertengahan)

Oleh :

Nama : MUHAMMAD AKBAR AIDIN

NIM : 21709164

Kelas : VI B

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KENDARI

KENDARI

2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. Yang Maha Kuasa atas segala
limpahan rahmat, taufik serta Hidayahnya, sehingga saya pribadi dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul tentang “Perkembangan Filsafat Hukum
Pada Zaman Yunani Kuno ,Pada Zaman Romawi dan Abad Pertengahan” ini
dengan baik, sebagai syarat untuk memenuhi Tugas dalam mata kuliah Filsafat
Hukum.

Makalah ini disusun dari berbagai macam referensi khususnya literatur buku
Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah Karya Theo Hujbers dan bantuan dari
berbagai pihak, dan saya juga menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini
masih banyak mengalami kekurangan. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik
serta saran dari semua pembaca agar terciptanya makalah ini lebih baik lagi.

Kendari, 27 Mei 2020

MUHAMMAD AKBAR AIDIN

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul.....................................................................................................i

Kata Pengantar.....................................................................................................ii

Daftar isi...............................................................................................................iii

Bab I Pendahuluan...............................................................................................1

1.1 Latar Belakang.............................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah........................................................................................2

Bab II Pembahasan..............................................................................................3

2.1 Perkembangan Filsafat Hukum Pada Zaman Yunani...................................3


2.2 Perkembangan Filsafat Hukum Pada Zaman Romawi.................................7
2.3 Perkembangan Filsafat Hukum Pada Abad Pertengahan.............................8

Bab III Penutup....................................................................................................10

3.1 Kesimpulan...................................................................................................10
3.2 Saran.............................................................................................................10

Daftar Pustaka......................................................................................................12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut arti kata filsafat adalah suatu kebijaksanaan hidup (filosofia).


Definisi filsafat ialah suatu pengetahuan metodis dan sistematis, yang melalui
jalan refleksi hendak menangkap makna yang hakiki dari hidup dan dari gejala-
gejala hidup sebagai bagian daripadanya. Gejala yang diselidiki dalam buku
Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah oleh Theo Hujbers ini ialah hukum. Arti
Hukum sudah jelas dari pengalaman hidup biasa, Hukum ditemukan sebagai
gejala dalam hidup bersama manusia guna mengatur hidup bersama itu, baik
dalam hubungan-hubungan publik, maupun dalam hubungan-hubungan privat.
Hukum itu muncul dalam bentuk peraturan-peraturan yang menentukan hak dan
kewajiban orang. Kekuasaan dalam negara membentuk hukum itu dan menjamin
agar hukum itu ditaati. Bila terdapat orang yang tidak taat pada aturan hukum,
maka mereka dijatuhi hukuman..1

Filsafat Hukum tidak mencari arti salah satu hukum yang konkret, melainkan
arti hukum sebagai hukum. Pertanyaan-pertanyaan yang timbul disini ialah
sebagai berikut. Apakah hukum itu? Apakah hukum itu sama dengan tatahukum?
Ataukah terdapat kaidah-kaidah lain yang tidak ditentukan manusia, yang
berfungsi sebagai dasar tatahukum? Apakah terdapat hukum yang tidak adil? Apa
artinya keadilan itu? Selanjutnya: setiap orang yakin, bahwa hukum harus ditaati,
asal hukum itu betul-betul merupakan hukum. Timbul pertanyaan: dari manakah
keharusan itu? Karena kewajiban etism walaupun menjadi pertanyaan pula dalam
ilmu hukum, sesungguhnya merupakan pokok pelajaran filsafat Hukum.2

Terdapat dua macam cara untuk mempersoalkan secara filsafati pertanyaan-


pertanyaan yang disebut diatas. Pertama-tama dapat dipersoalkan arti hukum
menurut padangan zaman sekarang. Inilah tugas ahli-ahli filsafat hukum pada
zaman yang lampau. Oleh karena itu dalam membahas arti hukum sekarang para
ahli filsafat hukum sering kembali kepada pemikiran-pemikiran dari zaman

1
Theo Hujjbers, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah (Yogyakarta : Kanisius, 1982), hlm. 11
2
Theo Hujjbers, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah (Yogyakarta : Kanisius, 1982), hlm. 12

1
dahulu. Akan tetapi dalam pendekatan ini hanya dipentingkan apa yang cocok
dengan tema yang dibahas, sehingga dapat dikatakan bahwa dalam filsafat hukum
pemikiran-pemikiran zaman dulu hanya dipersoalkan secara tematis, yakni dalam
rangka pemikiran tema-tema hukum sekarang.3

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimanakah sejarah perkembangan filsafat hukum pada zaman Yunani
Kuno?
b. Bagaimanakah sejarah perkembangan filsafat hukum pada zaman
Romawi?
c. Bagaimanakah sejarah perkembangan filsafat hukum pada zaman Abad
Pertengahan?

