Anda di halaman 1dari 5

Ditilik dari sudut sejarah maka sangat pentinglah apa yang disebut dengan teori perjanjian

yabg tiada mencari sumber kekuasaan pemerintahan pada kehendak Tuhan, melainkan pada
kehendak manusia, yakni pada kehendak penduduk sendiri. Mereka wajib taat kepada
pemerintahan dan hukum, karena dengan tegas mereka berjanji demikian, jadi karena
menghendaki sendiri.

Dalam abad menengah sejak abad XII, pikiran itu yakin meluas, meskipun belum dapat
dilaksanakan secara konsekuen karena akan bertentangan dengan pandangan keagamaan pada
masa itu serta dengan ajaran gereja yang mengajarkan bahwa negara dan kekuasaan
pemerintahan terjadi oleh kehendak ilahi.

Kini ajaran perjanjian, hampir sama sekali tak lagi mempunyai pengikut. Itu tak
mengherankan, karena keberatan keberatan yang dapat diajukan terhadapnya, adalah bajyak
jumlahnya. Menurut ajaran itu kita wajib mematuhi hukum dan pemerintahan. Karena kita telah
berjanji, jadi menghendaki senduri. Akan tetapi, bukankah janji itu hanya sesuatu hayal belaka?
Bagaimana hukum dapat memperoleh kekuatan mengikat dari suatu kontrak, yang dapat
mebgandalkan adanya hukum?

Melakukan kekuasaan penerintahan bukan melakukan sesuatu hak yang meminta pembenaran,
kekuasaan pemerintahan adalah suatu kenyataan, yang dapat diterankan dengan jalan ilmu
oengetahuan dari jalannya hukum kodrat, yang diperoleh dengan cara melihat kenyataan
imperes

Juga menurut Reine Rechtslehre dari Hans Kelsen disebut demikian karena ia ingin memurnikan
ajaran hukum dari segala anasir yang bukan yuridir, yakni segala anasir yang diperoleh dari
politik, kesusilaan, sosiologi hukum adalah,, willedes Staates.

Karena itu menurut Kalsen adalah tidak benar menjawab pertanyaan tenrang alasan berlakunya
hukum jika orang memberi jawaban atas pertanyaan terhadap alasan berlakunya hukum hukum
berlaku karena negara atau pemerintahan mrnghendakinya. Kelsen juga menganggap jawaban
tersebut juga tidak tepat sebagai juga bila kita memberi jawaban atas pertanyaan trrhadap
dasar solen yang bersifat agama dengan karena Tuhan menghendakinya.

Jadi ajaran Kelsen pun, seperti teori kedaulatan negara juga, menbenarkan kekuasaan mengikat
dari kaidah kaidah hukum sebab dengan tegas Kelsen menyatakan bahwa "Ursprungsnorm" nya
dengan tegas Kelsen menyatakan bahwa tak boleh dipandang sebagai jaidah dasar yang
mempunyai sifat hipotesis hanya hendak menyatakan kesatuan formal dari seluruh sistem
hukum

Ajaran kedaulatan negara melukis negara sebagai suatu badan hukum, yang karena itu bukan
manusia tak dapat bertindak sendiri, akan tetapi kehendaknya dikajukan oleh orang orang
tertentu sebagai organ organnya. Undang undang tidak mengikat karena oemerintahan
menghendakinya, melainkan karena ie merupakan kerumusan kesadaran hukum dari rakyat,
Undang Undang berlaku berdasarkan batinnya, yakni berdasarkan hukum yang menjelma
didalamnya

Sesuatu kaidah hukum, yang berpangkal pada perasaan hukum individu hanya menguasai
kegendak individu itu sendiri, jadi hukum hanya untuk dirinya sendiri akan tetapi pergaulan
hidup mrnghendaki kesatuan kaidah hukum : hukum harus sama untuk anggota masyarakat.
Karena itu maka keseragaman kaidah hukum lebih penting daripada isi kaidah itu, sehingga
kesadaran hukum kita mrmberikan nilai yang tertinggi kepada kesatuan kaidah tersrbut, jika
perlu mengorbankan sesuatu isi tertentu yang tidak disukai.

Karena keyakinan hukum orang berlainan, kita harus memilih antara kita harus memilih
negara berbagai isi hukum untuk mencapai kesatuan hukum. Demikian krabbe menarik
kesimpulan, bahwa hukum adalah sesuatu yang memiliki kesadaran hukum rakyat trrbanyak
dan diberilan tekanan dari mayoritas yang mutlak karena itu maka menurut beliau, pasal 5
Undang Undang A.B, menurut maja suatu Undang Undang hanya dapat diganti dengan Undang
Undsng yang kemudian bukanlah hukum dan tidak mengikat, demikian juga pasal 11 dari
Undang Undang itu juga yang memerintahkan hakim melakukan pengadilan menurut Undang
Undang dengan tiada memberi pertimbangan nilai batinnya.

