Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Bayu Dwi Anggono, S.H., M. H.
Oleh :
Olga Tasia Lorent 220720201012
Dinda Daniswara Defitri 220720201013
Nadya Kirana Puspitasari 220720201014
Ringga Artha Putra 220720201015
Elzha Putri Widya Yurisa 220720201016
Yusmi Zam Zam Maharani 220720201017
Firmansyah Fikri Hayqal 220720201018
Elliani Sudjana 220720201019
Berliana Ayu Saputri 220720201020
Septian Putri Nindiasari 220720201021
Dhimas Pratama Windyarto 220720201022
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidyah, dan inayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan
Makalah “Kewenangan, Kewajiban Larangan dan Tempat Kedudukan serta
Formasi Dan Wilayah Jabatan Notaris” mata kuliah Politik Hukum Kenotariatan,
yang di peruntukan untuk memenuhi nilai tugas.
Terlepas dari itu semua, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kata, kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala kritik dan saran dari
pembaca, dan mohon maaf atas kesalahan yang ada di dalamnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Notaris merupakan salah satu pejabat publik yang kedudukannya sangat
dibutuhkan di masa sekarang ini. Di masa modern ini, masyarakat tidak lagi
mengenal perjanjian yang berdasarkan atas kepercayaan satu sama lain seperti
yang mereka kenal dulu. Setiap perjanjian yang dilakukan oleh masyarakat pasti
akan mengarah kepada Notaris sebagai sarana keabsahan perjanjian yang mereka
lakukan. Karena itulah, kedudukan Notaris menjadi semakin penting di masa
seperti sekarang ini.
Akta Notaris sudah pasti akta otentik, tapi akta otentik bisa juga akta
Notaris, Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), risalah lelang dan akta
1
Abdul Ghofur Anshori. Lembaga Kenotariatan Indonesia, Perspektif Hukum dan Etika. UII
Press. Yogyakarta. 2009.
4
catatan sipil. (Habib Adjie,2013). Selanjutnya, didalam Pasal 1 Angka 1Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris menyebut bahwa: “Notaris
adalah Pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan memiliki
kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau
berdasarkan Undang-Undang lainnya”. Menjadi seorang Notaris harus dapat
memberikan kepastian hukum kepada masyarakat yang memang menggunakan
jasa seorang Notaris. Akta yang dibuat Notaris memiliki kekuatan pembuktian
yang sempurna tidak seperti pada akta dibawah tangan.
Akta dibawah tangan adalah akta yang dibuat sendri oleh piahk-pihak yang
berkepentinagan tanpa bantuan pejabat umum. Sedangkan akta otentik merupakan
produk Notaris yang sangat dibutuhkan masyarakat demi terciptanya suatu
kepastian hukum. (Andi A.A.Prajitno, 2010)2. Selanjutnya, Notaris hanya
berkedudukan disatu tempat dikota atau kabupaten dan memiliki kewenangan
wilayah jabatan seluruh wilayah provinsi dari tempat kedudukannya. Dalam
larangan jabatan Notaris Berdasarkan Pasal 17 huruf a Undang-Undang Jabatan
Notaris menyebutkan bahwa: “Notaris dilarang menjalankan jabatan diluar
wilayah jabatannya”.
5
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana akibat hukum jika Notaris melakukan pelanggaran terkait
Kewenangan, Kewajiban dan Larangan Notaris?
2. Bagaimana akibat hukum jika Notaris yang membuat akta di luar wilayah
jabatannya?
3. Bagaimana akibat hukum akta yang dibuat atau ditandatangani di luar
wilayah jabatan Notaris?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami peraturan dan teoritis serta akibat
hukum terkait Notaris jika melakukan pelanggaran terkait Kewenangan,
Kewajiban dan Larangan Notaris.
2. Untuk mengetahui dan memahami peratutan terkait Tempat Kedudukan,
Formasi dan Wilayah Jabatan Notaris
3. Untuk mengetahui dan memahami akibat hukum Notaris dan akta Notaris
yang dibuat atau ditandatangan di luar wilayah Jabatannya.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kewenangan Notaris tersebut dalam Pasal 15 dari ayat (1) sampai dengan
ayat (3) UUJN, yang dapat dibagi menjadi tiga (Habib Adjie, 2008 : 78) :
Pasal 15 ayat (1) UUJN menegaskan bahwa salah satu kewenangan Notaris
yaitu membuat akta secara umum. Hal ini dapat disebut sebagai Kewenangan
Umum Notaris dengan batasan sepanjang : Tidak dikecualikan kepada pejabat
lain yang telah ditetapkan oleh undang-undang.
