KEDOKTERAN FORENSIK
dr.Tjetjep DS, SpF, SH.
Salah satu unsur penting dalam hubungan dokter-pasien adalah itikad baik
kedua pihak. Itikad baik inilah yang mendasari adanya rahasia kedokteran,
yang merupakan salah satu dasar keberlangsungan profesi kedokteran. Pasien
akan dengan senang hati menceritakan hal ikhwalnya kepada dokter dan
menyerahkan dirinya untuk diperiksa oleh dokter dengan harapan agar dokter
dapat dengan bebas melakukan pemeriksaan dan menegakkan diagnosa serta
memilih cara pengobatan terhadap penyakit yang dialaminya. Dilain pihak
pasien juga tidak perlu khawatir bahwa hal ikhwalnya diketahui oleh orang
lain.
Oleh karena itu didalam sumpah dokter maupun didalan etika kedokteran
selalu dicantumkan unsur wajib simpan rahasia kedokteran bagi para dokter.
Bahkan kewajiban inipun dikenakan kepada seluruh tenaga kesehatan dan
para mahasiswa/siswa kedokteran/kesehatan sebagaimana diatur dalam
peraturan pemerintah No. 10 tahun 1966
Pasal 16 :
Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang terhormat dan
bersusila, sesuai denagn martabat pekerjaan saya.
Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur
jabatan kedokteran
Pasal 1
Apabila pelanggaran yang dimaksud dalam pasal 4 dilakukan oleh mereka yang
disebut dalam pasal 3 huruf b, maka mentri kesehatan dapat mengambil
tindakan-tindakan berdasarkan wewenang dan kebijaksanaannya.
(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran,
wajib menyimpan rahasia kedokteran
(1) Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah
dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan
Sebagian pakar kedokteran yang melihat hal ini dari segi filosofis berprndapat
bahwa rahasia kedokteran haruslah disimpan secara absolut.
(2) Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan
tersebut
Dilain pihak banyak juga pakar yang lebih lunak dalam menanggapi wajib
simpan kedokteran ini, dengan melihatnya ke arah hukum positifnya.
Dengan demikian tinggal dicari adakah oeraturan yang lebih tinggi yang
menentukan lain bila wajib simpan kedokteran ini dikaitkan dengan
pembuatan visum et repertum.
Dari keterangan tersebut diatas, telah kita sepakati bahwa dasar hukum
kewajiban dokter membantu peradilan adalah pasal 28 UU No. 36 tahun 2009
tentang kesehatan dan dasar hukum pembuatan visum et repertum adalah
pasal 133 KUHAP yang tentu saja lebih tinggi derajatnya daripada PP No. 10
tahun 1966.
PASAL 50 KUHP
Pasal 28 :
(1) ....
Pasal 57 :
(1)....
a. Perintah undang-undang
b. Perintah pengadilan
d. Kepentingan masyarakat
Sidang pengadilan
Pasal 179 KUHAP
“Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya wajib memberikan
keterangan ahli demi keadilan”
1. Alexandra Ide, SH, M. Hum, 2012, Etika dan Hukum dalam Pelayanan
Kesehatan
2. Budi Sampurna, Zulhasmar Samsu, Tjetjep Dwidja Siswaja, 2008,
Peranan Ilmu Forensik dalam Penegakan Hukum sebuah pengantar
3. Budi Sampurna, Zulhasmar Samsu, Tjetjep Dwidja Siswaja, 2007,
Bioetik dan Hukum Kedokteran, pengantar bagi mahasiswa kedokteran
dan hukum
4. Sri Siswati, Dra, SH, Apt, M.kes, 2013, Etika dan Hukum Kesehatan
dalam PerspektifUndang-Undang Kesehatan
5. Qomariyah Sachrowardi, Ferryal Basbeth, 2011 Bioetik Isu dan Dilema
6. Panduan Pelaksanaan Etik dan Hukum RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo Edisi III 2014
7. Kode Etik Kedokteran Indonesia, 2012, Majelis Kehormatan Etika
Kedokteran – Pusat Ikatan Dokter Indonesia
8. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
9. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
10.Undang-Undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
11.Undang-Undang No.36 thaun 2009 tentang Kesehatan
12.Udang-Undang No. 44 thaun 2009 tentang Rumah Sakit
13.Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1966 tentang Wajib Simpan
Rahasia Kedokteran
14.Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Cetakan kedua, 1994, Peraturan Perundang-undangan Bidang
Kedokteran