Selanjutnya dengan sia sia kita mencari jawaban dengan tulisan krabbe tentang pertanyaan,
apa yang sebenarnya harus kita maksud dengan perasaan hukum dan kesadaran hukum
tersebutm bagi saya hal itu merupakan vakum yang penting bagi suatu ajaran, yang mengangkat
perasaan hukum menjadi sumver satu satunya dari hukum, pada mana hakim dan administrasi
bahkan Undang Undang dasar dan Undang Undang harus diuji, untuk menetukan adakah benar
benar ia memuat hukum.

Dengan demikian maka seluruh dssar ajaran kedaulatan hukum menjadi problematis, jarena
perasaan hukum sendiri merupakan suatu problematik untuk krabbe. Perasaan hukum itu
adalah sesuatu kecondongan manusia yang umun, yang oruginaril, yang menimbulkan reaksi
terhadap tindakan kita sendiru dan tindakan tindakan orang lain dan yabg bekerja pada seorang
sebagai perasaan susilanya perasaan keindahannya, dan perasaan yang lain.

Krabbe mendapatkan dalil yang patut dicela itu karena ia menyamakan hukum dan kesdaran
hukum, mana telah saya beri ingat dalam hubungan yang lain. Dengan sangat saya memberi
peringatan terhadap itu karena ajaran tersebut pada pemakai.

Jika kita pada hubungan yang lain menunjukan jasa aliran ini, maka disini kita harus
menujukkan sifatnya yang lemah. Banyak pengikut pengikutnya merugikan kekuasaan Undang
Undang dengan membanyangkan itu sebagai pedoman, bagi hakim, yang memakainya jika ia
mengira mengetahui jalan yang lebih baik walaupun jarak diucapkan secara terang terangan
juga berpengaruh sampai masa ini.

Akan tetapi menurut pandangan saya hal hal tersebut tak mengubah kenyataan, bahwa orang
irang pemerintah yang betugas melaksanakan atau mempertahnkan Undang Undang akan
tetapi di dalam prakteknya menyampibgkan begitu saja tak peduli akan hal itu dilakukannya
dengan memperhatikan perasaan hukumnya sendiri, atau dengan memperhatikan kesadaran
hukum.

Mengenai perundang undangan, kerjasama dari pemerintahan dan perwakilan rakyat


diperlukan untuk menyesuaikan perundang undangan dengan hal kesadaran kesusilaan dan
kesadaran hukum rakyat. Jika suatu pandangan hukum kehilangan dasar twrsebut keyakinan
rakyay bahwa ia adalah tatanan hukum maka lenyaplah titel dari otoritet nya dan berakhirlah
keadaannya sebagai hukum.

III A. Adakah sesuatu hukum kodrat?

Kaidah hukum positif adalah pertimbangan pertimbangan manusia maka menundukan diri
pada kekuasaan hukum positif selalu berarti menundukkan diri pada kekuasaan manusia.
Sebelum itu ada suatu masa, dalam mana orang orang Yunani pun memandang segala hukum
sebagai hukum yang berasal dari Tuhan. Pandangan yang sedemikian itu patut benar untuk
waktu, dalam mana hukum masih semata mata hukum kebiasaan yang tidak tertulis. Peraturan
oertauran yang ditulis sejak dahulu kala menurut pandanga orang orang mudah memperoleh
sifat yang tak berubah ubah sifat yang tak dapat dilenyapkan dan sifat ketuhanan.

Akan tetapi dalam abad sophocles kepercayaan irang yunani terhadap dewa dewa telah
goncang. Abad 5 sebelum masehi adalah abad pembebasan jiwa. Para sophisthen lah yang telah
membebaskan orang yunani dari kepercayaan tanpa kritik terhadapa pandangan tradisionil. Tak
adalah kebenaran yang mutlak : segala kebenaran adalah relatif. Pandangan relatifistis itulah
yang merupakan peribahasa dalam perkataan protagoras : manusia, artinya individu dengan
pandangan pandangan dan pendapat yang berubah ubah adalah ukuran dari segala galanya.

Relatisme itu dilakukan pada kesusilaan dan hukum, mengakibatkan kesimpulan, bahwa denga
tidak adanya kebenaran yang mutlak, juga tak ada kesusilaan dan hukum, mengakibatkan
kesimpulan bahwa dengan tidak adajya kebenaran yang mutlak, juga tak ada kesusilaan yang
umun berlaku dan tak ada hukum yang umum berlaku.

