Anda di halaman 1dari 15

HUKUM ADAT KELAS D KELOMPOK 5

ANGGOTA KELOMPOK:

BELLA DEVINA (3018210284)

SYIFA QURROTA A.R (3018210308)

JOSE YUSTISIA (3018210323)

MAGHFIRA NABILA (3017210170)

AGIS FIKRI (3017210013)


Metode Penelitian
 Jenis penelitian:
Penelitian hukum normatif yaitu penelitian hukum yang mengkaji hukum tertulis dari
aspek teori, sejarah, filosofi,perbandingan, stuktur dan komposisi, lingkup dan materi,
penjelasan umum dari pasal demi pasal, formalitas dan kekuatan mengikat suatu
undang-undang tetapi tidak mengikat aspek terapan atau implementasinya.

Penelitian empiris adalah penelitian hukum positif tidak tertulis mengenai perilaku
anggota masyarakat dalam hubungan hidup bermasyarakat Penelitian hukum normatif
dengan cara mengkaji hukum tertulis yang bersifat mengikat dari segala aspek yang
kaitannya dengan pokok bahasan yang diteliti.
Metode Penelitian
1. Metode Pendekatan, Penelitian hukum ini merupakan penelitian hukum
normatif yang dilakukan dengan dengan cara meneliti bahan pustaka dan disebut juga
penelitian hukum kepustakaan
2. Spesifikasi Penelitian. Dalam metode penelitian yang digunakan
bersifat deskriptif analitis, yaitu berdasarkan kondisi yang ada sesuai
data-data yang diperoleh dalam penelitian, dihubungkan dan dibandingkan dengan
teori-teori yang ada sesuai dengan penulisan ini.
3. Sumber dan Jenis Data. Secara umum jenis data yang diperlukan dalam suatu
penelitian hukum terarah pada penelitian data sekunder yang terdiri dari: bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder
4. Teknik Analisis Data. Analisis data dilakukan secara kualitatif normatif.
Penelitian yang dihasilkan di
bidang hukum adat

Salah satu penelitian yang


dihasilkan di bidang hukum adat
yaitu Eksistensi hukum Adat
dalam Sistem Hukum di
Indonesia
dasar-dasar yuridis tentang berlakunya hukum adat, dari jaman kolonial hingga pada masa
berikutnya sampai sekarang.
Pada zaman kolonial Belanda sumber hukum yang pertama harus dilihat adalah pasal 75
Regerings Reglement baru (yang disingkat R.R baru), yang berlaku pada tanggal 1 Januari 1920,
yang menyatakan bahwa Hukum Eropa akan berlaku bagi golongan Eropa berlaku Hukum
Eropa dan bagi orang Indonesia Asli, namun menyatakan dengan sukarela bahwa ia akan
menundukkan diri hukum Eropa. Sedangkan dalam lapangan perdata bagi golongan orang
Indonesia yang lain, akan berlaku hukum adat dengan syarat tidak bertentangan dengan dasar-
dasar keadilan yang diakui umum. Sebaliknya apabila peraturan hukum adat bertentangan
dengan dasar-dasar keadilan atau terdapat suatu masalah yang tidak diatur dalam hukum adat,
maka hakim wajib memakai dasar-dasar umum hukum perdata Eropa sebagai pedoman. Pasal
75 RR tersebut dipertegas oleh pasal 130 IS yang menyatakan bahwa daerah-daerah diberi
kebebasan untuk menganut hukumnya sendiri
Hukum Adat Dalam Masa Kemerdekaan
hukum adat pembentukan dapat melalui Badan Legislatif, Melalui Pengadilan. Hukum merupakan
kesatuan norma yang bersumber pada nilai-nilai (values). Namun demikian hukum dan hukum adat
pada khususnya menurut
karakternya, ada:
1. Hukum adat memiliki karakter bersifat netral : hukum yang relative longgar kaitannya dengan
nilai nilai religius susunan masyarakat adat hal ini berakibat, perubahan hukum yang termasuk
hukum netral mudah pembentukannya dan pembinaan hukum dilakukan melalui bentuk
perumusan hukum perundangundangan (legislasi)
2. Hukum adat memiliki karakter bersifat tidak netral karena sangat erat kaitannya
dengan nilai-nilai relegius : relative tidak mudah disatukan secara nasional, maka pembinaan dan
perumusannya dalam hukum positif dilakukan melalui yurisprudensi.
Pembedaan ini penting untuk dapat memahami pembentukan atau perubahan hukum yang akan
berlaku dalam masyarakat.
Hukum Adat Dalam Konsitusi

