Dibuat oleh:
Kelompok 1
Julyanda Fadhilah (2222222222)
M. Amin Badali (2221609021)
Sofiatun Hasanah (2222222222)
Ummar Ahmad Syahid (2222222222)
Kelompok 1
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai seorang mahasiswa yang masuk ke dalam dunia perkuliahan, tentu
saja tidak asing dengan ilmu yang bernama filsafat. Ia merupakan ilmu yang
muncul dari kehendak manusia untuk mengetahui kebenaran hakiki yang ada di
sekitar mereka. Oleh karena sifatnya yang berusaha untuk mendapatkan
kebenaran, maka filsafat layak untuk dikatakan sebagai ibu dari segala ilmu.
Poedjawijatna, menyatakan bahwa kata filsafat dalam Bahasa Indonesia
memiliki akar kata dari Bahasa Arab yang pada akhirnya berhubungan dengan
kata dalam Bahasa Yunani philosophia. Philosophia sebenarnya merupakan
gabungan dari dua kata, philo yang berarti cinta dalam arti luas, dan sophia yang
berarti kebijaksanaan. Dengan kata lain, philosophia atau filsafat memiliki arti
cinta kebijaksanaan.1
Filsafat memiliki 3 cabang utama, yaitu metafisika (ontology),
epistemology, aksiologi. Metafisika membahas tentang hakikat atau dasar dari
segala sesuatu yang ada. Epistemologi membahas tentang pengetahuan, contohnya
yaitu membahas mengenai asal atau sumber dari pengetahuan yang didapatkan
manusia. Aksiologi membahas tentang nilai-nilai dan prinsip kehidupan.
Filsafat memiliki banyak objek bahasan, meliputi semua hal yang dapat
dipikirkan oleh manusia, dan berusaha untuk memberi makna pada dunia. Hal ini
tentu saja berbeda dengan hukum. Hukum hanya mempelajari tentang norma atau
aturan hukum, sehingga memiliki ruang lingkup yang terbatas. Persoalan-
persoalan mendasar yang tidak dijawab oleh hukum menjadi objek bahasan ilmu
filsafat.
Filsafat hukum secara sederhana merupakan cabang filsafat yang berusaha
memahami hakikat dari hukum. Utrecht, seorang filsuf memiliki pendapat bahwa
filsafat hukum memberi jawaban atas pertanyaan seperti:
1. Apa itu hukum?
2. Apa alasan kita mentaati hukum?
3. Apakah keadilan yang menjadi tolak ukur dari hukum?
Satjipto Rahardjo, mendefinisikan filsafat hukum sebagai:
“Dasar bagi kekuatan mengikat dari hukum dan merupakan contoh-
contoh pertanyaan yang bersifat mendasar itu.”
1
Ahdar Djamaluddin et al., FILSAFAT PENDIDIKAN (Educational Phylosophy), 2014.
Bagaimana filsafat hukum berkembang, dan bagaimana kedudukan dan
fungsi filsafat hukum relatif terhadap ilmu hukum akan dibahas dalam makalah
ini secara ringkas.
B. Rumusan Masalah
Berdasar pada latar belakang, dapat ditentukan rumusan masalahnya,
yaitu:
1. Bagaimana perkembangan filsafat hukum dari masa ke masa?
2. Apa kedudukan filsafat hukum dalam ilmu hukum?
3. Apa fungsi filsafat hukum dalam ilmu hukum?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui perkembangan filsafat hukum dari masa ke masa
2. Mengetahui kedudukan filsafat hukum dalam ilmu hukum
3. Mengetahui fungsi filsafat hukum dalam ilmu hukum
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Filsafat Hukum pada Masa Yunani Kuno
Pada abad ke 5 SM, muncul kaum yang menyatakan bahwa tidak ada yang
namanya hukum alam. Pemahaman akan baik dan buruk, adil dan sanksi, dibuat
relatif oleh manusia. Karena hal itu, hukum dapat berubah dan juga berbeda antara
satu kelompok dengan kelompok yang lainnya. Pemahaman ini ditentang oleh
Sokrates, yang berpendapat bahwa terdapat hukum yang universal dan objektif.