3
Theo Hujjbers, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah (Yogyakarta : Kanisius, 1982), hlm. 13

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Perkembangan Filsafat Hukum Pada Zaman Yunani Kuno

Pada Abad VI dan V sebelum Masehi belum ada negara Yunani, akan tetapi
terdapat kota-kota yang sudah mempunyai hidup menegara yang teratur, seperti
Milete, Athena, Sparta dll. Kota-kota itu kadang-kadang tergabung satu sama lain
dalam suatu perserikatan kota, tetapi kota masing-masing tetap berdaulat. Maka
kota (polis) pada zaman itu bertepatan dengan negata. Dalam kota-kota semacam
itu, terutama di Athena timbulah pikiran tentang negara dan hukum sebagaimana
dialami orang-orang dalam kota itu sendiri. Tujuan pikiran itu ialah memeriksa
situasi yang mereka hadapi dan mencari garis-garis kebijaksanaan dalam
membentuk suatu negaara yang baik dan hukum yang sesuai dengan kebutuhan
dan cita-cita warganegara.4

Berbicara sejarah tidak akan terlepas dari dimensi waktu, karena waktu yang
sangat menentukan terjadinya sejarah, yaitu dimensi waktu yang terdiri waktu
pada masa lampau, sekarang, dan masa depan. Hal ini berlaku juga pada saat
membicarakan sejarah perkembangan filsafat hukum yang diawali dengan zaman
Yunani (Kuno).

Di Yunani alam pikiran kuno ditandai suatu semangat religius yang


mendalam. Dapat dibedakan antara dua aliran religi yang saling bertentangan.
Aliran yang pertama ialah aliran religi primitif. Dalam religi ini orang yang
memandang semesta alam sebagai suatu kekuasaan yang mengancam manusia.
Maka perlu orang yang menghadapi alam itu sebagai sesuatu yang penuh misteri,
sesuatu yang sakral. Hidup manusia terkandung dalam alam ini dan karena itu
merupakan bagian dari misteri itu juga. Seperti alam sendiri kehidupan manusia
berjalan terus tanpa diketahui jalannya semata-mata dibawah kekuasaan nasib
(anangke). Ternyata pandangan religius ini berkaitan dengan segi material hidup.
Terdapat suatu aliran religi yang lain dalam religi dewa-dewi Olimpus (Dewa-
Dewi ini ialah Zeus, Apollo, Athena, Aphrodite). Aliran ini lebih muda daripada
aliran yang disebut tadi. Dalam aliran ini tidak diutamakan yang gelap, tetapi
4
Theo Hujjbers, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah (Yogyakarta : Kanisius, 1982), hlm. 18

3
justru ditampilkan yang terang sesuai akal budi (logos) manusia. Ternyata
pandangan religius ini terjalin dengan segi kehidupan spritual dan rasional.5

Pandangan hidup yang terkandung dalam kedua aliran ini sangat


mempengaruhi filsafat Yunani, terutama filsafat tentang manusia. Manusia terdiri
atas dua bagian , bagian yang gelap, yakni materi atau badan, dan bagian yang
terang, yakni roh atau jiwa. Badan berasal dari dunia, roh dari yang ilahi, dari
surga.

Pada zaman Yunani hiduplah kaum bijak yang disebut atau dikenal dengan
sebutan kaum Sofis. Kaum sofis inilah yang berperan dalam perkembangan
sejarah filsafat hukum pada zaman Yunani. Tokoh-tokoh penting yang hidup pada
zaman ini, antara lain: Anaximander, Herakleitos, Parmenides, Socrates, Plato,
dan Aristoteles.Para filsuf alam yang bernama Anaximander (610-547 SM),
Herakleitos (540-475 SM), dan Parmenides (540-475 SM) tetap meyakini adanya
keharusan alam ini.Untuk itu diperlukan keteraturan dan keadilan yang hanya
dapat diperoleh dengan nomos yang tidak bersumber pada dewa
tetapi logos (rasio). Anaximander berpendapat bahwa keharusan alam dan hidup
kurang dimengerti manusia.Tetapi jelas baginya, bahwa keteraturan hidup
bersama harus disesuaikan dengan keharusan alamiah. Apabila hal ini terjadi,
maka timbullah keadilan (dike).