Konstitusi kita sebelum amandemen tidak secara tegas menunjukkan kepada kita
pengakuan dan pemakaian istilah hukum adat. Namun bila ditelaah, maka dapat
disimpulkan ada sesungguhnya rumusan-rumusan yang ada di dalamnya mengandung nilai
luhur dan jiwa hukum adat. Pembukaan UUD 1945, yang memuat pandangan hidup
Pancasila, hal ini mencerminkan kepribadian bangsa, yang hidup dalam nilai-nilai, pola
pikir dan hukum adat. Pasal 29 ayat (1) Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,
Pasal 33 ayat (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan azas
kekeluargaan
Namun setelah amandemen konstitusi, hukum adat diakui sebagaimana dinyatakan
dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 18D ayat 2 menyatakan : Negara
mengakui dan menghormati kesatuankesatuan masyarakat hukum adat beserta
hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam
undang-undang.
Hukum Adat dan Hukum Agraria
Salah satu realisasi pemikiran penggunaan hukum adat sebagai landasan
Hukum Nasional tercermin dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Undang-Undang Pokok Agraria, atau yang lazim disebut sebagai UUPA.
Di dalam pasal 5 Undang -Undang tersebut dinyatakan bahwa hukum agraria yang
berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa, berlaku hukum adat sepanjang tidak
bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, yang
berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan
peraturan -peraturan yang tercantum dalam Undang -Undang ini dan dengan
peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur -unsur
yang bersandar pada hukum agama.
Berdasarkan ketentuan pasal 5 UUPA, untuk hukum agraria berlaku hukum
adat mengenai tanah. Namun walaupun menjadi dasar dari hukum agraria nasional,
tidak semua hukum tanah adat yang asli secara langsung dijadikan dasar melainkan
hukum adat yang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara.
Dalam kerangka pelaksanaan Hukum Tanah Nasional dan dikarenakan
tuntutan masyarakat adat maka pada tanggal 24 Juni 1999, telah diterbitkan Peraturan
Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.5 Tahun 1999 tentang
Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat

Peraturan ini dimaksudkan untuk menyediakan pedoman dalam pengaturan dan


pengambilan kebijaksanaan operasional bidang pertanahan serta langkah-langkah penyelesaian
masalah yang menyangkut tanah ulayat. Peraturan ini memuat kebijaksanaan yang memperjelas
prinsip pengakuan terhadap “hak ulayat dan hak- hak yang serupa itu dari masyarakat hukum
adat” sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 3 UUPA mengenai konsep kepemilikan hak ulayat
oleh masyarakat hukum adat.
Pasal 1 ayat (3) Permen no 5/1999 ttg Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat
Hukum Adat yg dikeluarkan Meneg Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional disebutkan:
“Masyarakat Hukum Adat sebagai sekelompok orang yg terikat oleh tatanan hukum adatnya
sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas
dasar keturunan”
Dalam Penjelasan : subjek hak ulayat adalah masyarkat hukum adat,
baik yg merupakan persekutuan hukum didasarkan kesamaan tempat tinggal
(teritorial) maupun yg didasarkan pada keturunan (genealogis), yg diikenal
dengan berbagai nama yg khas di daerah yg bersangkutan, misalnya suku,
marga, dati, dusun, nagari dsb
Hukum Adat dan Hukum Harta Perkawinan

Salah satu materi hukum adat asli yang dimasukkan dalam Undang-Undang perkawinan
adalah pengaturan hukum harta perkawinan. Secara garis besar dalam hukum adat parental,
harta perkawinan dibagi menjadi 2 (dua) yaitu harta asal dan harta bersama.24 Pengaturan
harta perkawinan menurut hukum adat tersebut kemudian dituangkan dalam pasal 35
Undang-Undang Perkawinan yang menyatakan bahwa harta benda yang diperoleh selama
perkawinan menjadi harta bersama.

Pasal tersebut dipertegas lagi oleh pasal 37 yang menyatakan bahwa bila perkawinan putus
karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masingmasing. Karenanya, di
dalam praktik di masyarakat, yang dimaksud dengan hukumnya masing-masing dalam
membagi harta, salah satunya adalah hukum adat tentang harta perkawinan.
Menurut hukum adat di Indonesia, apabila terjadi perceraian maka harta
bersama pada umumnya dibagi antara suami isteri, yang pada
umumnya masing-masing menerima setengah bagian. Namun di
beberapa daerah mempunyai kebiasaan yang berbeda, misalnya di
daerah Jawa Tengah dikenal asas sagendong sapikul, yang artinya
suami memperoleh dua pertiga dan isteri memperoleh sepertiga.
Konsep hukum adat dalam pembinaan
hukum nasional

Dengan demikian eksistensi hukum adat hingga saat ini tetap mempunyai peranan
yang penting, terutama dalam pembentukan hukum nasional yang akan datang,
terutama dalam lapangan hukum kekeluargaaan. Hukum adat akan menjadi salah
satu sumber utama dalam pembentukan hukum tertulis, sehingga aturan tertulis
tersebut otomatis merupakan pencerminan dari hukum masyarakat. Dan tentu saja
dengan harapan ketika hukum tertulis tersebut sudah diberlakukan, dalam praktik di
masyarakat tidak terjadi lagi kesenjangan dengan law in action-nya.
Sekian, Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai