Anda di halaman 1dari 11

3.

Kerahasiaan Rekam Medis


Secara umum informasi rekam medis bersifat rahasia. Tetapi jika
dianalisa, konsep kerahasiaan ini maka akan banyak ditemui pengecualian, dan
yang menjadi perhatian disini adalah : bagi siapa rekam medis itu dirahasiakan,
dan dalam keadaaan bagaimana rekam medis dirahasiakan. Informasi di dalam
rekam medis bersifat rahasia karena hal ini menjelaskan hubungan, yang khusus
antara pasien dan dokter yang wajib dilindungi dari pembocoran informasi sesuai
dengan kode etik kedokteran dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sumber hukum yang dapat dijadikan acuan didalam masalah kerahasian
suatu informasi medis yang menyangkut rekam medis pasien dapat dilihat pada
Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1966 tentang “wajib simpan rahasia
kedokteran”. Dengan adanya Peraturan Pemerintah (PP) itu maka siapapun
yang bekerja di rumah sakit khususnya bagi mereka yang berhubungan dengan
data rekam medis wajib memperhatikan ketentuan tersebut.
a. Pasal 1 (satu): Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala
sesuatu yang diketahui orang-orang tersebut dalam pasal 3 (tiga) pada waktu
atau selama melakukan pekerjaannya dalam lapangan kedokteran.
b. Pasal 3 (tiga) : Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang di maksud dalam
pasal 1 (satu) ialah :
1) Tenaga kesehatan menururt pasal 2 UU tenaga kesehatan (Lembaran
Negara tahun 1963 No. 78)
2) Mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan
pemeriksaan, pengobatan dan atau perawatan dan orang lain yang
ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
3) Untuk lebih lengkapnya baca PP No 10 tahun 1966 mengenai wajib
simpan rahasia kedokteran.
4. Rahasia kedokteran
a. Sesuai dengan ketentuan pasal 48 Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran ditetapkan sebagai berikut:
1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik
kedokteran wajib menyimpan rahasia kedokteran.
2) Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan
pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka
penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan
ketentuan perundang-undangan.
b. Pasal 51 huruf C Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 adanya kewajiban
merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga
setelah pasien itu meninggal dunia.
c. Berkaitan dengan pengungkapan rahasia kedokteran tersebut diatur dalam
pasal 10 ayat (2) Peraturan menteri Kesehatan Nomor
269/MENKES/PER/III2008 Tentang Rekam Medis sebagai berikut : Informasi
tentang indentitas, diganosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan
riwayat pengobatan dapat kesehatan pasien:
1) untuk kepentingan kesehatan pasien;
2) memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan
hukum atas perintah pengadilan;
3) permintaan dan / atau persetujuan pasien sendiri;
4) permintaan institusi / lembaga berdasarkan ketentuan perundang-
undangan ; dan
5) untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis, sepanjang
tidak menyebutkan identitas pasien.
d. Mengenai rahasia kedokteran dikenal adanya trilogi rahasia kedokteran yang
meliputi poersetujuan tindakan kedokteran, rekam medis dan rahasia
kedokteran karena keterkaitan satu sama lain. Jika menyangkut
pengungkapan rahasia kedokteran makan harus ada izin pasien (consent)
dam bahan rahasia kedokteran terdapat dalam rekam medis
5. Hak Akses
Hak akses pasien terhadap rahasia kedokteran didasarkan pada ;
a. Data medis yang tercantum dalam rekam medis. Rekam medis adalah data
pribadi pasien yang merupakan tindak lanjut dari pengungkapan penyakit
yang diderita oleh pasien kepada dokternya. Maka iapun berhak untuk
memperoleh informasi untuk mengetahui apa saja yang dilakukan terhadap
dirinya dalam rangka penyembuhannya. Hak ini sdah dijabarkan dalam
Permenkes Nomor 290 Tahun 2008 tersebut pengaturan tentang persetujuan
tindakan kedokteran, dalam melakukan tindakan kedokteran, dokter harus
memberikan penjelasan sekurang- kurangnya mencakup :
1) Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran;
2) Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan;
3) Alternatif tindakan lain, dan risikonya;’
4) Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi;
5) Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
6) Perkiraan pembiyaan.