Terdapat dua prinsip minimal yang harus dipegang oleh orang Romawi
jika ingin dikatakan sebagai orang yang adil, yaitu tidak merugikan orang lain
(neminem laidere) dan memberikan kepada manusia hak-haknya (unicuiquesuum
tribuere)
Salah satu tokoh filsuf yang berpengaruh di Eropa pada zaman ini ialah
Thomas Aquinas. Thomas Aquinas merupakan seorang pengagum filsafat
Aristoteles, hal itu membuat dirinya berusaha untuk menggabungkan ajaran
Kristen dengan pemikiran filsafat Aristoteles. Ia membagi hukum menjadi hukum
tuhan, yang ada berdasarkan wahyu, dan hukum manusia, yang muncul dari akal
budi Hukum manusia itu pun terbagi menjadi hukum alam, dan juga hukum
bangsa-bangsa. Hukum alam dinilai terlalu umum, sehingga haruslah disusun
undang-undang negara yang mengatur (hukum positif).
Di masa ini, hukum islam atau yang disebut sebagai hukum syariah
disusun. Para ahli hukum di kekhalifahan Islam waktu itu bersepakat adanya
sumber hukum, yaitu al-Qur’an dan Hadits, selain itu beberapa sekolah hukum
juga menggunakan Ijma dan Qiyas sebagai sumber hukum.
Terdapat banyak tokoh filsuf besar di zaman ini, seperti Machiavelli, Jean Bodim,
Hogo Gratius, Thomas Hobbes, serta nama cendikia dan filsuf lainnya yang
berpengaruh.
Jean Bodin berpendapat bahwa raja yang berdaulat tidaklah boleh terikat dengan
undang-undangnya. Hal ini sesuai dengan semboyan hukum Romawi, yaitu
princeps legibus solutes est elpianus, yang artinya sang penguasa tidak tunduk
pada undang-undang. Penguasa memiliki tugas untuk membuat undang-undang.
Hogo Gratius memiliki pendapat yang berbeda dengan pandangan kaum skolastik
mengenai hukum alam. Kaum skolastik berpendapat bahwa hukum alam berasal
dari Tuhan yang menyebabkan manusia menyadari apa yang baik dan buruk.
Sedangkan kaum humanisme seperti Hogo Gratius berpendapat bahwa hukum
alam ada disebabkan karena akal budi manusia itu sendiri, karena itulah seluruh
bangsa dapat mengetahui apa yang benar dan salah.
3
Kamarusdiana, Filsafat Hukum, 2018.
pengetahuan pada zaman modern sudah dirintis sejak Zaman Renaissance.
Para filsuf zaman modern menegaskan bahwa pengetahuan berasal dari diri
manusia sendiri. Aliran rasionalisme beranggapan bahwa sumber pengetahuan
adalah rasio: kebenaran pasti berasal dari rasio (akal).
Filsafat zaman modern berfokus pada manusia, bukan kosmos (seperti pada
zaman yunani kuno), atau Tuhan (pada abad pertengahan). Era ini berawal
sekitar abad ke-15.
Pada zaman ini filsafat dari berbagai aliran muncul. Secara garis besar ada tiga
paham yang muncul yaitu rasionalisme, idealisme, dan empirisme. Tapi yang
paling mendominasi pada zaman ini adalah paham rasionalisme.4
Istilah “postmodern” sekarang sangat sering digunakan, tetapi lebih sering
lagi disalahgunakan. Sangat sulit mendefinisikan postmodern dalam satu atau
dua kalimat saja karena postmodern pada hakikatnya berisikan aneka ragam,
saling berserakan, dan sering kali isinya saling bertolak belakang, bahkan
terkesan seperti “kapal pecah” sehingga suatu definisi untuk itu memang tidak
dibutuhkan. Itulah dia watak postmodem, suatu ungkapan sangat populer,
tetapi tanpa definisi yang jelas.
Di samping itu, bagi kaum postmodem, “perbedaan” merupakan inti dari
segala kebenaran. Karena itu, mereka’tidak mempercayai pada hal-hal yang
universal, harmonis, dan konsisten. Tidak ada musyawarah musyawarahan
dalarn mencari kebenaran dan menghadapi realitas. Yang ada hanyalah
perbedaan-perbedaan, dan perbedaan-perbedaan tersebut harus selalu
dihormati.
