Anda di halaman 1dari 18

MODUL PERKULIAHAN

HUKUM
BISNIS
Kontrak / Perjanjian Jual Beli

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

03
Fakultas Ekonomi dan Manajemen S1 Hafied Noor Bagja,S.H.,M.Kn
Bisnis

Abstract Kompetensi
Kontrak atau perjanjian adalah Mahasiswa akan dapat memahami
kesepakatan antara dua orang atau tentang pengertian perjanjian jual
lebih mengenai hal tertentu yang beli, terjadinya jual beli, hak dan
disetujui oleh mereka. Perjanjian kewajiban para pihak, pembayaran,
juga memiliki beberapa bagian wanprestasi dan ganti rugi, resiko.
khusus seperti perjanjian jual beli perjanjian sewa menyewa, terjadinya
dan perjanjian sewa menyewa. sewa menyewa, bentuk kontrak sewa
Kedua hal tersebut adalah perjanjian menyewa, hak dan kewajiban para
yang berbeda namun memiliki pihak, r esiko dalam perjanjian sewa
kaitannya satu sama lain. Jual menyewa, gangguan dari pihak ke-3,
beli merupakan perjanjian dimana kontrak jual beli tidak memutuskan
pihak yang satu mengikatkan dirinya sewa menyewa.
untuk menyerahkan suatu benda dan
pihak lain untuk membayar harga
benda yang telah
dijanjikan. Sedangkan sewa
menyewa merupakan suatu
persetujuan dengan mana pihak yang
satu mengikatkan dirinya untuk
memberikan kepada pihak yang
lainnya kenikmatan dari sesuatu
barang, selama suatu waktu tertentu
dan dengan pembayaran sesuatu
harga, yang pihak tertentu
belakangan itu disanggupi
pembayarannya. Keduanya sama –
sama berhubungan dengan barang,
namun yang membedakannya adalah
kalau jual beli itu sifatnya permanen
sedangkan sewa menyewa memiliki
batasan waktu tertentu.

‘20 Hukum Bisnis


2 Rina Tresnawati, S.E.,M.M.
Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Jual Beli

I. Pengertian Perjanjian Jual Beli

Menurut pasal 1457 KUHPerdata, Jual beli merupakan perjanjian dimana pihak yang
satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu benda dan pihak lain untuk membayar
harga benda yang telah dijanjikan.

Menurut B.W jual beli adalah suatu perjanjian timbal balik dimana pihak yang satu si
penjual berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang sedang pihak yang lain si
pembeli berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan
dari perolehan hak milik tersebut.ada Istilah yang mencakup dua kegiatan timbal balik
tersebut adalah adanya istilah belanda “koopen verkoop” Koopen yang artinya pembeli
dan verkoop yang artinya penjual.

Barang yang dijadikan untuk perjanjian jual beli harus jelas. Misalnya , bisa ditentukan
contoh wujud bendanya dan jumlahnya pada saat akan diserahkan kepada pembeli .
apabila barang yang dijanjikan melakukan percobaan terlebih dahulu atau mengenai
barang barang yang harus di coba terlebih dahulu seperti kulkas ,lemari,TV dan lain-
lain(pasal 1463 B.W)jadi , meskipun harga telah disetujui baru bisa menjadi sah bila
barang tersebut telah di coba dan memuaskan.

Jual beli pula termasuk dalam perjanjian bernama, maksudnya undang-undang


memberikan pengaturan dan aturan secara khusus terhadap perjanjian jual beli.
Pengaturan perjanjian bernama dapat diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata
maupun Kitab Undang-undang Hukum Dagang.

Perjanjian jual beli diatur dalam pasal 1457-1540 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Menurut pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, jual beli adalah suatu
perjanjian yang mana pihak yang lain mengikatkan dirinya untuk menyerahkan sesuatu
barang / benda, dan pihak lain untuk membayar harga yang telah di janjikan.

Dari pengertian yang diberikan pasal 1457, persetujuan jual beli sekaligus membebankan
dua kewajiban yaitu :

1. Kewajiban pihak penjual menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli.


2. Kewajiban pihak pembeli membayar harga barang yang dibeli kepada penjual.

Dan yang menjadi unsur - unsur pokok dalam perjanjian jual beli adalah barang dan
harga, dimana antara penjual dan pembeli harus ada kata sepakat tentang harga dan benda

‘20 Hukum Bisnis


3 Rina Tresnawati, S.E.,M.M.
Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
yang menjadi objek jual beli. Suatu perjanjian jual beli yang sah keluar apabila kedua
belah pihak telah setuju tentang harga dan barang.

Sifat konsensual dari perjanjian jual beli menegaskan dalam pasal 1458 yang berbunyi
“jual beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah mereka
mencapai kata sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang ini belum diserahkan
maupun harganya belum dibayar”.