b. Hubungan hukum antara dokter – pasien untuk berdaya upaya
menyembuhkan pasien (inspanning verbintenis). Hak akses terhadap rahasia
kedokteran bisa disimpulkan sebagai kelanjutan dari hak atas informasi. Atau
berdasarkan itikad baik dari pihak dokternya untuk memberikan akses
terhadap rekam medisnya yang didalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
269/Menkes/per/III/2008 diberikan dalam bentuk ringkasan rekam medis.
c. Hak akses terhadap rekam medis adalah sebagai kelanjutan dari kewajiban
dokter untuk memberikan informasi kepada pasien. Menurut Markenstein
maka kepentingan pasien untuk melihat data rekam medis adalah:
1) Kepentingan yang terletak di bidang finansial dalam arti untuk dapat
menilai apakah ia boleh memperoleh pembayaran kembali ataupun ganti
kerugian;
2) Kepentingan proses peradilan yang menurut rasa keadilan kedua pihak
yang berperkara seharusnya mempunyai hak akses yang sama terhadap
infromasi yang relevan untuk diajukan pada proses peradilan;
3) Kepentingan pengobatan yang diperlukan untuk meneruskan
pengobatannya pada pemberi pelayanan lain atas dasar data yang ada;
4) Kepentingan yang bersangkutan dalam pengamanan yang menyangkut
data pribadinya (privacy).
d. Hak atas privacy
Hak privacy ini bersifat umum dan belaku untuk setiap orang. Inti dari hak
ini adalah suatu hak atau kewenangan untuk tidak diganggu. Setiap orang
berhak untuk tidak dicampuri urusan pribadinya oleh lain orang tanpa
persetujuannya. Hak atas privacy disini berkaitan dengan hubungan
terapeutik antara dokter – pasien (fiduciary relationship). Hubungan ini
didasarkan atas kepercayaan bahwa dokter itu akan berupaya semaksimal
mungkin untuk memberikan pelayanan pengobatan. Tambahan pula
kepercayaan bahwa penyakit yang di derita tidak akan di ungkapkan lebih
lanjut kepada orang lain tanpa persetujuannya.
Pasal 11 (sebelas) Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008 tentang
rekam medis, diatur bahwa penjelasa tentang isi rekam medis hanya boleh
dilakukan oleh dokter atau dokter gigi yang merawat pasien dengan izin
tertulis pasien atau berdasarkan peratura perundang-undangan.
e. Hak Tolak Ungkap
Hak tolak ungkap adalah terjemahan terhadap istilah bahasa Belanda
“verschoningsrecht” yang diatur dalam berbagai peraturan yang menyangkut
kewajiban menyimpan rahasia kedokteran. Artinya bagi si pemegang rahasia
(orang yang dipercayakan suatu rahasia) diwajibkan untuk menyimpan dan
tidak sembarangan mengungkapkan rahasia tersebut kepada orang lain
tanpa izin pemilik. Ketentuan pedana yang berkaitan dengan pengungkapan
rahasia kedokteran selain diatur dalam pasal 79 Undang Undang Nomor 29
Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran juga diatur dalam Kitab Undang
Undang Hukum Pidana sebagai berikut :
1) Pasal 224 KUHP
Barang siapa dipanggil sebagai saksi ahli atau juru bahasa
menurut undang – undang dengan sengaja tidak memenuhi suatu
kewajiban yang menurut undang undang selaku demikian harus
dipenuhinya ancaman: Dalam perkara pidana, dengan pidana penjara
paling lama sembilan bulan. Dalam perkara lain, dengan pidana penjara
paling lama enam bulan.
2) Pasal 322 KUHP
Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib
disimpannya karena jabatan atau pencahariannya, baik yang sekarang,
maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan bulan atau denda paling banyak enam ratus rupiah.