Sementara itu, Herakleitos berpandangan bahwa hidup manusia harus sesuai


dengan keteraturan alamiah, tetapi dalam hidup manusia telah digabungkan
dengan pengertian-pengertian yang berasal dari logos. Sedangkan Parmenides
sudah melangkah lebih jauh lagi.Ia berpendapat bahwa logos membimbing arus
alam, sehingga alam dan hidup mendapat suatu keteraturan yang terang dan tetap.

Kondisi masyarakat pada saat kaum sofis ini hidup sudah terkonsentrasi ke
dalam polis-polis. Kaum sofis tersebut menyatakan bahwa rakyat yang berhak
menentukan isi hukum, dari sini mulai dikenal pengertian demokrasi, karena
dalam negara demokrasi peranan warga negara sangat besar pengaruhnya dalam
membentuk undang-undang. Dengan kata lain, kaum sofis tersebut berpendapat

5
Theo Hujjbers, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah (Yogyakarta : Kanisius, 1982), hlm. 19

4
bahwa kebenaran objektif tidak ada, yang ada hanyalah kebenaran subjektif,
karena manusialah yang menjadi ukuran untuk segala-galanya.

Tetapi Socrates tidak setuju dengan pendapat yang demikian ini. Socrates
berpendapat bahwa hukum dari penguasa (hukum negara) harus ditaati, terlepas
dari hukum itu memiliki kebenaran objektif atau tidak. Ia tidak menginginkan
terjadinya anarkisme, yakni ketidakpercayaan terhadap hukum. Ini terbukti dari
kesediaannya untuk dihukum mati, sekalipun ia meyakini bahwa hukum negara
itu salah. Dalam mempertahankan pendapatnya, Socrates menyatakan bahwa
untuk dapat memahami kebenaran objektif orang harus memiliki
pengetahuan (theoria).Pendapat ini dikembangkan oleh Plato murid dari Socrates.

Plato berpendapat bahwa penguasa tidak memiliki theoria sehingga tidak


dapat memahami hukum yang ideal bagi rakyatnya, sehingga hukum ditafsirkan
menurut selera dan kepentingan penguasa.Oleh karena itu, Plato menyarankan
agar dalam setiap undang-undang dicantumkan dasar (landasan) filosofisnya.
Tujuannya tidak lain agar penguasa tidak menafsirkan hukum sesuai
kepentingannya sendiri. Pemikiran Plato inilah yang menjadi cerminan bayangan
dari hukum dan negara yang ideal.

Aristoteles, murid dari Plato tidak sependapat dengan Plato. Aristoteles


berpendapat bahwa hakikat dari sesuatu ada pada benda itu sendiri. Pemikiran
Aristoteles sudah membawa kepada hukum yang realistis. Menurut Aristoteles,
manusia tidak dapat hidup sendiri karena manusia adalah mahkluk yang
bermasyarakat (zoon politikon). Oleh karena itu, perlu ketaatan terhadap hukum
yang dibuat penguasa polis.6

Kaum Sofis memulai kegiatannya pada abad V sebelum Masehi mereka itu
adalah orang yang terpelajar, yang berkeliling di polis-polis negeri Yunani untuk
mengajar pemuda-pemuda yang ingin memainkan peranan dalam politik
negaranya. Pada abad V itu kebanyakan polis Yunani sudah mendapat bentuknya
yang demokratis. Artinya sejak abad itu polis bukan lagi kepentinfan para sesepuh

6
Deddy Hermawan, “Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah”, diakses dari
https://deddyhermawan08.wordpress.com/2015/02/16/filsafat-hukum-dalam-lintasan-sejarah/,
Pada tanggal 27 Mei 2020 Pukul 12.54 WITA

5
(res particia), melainkan telah menjadi kepentingan umum (res publica). Orang-
orang yang mewakili rakyat memperhatikan kepentingan umum.7