1. Subjek jual beli

Istilah jual beli menyatakan bahwa terdapat dua pihak yang saling membutuhkan
sesuatu dari proses tawar menawar ( offer and acceptance).pihak pertama di sebut
penjual dan pihak kedua disebut penjual. Jual beli dapat diartikan sebagai kegiatan
sehari – hari yang terjadi antara penjual yang menjual benda dan pembeli yang membeli
benda . Secara langsung jual beli dapat dijadikan mata pencaharian bagi masyarakat
yang berstatus pedagang.pihak penjual disebut pihak perusahaan dan pembeli disebut
konsumen.

2. Objek jual beli

Benda yang menjadi objek jual beli harus benda tertentu. Atau dapat ditentukan dengan
baik atau jelas bentuk wujud, jumlah maupun harganya dan benda tersebut memang
benda yang boleh di perdagangkan dengan demikian benda yang di jual belikan itu
stusnya jelas dan sah menurut hukum diketahui jelas oleh calon pembeli , dijual di
tempat terbuka dan tidak membuat curiga pembeli yang jujur.

Dalam kegiatan jual beli,calon pembeli harus mencoba dulu barang tersebut .dalam
pasal 1463 KUHPdt jual beli yang dilakukan dengan percobaan atau mengenai . Contoh
benda – benda elektronik.walaupun harga perjanjian jual beli telah disepakati tetap
harus dicoba hingga pembeli merasa puas baru jual beli di anggap sah.

Hubungan kewajiban dan hak merupakan keterikatan penjual untuk menyerahkan benda
dan memperoleh pembayaraan keterikatan pembeli untuk membayar harga dan
memperoleh benda. Dengan demikian jelas bahwa jual beli merupakan bagian dari suatu
sistem hukum yang memiliki unsur – unsur sistem sebagai berikut antaranya:

1) Subjek hukum

Merupakan pihak penjual dan pembeli

2) Status hukum

‘20 Hukum Bisnis


4 Rina Tresnawati, S.E.,M.M.
Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Yaitu untuk kepentingan sendiri atau pihak lain

3) Peristiwa hukum

Adalah persetujuan penyerahaan hak milik dan pembayaraan.

4) Objek hukum

Adalah benda dan harga.

5) Hubungan hukum

Adalah keterikatan kewajiban dan hak pihak - pihak yang melakukan kegiatan
perjanjian.

II. Terjadinya Jual Beli

Unsur- unsur pokok jual beli adalah harga dan barang. Sesuai dengan asas
konsensual yang menjadi dasar perjanjian jual beli dan mengikat pada saat tercapainya
kata sepakat antara penjual dan pembeli mengenai benda dan harga sebagai unsure
ensensial perjanjian jual beli. Ketika pihak penjual dan pembeli menyatakan setuju tentang
benda dan harga ketika itu pula jual beli terjadi mengikat secara sah kedua belah pihak.

Menurut ketentuan pasal 1458 KUHPdt jual beli dianggap sudah terjadi ketika penjual dan
penjeli telah sampai kata sepakat tentang benda dan harga meskipun benda belum di
serahkan dan belum di bayar.

Kata sepakat yang di maksud adalah yang disetujui oleh penjual sama dengan apa yang
disetujui oleh pembeli .Persetujuan yang dinyatakan dengan tertulis tercantum bila ada
paraf sebagai tanda bukti bahwa penjual setuju menyerahkan hak milik atas benda kepada
pembeli. sebaliknya juga pembeli setuju membayar sejumlah uang kepada penjual sebagai
harga benda yang diserahkanya dengan tanda pembayaran.

Menurut pendapat lain dilihat dari pasal 1320 asas konsensualis yaitu pasal pasal yang
mengatur syarat-syarat sahnya suatu perjanjian dan tidak dari pasal 1338 menyatakan
semua perjanjian juga dibuat secara sah berlaku sebagai uu bagi mereka yang membuatnya
itu menyatakan bahwa kuatnya suatu perjanjian yaitu kekuatan yang sesuatu dengan
undang -undang.

Menurut pasal 1320 menyatakan perjanjian yang sah itu apabila :

1. Adanya kata sepakat antar dua belah pihak

‘20 Hukum Bisnis


5 Rina Tresnawati, S.E.,M.M.
Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Yang dimaksud dengan kesepakatan adalah menyesuaikan persetujuan antara para
pihak dalam perjanjian. Jadi dalam hal ini tidak boleh adanya unsur pemaksaan dari
salah satu pihak pada pihak lainnya.
2. Kecakapan

Cakap artinya adalah kemampuan untuk melakukan suatu perbuatan hukum yang dalam
hal ini adalah membuat suatu perjanjian

3. Hal tertentu

Suatu hal tertentu disebut juga dengan objek perjanjian. Objek perjanjian harus jelas
dan ditentukan oleh para pihak yang dapat berupa barang.

4. Causa (sebab,isi) yang baik, halal dan jelas.

Di dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum perdata tidak dijelaskan pengertian
sebab yang halal. Yang dimaksud dengan sebab yang halal adalah bahwa isi perjanjian
tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan dan
ketertiban umum.