Menurut perumusan pasal 224 KUHP seseorang yang dipanggil
oleh pengadilan sebagai saksi ahli harus datang memenuhi panggilan
menghadap untuk memberikan keterangan tentang sesuatu yang terletak
di bidang keahliannya. Ini adalah kewajiban hukum bagi setiap orang
termasuk juga profesi kedokteran. Disamping itu KUHP pasal 322
memberi ancaman hukuman terhadap mereka yang dengan sengaja
membocorkan rahasia yang seharusnya tidak diungkapkan kepada orang
lain. Jika ia membocorkan rahasia itu maka orang yang dirugikan dapat
mengadakan tuntutan atas dasar pasal 322.
Berdasarkan sudut rahasia kedokteran maka sekilas tampaknya
seolah-olah ada dua peraturan yang bertentangan dalam ketentuan
tersebut. Dalam hal ini jika terdapat suatu kasus dan dokter
berpendapatan bahwa demi kebaikan pasien rahasia kedokteran
sebaiknya tidak diungkapkan maka dokter tersbut mempergunakan hak
tolak ungkap yang diberikan berdasarkan ketentuan : pasal 1909 KUH
Perdata, pasal 322 KUHP, pasal 170 Kita Undang Undang Hukum Acara
Pidana, dan kode etik, lafal sumpah dokter. Kemudian diserahkan kepada
hakim untuk mempertimbangkan apakah dokter tersebut harus atau tidak
mengungkapkan rahasai kedokteran, hal ini didasarkan pasal 170 ayat (2)
KUHAP. Apakah hakim berpendapat bahwa dokter itu harus
mengungkpakan maka dapat dianggap bahwa dokter itu dibebaskan dari
kewajiban menyimpan rahasia kedokteran oleh pengadilan. Ini juga
sejalan dengan ketentuan dalam Undang Undang Praktik Kedokteran dan
Permenkes nomor 269/2008 tentang Rekam Medis. Sementara itu
menurut Prof Eck mengemukakan justifikasi pengungkapan rahasia
kedokteran dapat didasarkan karena :
a) Izin dari yang berhak (pasien)
b) Keadaan mendesak atau terpaksa
c) Peraturan Perundang-undangan
d) Perintah jabatan yang sah
f. Alasan penghapus pidana : pasal 48, 50, 52, KUHP Berkaitan dengan
rahasia kedokteran ini memang tidak hanya menyangkut masalah hukum
tetapi juga sarat dengan masalah etik, bagaimana jika suami datang ke
praktik dokter diantar oleh istrinya sedang ternyata suami tersebut mengidap
penyakit menular seksual, rahasia ini jika diungkapkan di depan isterinya
dampaknya mungkin akan menimbulkan perpecahan rumah tangga. Dalam
hal ini sebenarnya dapat dianggap sudah ada persetujuan dari kedua belah
pihak untuk mengungkapkan, karena mereka datang berdua. (Leenen, 177).
Namun dalam hal ini sebaiknya dokter membicarakan terlebih dahulu dengan
pasiennya (suami), apakah isterinya boleh mengetahui rahasia kedokteran
tersebut.
Secara teori sebenarnya dokter dapat tidak menjawab pertanyaan pasien
tentang penyakitnya, dalam hak :
1) Pada pemberian terapi placebo
2) Jika informasi yang diberikan bahwan akan merugikan atau memperburuk
keadaan pasien itu sendiri
3) Apabila pasien belum dewasa
4) Pasien berada di bawah pengampuan (leanen)
Juga persoalan lain misalnya seseorang menderita penyakit menular yang
berpotensi wabah, ada pengecualian melalui kewajiban pelaporan penyakit
wabah yang diatur sesuai ketentuan peraturan peundang-undangan
meskipun prinsip privancy pasien tetap harus dijaga. Juga bagaimana jika
rahasia kedokteran pasien sudah diungkapkan kepada media massa oleh
pasien sendiri sehingga menyudutkan dokternya, seharusnya dokter
mempunyai hak jawab karena rahasia kedokteran itu sudah diungkap oleh
pasien itu sendiri.