Menyangkut akta yang harus dibuat adalah akta otentik mengenai semua
perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh aturan hukum untuk
dibuat atau dikehendaki oleh yang bersangkutan. Mengenai kepentingan subjek
hukumnya yaitu harus jelas untuk kepentingan siapa suatu akta itu dibuat.Namun,
ada juga beberapa akta otentik yang merupakan wewenang Notaris dan juga
menjadi wewenang pejabat atau instansi lain, yaitu:
7
Berdasarkan wewenang yang ada pada Notaris sebagaimana tersebut dalam
Pasal 15 UUJN dan kekuatan pembuktian dari akta Notaris, maka ada 2 hal yang
dapat kita pahami, yaitu :
Kewenangan Notaris ini dapat dilihat dalam Pasal 15 ayat (2) UUJN yang
mengatur mengenai kewenangan khusus Notaris untuk melakukan tindakan
hukum tertentu, seperti :
1. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di
bawah tangan dengan mendaftarkannya di dalam suatu buku khusus ;
2. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftarkannya
dalam suatu buku khusus ;
3. Membuat salinan (copy) asli dari surat-surat di bawah tangan berupa
salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan
dalam surat yang bersangkutan ;
4. Melakukan pengesahan kecocokan antara fotokopi dengan surat
aslinya ;
5. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta ;
6. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan, atau
7. Membuat akta risalah lelang
8
Khusus mengenai nomor 6 (membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan)
banyak mendapat sorotan dari kalangan ahli hukum Indonesia dan para Notaris
itu sendiri. Karena itulah akan sedikit dibahas mengenai masalah ini.
Jika kita melihat dari sejarah diadakannya Notaris dan PPAT itu sendiri
maka akan nampak bahwa memang Notaris tidak berwenang untuk membuat akta
di bidang pertanahan. PPAT telah dikenal sejak sebelum kedatangan bangsa
penjajah di negeri Indonesia ini, dengan berdasar pada hukum adat murni yang
masih belum diintervensi oleh hukum-hukum asing. Pada masa itu dikenal adanya
(sejenis) pejabat yang bertugas untuk mengalihkan hak atas tanah di mana inilah
yang merupakan cikal bakal dari keberadaan PPAT di Indonesia.
Namun, hal ini akan menjadi riskan jika kita melihat hierarki peraturan
yang mengatur mengenai keberadaan dan wewenang kedua pejabat negara ini.
Keberadaan Notaris ditegaskan dalam suatu UU yang di dalamnya menyebutkan
bahwa seorang Notaris memiliki kewenangan untuk membuat akta di bidang
9
pertanahan. Sedangkan keberadaan PPAT diatur dalam suatu PP (No.37 Tahun
1998) yang secara hierarki tingkatannya lebih rendah jika dibandingkan dengan
UU (No.30 Tahun 2004) yang mengatur keberadaan dan wewenang Notaris.
Yang dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) UUJN dengan kewenangan yang
akan ditentukan kemudian adalah wewenang yang berdasarkan aturan hukum lain
yang akan datang kemudian (ius constituendum) (Habib Adjie, 2008 : 82).
Wewenang Notaris yang akan ditentukan kemudian, merupakan wewenang yang
akan ditentukan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
5
Habib Adjie. Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap UU No.30 Tahun 2004
Tentang Jabatan Notaris. Rafika Aditama. Bandung. 2008. Hal. 83
10
seperti ini, maka peraturan perundang-undangan yang dimaksud harus dalam
bentuk undang-undang dan bukan di bawah undang-undang.
6
(Habib Adjie, 2008 : 87 dikutip dari R.Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia,
Suatu Penjelasan, 1982 : 97-98)
11
7. Apabila karena pemberian jasa tersebut, Notaris melanggar sumpahnya
atau melakukan perbuatan melanggar hukum.