Hukum yang harus ditaati dibagi menjadi dua, yakni hukum alam dan hukum
positif. Dari gagasan Aristoteles ini, pengertian hukum alam dan hukum positif
muncul, kedua hukum tersebut memiliki pengertian yang berbeda. Menurut
Aristoteles, hukum alam ditanggapi sebagai suatu hukum yang selalu berlaku dan
di mana-mana, karena hubungannya dengan aturan alam, sehingga hukum tidak
pernah berubah, lenyap dan berlaku dengan sendirinya.Hukum alam berbeda
dengan hukum positif yang seluruhnya tergantung pada ketentuan
manusia.Misalnya, hukum alam menuntut sumbangan warga negara bagi
kepentingan umum, jenis dan besarnya sumbangan ditentukan oleh hukum positif,
yakni undang-undang negara, yang baru berlaku setelah ditetapkan dan
diresmikan isinya oleh instansi yang berwibawa.

Pada zaman Yunani (Kuno) muncul masa Hellenisme. Pada masa ini
keemasan kebudayaan Yunani masih sangat terasa. Tokoh yang berjasa pada
pengembangan kebudayaan Yunani pada saat itu adalah Iskandar Agung (356
SM-323 SM) DARI Macedonia yang merupakan salah satu murid Aristoteles .
pada masa Hellenisme ini terdapat tiga aliran filsafat yang menonjol yaitu
dipelopori oleh aliran Epikurisme yang diritis oleh filsuf Epikuros (341-270 SM),
Stoisisme dirintis oleh Zeno (336-264 SM) yang berasal dari kata Stoa, dan
Neoplatonisme yang dirintis oleh Plotios ( 206-269 ) . Semua aliran ini
menekankan filsafatnya pada bidang etika. Meskipun demikian, dari Epikurisme
muncul konsep penting tentang undang-undang (hukum posistif) yang
mengakomodasi kepentingan individu sebagai perjanjian antar individu, sehingga
pemikiran dari penganut Epikurisme merupakan embrio dari teori perjanjian
masyarakat.

Stoisme mencoba meletakkan prinsip-prinsip kesederajatan manusia dalam


hukum. Ide dasar aliran ini terletak pada kesatuan yang teratur (kosmos) yang
bersumber dari jiwa dunia (logos), yakni Budi Ilahi yang menjiwai segalanya.
Dengan kata lain, telah timbul keterikatan antara manusia dengan logos, yang
selanjutnya diartikan sebagai rasio. Oleh karena itu, menurut Stoisisme, tujuan
7
Theo Hujjbers, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah (Yogyakarta : Kanisius, 1982), hlm. 21

6
hukum adalah keadilan menurut logos, bukan menurut hukum positif. Sehingga
ketaatan menurut hukum positif baru dapat dilakukan sepanjang hukum positif
sesuai dengan hukum alam.

Neoplatoisme memberikan tempat khusus terhadap pemikiran Plato. Karena


itulah aliran ini disebut dengan Neoplatoisme yaitu mengajak kembali kepada
pemikiran Plato. Aliran Neoplatoisme memberikan pengaruh besar terhadap
perkembangan filsuf Yunani karena aliran ini tidak hanya mempengaruhi wiayah
Eropa saja tetapi juga mempengaruhi pemikir-pemikir Islam terkemuka seperti
Al-Kindi (801-873) dan Al-Farabi (870-956). Inti Neoplatoisme berpangkal pada
konsep kesatuan sehingga adanya proses gerakan satu sama lain.8

2.2 Perkembangan Filsafat Hukum Pada Zaman Romawi

Sejak abad III sebelum Masehi kebudayaan Hellenisme mulai mempengaruhi


orang-orang terkemuka kerjaan Romawi . Terutama pengaruh Plato terasa amat
besar dalam abad-abad sekitar tahun Masehi. Disamping itu aliran-aliran filsafat
yang muncul di dunia Hellenisme mulai berpengaruh juga, Epikurisme, Skeptisme
dan Stoisisme. Pada para sarjana Romawi aliran-aliran itu sering kali bercampur
menjadi eklektisisme.

Aliran filsafat yang paling mempengaruhi pandangan orang Romawi


mengenai hukum adalah aliran Stoa. Aliran filsafat ini berasal dari Yunani, tetapi
kemudian menjalar di seluruh kerjaan Romawi. Ide dasar Stoa ialah, bahwa
semuanya yang ada merupakan suatu kesatuan yang teratur (kosmos), berkay
suatu prinsip yang menjamim kesatuan itu, yaki jiwa dunia (logos). Logos itu
tidak lain dari Budi Ilahi, yang menjiwai segala. Oleh sebab manusia mengambil
bagian dalam kesatuan itu, ia memiliki hubungan dengan logoss juga: logos itu
menjiwainya dan menghubungkannya dengan segala yang ada.9

Sehingga hidup bersama manusia mempunyai hubungan dengan logos yakni


melalui hukum universal (lex universalis), hukum abadi (lex aeterna) dan hukum
alam (lex naturalis).