Syarat pertama dan kedua merupakan syarat subjektif karena berkaitan dengan subjek
perjanjian dan syarat ketiga dan keempat merupakan syarat objektif karena berkaitan
dengan objek perjanjian. Apabila syarat pertama dan syarat kedua tidak terpenuhi, maka
perjanjian itu bisa diminta pembatalannya. Pihak yang dapat meminta pembatalan itu
adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan izinnya secara tidak bebas.

III. Hak dan Kewajiban Para Pihak


a. Hak dan Kewajiban Penjual.
Penjual mempunyai dua kewajiban utama yaitu :
- menyerahkan hak milik atas barang - menyerahkan barang atas barang menanggung
cacat tersembunyi.
- Sebaliknya pembeli memiliki hak atas pembayaran harga barang, hak untuk
menyatakan pembatalan berdasarkan pasal 1518 KUHPerd dan hak reklame.
b. Hak dan Kewajiban Pembeli.
Pembeli berkewajiban membayar harga barang untuk menuntut penyerahan hak milik
atas barang yang dibelinya. Pembayaran harga dilakukan pada waktu dan tempat yang
ditetapkan dalam perjanjian.

‘20 Hukum Bisnis


6 Rina Tresnawati, S.E.,M.M.
Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Harga tersebut harus berupa uang. Meski mengenai hal ini tidak ditetapkan oleh
undang-undang tetapi dalam istilah jualbeli sudah tercantum pengertian disatu pihak
ada barang dan dilain pihak ada uang (Subekti, 1995: 21)
Jika penjual tidak terikat untuk menyerahkan barang-barang di tempat yang ditentukan
maka kewajibannya adalah menyerahkan barang-barang kepada pengangkut barang untuk
diserahkan barang-barang tersebut kepada pembeli.
Penjual harus menyerahkan barang-barang pada tanggal yang ditentukan. dalam jangka
waktu yang ditentukan. dalam jangka waktu yang wajar (reasonable) setelah pembuatan
kontrak (pasal 33).
Pitlo (1988: 55) berpendapat bahwa wanprestasi itu dapat terjadi jika debitor mempunyai
kesalahan. Kesalahan adalah adanya unsur kesengajaan. Kesengajaan terjadi jika debitor
secara tidak langsung dan tidak memenuhi kewajibannya. Demikian seseorang dapat
dinyatakan wanprestasi apabila yang bersangkutan tidak melaksanakan kewajibannya
untuk memenuhi prestasi dan tidak terlaksananya kewajiban tersebut karena kelalaian atau
kesengajaan.

IV. Metode pembayaran dalam transaksi jual beli:


1. Metode pembayaran tunai seketika
Harga barang diserahkan semuanya, sekaligus pada saat diserahkannya barang objek
jual beli kepada pembeli.
2. Metode pembayaran dengan cicilan/ kredit
Pembayaran yang dilakukan dengan beberapa termin, sementara penyerahan barang
kepada pembeli dilakukan secara sekaligus di muka, meskipun pada saai itu
pembayaran belum semuanya dilunasi.
Menurut hukum, jual beli dan peralihan hak sudah sempurna terjadi, sementara cicilan
yang belum terbayar menjadi utang piutang belakang.
3. Metode pembayaran dengan menggunakan kartu kredit
- Pihak pembeli aman dengan tidak membawa uang cash kemana-mana
- Ketika barang sudah diterima oleh pihak pembeli, pihak pembeli cukup
menandatangani resi dan petunjuk kartu kredit kepada toko (penjual)
- Oleh toko tersebut di konfirmasi ke perusahaan kartu kredit tersebut, apakah cukup
tersedia dana untuk harga pembelian barang tersebut.
- Jika konfirmasi di terima dan resi ditandatangani, maka barang baru diserahkan, untuk
selanjutnya penjual menagih uang harga pembelian kepada bank-bank tertentu.

