Anda di halaman 1dari 3

DAMPAK PANDEMI COVID 19 PADA SEKTOR KETENAGAKERJAAN

Oleh: Nina Rosida,S.H.,M.H.


Pandemi Covid 19 ini sangat berdampak pada sector ketenagakerjaan, kementerian
ketenagakerjaan mencatat jumlah buruh/pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK) dan dirumahkan sejauh ini sebanyak 2,9 juta 1. berdasarkan data dari kementerian
ketenagakerjaan Menteri Ketenagakerjaan menuturkan jumlah tersebut terdiri dari 1,7 juta orang
yang sudah terdata dan 1,2 juta orang masih dalam proses validasi data. Sedangkan jumlah
pekerja/buruh yang terkena PHK sebanyak 375.165 orang, pekerja formal yang dirumahkan
sebanyak 1,32 juta orang dan pekerja informal yang terkena dampak sebanyak 314.883 orang. 2
Bagi perusahaan yang meliburkan pekerjanya, perusahaan wajib tetap membayar upah pokok
dan tunjangan tetap buruh. Sedangkan bagi pengusaha yang memilih melakukan Pemutusan
Hubungan Kerja dengan alasan efisiensi, tentu saja ada kewajiban untuk membayar kompensasi
pesangon.
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) merupakan langkah terakhir yang harus ditempuh
(Pasal 151 UU No. 13/2003). Namun karena menghadapi kondisi seperti ini ada kemungkinan
PHK merupakan langkah yang akan diambil pengusaha untuk mempertahankan perusahaan.
Sesuai Pasal 164 UU no. 13/2003 pengusaha dapat melakukan PHK terhadap pekerja/buruh
karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus-menerus
selama 2 (tahun), atau keadaan memaksa (force majeure), dengan ketentuan pekerja berhak atas
Pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (2) uang penghargaan masa kerja
sebesar 1(satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai
ketentuan pasal 156 ayat (4). Untuk menghadapi kondisi seperti ini baiknya adanya
keikutsertaan pemerintah agar tidak memperburuk keadaan yang kemungkinan terjadi, ancaman
PHK secara besar-besaran menjadi hal yang sangat menakutkan bagi buruh/pekerja. Apabila hal
ini terus berlanjut baik buruh/pekerja maupun pengusaha akan tidak dapat mempertahankan diri.
Dari sisi pengusaha dengan kondisi yang sepeeti ini merasa menjaadi ancaman "gulung tikar”,
jadi mau tidak mau pengusahan melakukan PHK dengan alasan efisiensi guna mengurangi biaya
produksi, perlu diingat pengusaha mengganggap bahwa “upah”adalah cost biaya produksi yang
sangat tinggi yang harus dibayarkan pengusaha kepada buruh/pekerja. Oleh karena itu sudah
jelas bahwa karena keadaan seperti ini jalan dengan melakukan PHK dengan alasan efisiensi
lebih dipilih pengusaha untuk mempertahankan perusahaan di tengah pandemic covid 19. Namun
perusahaan-perusahaan penjualan masih dapat menjalankan usahanya dengan system online
melalui jasa pengiriman online.
Nah bagi pengusaha yang tadi memilih meliburkan buruh/pekerjanya dengan masih
menjalankan kewajibannya membayar upah pokok dan tunjangan tetap pun masih banyak terjadi
kedala. Oleh karena itu seperti tadi yang disampaikan bahwa perlu keikutsertaan pemerintah
guna menghadapi secara bersama.

1
Ulf/arh,”Kemenaker sebut 2,9 juta Pekerja dirumahkan dan kena PHK”,
http://www.m.cnnindonesia.com, diakses pada tanggal 4 Mei 2020, 07.00 WIB.
2
Ibid.
Salah satu cara agar tidak terjadi PHK, pengusaha dapat melakukan:
1. Pengurangan jam kerja;
Pengurangan jam kerja disini adalah buruh/pekerja masih diperlukan untuk hadir ke
tempat kerja. Bagi buruh/pekerja yang masih diperlukan hadir ke tempat kerja pengusaha
wajib memberikan perlindungan dan pencegahan penularan covid 19 dengan diberikan
misalnya masker dan hand sanitizer ataupun menfasilitasi rapid test covid gratis yang
diselenggarakan perusahaan. Pekerjaan yang dapat dilakukan di rumah bisa dikerjakan di
rumah by online. Diusahakan meminimkan untuk tetap hadi di tempat kerja.
2. Melakukan penawaran kepada pekerja/buruh dengan cuti diluar tanggungan;
Solusi ini pun bias ditempuh guna mencegah PHK, namun apabila hal ini dilakukan
kembali kepada buruh/pekerja, apakah mereka mau menerima penawaran tersebut, cuti
diluar tanggungan disini pemberian cuti oleh pengusaha namun buruh/pekerja yang
menjalani cuti tidak menerima upah seperti biasa. Hal tersebut menjadi pilihan yang sulit
bagi buruh/pekerja. Nah disini menjadi ada peran pemerintah apabila pengusaha atau
buruh/pekerja menerima tawaran ini dengan memberikan kartu prakerja bagi
buruh/pekerja.
Selain itu, Win win solusion yang ditawarkan Pemerintah dengan diterbitkannya SE Menaker
No. M/3/HK.04/III/2020 tentang Pelidungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usha Dalam
Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Covid 19 yang ditandatangani pada taygal 17 Maret
2020 ini ditujukan kepada para Gubernur di seluruh Indonesia.
SE tersebut menyebutkan bahwa;
Gubernur diminta melaksanakan pelindungan pengupahan bagi pekerja/buruh terkait Pandemo
Covid 19 serta mengupayakan pencegahan, penyebaran, dan penanganan kasus Covid 19
dilingkungan kerja. Dengan membagi 4 kategori, yaitu:
1. Bagi pekerja/buruh yang dikategorikan sebagai Orang Dalam Pemantauan (ODP) terkait
Covid 19 berdasarkan keterangan dokter sehingga tidak masuk kerja paling lama 14 hari
atau sesuai standar kemeterian kesehatan, maka upahnya dibayarkan secara penuh.
2. Bagi pekerja/buruh dala kategori suspek Covid 19 dan dikarantina/diisolasi menurut
keterangan dokter, maka upahnya dibayarkan secara penuh selama menjalani masa
karantika/isolasi.
3. Bagi pekerja/buruh yang tidak masuk kerja karena sakit Covid 19 dan dibuktikan dengan
surat keterangan dokter, maka upahnya dibayarkan sesuai peraturan perundang-
undangan.
4. Sedangkan bagi perusahaan yang melakukan pembatasan usaha akibat kebijakan
pemerintah daerah masing-masing guna pencegahan dan penanggulangan Covid 19
sehingga menyebabkan sebagian atau seluruh pekerja/buruh tidak masuk kerja, dengan
mempertimbangkan kelangsungan usaha maka perubahan besaran dan cara pembayaran
upah pekerja/buruh dilakukan sesuai dengan kesepakatn antara pekerja/buruh dengan
pengusaha.
Berkaitan dengan hal tersebut meminta Gubernur masing-masing daerah mengupayakan
pencegahan dan penanganan Covid 19.

Anda mungkin juga menyukai