Secara umum informasi rekam medis bersifat rahasia. Tetapi jika dianalisa, konsep kerahasiaan ini maka akan banyak ditemui pengecualian, dan yang menjadi perhatian disini adalah : bagi siapa rekam medis itu dirahasiakan, dan dalam keadaaan bagaimana rekam medis dirahasiakan. Informasi di dalam rekam medis bersifat rahasia karena hal ini menjelaskan hubungan, yang khusus antara pasien dan dokter yang wajib dilindungi dari pembocoran informasi sesuai dengan kode etik kedokteran dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sumber hukum yang dapat dijadikan acuan didalam masalah kerahasian suatu informasi medis yang menyangkut rekam medis pasien dapat dilihat pada Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1966 tentang “wajib simpan rahasia kedokteran”. Dengan adanya Peraturan Pemerintah (PP) itu maka siapapun yang bekerja di rumah sakit khususnya bagi mereka yang berhubungan dengan data rekam medis wajib memperhatikan ketentuan tersebut. a. Pasal 1 (satu): Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang diketahui orang-orang tersebut dalam pasal 3 (tiga) pada waktu atau selama melakukan pekerjaannya dalam lapangan kedokteran. b. Pasal 3 (tiga) : Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang di maksud dalam pasal 1 (satu) ialah : 1) Tenaga kesehatan menururt pasal 2 UU tenaga kesehatan (Lembaran Negara tahun 1963 No. 78) 2) Mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan, pengobatan dan atau perawatan dan orang lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. 3) Untuk lebih lengkapnya baca PP No 10 tahun 1966 mengenai wajib simpan rahasia kedokteran. 4. Rahasia kedokteran a. Sesuai dengan ketentuan pasal 48 Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran ditetapkan sebagai berikut: 1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib menyimpan rahasia kedokteran. 2) Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan. b. Pasal 51 huruf C Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 adanya kewajiban merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia. c. Berkaitan dengan pengungkapan rahasia kedokteran tersebut diatur dalam pasal 10 ayat (2) Peraturan menteri Kesehatan Nomor 269/MENKES/PER/III2008 Tentang Rekam Medis sebagai berikut : Informasi tentang indentitas, diganosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan dapat kesehatan pasien: 1) untuk kepentingan kesehatan pasien; 2) memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum atas perintah pengadilan; 3) permintaan dan / atau persetujuan pasien sendiri; 4) permintaan institusi / lembaga berdasarkan ketentuan perundang- undangan ; dan 5) untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis, sepanjang tidak menyebutkan identitas pasien. d. Mengenai rahasia kedokteran dikenal adanya trilogi rahasia kedokteran yang meliputi poersetujuan tindakan kedokteran, rekam medis dan rahasia kedokteran karena keterkaitan satu sama lain. Jika menyangkut pengungkapan rahasia kedokteran makan harus ada izin pasien (consent) dam bahan rahasia kedokteran terdapat dalam rekam medis 5. Hak Akses Hak akses pasien terhadap rahasia kedokteran didasarkan pada ; a. Data medis yang tercantum dalam rekam medis. Rekam medis adalah data pribadi pasien yang merupakan tindak lanjut dari pengungkapan penyakit yang diderita oleh pasien kepada dokternya. Maka iapun berhak untuk memperoleh informasi untuk mengetahui apa saja yang dilakukan terhadap dirinya dalam rangka penyembuhannya. Hak ini sdah dijabarkan dalam Permenkes Nomor 290 Tahun 2008 tersebut pengaturan tentang persetujuan tindakan kedokteran, dalam melakukan tindakan kedokteran, dokter harus memberikan penjelasan sekurang- kurangnya mencakup : 1) Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran; 2) Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan; 3) Alternatif tindakan lain, dan risikonya;’ 4) Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; 5) Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan. 6) Perkiraan pembiyaan. b. Hubungan hukum antara dokter – pasien untuk berdaya upaya menyembuhkan pasien (inspanning verbintenis). Hak akses terhadap rahasia kedokteran bisa disimpulkan sebagai kelanjutan dari hak atas informasi. Atau berdasarkan itikad baik dari pihak dokternya untuk memberikan akses terhadap rekam medisnya yang didalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/per/III/2008 diberikan dalam bentuk ringkasan rekam medis. c. Hak