Kaum postmodern percaya bahwa tidak ada suatu yang transenden dalam
realitas. Nietzsche mengatakan bahwa Tuhan sudah mati. Menurut paharn
postmodem, realitas yang sama dapat ditafsirkan secara berbeda – beda oleh
pihak yang berbeda – beda. Karena itu, tidak mengherankan jika Jacques
Derrida, seorang pelopor aliran postmodem, mengajak manusia untuk berhenti
mencari kebenaran (sebagaimana yang dilakukan oleh kaurn pencerahan),
bahkan seyogianya kita membuang pengertian kebenaran tersebut. Tidak ada
kebenaran yang absolut, universal, dan permanen. Yang ada hanyalah
kebenaran menurut suatu komunitas tertentu saja. Yang diperlukan bukanlah
usaha mencari kebenaran, melainkan yang diperlukan adalah percakapan dan
penafsiran yang terus – menerus terhadap suatu realitas, tanpa perlu
memikirkan suatu kebenaran yang objektif.
Paham postmodem juga menolak teori korespondensi, yang menyatakan
bahwa suatu kebenaran baru ada jika adanya hubungan yang selaras antara.
statement yang diucapkan dan realitas/fakta. Menurut teori korespondensi:
“Jika Anda berkata ada sebuah roti apel di lemari es, saya perlu melihat
ke dalam lemari es itu untuk membuktikan apakah perkataan Anda benar. “
(Stanley J. Gren-i, 2001: 69).
Oleh kaum realis, teori korespondensi ini dianggap berlaku universal
dimana-mana. Menurut kaum realis, pikiran manusia, dapat mengetahui suatu
realitas secara, utuh sehingga. dunia dapat digambarkan secara. utuh, lengkap,
dan tepat termasuk menggambarkan rahasia alam semesta, melalui ilmu
4
Zainuddin Ali, Filsafat Hukum, 2006, hal 16
pengetahuan. Dan kesemuanya itu dapat digambarkan dengan suatu bahasa.
yang tepat. Dengan demikian, menurut kaurn postmodem, bahasa. berfungsi
sebagai permainan catur, yang memiliki aturan bagaimana seharusnya, suatu
pion digerakkan. Jacli, bahasa. ticlak dapat begitu saja clihubungkan dengan
suatu realitas karena bahasa ticlak menggambarkan realitas secara tepat clan
objektif, tetapi bahasa hanya menggambarkan dunia. dengah berbagai cara.
bergantung konteks dan keinginan yang menggunakan bahasa.
Kedudukan filsafat hukum dalam struktur atau sistem hukum bisa menjadi
bagian hukum publik atau hukum privat, menurut JJH Bruggink terdapat tiga
lapisan ilmu hukum yang terkait dengan kedudukan filsafat hukum yaitu
dogmatik hukum, teori hukum dan filsafat hukum.
5
Zaini, Fungsi Hukum Presefektif Hukum, 2021
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai seorang mahasiswa yang masuk ke dalam dunia perkuliahan, tentu
saja tidak asing dengan ilmu yang bernama filsafat. Ia merupakan ilmu
yang muncul dari kehendak manusia untuk mengetahui kebenaran hakiki
yang ada di sekitar mereka. Oleh karena sifatnya yang berusaha untuk
mendapatkan kebenaran, maka filsafat layak untuk dikatakan sebagai ibu
dari segala ilmu.
Poedjawijatna, menyatakan bahwa kata filsafat dalam Bahasa
Indonesia memiliki akar kata dari Bahasa Arab yang pada akhirnya
berhubungan dengan kata dalam Bahasa Yunani philosophia. Philosophia
sebenarnya merupakan gabungan dari dua kata, philo yang berarti cinta
dalam arti luas, dan sophia yang berarti kebijaksanaan. Dengan kata lain,
philosophia atau filsafat memiliki arti cinta kebijaksanaan.6
Filsafat memiliki 3 cabang utama, yaitu metafisika (ontology),
epistemology, aksiologi. Metafisika membahas tentang hakikat atau dasar
dari segala sesuatu yang ada. Epistemologi membahas tentang
pengetahuan, contohnya yaitu membahas mengenai asal atau sumber dari
pengetahuan yang didapatkan manusia. Aksiologi membahas tentang nilai-
nilai dan prinsip kehidupan.
B. Saran
6
Ahdar Djamaluddin et al., FILSAFAT PENDIDIKAN (Educational Phylosophy), 2014.
DAFTAR PUSTAssKA