Anda di halaman 1dari 10

PENAFSIRAN DALAM HUKUM TATA NEGARA

OLEH :
AMANDA RISTA N E0018039
1. TEORI PENAFSIRAN LETTERLIJK ATAU HARFIAH
(WHAT DOES THE WORD MEAN?)
 Penafsiran yang menekankan pada arti atau makna kata-kata yang tertulis.
Contoh :
Kata ‘servants’ dalam Konstitusi Jepang Article 15 (2), “All public officials are servants of
the whole community and not of any group thereof ”.
Kata ‘a natural association’ dalam Article 29 ayat (1) dan kata ‘the moral’ dalam ayat (2)
Konstusi yang menyatakan :
“(1) The republic recognizes the rights of the family as a natural association founded on
marriage; (2) Marriage is based on the moral and legal equality of the spouses, within the
limtis laid down by law to safeguard the unity of the family.”
2. TEORI PENAFSIRAN GRAMATIKAL ATAU INTERPRETASI BAHASA
(WHAT DOES IT LINGUISTICALLY MEAN?)

 Penafsiran yang menekankan pada makna teks yang didalamnya kaidah hukum
dinyatakan.
 Penafsiran yang bertolak dari makna menurut pemakaian Bahasa sehari-hari atau
makna teknis-yuridis yang dianggap lazim atau sudah baku.
 Penafsiran gramatikal saja dianggap tidak mencukupi, apalagi jika norma yang hendak
ditafsirkan itu sudah menjadi perdebatan.
3. TEORI PENAFSIRAN HISTORIS (WHAT IS HISTORICAL BACKGROUND
OF THE FORMULATION OF THE TEXT?)

 Penafsiran ini mencakup dua pengertian, yaitu:

- penafsiran sejarah perumusan undang-undang yang lebih memfokuskan diri pada latar
belakang sejarah perumusan naskah yaitu bagaimana perdebatan yang terjadi ketika naskah
hendak dirumuskan

- penafsiran sejarah hukum, mencari makna yang dikaitkan dengan konteks kemasyarakatan
masa lampau. Dalam hal ini, kita merujuk pada pendapat-pendapat pakar dari masa lampau
termasuk merujuk pada norma-norma hukum yang lampau tetapi masih relevan
4. TEORI PENAFSIRAN SOSIOLOGIS (WHAT DOES SOCIAL OF THE EVENT
TO BE LEGALLY JUDGED)

 Konteks sosial ketika suatu naskah dirumuskan dapat dijadikan perhatian untuk
menafsirkan naskah yang bersangkutan.

 Contoh :

Kalimat ‘dipilih secara demokratis’ dalam pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945
yang menyatakan, “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala
pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.”
5. TEORI PENAFSIRAN SOSIO-HISTORIS (ASBABUN NUZUL DAN ASBABUL
WURUD, WHAT DOES THE SOCIAL CONTEXT BEHIND THE FORMULATION OF THE
TEXT)

 Penafsiran ini memfokuskan pada konteks sejarah masyarakat yang memengaruhi


rumusan naskah hukum.

 Contoh :

Ide persamaan dalam teks konstitusi Republik V Prancis, ide ekonomi kekeluargaan
dalam pasal 33 UUD 1945, dan ide Negara Kekaisaran Jepang,
6. TEORI PENAFSIRAN FILOSOFIS (WHAT IS PHILOSOPHICAL THOUGHT
BEHIND THE IDEAS FORMULATED IN THE TEXT)

 Penafsiran dengan fokus perhatian pada aspek filosofis.

 Misalnya ide negara hukum dalam pasal 1 ayat 3 undang-undang dasar negara republic
Indonesia tahun 1945 yang menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara
hukum.
7. TEORI PENAFSIRAN TELEOLOGIS (WHAT DOES THE ARTICLES WOULD
LIKE TO ACHIEVE BY THE FORMULATED TEXT)

Penafsiran ini difokuskan pada penguraian atau formulasi kaedah-kaedah


hukum menurut tujuan dan jangkauannya.
Tekanan tafsiran pada fakta bahwa pada kaedah hukum terkandung tujuan
atau asas sebagai landasan dan bahwa tujuan dan atau asas tersebut
memengaruhi interpretasi.
8. TEORI PENAFSIRAN HOLISTIK

 Penafsiran ini mengaitkan suatu naskah hukum dengan konteks keseluruhan jiwa dari
naskah tersebut.
 Misalnya adalah The individual economy dalam Article 11 ayat (1) Konstitusi Cina.
9. TEORI PENAFSIRAN HOLISTIC TEMATIS-SISTEMATIS (WHAT IS THE THEME OF
THE ARTICLES FORMULATED, OR HOW TO UNDERSTAND THE ARTICLES
SYSTEMICALLY ACCORDING TO THE GROUPING OF THE FORMULATION)

Dalam perkembangan pemikiran dan praktek Penafsiran hukum di dunia,


telah berkembang pula berbagai corak dan tipe baru dalam Penafsiran
hukum di berbagai negara
Pendapat-pendapat tersebut memperhatikan dinamia perkembangan di
dunia ilmu hukum pada umumnya

Anda mungkin juga menyukai