akses terhadap rekam medis adalah sebagai kelanjutan dari kewajiban dokter untuk memberikan informasi kepada pasien. Menurut Markenstein maka kepentingan pasien untuk melihat data rekam medis adalah: 1) Kepentingan yang terletak di bidang finansial dalam arti untuk dapat menilai apakah ia boleh memperoleh pembayaran kembali ataupun ganti kerugian; 2) Kepentingan proses peradilan yang menurut rasa keadilan kedua pihak yang berperkara seharusnya mempunyai hak akses yang sama terhadap infromasi yang relevan untuk diajukan pada proses peradilan; 3) Kepentingan pengobatan yang diperlukan untuk meneruskan pengobatannya pada pemberi pelayanan lain atas dasar data yang ada; 4) Kepentingan yang bersangkutan dalam pengamanan yang menyangkut data pribadinya (privacy). d. Hak atas privacy Hak privacy ini bersifat umum dan belaku untuk setiap orang. Inti dari hak ini adalah suatu hak atau kewenangan untuk tidak diganggu. Setiap orang berhak untuk tidak dicampuri urusan pribadinya oleh lain orang tanpa persetujuannya. Hak atas privacy disini berkaitan dengan hubungan terapeutik antara dokter – pasien (fiduciary relationship). Hubungan ini didasarkan atas kepercayaan bahwa dokter itu akan berupaya semaksimal mungkin untuk memberikan pelayanan pengobatan. Tambahan pula kepercayaan bahwa penyakit yang di derita tidak akan di ungkapkan lebih lanjut kepada orang lain tanpa persetujuannya. Pasal 11 (sebelas) Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008 tentang rekam medis, diatur bahwa penjelasa tentang isi rekam medis hanya boleh dilakukan oleh dokter atau dokter gigi yang merawat pasien dengan izin tertulis pasien atau berdasarkan peratura perundang-undangan. e. Hak Tolak Ungkap Hak tolak ungkap adalah terjemahan terhadap istilah bahasa Belanda “verschoningsrecht” yang diatur dalam berbagai peraturan yang menyangkut kewajiban menyimpan rahasia kedokteran. Artinya bagi si pemegang rahasia (orang yang dipercayakan suatu rahasia) diwajibkan untuk menyimpan dan tidak sembarangan mengungkapkan rahasia tersebut kepada orang lain tanpa izin pemilik. Ketentuan pedana yang berkaitan dengan pengungkapan rahasia kedokteran selain diatur dalam pasal 79 Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran juga diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana sebagai berikut : 1) Pasal 224 KUHP Barang siapa dipanggil sebagai saksi ahli atau juru bahasa menurut undang – undang dengan sengaja tidak memenuhi suatu kewajiban yang menurut undang undang selaku demikian harus dipenuhinya ancaman: Dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan. Dalam perkara lain, dengan pidana penjara paling lama enam bulan. 2) Pasal 322 KUHP Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pencahariannya, baik yang sekarang, maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak enam ratus rupiah. Menurut perumusan pasal 224 KUHP seseorang yang dipanggil oleh pengadilan sebagai saksi ahli harus datang memenuhi panggilan menghadap untuk memberikan keterangan tentang sesuatu yang terletak di bidang keahliannya. Ini adalah kewajiban hukum bagi setiap orang termasuk juga profesi kedokteran. Disamping itu KUHP pasal 322 memberi ancaman hukuman terhadap mereka yang dengan sengaja membocorkan rahasia yang seharusnya tidak diungkapkan kepada orang lain. Jika ia membocorkan rahasia itu maka orang yang dirugikan dapat mengadakan tuntutan atas dasar pasal 322. Berdasarkan sudut rahasia kedokteran maka sekilas tampaknya seolah-olah ada dua peraturan yang bertentangan dalam ketentuan tersebut. Dalam hal ini jika terdapat suatu kasus dan dokter berpendapatan bahwa demi kebaikan pasien rahasia kedokteran sebaiknya tidak diungkapkan maka dokter tersbut mempergunakan hak tolak ungkap yang diberikan berdasarkan ketentuan : pasal 1909 KUH Perdata, pasal 322 KUHP, pasal 170 Kita Undang Undang Hukum Acara Pidana, dan kode etik, lafal sumpah dokter. Kemudian diserahkan kepada hakim untuk mempertimbangkan apakah dokter tersebut harus atau tidak mengungkapkan rahasai kedokteran, hal ini didasarkan pasal 170 ayat (2) KUHAP. Apakah hakim berpendapat bahwa dokter itu harus mengungkpakan maka dapat dianggap bahwa dokter itu dibebaskan dari kewajiban menyimpan rahasia kedokteran oleh pengadilan. Ini juga sejalan dengan ketentuan dalam Undang Undang Praktik Kedokteran dan Permenkes nomor 269/2008 tentang Rekam Medis. Sementara itu menurut Prof Eck mengemukakan justifikasi pengungkapan