‘20 Hukum Bisnis


7 Rina Tresnawati, S.E.,M.M.
Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
4. Metode pembayaran dengan menggunakan kartu debit
- Lebih praktis disbanding dengan kartu redit, hanya saja dengan kartu debit baik
pembeli maupun penjual harus sama-sama mempunyai rekening di satu bank tertentu.
- Dalam praktek kartu debit dikenal dengan nama Kartu ATM (Automatic teller
machine) karena kartu tersebut dapat digunakan untuk melakukan transaksi di ATM.
- Dengan system kartu debit, pada pihak penjual tersedia alat yang dengan menekan
kode rahasia(pin kartu ATM/ debit oleh pembeli secara otomatis)
5. Metode pembayaran dengan menggunakan cek
- Tidak memerlukan pembelian uang cash, sehingga dianggap relative lebih aman )
- Pihak pembayar cukup memberikan sepucuk cek keapada penjual, cek yang
dikeluarkan oleh pihak bank, dimana terdapat rekening Koran dan pihak pembayar.
6. Metode pembayaran terlebih dahulu
- Pihak penjual baru mengirim barangnya jika dia telah menerima seluruh pembayaran
terhadap harga barang tersebut.
- Model pembayaran seperti ini sangat tidak aman bagi pihak pembeli
7. Metode pembayaran open account
Kebalikan dari metode pembayaran terlebih dahulu
- Pihak pembeli baru membayar atau mengirim pembayaran uang setelah dia menerima
barangnya secara utuh.
- Model pembayaran seperti ini sangat tidak aman bagi pihak penjual.
Contoh : jika barang dikirim secara kontinyu sementara pembayaran dilakukan secara
periodic, missal dibayar 3 bulan sekali.
8. Metode pembayaran atas dasar konsinyasi
Metode ini sangat merugikan dan sangat tidak aman bagi penjual.
- Harga baru dibayar setelah pihak pembeli menjual lagi barang tersebut kepada pihak
ketiga dan setelah pembayara oleh pihak ketiga.
Contoh ;pemilik toko kepada pemasok barang ke toko tersebut, dimana pembyaran
tersebut dilakukan setelah barang dalam toko tersebut laku terjual kepada pihak
konsumen.
9. Metode pembayaran dengan documentary collection
- Harga baru dibayar jika dokumen-dokumen pengiriman barang (shiping documents)
tiba di bank nya importer
- Tanopa membayar harga barang, shipping document tersebut tidak akan diberika oleh
bank dan tanpa shipping document tersebut, barang yang bersangkuran tersebut tidak

‘20 Hukum Bisnis


8 Rina Tresnawati, S.E.,M.M.
Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
dapat diambil pembeli.
10. Metode pembayaran dengan documentary credit
- Metode pembayaran yang sangayt popular saat ini, khususnya dalam dunia ekspor-
impor.
- Metode ini dilakukan dengan menggunakan instrument yang disebut dengan letter of
credit (L/C)
- Pembayaran dengan L/C ini merupakan jembatan/jalan diantara kepentingan pihak
pembeli adalah agar harga, baru dibayar jika barang sudah sampai di tangannya.

V. Wanprestasi dan Ganti Rugi


Wanprestasi adalah tidak terpenuhinya suatu kewajiban oleh debitur seperti yang telah
ditetapkan dalam perikatan. Tidak terpenuhinya kewajiban disebabkan oleh dua
kemungkinan, yaitu:
a. Kesalahan debitur, baik dengan sengaja maupun karena kelalaian. Menurut ketentuan
pasal 1238 KUHPdt debitur dianggap lalai dengan lewatnya tenggang waktu yang telah
ditetapkan dalam perikatan. Jika debitur lalai dalam melaksanakan kewajibannya, maka
cara untuk memperingatkan debitur supaya memenuhi prestasinya yaitu, debitur perlu
diberi peringatan tertulis yang isinya menyatakan bahwa debitur wajib memenuhi
prestasi.

Peringatan tertulis dapat dilakukan secara resmi dan tidak resmi. Peringatan tertulis
secara resmi dilakukan melalui Pengadilan yang berwenang, yang disebut sommatie.
Peringatan tertulis tidak resmi misalnya melalui surat tercatat, surat peringatan ini
disebut ingebreke stelling.
b. Keadaan memaksa (overmacht/force majeure), artinya diluar kemampuan debitur.
Unsur-unsur keadaan memaksa adalah sebagai berikut:
▪ Terjadi peristiwa yang membinasakan/memusnahkan benda objek perikatan
▪ Terjadi peristiwa yang menghalangi perbuatan debitur untuk berprestasi
▪ Peristiwa itu tidak dapat diketahui atau diduga akan terjadi pada waktu membuat
perikatan

Dalam hal keadaan memaksa yang memenuhi unsur satu dan tiga, maka keadaan memaksa
ini disebut “keadaan memaksa objektif”. Dasarnya adalah ketidakmungkinan memenuhi
prestasi, karena bendanya lenyap atau musnah. Misalnya seorang pelukis tidak bisa
menyerahkan lukisan yang telah dipesan kepada si pemesan karena tiba-tiba ada musibah

‘20 Hukum Bisnis


9 Rina Tresnawati, S.E.,M.M.
Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
berupa kebakaran, sehingga melenyapkan seluruh lukisannya. Dengan peristiwa ini, maka
perikatan diyatakan “batal”.
Dalam hal keadaan memaksa yang memenuhi unsur dua dan tiga, keadaan memaksa ini
disebut keadaan memaksa yang subjektif. Dasarnya ialah debitur kesulitan memenuhi
prestasi karena ada peristiwa yang menghalanginya. Misalnya seseorang membeli barang
dari seorang pedagang yang disanggupi untuk dikirimkan dalam waktu satu minggu.
Namun kapal yang mengangkut barang itu membentur karang sehingga harus masuk dok
untuk perbaikan. Di sini debitur mengalami kesulitan memenuhi prestasi. jika prestasi itu
sudah tidak berarti lagi bagi debitur karena lamanya waktu pengiriman, maka perikatan
“gugur”.
Perbedaan antara perikatan “batal” dan “gugur” teretak pada ada dan tidaknya objek
perikatan dan kemungkinan pemenuhan objek. Pada perikatan batal, objek perikatan tidak
ada karena musnah, sehingga tidak mungkin dipenuhi oleh debitur.