g. Hak koreksi atas Isi dokumen
Hak koreksi adalah hak koreksi yang dilakukan oleh pasien sehubungan
dengan data dan informasi yang disampaikan pada saat kondisi pasien
mengalami fisik dan psikis yang tidak baik/tidak sehat, sehingga data dan
infromasi yang disampaikan tidak akurat, baik diminta maupun tidak diminta
Contoh : Pada saat dokter melakukan anamnesis terhadap pasien yag
tidak sehat, pasien menggambarkan dirinya tidak dalam keadaan yang
sebenarnya, maka pasien ketika dalam keadaan yang lebih baik dan dapat
mengingat kondisi yang sebenarnya secara lebih baik maka pasien
mempunyai hak koreksi terhadap rekam medis tentang dirinya.
6. Hak akses berkas dan informasi rekam medis
a. Dokter
1) Dokter memiliki hak akses informasi serta hak akses berkas rekam medis
pasien yang pernah dirawatnya.
2) Dokter spesialis yang menerima konsul pasien memiliki hak akses
terhadap informasi serta hak akses terhadap berkas rekam medis pasien
yang dikonsulkan.
3) Dokter dapat mengakses kembali berkas rekam medis pasien yang
dipulangkan terkait dengan kelengkapan berkas serta permintaan resume
medis pasien atau untuk kepentingan kesehatan pasien.
b. Perawat
1) Perawat memiliki hak akses terhadap rekam medis pasien yang saat itu
sedang dirawat.
2) Perawat dapat mengakses kembali berkas rekam medis pasien yang telah
dipulangkan untuk kelengkapan berkas.
c. Tenaga medis lain selain perawat diantaranya ahli gizi, fisiotheraphy,
psikolog, psikososial dan farmasi hanya dapat mengakses berkas rekam
medis pasien yang saat itu dalam asuhannya atau untuk kelengkapan
pengisian berkas rekam medis yang telah dipulangkan.
d. Residen atau peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS) yang
sedang melaksanakan kepaniteraan klinik di RSUD Singaparna Medika
Citrautama memiliki hak akses terhadap informasi rekam medis dan melihat
isi berkas rekam medis pasien harus seijin pasien yang bersangkutan dan
dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP).
e. Mahasiswa tenaga kesehatan (Koas, Farmasi, Analis, Gizi, Radiografer,
Perawat, Rekam Medis) yang melakukan praktik di RSUD Singaparna
Medika Citrautama memiliki hak akses terhadap informasi rekam medis tetapi
tidak diperkenankan melihat isi berkas rekam medis pasien.
f. Pasien memiliki hak akses terhadap informasi dari berkas rekam medisnya
sesuai dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Permintaan informasi medis terkait dengan data rekam medis pasien
diatur sesuai dengan SPO permintaan resume medis.
2) Rekam medis pasien hanya dapat diakses oleh pasien sendiri dan / atau
orang yang telah diberikan kuasa oleh pasien untuk mengetahui isi rekam
medis.
3) Rekam medis pasien anak hanya dapat diakses orang tua kandung
pasien, orang tua adopsi dan / atau wali yang secara sah ditunjuk jika
pasien masih dalam pengampuan.
g. Aparatur penegak hukum
1) Aparatur penegak hukum kepolisian untuk dapat memperoleh informasi
medis pasien harus dengan persetujuan pelepasan informasi pasien.
2) Pengadilan dapat meminta berkas rekam medis yang asli dalam hal
pembuktian hukum. Peminjaman berkas rekam medis untuk kepentingan
pengadilan ini dilakukan dengan cara mengirimkan surat perintah dari
Pengadilan kepada Direktur Utama RSUD Singaparna Medika Citrautama
untuk dapat mengirimkan salinan rekam medis ataupun berkas rekam
medis asli.
h. Permintaan data medis oleh institusi atau lembaga tertentu:
1) Permintaan data medis oleh institusi atau lembaga tertentu dapat dipenuhi
sesuai dengan perjanjian yang telah diatur antara pihak rumah sakit
dengan instansi yang terkait.