rahasia kedokteran dapat didasarkan karena : a) Izin dari yang berhak (pasien) b) Keadaan mendesak atau terpaksa c) Peraturan Perundang-undangan d) Perintah jabatan yang sah f. Alasan penghapus pidana : pasal 48, 50, 52, KUHP Berkaitan dengan rahasia kedokteran ini memang tidak hanya menyangkut masalah hukum tetapi juga sarat dengan masalah etik, bagaimana jika suami datang ke praktik dokter diantar oleh istrinya sedang ternyata suami tersebut mengidap penyakit menular seksual, rahasia ini jika diungkapkan di depan isterinya dampaknya mungkin akan menimbulkan perpecahan rumah tangga. Dalam hal ini sebenarnya dapat dianggap sudah ada persetujuan dari kedua belah pihak untuk mengungkapkan, karena mereka datang berdua. (Leenen, 177). Namun dalam hal ini sebaiknya dokter membicarakan terlebih dahulu dengan pasiennya (suami), apakah isterinya boleh mengetahui rahasia kedokteran tersebut. Secara teori sebenarnya dokter dapat tidak menjawab pertanyaan pasien tentang penyakitnya, dalam hak : 1) Pada pemberian terapi placebo 2) Jika informasi yang diberikan bahwan akan merugikan atau memperburuk keadaan pasien itu sendiri 3) Apabila pasien belum dewasa 4) Pasien berada di bawah pengampuan (leanen) Juga persoalan lain misalnya seseorang menderita penyakit menular yang berpotensi wabah, ada pengecualian melalui kewajiban pelaporan penyakit wabah yang diatur sesuai ketentuan peraturan peundang-undangan meskipun prinsip privancy pasien tetap harus dijaga. Juga bagaimana jika rahasia kedokteran pasien sudah diungkapkan kepada media massa oleh pasien sendiri sehingga menyudutkan dokternya, seharusnya dokter mempunyai hak jawab karena rahasia kedokteran itu sudah diungkap oleh pasien itu sendiri. g. Hak koreksi atas Isi dokumen Hak koreksi adalah hak koreksi yang dilakukan oleh pasien sehubungan dengan data dan informasi yang disampaikan pada saat kondisi pasien mengalami fisik dan psikis yang tidak baik/tidak sehat, sehingga data dan infromasi yang disampaikan tidak akurat, baik diminta maupun tidak diminta Contoh : Pada saat dokter melakukan anamnesis terhadap pasien yag tidak sehat, pasien menggambarkan dirinya tidak dalam keadaan yang sebenarnya, maka pasien ketika dalam keadaan yang lebih baik dan dapat mengingat kondisi yang sebenarnya secara lebih baik maka pasien mempunyai hak koreksi terhadap rekam medis tentang dirinya. 6. Hak akses berkas dan informasi rekam medis a. Dokter 1) Dokter memiliki hak akses informasi serta hak akses berkas rekam medis pasien yang pernah dirawatnya. 2) Dokter spesialis yang menerima konsul pasien memiliki hak akses terhadap informasi serta hak akses terhadap berkas rekam medis pasien yang dikonsulkan. 3) Dokter dapat mengakses kembali berkas rekam medis pasien yang dipulangkan terkait dengan kelengkapan berkas serta permintaan resume medis pasien atau untuk kepentingan kesehatan pasien. b. Perawat 1) Perawat memiliki hak akses terhadap rekam medis pasien yang saat itu sedang dirawat. 2) Perawat dapat mengakses kembali berkas rekam medis pasien yang telah dipulangkan untuk kelengkapan berkas. c. Tenaga medis lain selain perawat diantaranya ahli gizi, fisiotheraphy, psikolog, psikososial dan farmasi hanya dapat mengakses berkas rekam medis pasien yang saat itu dalam asuhannya atau untuk kelengkapan pengisian berkas rekam medis yang telah dipulangkan. d. Residen atau peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS) yang sedang melaksanakan kepaniteraan klinik di RSUD Singaparna Medika Citrautama memiliki hak akses terhadap informasi rekam medis dan melihat isi berkas rekam medis pasien harus seijin pasien yang bersangkutan dan dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP). e. Mahasiswa tenaga kesehatan (Koas, Farmasi, Analis, Gizi, Radiografer, Perawat, Rekam Medis) yang melakukan praktik di RSUD Singaparna Medika Citrautama memiliki hak akses terhadap informasi rekam medis tetapi tidak diperkenankan melihat isi berkas rekam medis pasien. f. Pasien memiliki hak akses terhadap informasi dari berkas rekam medisnya sesuai dengan ketentuan sebagai berikut : 1) Permintaan informasi medis terkait dengan data rekam medis pasien diatur sesuai dengan SPO permintaan resume medis. 2) Rekam medis pasien hanya dapat diakses oleh pasien sendiri dan / atau orang yang telah diberikan kuasa oleh pasien untuk mengetahui isi rekam medis. 