A. LATAR BELAKANG
Jika kita melihat kata hukum kodrat, kita dengan jelas melihat bahwa itu terdiri
dari dua kata yang berbeda. Kata hukum berasal dari bahasa Latin “directum” dan
dapat diterjemahkan sebagai hal-hal “yang sesuai dengan hukum” dan juga segala
sesuatu yang memungkinkan kita untuk mengembangkan berbagai pernyataan
keadilan yang membentuk organisasi lembaga dan norma. yang mengatur suatu
masyarakat. Istilah kedua yang menyusun kata itu adalah alami, dan seperti
namanya, itu terkait dengan segala sesuatu yang terkait dengan alam. Istilah
alami sebenarnya memiliki banyak arti yang berbeda dan dapat dengan sempurna
merujuk pada hal-hal seperti esensi makhluk, kumpulan fenomena fisik atau
kumpulan elemen yang dapat kita temukan di dunia duniawi atau, kualitas
sesuatu, antara lain. sesuatu. Jadi, kita dapat mengatakan bahwa hukum kodrat
adalah seperangkat norma dan aturan yang dibuat manusia dari hati nurani kita.
Prinsip dasar hukum kodrat ada dua dan didasarkan pada sifat manusia dan
seperangkat realitas di mana koeksistensi sosial yang memadai berkembang.
Salah satu asas utama hukum kodrat adalah hak hidup manusia yang timbul sejak
saat pembuahan hingga tibanya proses kematian alamiah. Hidup bukanlah harta
milik negara, melainkan anugerah yang datang dari Tuhan. Prinsip penting lainnya
adalah kewajiban untuk selalu mencari kebenaran, yang dianggap sebagai fondasi
pendewasaan manusia dan karena itu, mencari kebenaran setiap saat,
menghindari manipulasi ideologis yang datang dari media massa. . Kebebasan
adalah prinsip penting, yang tidak bisa dikatakan mutlak karena memiliki
beberapa batasan. Keadilan, diwujudkan dalam cara kita memberi kepada
masing-masing apa yang sesuai dengan mereka dan solidaritas yang harus kita
miliki dengan orang-orang yang paling membutuhkannya.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
PEMBAHASAN
A. HUKUM ALAM
1. Lex Aeterna, merupakan rasio Tuhan sendiri yang mengatur segala hal dan
merupakan sumber dari segala hukum. Rasio ini tidak dapat ditangkap oleh
pancaindera manusia.
2. Lex Divina, adalah hukum rasio Tuhan yang dapat ditangkap oleh manusia
berdasarkan waktu yang diterimanya.
3. Lex Naturalis, inilah yang dikenal sebagai hukum alam dan merupakan
penjelmaan dari rasio manusia.
4. Lex Posistivis, hukum yang berlaku merupakan pelaksanaan hukum alam
oleh manusia berhubung dengan syarat khusus yang diperlukan oleh
keadaan dunia. Hukum ini diwujudkan ke dalam kitab-kitab suci dan
hukum positif buatan manusia.
Menurut Grotius Hukum Alam adalah hukum yang muncul sesuai kodrat
manusia. Hukum alam tidak mungkin dapat diubah (secara ekstrem), bahkan
oleh Tuhan sekalipun! Hukum Alam diperoleh manusia dari akalnya, tetapi
Tuhanlah yang memberikan kekuatan mengikatnya.
Immanuel Kant
Kehidupan Immanuel Kant sebagai seorang filsuf dapat dibagi menjadi dua
periode, yaitu zaman prakritis dan zaman kritis. Pada periode prakritis Kant
menganut pendirian rasionalistis yang dipopulerkan oleh Wolff dan kawan-
kawannya. Pada periode yang kedua pemikiran Kant dipengaruhi oleh Hume
dan mulai mengubah pandangannya menjadi pandangan yang bersifat kritis.
Hume merupakan filsuf yang menganut paham empirisme, yaitu suatu aliran
yang berpendapat bahwa sumber pengetahuan manusia bukanlah rasio,
melainkan empiri atau pengalaman, dalam hal ini adalah pengalaman yang
berasal dari pengenalan indrawi.
Metode Pendekatan
Mazhab hukum alam mendasarkan pada prinsip universal yang dapat diterapkan di seluruh
dunia. Prinsip ini didasarkan pada keyakinan bahwa hukum bukanlah ciptaan manusia
semata, melainkan juga terdapat prinsip-prinsip dasar yang ada di alam semesta. Dengan
demikian, mazhab hukum alam dapat dijadikan sebagai landasan dalam membangun sistem
2. Menjaga Keadilan
Mazhab hukum alam menempatkan keadilan sebagai tujuan utama dalam sistem hukum.
Prinsip-prinsip dasar yang ada di alam semesta dijadikan sebagai dasar dalam menentukan
keadilan. Dengan demikian, mazhab hukum alam dapat menjadi jaminan bagi masyarakat
Mazhab hukum alam dapat membuka ruang untuk perubahan karena prinsip-prinsip dasar
yang ada di alam semesta dapat berubah seiring dengan perubahan zaman. Dalam hal ini,
mazhab hukum alam dapat dijadikan sebagai landasan dalam membangun sistem hukum
Mazhab hukum alam tidak selalu dapat mengakomodasi kebutuhan khusus masyarakat
karena prinsip-prinsip dasar yang ada di alam semesta bersifat umum dan tidak
mempertimbangkan situasi dan kondisi khusus yang ada di masyarakat. Dalam hal ini,
mazhab hukum alam dapat menjadi kurang fleksibel dalam menangani permasalahan hukum
yang spesifik.