Sebaliknya Aristoteles membela pandangan bahwa dua macam hukum: yang berlaku
berdasarkan penetapan dan hukum yang menurut kodratnya adalah hukum lepas dari soal
adalah ia dipandang baik atau tidak oleh manusia. Orang orang dapat menentang hukum
kodrat, dapat menyimpang dari padanya, akan tetapi hukum kodrat tetap hikum kodrat. Tidak
setiap pandangan tentang kesusilaan dan hukum mempunyai nilain yang sama.

Hukum kodrat dari Aristoteles tak berlaku mutlak. Dan Aristoteles tidak memandangnya sebagai
demikian baginya, manusia adalah ukuran dari segalagalanya juga, tetapi manusia yang normal
yang sehat pikirannya. Dari hukum dunia yang abadi ini timbulah hukum kodrat kesusilaan,
dalam mana terkandung oeraturan peratuan untuk tindakan manusia, kaidah kaidah kesusilaan
dan kaidah kaidah yuridik. Asas pokok dari segala kesusilaan dan hukum ialah hidup menurut
kodrat, karena dengan berbuat demikian, manusia hidup sesuai dengan ratio dunia, tetapi juga
dengan dirisendiri karena ia adalah bagian alam. Hidup menurut kodrat berarti hidup sesuai
dengan alam yang umum dan hidup sesuai dengan alam manusia sendiri.

Secara filsafat ajaran stoa disebarkan dan diperkenalkan oleh karangan karangan Cicero pada
masa romawi. Seorang ahli filsafat kristen Lactantius menyimpan untuk kita sebagian karangan
dari cicero yang untuk sebagian besar telah lenyap,ia memberikan perumusuan tentang hukum
kodrat, dengan memuat hpir seluruh unsur dari ajaran bhikum kodrat, sebagai yang dibela
orang dalam berbagai bentuk, diabad abad kemudian pada masa ini yang berbunyi : ada sesuatu
hukum yang benar yaitu rastio kodrat, sesuatu hukum sesuai dengan alam yang dicurahkan
kedalam jiwa manusia, sesuatu hukum yang abadi dan tak dapat diubah ubah, yang menuyuruh
dan memerintahkan orang orang melakukan kewajibannya dan memperingatkan dan
menakutkan orang orang terhadap perbuatan yang jahat.

Ajaran hukum kodrat daripada stoa yang dipopukerkan oleh cicero , meresap dalam ajaran
hukum romawi, walaupun ia disana tidak mengambil tempat yang penting yang terakhir inu
dapat dipahami: para ahli hukum romawi adalah orang orang praktek, bukan ahli filsafat. Walau
demikian tak boleh kita abaikan ucapan mereka mengenai hukum kodrat.

Demikianlah antara lain pertimbangan Ulfianus yang pandangannya mengenai hukum kodrat
sangat menyimpang dari pandangan Gaius. Ulfianus hukum kodrat adalah sesuatu hukum yang
diajarkan oleh alam kepada segala mahluk yang hidup, dan bukan sebagai halnyabdengan ius
gentium semata mata berlaku bagi manusia melainkan berlaku juga bagi hewan.

Paulus yang pengetahuannya tentang filsafat stoa filsafat itu pada samanya umum diketahui
oleh orang terpelajar juga terlihat dalam hal lain, bentuk dalam mana cicero mengucapkan
ajaran hukum kodrat stoea, memberi kemungkinan untuknditerima oleeh otang orang kristen
dengan tiada mengadakan perubahan.

Dalam abad ke 7 isidorus, uskup sepilla, mengeluarkan sebuah karangan yang berbunyi
Etymologiae of origies, yang bermaksud memberikan ringkasan dari keseluruhan ilmu
pengetahuan pada masa itu : artes liberales dan ilmu kedokteran, ilmu teologi, ilmu philologi
dan hukum : dengan singkat semacam encylopaedie.
Akan tetapi disamping pembagian hukum dalam 3 bagian itu, Isidorus mengenal pembagian
dalam 2 bagian. Ia menbagi hukun dalam hukum ketuhanan dan hukum manusia dan
nengajarkan bahwa yang pertama terjadi menurut kodrat dan yang terakhir karena kebiasaan
( moribius ). Disini hukum kodrat dengan begitu saja disamakan dengan hukum ketuhanan.

Masalah masalah hukum kodrat lebih dalam lagi dipelajari dalam filsafat scholastik. Lebih
lebih Thomas von aquino lah ( 1225 - 1274 ) yang dapat membangun ajaran hukum yang maha
dahsyat dengan pelajaran yang mendalam tentang filsafat kuno, yakni filsafat Stoa dan
Aristoteles, dengan penyelidikan dan perbandingan apa apa yang telah diajarkan oleh para ahli
ilmu ketuhanan, para ahli hukum dan para ahli filsafat, dengan pikiran yang mendalam sebagai
bukti dari kekuatan pikirannya.

Anda mungkin juga menyukai