3) Rekam medis pasien anak hanya dapat diakses orang tua kandung pasien, orang tua adopsi dan / atau wali yang secara sah ditunjuk jika pasien masih dalam pengampuan. g. Aparatur penegak hukum 1) Aparatur penegak hukum kepolisian untuk dapat memperoleh informasi medis pasien harus dengan persetujuan pelepasan informasi pasien. 2) Pengadilan dapat meminta berkas rekam medis yang asli dalam hal pembuktian hukum. Peminjaman berkas rekam medis untuk kepentingan pengadilan ini dilakukan dengan cara mengirimkan surat perintah dari Pengadilan kepada Direktur Utama RSUD Singaparna Medika Citrautama untuk dapat mengirimkan salinan rekam medis ataupun berkas rekam medis asli. h. Permintaan data medis oleh institusi atau lembaga tertentu: 1) Permintaan data medis oleh institusi atau lembaga tertentu dapat dipenuhi sesuai dengan perjanjian yang telah diatur antara pihak rumah sakit dengan instansi yang terkait. 2) Pemberian resume medis pada pihak ketiga yakni asuransi serta perusahaan rekanan tetap didasarkan pada persetujuan pasien atas pelepasan informasi medisnya. 3) Badan atau lembaga yang berkepentingan terhadap penelitian, pendidikan, dan audit medis. 4) Badan atau lembaga tertentu yang mengakses informasi maupun berkas rekam medis untuk kepentingan penelitian, pendidikan, maupun audit medis tidak boleh mencantumkan identitas pasien terkait kepentingannya terhadap akses rekam medis pasien. 5) Peminjaman berkas rekam medis untuk kepentingan penelitian, pendidikan, audit medis diatur dalam SPO peminjaman berkas rekam medis. i. Petugas non tenaga kesehatan di RSUD Singaparna Medika Citrautama 1) Bagian kerohanian memiliki hak akses informasi terkait kondisi pasien untuk dilakukan tindakan bimbingan kerohanian dengan tetap harus menjaga kerahasiaan pasien. 2) Bagian keuangan dapat mengakses berkas rekam medis terkait kepentingan pembiayaan perawatan pasien di rumah sakit dan pemenuhan persyaratan klaim asuransi atau perusahaan rekanan. 3) Petugas kasir atau petugas keuangan lain harus tetap menjaga kerahasiaan rekam medis. j. Bagian Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS ) memiliki wewenang dalam akses data rekam medis elektronik dalam upaya pengembangan program sistem informasi manajemen RSUD Singaparna Medika Citrautama. k. Hak akses informasi rekam medis setiap petugas terkait dengan pelaksanaan SIMRS dibatasi sesuai dengan kewenangannya. Bagian SIMRS memfasilitasi hak akses tersebut. H. Persetujuan Tindakan Medis Prosedur persetujuan tindakan medik merujuk pada PERMENKES No:290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran dan UU RI No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yang tercantum dalam pasal 45 ayat (1) menyatakan bahwa “setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapatkan persetujuan”. Persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien. Penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan harus diberikan kepada pasien, baik diminta atau tidak. Persetujuan tindakan medis dibuat ditandatangani oleh pasien meliputi persetujuan tindakan medis dan penolakannya. Persetujuan tindakan medis harus diisi dan ditandatangani oleh dokter, pasien atau perwaliannya, dan saksi. Dokter mempunyai kewajiban menerangkan kepada pasien tentang tindakan dan kemungkinan yang akan terjadi sebagai akibat tindakan yang akan dilakukan tersebut. Persetujuan tindakan medis merupakan ketentuan hukum yang akan melindungi pasien, dokter dan Rumah Sakit sebagai penyedia layanan kesehatan.
I. Rekam Medis Di Pengadilan
Informasi medis seorang pasien dapat diberikan kepada pihak-pihak terkait antara lain : a. Asuransi b. Pasien/keluarga pasien c. Rumah sakit yang menjadi tempat rujukan d. Dokter lain yang merawat pasien e. Kepolisian f. Pengadilan Pemberian informasi medis harus mengikuti prosedur yang berlaku, informasi medis dapat diberikan, apabila pasien menandatangani serta memberikan kuasa kepada pihak ketiga untuk mendapatkan informasi medis mengenai dirinya, hal ini bertujuan untuk melindungi rumah sakit dari tuntutan yang lebih jauh. Untuk melengkapi persyaratan bahwa surat kuasa/persetujuan tindakan medis harus ditanda tanganii oleh orang yang bersangkutan, rumah sakit menyediakan formulir surat kuasa. Hal ini pun diatur dalam Permenkes No. 269/MENKES/PER/III/2008 pada pasal 13 ayat (1) bahwa rekam medis dapat dimanfaatkan/digunakan sebagai alat bukti dalam proses penegakan hukum, disiplin kedokteran oleh MKDI, penegakan etika kedokteran dan kedokteran gigi bagi profesi kedokteran.