GANTI RUGI
Menurut ketentuan pasal 1243 KUHPdt, ganti kerugian karena tidak dipenuhinya suatu
perikatan, barulah mulai diwajibkan apabila debitur telah dinyatakan lalai memenuhi
perikatannya. Yang dimaksud dengan “kerugian” dalam pasal ini ialah kerugian yang
timbul karena debitur melakukan wanprestasi. Kerugian tersebut waib dipenuhi oleh
debitur terhitung sejak ia dinyatakan lalai. Ganti kerugian terdiri dari tiga unsur, yaitu:
1. Ongkos atau biaya yang telah dikeluarkan, misalnya ongkos cetak, biaya materai,
biaya iklan;
2. Kerugian sesungguhnya karena kerusakan, kehilangan benda milik kreditur akibat
kelalaian debitur. Misalnya busuknya buah-buahan karena pengirirmannya telat;
3. Bunga atau keuntungan yang diharapkan, misalnya bunga yang berjalan selama
piutang terlambat diserahkan (dilunasi).

Akibat hukum bagi debitur yang telah melakukan wanprestasi adalah hukuman atau
sanksi hukum berikut ini:
▪ Debitur diwajibkan membayar ganti kerugian yang telah diderita oleh kreditur (pasal
1243 KUHPdt)
▪ Apabila perikatan itu timbal balik, kreditur dapat menuntut pemutusan atau
pembatalan perikatan melalui Hakim (pasal 1266 KUHPdt)
▪ Debitur diwajibkan memenuhi perikatan jika masih dapat diakukan, atau pembatalan

‘20 Hukum Bisnis


10 Rina Tresnawati, S.E.,M.M.
Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
disertai pembayaran ganati kerugian (pasal 1267 KUHPdt)
▪ Debitur wajib membayar biaya perkara jika diperkarakan di muka Pengadilan, dan
debitur dinyatakan bersalah

VI. Resiko

Di dalam hukum dikenal suatu ajaran yang dinamakan dengan Resicoleer. Resicoleer
adalah suatu ajaran , yaitu seseorang berkewajiban memikul kerugian, jika ada sesuatu
kejadian di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa benda yang menjadi objek
perjanjian
Risiko dalam Perjanjian jual beli tergantung pada jenis barang yang diperjualbelikan, yaitu
apakah :

A. Barang telah ditentukan


Mengenai risiko dalam jual beli terhadap barang tertentu diatur dalam pasal 1460 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata. Hal pertama yang harus dipahami adalah pengertian
dari barang tertentu tersebut. Yang dimaksudkan dengan barang tertentu adalah barang
yang pada waktu perjanjian dibuat sudah ada dan ditunjuk oleh pembeli. Mengenai
barang seperti itu pasal 1460 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menetapkan
bahwa risiko terhadap barang tersebut ditanggung oleh si pembeli meskipun barangnya
belum diserahkan. Dapat dilihat bahwa ketentuan tersebut adalah tidak adil dimana
pembeli belumlah resmi sebagai pemilik dari barang tersebut akan tetapi ia sudah
dibebankan untuk menanggung risiko terhadap barang tersebut. Si pembeli dapat resmi
sebagai pemilik apabila telah dilakukan penyerahan terhadap si pembeli. Oleh sebab
itu, dia harus menanggung segala risiko yang dapat terjadi karena barang tersebut telah
diserahkan kepadanya. Ketentuan pasal 1460 ini dinyatakan tidak berlaku lagi dengan
dikeluarkannya Surat Edaran Mahkamah Agung No 3 tahun 1963. Menurut Prof. R.
Subekti, Surat edaran Mahkamah Agung tersebut merupakan suatu anjuran kepada
semua hakim dan pengadilan untuk membuat yurisprudensi yang menyatakan pasal
1460 tersebut sebagai pasal yang mati dan karena itu tidak boleh dipakai lagi.

B. Barang tumpukan
Barang yang dijual menurut tumpukan, dapat dikatakan sudah dari semula dipisahkan
dari barang-barang milik penjual lainnya, sehingga sudah dari semula dalam keadaan

‘20 Hukum Bisnis


11 Rina Tresnawati, S.E.,M.M.
Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
siap untuk diserahkan kepada pembeli. Oleh sebab itu dalam hal ini, risiko diletakkan
kepada si pembeli karena barang-barang tersebut telah terpisah

C. Barang yang dijual berdasarkan timbangan, ukuran atau jumlah.


Barang yang masih harus ditimbang terlebih dahulu, dihitung atau diukur sebelumnya
dikirim (diserahkan) kepada si pembeli, boleh dikatakan baru dipisahkan dari barang-
barang milik si penjual lainnya setelah dilakukan penimbangan, penghitungan atau
pengukuran. Setelah dilakukannya penimbangan, penghitungan atau pengukuran, maka
segala risiko yang terjadi pada barang tersebut adalah merupakan tanggung jawab dari
si pembeli. Sebaliknya apabila barang tersebut belum dilakukan penimbangan,
penghitungan atau pengukuran maka segala risiko yang ada pada barang tersebut
merupakan tanggungjawab dari pihak penjual. Hal ini diatur dalam pasal 1461 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata.

