Anda di halaman 1dari 15

ETIKA PENGAMBILAN FOTO PASIEN

Dr. Haris Budi Widodo


Dasar Hukum Ketentuan tentang wajib simpan rahasia
kedokteran diatur secara lengkap dalam Peraturan
Pemerintah no.10 tahun 1966, pasal 322 KUHP dan dalam
Permenkes no 36 tahun 20012 menerangkan dengan
ancaman hukuman.
Pasal 1 PP No.10 tahun 1966 Yang dimaksud dengan
rahasia kedokteran adalah segala sesuatu yang diketahuioleh
orang-orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama
melakukan pekerjaannya dalam lapangan kedokteran.
Pasal 2 PP No.10 tahun 1966 Pengetahuan tesebut pasal 1
harus dirahasiakan oleh orang-orang yang tersebut di dalam
pasal 3, kecuali apabila suatu peraturan lain yang sederajat
atau lebih tinggi dari pada PP ini menentukan lain.
Pasal 3 PP No.10 tahun 1966 Yang diwajibkan
menyimpan rahasia yang dimaksud dalam
pasal 1 ialah:
a. tenaga kesehatan menurut pasal 2 UU
tentang tenaga kesehatan
b. Mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas
dalam lapangan pemeriksaan, pengobatan
dan atau perawatan, dan orang lain yang
diterapkan oleh menteri kesehatan.
Sedangkan menurut Pasal 4 Permenkes no 36
tahun 2012 yang dikenai kewajiban menyimpan
Rahasia Kedokteran adalah:
a. Dokter, drg & nakes lain serta tenaga lain yang
memiliki akses terhadap data dan informasi
kesehatan pasien;
b. Tenaga yang berkaitan dengan pembiayaan
yankes;
c. Fasyankes/RS dan pimpinannya
d. Mahasiswa/siswa yang bertugas dalam
pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan/atau
manajemen informasi di fasyankes
Hak Pasien dan Kewajiban Rumah Sakit
Berdasarkan Undang-undang no 44
tahun 2009, setiap pasien mempunyai
hak di antaranya memperoleh informasi
mengenai tata tertib dan peraturan yang
berlaku di rumah sakit dan
mendapatkan privasi dan kerahasiaan
penyakit yang diderita termasuk data-data
medisnya
Selain itu, rumah sakit diwajibkan
untuk, di antaranya, menghormati
dan melindungi hak-hak
pasien dan menyusun dan
melaksanakan peraturan internal
rumah sakit (hospital by laws)
Peraturan internal rumah sakit yang dimaksud
adalah peraturan organisasi rumah sakit
(corporate by laws) dan peraturan staf medis
rumah sakit (medical staff by law) yang disusun
dalam rangka menyelenggarakan tata kelola
perusahaan yang baik (good corporate
governance) dan tata kelola klinis yang baik
(good clinical governance).
Dalam peraturan staf medis rumah sakit
(medical staff by law) antara lain diatur
kewenangan klinis (clinical privilege)
Setiap rumah sakit juga harus
menyimpan rahasia kedokteran yang
hanya dapat dibuka untuk kepentingan
kesehatan pasien, untuk pemenuhan
permintaan aparat penegak hukum dalam
rangka penegakan hukum, atas
persetujuan pasien sendiri, atau
berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan
Rumah sakit dapat menolak mengungkapkan
segala informasi kepada publik yang berkaitan
dengan rahasia kedokteran.
Apabila pasien dan/atau keluarga menuntut
rumah sakit dan menginformasikannya melalui
media massa, mereka dianggap telah melepas
hak rahasia kedokterannya kepada umum.
Atas hal tersebut, rumah sakit berwenang untuk
mengungkapkan rahasia kedokteran pasien
sebagai hak jawab rumah sakit
Berdasarkan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh
Indonesia (PERSI), pengambilan foto di rumah
sakit tidak boleh melanggar privasi pasien,
keluarga pasien, maupun petugas rumah sakit.
Jika pasien atau keluarganya dan staf rumah
sakit tidak keberatan, maka pengambilan gambar
boleh dilakukan dan tidak ada pelanggaran
privasi.
Namun, rumah sakit/klinik tetap disarankan agar
membuat pengumuman yang melarang
pengambilan gambar.
Rumah sakit pada dasarnya
berwenang untuk mengatur
larangan pengunjung mengambil
foto/video.
Larangan ini semata-mata
diterapkan untuk melindungi hak
privasi pasien
Merekam Malapraktik
Lebih lanjut, terhadap orang yang mendokumentasikan
suatu dugaan malapraktik, hal ini dapat dikatakan sebagai
perekaman atas kejadian nyata.
Perekaman terhadap kejadian nyata secara langsung
dengan menggunakan kamera bukanlah termasuk
pelanggaran Pasal 31 Undang-undang no. 19 tahun 2016
tentang Perubahan atas Undang-undang no 11 tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, karena tidak
ada “transmisi” informasi elektronik yang diintersep atau
disadap. Realita berupa suara atau kejadian yang direkam
dalam satu tape recorder atau kamera sendiri bukanlah
data elektronik, bukan informasi elektronik, dan bukan
dokumen elektronik.
Dengan demikian, tindakan merekam itu
sendiri tidak bertentangan dengan undang-
undang.
Namun, perekam yang menyebarkan
rekaman tersebut kepada publik harus berhati-
hati dengan kemungkinan adanya laporan dari
pihak yang direkam.
Apalagi jika dugaan malapraktik tersebut tidak
terbukti. Pasal 45 ayat (3) dan (5) UU
19/2016 mengatur bahwa:
Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan
penghinaan dan/atau pencemaran nama
baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00
(tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
…
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
merupakan delik aduan.
Memfoto wajah dan bagian tubuh
Setiap pengambilan foto pasien harus minta persetujuan
pada pasien yang bersangkutan bagi pasien dewasa, dan
keluarga/orang tua/wali/pengantar pasien bagi pasien yang
belum dewasa dan dalam pengampuan (misalkan ODGJ atau
gangguan mental atau fisik yang tidak mungkin dapat
berkomunikasi dengan baik)
Persetujuan dapat dilakukan dengan mengisi informed
consent yang ditandatangani pasien/keluarga pasien dan
ditandatangani oleh saksi.
Dalam memfoto bagian organ tubuh tertentu yang
memungkinkan wajah juga terambil gambarnya, maka bagian
wajah tersebut harus diblok agar wajah pasien tidak dapat
dikenali oleh orang lain

Anda mungkin juga menyukai