2) Pemberian resume medis pada pihak ketiga yakni asuransi serta
perusahaan rekanan tetap didasarkan pada persetujuan pasien atas
pelepasan informasi medisnya.
3) Badan atau lembaga yang berkepentingan terhadap penelitian,
pendidikan, dan audit medis.
4) Badan atau lembaga tertentu yang mengakses informasi maupun berkas
rekam medis untuk kepentingan penelitian, pendidikan, maupun audit
medis tidak boleh mencantumkan identitas pasien terkait kepentingannya
terhadap akses rekam medis pasien.
5) Peminjaman berkas rekam medis untuk kepentingan penelitian,
pendidikan, audit medis diatur dalam SPO peminjaman berkas rekam
medis.
i. Petugas non tenaga kesehatan di RSUD Singaparna Medika Citrautama
1) Bagian kerohanian memiliki hak akses informasi terkait kondisi pasien
untuk dilakukan tindakan bimbingan kerohanian dengan tetap harus
menjaga kerahasiaan pasien.
2) Bagian keuangan dapat mengakses berkas rekam medis terkait
kepentingan pembiayaan perawatan pasien di rumah sakit dan
pemenuhan persyaratan klaim asuransi atau perusahaan rekanan.
3) Petugas kasir atau petugas keuangan lain harus tetap menjaga
kerahasiaan rekam medis.
j. Bagian Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS ) memiliki
wewenang dalam akses data rekam medis elektronik dalam upaya
pengembangan program sistem informasi manajemen RSUD Singaparna
Medika Citrautama.
k. Hak akses informasi rekam medis setiap petugas terkait dengan pelaksanaan
SIMRS dibatasi sesuai dengan kewenangannya. Bagian SIMRS memfasilitasi
hak akses tersebut.
H. Persetujuan Tindakan Medis
Prosedur persetujuan tindakan medik merujuk pada PERMENKES
No:290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran dan UU
RI No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yang tercantum dalam pasal 45
ayat (1) menyatakan bahwa “setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang
akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapatkan
persetujuan”.
Persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien
atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai
tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien.
Penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan harus diberikan
kepada pasien, baik diminta atau tidak. Persetujuan tindakan medis dibuat
ditandatangani oleh pasien meliputi persetujuan tindakan medis dan penolakannya.
Persetujuan tindakan medis harus diisi dan ditandatangani oleh dokter, pasien
atau perwaliannya, dan saksi. Dokter mempunyai kewajiban menerangkan kepada
pasien tentang tindakan dan kemungkinan yang akan terjadi sebagai akibat tindakan
yang akan dilakukan tersebut.
Persetujuan tindakan medis merupakan ketentuan hukum yang akan melindungi
pasien, dokter dan Rumah Sakit sebagai penyedia layanan kesehatan.

I. Rekam Medis Di Pengadilan


Informasi medis seorang pasien dapat diberikan kepada pihak-pihak terkait
antara lain :
a. Asuransi
b. Pasien/keluarga pasien
c. Rumah sakit yang menjadi tempat rujukan
d. Dokter lain yang merawat pasien
e. Kepolisian
f. Pengadilan
Pemberian informasi medis harus mengikuti prosedur yang berlaku,
informasi medis dapat diberikan, apabila pasien menandatangani serta
memberikan kuasa kepada pihak ketiga untuk mendapatkan informasi medis
mengenai dirinya, hal ini bertujuan untuk melindungi rumah sakit dari tuntutan
yang lebih jauh.
Untuk melengkapi persyaratan bahwa surat kuasa/persetujuan tindakan
medis harus ditanda tanganii oleh orang yang bersangkutan, rumah sakit
menyediakan formulir surat kuasa.
Hal ini pun diatur dalam Permenkes No. 269/MENKES/PER/III/2008 pada
pasal 13 ayat (1) bahwa rekam medis dapat dimanfaatkan/digunakan sebagai
alat bukti dalam proses penegakan hukum, disiplin kedokteran oleh MKDI,
penegakan etika kedokteran dan kedokteran gigi bagi profesi kedokteran.

Anda mungkin juga menyukai