Sewa Menyewa

I. Pengertian Sewa Menyewa


Sewa menyewa adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan
dirinya untuk memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak lain selama waktu
tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak yang terakhir itu
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sewa didefinisikan sebagai: (i). pemakaian
sesuatu dengan membayar uang; (ii). Uang dibayarkan karena memakai atau meminjam
sesuatu, ongkos biaya pengangkutan (transportasi); (iii). Boleh dipakai setelah dibayar
dengan uang. Menyewa didefiniskan sebagai memakai (meminjam, mengusahakan, dan
sebagainya) dengan membayar uang sewa.
Menurut Pasal 1548, Bab VII Buku III KUHPerdata menyebutkan bahwa: “Sewa-
menyewa adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya
untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari sesuatu barang, selama
suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuatu harga, yang pihak tertentu
belakangan itu disanggupi pembayarannya”.
Sewa-menyewa adalah suatu perjanjian konsensual. Artinya sudah sah dan mengikat pada
detik tercapainya sepakat mengenai unsur-unsur pokoknya, yaitu barang dan harga.
Barang yang diserahkan tidak untuk dimiliki seperti halnya dalam jual beli, tetapi hanya

‘20 Hukum Bisnis


12 Rina Tresnawati, S.E.,M.M.
Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
untuk dipakai, dinikmati kegunaannya. Dengan demikian maka penyerahan hanya bersifat
menyerahkan kekuasaan belaka atas barang yang disewa itu. Sewa-menyewa adalah
perjanjian konsensual, namun oleh undangundang diadakan perbedaan (dalam akibat-
akibatnya) antara sewa tertulis dan sewa lisan. Jika sewa-menyewa itu diadakan secara
tertulis, maka sewa itu berakhir demi hukum (otomatis) apabila waktu yang ditentukan
sudah habis, tanpa diperlukannya sesuatu pemberitahuanpemberhentian untuk itu.
Sebaliknya, kalau sewa-menyewa tidak dibuat dengan tulisan, maka sewa itu tidak
berakhir pada waktu yang ditentukan, melainkan jika pihak yang menyewakan
memberitahukan kepada si penyewa bahwa ia hendak menghentikan sewanya,
pemberitahuan mana harus dilakukan dengan mengindahkan jangka waktu yang
diharuskan menurut kebiasaan setempat. Jika tidak ada pemberitahuan seperti itu, maka
dianggaplah bahwa sewa itu diperpanjang untuk waktu yang sama.

II. Terjadinya Sewa Menyewa


Terjadinya Perjanjian Sewa Menyewa menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian
mempunyai arti penting bagi :
1. kesempatan penarikan kembali penawaran
2. penentuan resiko
3. saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa
4. menentukan tempat terjadinya perjanjian.
Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas
konsensual, yang dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya
konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan.
Menurut Ahli Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai
pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak.
Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang
menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie). Sepakat antara dua pihak itulah
yang melahirkan kontrak/perjanjian.
Teori Menentukan Saat Lahirnya Kontrak
a. Teori Pernyataan (Uitings Theorie) Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir pada
saat atas suatu penawaran telah ditulis surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain
kontrak itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya.

‘20 Hukum Bisnis


13 Rina Tresnawati, S.E.,M.M.
Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
b. Teori Pengiriman (Verzending Theori). Menurut teori ini saat pengiriman jawaban
akseptasi adalah saat lahirnya kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan
tanggal lahirnya kontrak.
c. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie). Menurut teori ini saat lahirnya kontrak
adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.
d. Teori penerimaan (Ontvangtheorie). Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah
pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan
tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat
itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya kontrak.

III. Bentuk Kontrak Sewa Menyewa


Bentuk dan Substansi Perjanjian Sewa Menyewa KUHPerdata tidak menentukan secara
tegas tentang bentuk perjanjian sewa menyewa yang dibuat oleh para pihak. Perjanjian
sewa menyewa dapat dibuat dalam bentuk tertulis maupun lisan. Dalam praktik, perjanjian
sewa menyewa misalnya seperti bangunan/tanah dibuat dalam bentuk tertulis dan isi
perjanjian telah dirumuskan oleh para pihak dan/atau notaris.
Adapun substansi perjanjian sewa menyewa minimal memuat hal-hal sebagai berikut :
1) Tanggal dibuatnya perjanjian sewa menyewa
2) Subjek hukum, yaitu para pihak yang terlibat dalam perjanjian sewa menyewa
3) Objek yang disewakan
4) Jangka waktu sewa
5) Besarnya uang sewa
6) Hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam perjanjian tersebut
7) Dapat juga ditambahkan mengenai berakhirnya kontrak dan denda.