8
Deddy Hermawan, “Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah”, diakses dari
https://deddyhermawan08.wordpress.com/2015/02/16/filsafat-hukum-dalam-lintasan-sejarah/,
pada tanggal 27 Mei 2020 Pukul 12.54 WITA
9
Theo Hujjbers, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah (Yogyakarta : Kanisius, 1982), hlm. 32

7
3.3 Perkembangan Filsafat Hukum Pada Abad Pertengahan

Secara historis, filsafat hukum, pada mulanya, dipelajari dalam permenungan-


permenungan yang abstrak sifatnya. Permenungan filosofis ini dirintis oleh tokoh-
tokoh filsafat Yunani Kuno, seperti Aristoteles, Plato, dan lainnya. Namun
semenjak mulai menguatnya pengaruh kekuasaan bangsa Romawi, yang
menyebarluaskan teks-teks hukumnyha ke seluruh penjuru Eropa, ditambah lagi,
mulai dibentuknya sekolah-sekolah hukum di kawasan itu juga, studi tentang
hukum mulai mengalami perubahan, baik secara epistemologis maupun
metodelogis. Sekolah hukum dibentuk untuk menciptakan ahli-ahli hukum yamg
mampu membuat aturan dan menyelesaiknnya sengketa hukum, yang makin
tinggi intensitasnya, semenjak berkembangnya kegiatan perdagangan dan
tumbuhnya kota-kota baru di seantero Eropa.10

Sistem pemikiran Eropa yang dipengaruhi oleh keagamaan ini diistilahkan


dengan pemikiran atau sistem filsafat Skolastik, yang arti dasarnya adalah guru
atau pengabdi ilmu pengetahuan. Hal ini karena pemikiran-pemikiran tersebut
diajarkan di sekolah-sekolah yang dibangun di samping gereja-gereja. Sejak abad
XIII sistem filsafat dan teologi Thomas Aquinas dipandang sebagai sistem
skolastik yang paling kuat dan karena bukan hanya cocok dengan ajaran agama
tetapi juga dengan warisan kebudayaan klasik terutama dengan filsafat
Aristoteles.11

Abad Pertengahan berlangsung selama seribu tahun. Abad ini adalah suatu
zaman baru yang ditandai dengan penyebaran ajaran agama-agama besar yakni
Kristen dan Islam di belahan Eropa dan Timur Tengah. Agama Kristen menyebar
dari Timur Tengah ke seluruh Eropa sejak abad 5 M sementara agama Islam
tersebar dari Timur Tengah ke Afrika dan Eropa Selatan sejak abad 7, namun
tidak menyentuh Byzantium sampai tahun 1453. Perkembangan dua agama
tersebut sangat berpengaruh terhadap seluruh pandangan hidup bangsa-bangsa itu
termasuk juga pandangan tentang hukum.

10
Antonius Cahyadi, E. Fernando M. Manullang, “Pengantar ke filsafat hukum”( Jakarta : Elex
Media Komputindo, 2007), hlm.29
11
Nurasiah FakihSutan Hrp MA, “Filsafat Hukum Barat dan Alirannya”, (Medan : Utul ‘Ilma
Publishing, 2010), hlm.40

8
Selama Abad Pertengahan tolok ukur segala pikiran orang adalah kepercayaan
bahwa aturan semesta alam telah ditetapkan oleh Allah Sang Pencipta. Sesuai
dengan kepercayaan itu hukum dipandang sebagai suatu aturan yang berasal dari
Allah. Manusia sebenarnya hanya memiliki andil dalam mencocokkan kebiasaan
mereka dan menerapkan aturan yang ditetapkan.12

Perkembangan sejarah filsafat hukum pada zaman pertengahan dimulai sejak


runtuhnya kekuasaan kekaisaran Romawi pada abad ke-5 SM (masa gelap/the
dark ages) yang ditandai dengan kejayaan agama Kristen di Eropa (masa
scholastic), dan mulai berkembangnya agama Islam. Sebelum ada zaman
pertengahan terdapat suatu fase yang disebut dengan Masa Gelap, terjadi pada
saat Kekaisaran Romawi runtuh dihancurkan oleh suku-suku Germania, sehingga
tidak ada satupun peninggalan peradaban bangsa Romawi yang tersisa, sehingga
masa ini dikenal sebagai masa gelap.

