“Penemuan hukum lazimnya diartikan sebagai proses pembentukan hukum oleh hakim atau petugas hukum lainnya yang diberi tugas melaksanakan hukum terhadap peristiwa2 konkret.” Pasal 16 (1): “bahwa pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.” Pasal 28 : “Bahwa hakim sebagai penegak hukum wajib menggali, mengikuti, dan memahamin nilai- nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.” Penafsiran hukum atau interpretasi adalah menentukan arti atau makna suatu teks atau bunyi suatu pasal berdasar pada kaitannya.
Penafsiran perkataan dalam undang-
undang dengan tetap berpegang pada kata-kata atau bunyi Dalam pengertian subyektif ,apabila ditafsirkan seperti yang di kehendaki oleh pembuat undang-undang Dalam pengertian obyektif,apabila penafsiran lepas dari pada pendapat pembuat undang-undang dan sesuai dengan adat bahasa sehari-hari. Dalam pengertian sempit(restriktif),yakni apabila dalil yang ditafsirkan di beri pengertian yang sangat di batasi misalnya;Mata uang (pasal 1756 KUH Perdata)pengertian hanya uang logam saja. Dalam pengertian luas (ekstensif),ialah apabila dalilyang di tafsirkan di beri pengertian seluas- luasnya.Misalnya: Pasal 1756 alinea ke-2 KUH Perdata tentang mata uang juga diartikan uang kertas. A. PENAFSIRAN TATA BAHASA (GRAMATIKAL) = Menafsirkan menurut tata bahasa/menetapkan arti kata undang2 menurut bahasa. - Kata2 yang ada dalam undang2 dicari maknanya yang oleh pembentuk undang- undang digunakan sebagai simbol terhadap suatu peristiwa. Cth: Psl 13(1) UU KUP : kata “dapat” B. PENAFSIRAN SISTEMATIS menafsirkan undang-undang sebagai bagian dari keseluruhan sistem peraturan perundang-undangan (melihat hubungan antara suatu pasal atau undang-undang dengan pasal atau undang-undang yang lain). 1.Penafsiran Ektensif (pengertian mjd lbh luas) 2. Penafsiran Restriktif (pengertian yg lbh sempit) PENAFSIRAN HISTORIS = menetapkan arti undang-undang menurut maksud pembentuk undang-undang. Penafsiran Sejarah terbagi dua, yaitu: Penafsiran menurut Sejarah Undang- Undang, dan Penafsiran menurut Sejarah Hukum D. PENAFSIRAN TELEOLOGIS = menetapkan arti undang-undang menurut tujuan ke masyarakat.
“Penafsiran dengan melihat tujuan
kemasyarakatan dari UU, maka penafsiran ini sering disebut dengan penafsiran sosiologis’” E. Analogis memberi tafsiran pada sesuatu peraturan hukum dengan memberi ibarat pada kata- kata tersebut sesuai dengan asas hukumnya
“contoh : menyambung aliran listrik
dianggap sama sja dengan mengambil aliran listrik’” Adalah: penalaran logis untuk mengembangkan sutau ketentuan dalam undang-undang yang tidak lagi berpegang pada kata-katanya, tetapi tetap harus memperhatikan hukum sebagai suatu sistem.