IV. Hak dan Kewajiban Para Pihak


Berdasarkan hukum properti di Indonesia, tepatnya diatur dalam Pasal 1550 KUH
Perdata, pihak yang menyewakan properti memiliki sejumlah kewajiban, antara lain:
1. Menyerahkan properti yang disewakan kepada penyewa.
2. Memelihara properti yang disewakan sedemikian rupa sehingga dapat dipakai untuk
keperluan yang dimaksudkan.
3. Memastikan ketentraman, kenyamanan dan keamanan kepada penyewa properti.

‘20 Hukum Bisnis


14 Rina Tresnawati, S.E.,M.M.
Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Pemilik sewaan, menurut hukum, juga diwajibkan menanggung semua cacat atau
kerusakan properti yang disewakan, meskipun ketika perjanjian sewa-menyewa dibuat
pihak penyewa tidak mengetahui tentang kerusakan tersebut.
Pihak penyewa berhak menuntut pengurangan harga sewa jika kerusakan atau cacat pada
properti dirasa mengganggu, dengan catatan gangguan tersebut telah diberitahukan kepada
pemilik.
Selain kewajiban, hukum Indonesia juga mengatur hak pemilik sewaan. Sebagaimana
diatur Pasal 1548 KUH Perdata, pemilik sewaan memiliki hak sebagai berikut:
1. Menerima uang sewa sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan dalam
perjanjian.
2. Menegur penyewa apabila penyewa tidak menjalankan kewajibannya dengan baik.
3. Menuntut ganti kerugian atas properti yang disewakan jika penyewa merusak kondisi
properti sehingga tidak sesuai dengan tujuan penggunaan properti menurut perjanjian
sewa.
Jika ingin mengakhiri perjanjian sewa-menyewa sebelum waktu yang dicantumkan dalam
perjanjian, Anda dapat melakukannya atas persetujuan pihak penyewa.

Kewajiban pihak yang menyewakan diantaranya :

1. Menyerahkan barang yang disewakan kepada si penyewa.


2. Memelihara barang yang disewakan sedemikian rupa hingga itu dapat dipakai untuk
keperluan yang dimaksudkan.
3. Memberikan kepada si penyewa kenikmatan tenteram dari barang yang disewakan,
yang bebas dari tuntutan hukum pihak ketiga.
4. Melakukan pembetulan-pembetulan berat.
5. Menanggung cacat dari barang yang disewakan, dan memberi kerugian apabila cacat
itu mengakibatkan kerugian si penyewa (Pasal 1551 dan 1552 KUH Perdata).
Kewajiban si penyewa diantaranya :
1. Memakai barang yang disewa sebagai “bapak rumah yang baik”, sesuai dengan tujuan
diberikan barang itu menurut perjanjian sewanya. apabila barang yang disewa oleh
penyewa digunakan untuk suatu keperluan lain daripada tujuannya atau untuk keperluan
sedemikian rupa, sehingga merugikan yang menyewakan,maka perjanjian sewa dapat
dibatalkan (Pasal 1561 KUH Perdata), contohnya adalah : Sewa rumah,kemudian dipakai
menjadi bengkel.

‘20 Hukum Bisnis


15 Rina Tresnawati, S.E.,M.M.
Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
2. Membayar harga sewa pada waktu-waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian.
3. Melakukan pembetulan-pembetulan kecil. Pembetulan kecil adalah pembetulan pada
lemari-lemari toko,tutupan jendela,kunci-kunci dalam dan segala sesuatu yang dianggap
termasuk itu menurut kebiasaan setempat (Pasal 1583 KUH Perdata).
4. Melaporkan kepada si pemilik tanah tentang segala peristiwa yang dilakukan di atas
pekarangan yang dapat menimbulkan kerusakan pada tanah milik, dengan ancaman
membayar ganti rugi (Pasal 1591 KUH Perdata).

V. Resiko dalam perjanjian sewa menyewa


Apabila barang yang disewakan musnah karena diluar kesalahan salah satu pihak,maka
perjanjian sewa-menyewa gugur demi hukum. Masing-masing pihak sudah tidak dapat
menuntut sesuatu dari pihak lawannya. dengan demikian risiko dalam sewa-menyewa
dipikul oleh si pemilik barang yaitu pihak yang menyewakan (Pasal 1553 KUH Perdata).
Penyewa tidak diperbolehkan mengulang sewakan barang yang disewanya,maupun
melepaskan sewanya kepada orang lain,kecuali telah diizinkan sebelumnya. Apabila
terjadi,maka yang menyewakan dapat mengajukan pembatalan perjanjian dengan disertai
pembayaran kerugian. Jika yang disewakan rumah tempat tinggal dan didiami oleh
penyewa, maka ia dapat atas tanggung jawab sendiri,menyewakan sebagian kepada orang
lain kecuali dilarang dalam perjanjian sewanya (Pasal 1559 KUH Perdata).
Jika sewa menyewa diadakan secara tertulis,maka sewa berakhir demi hukum pada waktu
yang ditentukan habis (Pasal 1570 KUH Perdata), sedangkan apabila sewa diadakan tidak
tertulis maka sewa tidak berakhir pada waktu ditentukan, melainkan jika yang
menyewakan memberitahukan kepada si penyewa bahwa ia hendak menghentikan
sewanya,pemberitahuan mana harus mengindahkan jangka waktu yang diharuskan
menurut kebiasaan setempat (Pasal 1571 KUH Perdata).