2. Interpretasi Subjektif
Mazhab hukum alam dapat menghasilkan interpretasi subjektif karena prinsip-prinsip dasar
yang ada di alam semesta bersifat umum dan dapat diinterpretasikan secara berbeda-beda
oleh orang yang berbeda. Dalam hal ini, mazhab hukum alam dapat menghasilkan interpretasi
Mazhab hukum alam tidak selalu dapat menghasilkan keputusan yang realistis karena
prinsip-prinsip dasar yang ada di alam semesta bersifat ideal dan tidak selalu sesuai dengan
realitas yang ada di masyarakat. Dalam hal ini, mazhab hukum alam dapat menghasilkan
keputusan hukum yang tidak praktis dan sulit untuk diimplementasikan di masyarakat.
Mazhab hukum alam memiliki kelebihan dan kekurangan yang perlu dipertimbangkan dalam
pembentukan sistem hukum. Mazhab ini dapat menjadi landasan dalam membangun sistem
hukum yang adil dan fleksibel, namun juga dapat menghasilkan interpretasi hukum yang
subjektif dan keputusan hukum yang tidak praktis. Oleh karena itu, dalam membangun sistem
hukum yang berkualitas, perlu dipertimbangkan kelebihan dan kekurangan mazhab hukum
alam secara cermat dan bijaksana. Berdasarkan uraian penjelasan di atas, maka dapat
disimpulkan beberapa hal yaitu: Pertama, Aliran hukum alam sebagai salah satu pendekatan
filsafat hukum memiliki definisi yang berbeda dari masing-masing tokoh, karena tiap-tiap
definisi didasarkan pada waktu dan pola pikir yang berbeda. Adanya definisi tersebut
diketahui bahwa hukum alam memiliki beberapa karakteristik yang pasti yaitu hukum alam
bersifat kekal, abadi, universal yang artinya bersifat untuk zemua zaman dan bangsa-bangsa
serta segala wakti, hukum alam yang dapat dikenali dengan akal budi dan tidak sekedar
sebagai mata ukuran bagi hukum positif, tetapi juga batu penguji. Kedua, aliran hukum alam
memiliki kekurangan dan kelebihan. Kekurangan hukum alam diantaranya ialah suatu
anggapan bahwa hukum berlaku universal dan abadi itu tidak ada karena hukum selalu
hukum alam bersifat abstrak, sehingga perlu diatur ulang atau diterjemahkan ke dalam
peraturan yang lebih konkrit agar memiliki kekuatan hukum dalam berlaku di masyarakat.
Jadi karena ketidakjelasan atau kurang tepatnya sifat universal dan abadi itu mengakibatkan
lemahnya aliran hukum alam terlihat dalam kekuatan berlakunya. Selain itu, hukum alam
menekankan keberadaan pendekatan yang berada pada tataran yang filsafatis, sehingga
validasi yang digunakan untuk mengukur tingkat keadilan hukum, harus berdasarkan
nilainilai hukum alam yang berasal dari Tuhan, dimana pemaknaannya sangat sulit dilakukan
dan kompleks. Sedangkan kelebihannya terletak pada nilai-nilainya, yang menonjolkan aliran
hukum alam ialah mengembangkan dan membangkitkan kembali orang untuk berfilsafat
hukum dalam mencari keadilan, mengembangkan perlindungan terhadap HAM,
mengembangkan hukum internasional. Pada dasarnya aliran hukum alam merupakan upaya
manusia untuk memperoleh keadilan yang absolute, tetapi apabila hukum alam ditegakkan
sendiri tidak didampingi oleh hukum positif maka akan berada dalam dunia ketidakpastian.
Oleh sebab itu hendaknya dalam penggunaan hukum alam harus dibarengi atau dikaitkan
dengan hukum positif agar mendapat sisi logika sehingga apa yang nantinya dihasilkan akan
lebih konkrit dan baku sehingga dapat dijalani dan memiliki kekuatan hukum yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Charles Stampford, The Disorder of Law, a Critique of Legal Theory, Basil Blackwell:
Oxford, 1989. Curzon, L. B., Jurisprudence, ttp.: M & E Handbook, 1979. Friedmann, W.,
Teori dan Filsafat Hukum, Telaah Kritis Atas Teori-teori Hukum, susunan I, Terj. Muhamad
Arifin, Jakarta: Rajawali, 1990. Harri Chand, Modern Jurisprudence, Kuala Lumpur:
International Law Book services, 1994. Hart, H. L. A., The Concept of Law, New York:
Oxford University, 1997. Kelsen, Hans, Pure Theory of law, Cetakan ke-6, Alih bahasa
Raisul Muttaqin, Nusa Media, Bandung, 2008. Rudy T. Erwin, Tanya Jawab Filsafat Hukum,
cetakan VI, Jakarta: Rineka Cipta, 1990. Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Cetakan V, PT.
Citra Aditya Bakti, , Bandung, 2000. Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, edisi Revisi, Bandung:
Citra Aditya Bakti, 1991. -----, Sosiologi Hukum, Perkembangan, Metode dan Pilihan