Pada abad pertengahan, pengaruh teologi gereja katolik sangat berpengaruh.


Hal ini disebabkan oleh lahirnya gagasan unity dari Tuhan yang melibatkan satu
gereja dan satu kepercayaan dan tentunya berpengaruh terhadap reputasi
perkembangan filsafat menjadi tidak mengutungkan sehingga segala sesuatu yang
bertentangan pendapat dengan gereja dianggap sebagai dosa dan harus
dimusnahkan

Tokoh-tokoh filsafat hukum yang hidup di zaman ini, antara lain Augustinus
(354-430) dan Thomas Aquino/Thomas Aquinas (1225-1275). Dalam
perkembangannya, pemikiran para filsuf di zaman pertengahan tidak terlepas dari
pengaruh filsuf pada zaman Yunani, misalnya saja Augustinus mendapat
pengaruh dari Plato tentang hubungan antara ide-ide abadi dengan benda-benda
duniawi. Tentu saja pemikiran Augustinus bersumber dari Tuhan atau Budi Allah
yang diketemukan dalam jiwa manusia.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

12
Nurasiah FakihSutan Hrp MA, “Filsafat Hukum Barat dan Alirannya”, (Medan : Utul ‘Ilma
Publishing, 2010), hlm.39

9
Filsafat Hukum berkembang dari masa ke masa, namun semua saling
bertumpu dari pemahanan dari masa sebelumnya dalam mengembangkan
pemikiran tentang filsafat hukum.

Perkembangan pemikiran filsafat hukum berkembang dengan dimulainya


pemikiran tentang keadilan dalam masyarkat oleh filsuf yunani. Sehingga filsuf-
filsuf yunani adalah peletak dari dasar pemikiran tentang filsafat hukum. Dimana
keadilan dalam suatu negara dapat diwujudkan melalui penguasa-penguasa yang
mendapatkan peran sebagai pembentuk dari hukum.

Pemikiran filsafat yunani kemudian berkembang oleh pemikiran pada masa


hukum kodrat dengan tokohnya Thomas Aquinas. Yang memberikan gambaran
bahwa hukum itu berdasarkan dari alam atau Tuhan. Sehingga tidak ada hukum
selain hukum yang diturunkan oleh Tuhan. Sehingga Thomas Aquinas dikenal
dengan pemikirannya tentang lex eterna, lex humana dan lex devina.

Pemikiran dari hukum kodrat tersebut direduksi oleh pemikir pada abad
pertengahan, itu pada abad ke-19 dimana pemikiran mengenai positivisme
berkembang, sehingga dapat dikatakan dalam abad ke-19 merupakan kebangkitan
dan keagungan dari kaum positivisme. Menurut kaum positivisme apa yang
dikatakan oleh undang-undang adalah hukum, sehingga diluar undang-undang
tidak dianggap sebagai hukum. Positivisme menolak campur tangan diluar
hukum, sehingga aliran ini menghendaki dilepasnya pengaruh metayuridis di
dalam hukum. Hukum harus dibebaskan dari pengaruh-pengaruh non yuridis.
Sehingga tidak ada penafsiran terhadap undang-undang, dengan mengejar
kepastian hukum dari bunyi undang-undang.

3.2 Saran

Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat banyak
kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah
tersebut dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang membangun
dari para pembaca.

10
DAFTAR PUSTAKA

Huijbers, Theo. 1982. Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah. Yogyakarta: PT


Kanisius

Fakih Sutan, Nurasiah. 2010. Filsafat Hukum Barat dan Alirannya. Medan: U’tul
Ilma Publishing

Cahyadi, Antoniu dan, E. Fernando M. Manullang. 2007. Pengantar ke filsafat


hukum. Jakarta : Elex Media Komputindo

Deddy Hermawan, “Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah”, diakses dari


https://deddyhermawan08.wordpress.com/2015/02/16/filsafat-hukum-dalam-
lintasan-sejarah/, pada tanggal 27 Mei 2020 Pukul 12.54 WITA

11

Anda mungkin juga menyukai