VI. Kontrak Jual Beli tidak memutuskan sewa menyewa


Berdasarkan pasal 1576 KUHPerdata, jual beli tidak memutuskan sewa menyewa yang
telah ada. Pasal 1576 KUHPerdata menyatakan;
“Dengan dijualnya barang yang disewa, suatu persewaan yang dibuat sebelumnya
tidaklah diputuskan kecuali apabila ini telah diperjanjikan pada waktu menyewakan
barang.”
Jadi, Anda perlu melihat kembali surat perjanjian sewa menyewa rumah tersebut. Apabila
dalam perjanjian sewa sebelumnya telah diperjanjikan bahwa penjualan rumah tersebut

‘20 Hukum Bisnis


16 Rina Tresnawati, S.E.,M.M.
Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
akan mengakhiri hubungan sewa menyewa antara Anda dan pemilik rumah, maka
penyewaan rumah tersebut berakhir dengan dijualnya rumah tersebut. Akan tetapi, apabila
pengaturan seperti itu tidak ada, berarti Anda masih berhak atas rumah yang disewakan
tersebut. Dalam hal ini, Anda dapat mengajukan gugatan wanprestasi ke pengadilan. Di
sini tuntutan yang bisa Anda ajukan adalah:
1. Pemenuhan hak anda untuk tetap menempati bangunan tersebut sampai berakhirnya
masa perjanjian sewa menyewa. Jadi, anda menuntut untuk tetap boleh
mempergunakan rumah tersebut sesuai dengan jangka waktu dalam perjanjian sewa
menyewa.
2. Ganti rugi.
Mengenai masalah ganti rugi, hal ini diatur dalam pasal 1246 KUHPerdata. Ganti rugi
dapat berupa:
a) Kerugian yang nyata-nyata diderita. Dalam hal ini, kerugian Anda adalah sebesar
sisa biaya sewa sebagaimana telah diperjanjikan.
b) Keuntungan yang seharusnya diperoleh. Dalam hal ini, Anda dapat menggugat
ganti rugi atas keuntungan yang seharusnya Anda terima apabila tetap
mempergunakan bangunan tersebut.
c) Biaya-biaya.
Aturan mengenai perubahan fisik terhadap barang yang disewakan tidak diatur dengan
jelas dalam KUHPerdata. Akan tetapi, dalam pasal 1567 KUHPerdata, diatur bahwa pada
saat mengosongkan barang yang disewanya, seorang penyewa berhak untuk membongkar
dan membawa segala barang apa yang telah dibuatnya pada barang sewaan atas biayanya
sendiri. Dengan demikian, KUHPerdata memungkinkan penyewa suatu rumah untuk
melakukan perubahan atas fisik bangunan yang disewanya.
Tetapi, Anda perlu melihat kembali perjanjian sewa menyewa rumah tersebut. Apabila
sebelumnya telah diperjanjikan bahwa Anda sebagai penyewa tidak boleh merubah fisik
bangunan, maka perubahan yang Anda lakukan tersebut adalah salah. Namun jika hal ini
tidak diperjanjikan sebelumnya, maka perubahan fisik bangunan yang Anda lakukan
bukan perbuatan yang melanggar hukum.

VII. Gangguan Pihak Ketiga


• Apabila selama waktu sewa, si penyewa dalam pemakaian barang yang disewakan,
diganggu oleh seoarang pihak ketiga berdasarkan suatu hak yang dikemukan oleh orang

‘20 Hukum Bisnis


17 Rina Tresnawati, S.E.,M.M.
Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
pihak ketiga itu, si penyewa dapat menuntu pihak yang menyewakan supaya uang sewa
dikurangin secara sepadan dengan sifat gangguan itu.
• Apabila pihak ketiga sampai menggugat si penyewadi muka pengadilan, maka si
penyewa dapat menuntut supaya pihak yang menyewakan ditarik sebagai pihak dalam
perkara perdata untu kmelindungi si penyewa.
• Apabila gangguan – ganggugan itu berupa perbuatan fisik tanpa mengemukakan suatu
hak, maka hal tersebut di luar tanggungan si yang menyewakan.

Daftar Pustaka

Nurani, Nina. 2009. Hukum Bisnis Suatu Pengantar. Bandung: CV. Insan Mandiri,
Cetakan IV.

‘20 Hukum Bisnis


18 Rina Tresnawati, S.E.,M.M.
Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id

Anda mungkin juga menyukai