8. Apabila pihak-pihak menghendaki bahwa Notaris membuat akta dalam
bahasa yang tidak dikuasai oleh Notaris yang bersangkutan, atau
apabila orang-orang yang menghadap berbicara dengan bahasa yang
tidak jelas, sehingga Notaris tidak mengerti apa yang sebenarnya
dikehendaki oleh mereka.
Khusus untuk Notaris yang melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf I
dan k UUJN, di samping dapat dijatuhi sanksi yang terdapat di dalam Pasal 85
UUJN, juga dapat dikenakan sanksi berupa akta yang dibuat di hadapan Notaris
hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau suatu
akta menjadi batal demi hukum (Pasal 84 UUJN). Maka apabila kemudian
merugikan para pihak yang bersangkutan, maka pihak tersebut dapat menuntut
biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris. Sedangkan untuk pasal 16 ayat (1)
huruf l dan m UUJN, meskipun termasuk dalam kewajiban Notaris, tapi jika
Notaris tidak melakukannya maka tidak akan dikenakan sanksi apapun.
Ketentuan pasal 16 ayat (1) huruf m UUJN jika tidak dilaksanakan oleh
Notaris dalam arti Notaris tidak mau menerima magang, maka kepada Notaris
yang bersangkutan tidak dikenai sanksi apapun. Namun demikian meskipun tanpa
sanksi, perlu diingat oleh semua Notaris bahwa sebelum menjalankan tugas
jabatannya sebagai Notaris, yang bersangkutan pasti pernah melakukan magang
sehingga alangkah baiknya jika Notaris yang bersangkutan mau menerima
magang sebagai bentuk tanggung jawab moral terhadap kelangsungan dunia
Notaris di Indonesia.
12
Selain kewajiban untuk melakukan hal-hal yang telah diatur dalam UU,
Notaris masih memiliki suatu kewajiban lain. Hal ini berhubungan dengan
sumpah/janji Notaris yang berisi bahwa Notaris akan merahasiakan isi akta dan
keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan Notaris. Secara umum,
Notaris wajib merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam
pembuatan akta Notaris, kecuali diperintahkan oleh undang-undang bahwa
Notaris tidak wajib merahasiakan dan memberikan keterangan yang diperlukan
yang berkaitan dengan akta tersebut. Dengan demikian, hanya undang-undang
saja yang dapat memerintahkan Notaris untuk membuka rahasia isi akta dan
keterangan/pernyataan yang diketahui oleh Notaris yang berkaitan dengan
pembuatan akta yang dimaksud.
7
Habib Adjie. Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap UU No.30 Tahun 2004
Tentang Jabatan Notaris. Rafika Aditama. Bandung. 2008. Hal. 90
13
tujuh hari berturut-turut tanpa alasan yang sah. Bahwa Notaris mempunyai
wilayah jabatan satu provinsi (Pasal 18 ayat [2] UUJN) dan mempunyai tempat
kedudukan pada satu kota atau kabupaten pada propinsi tersebut (Pasal 18 ayat [1]
UUJN).
8
Pasal 18 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris.
14
jabatanya hanya berkedudukan seperti akta di bawah tangan.9 Pembatasan atau
larangan Notaris ditetapkan untuk menjaga Notaris dalam menjalankan praktiknya
dan tentunya akan lebih bertanggung jawab terhadap segala tugas serta
kewajibanya.
Dalam Pasal 18 ayat (1) dan (2) UUJN menyebutkan bahwa Notaris
mempunyai tempat kedudukan di daerah kabupaten atau kota; dan Notaris
mempunyai wilayah jabatan meliputi seluruh wilayah propinsi dari tempat
kedudukanya. Selanjutnya, dalam Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2) menyebutkan
bahwa Notaris wajib mempunyai satu kantor yitu di tempat kedudukanya; dan
Notaris tidak berwenang secara teraturmenjalankan jabatan di luar tempat
kedudukanya.
Formasi Jabatan Notaris ini terdiri dari 3 (tiga) klasifikasi wilayah yaitu: 10
9
G.H.S. Lumban Tobing, Op.Cit. hlm 49- 50.
10
Pasal 11, Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 26 tahun 2014 tentang Formasi Jabatan
Notaris.
15
2. Klasifikasi B adalah Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Surabaya,
Kota Medan dan Kota Makassar.
3. Klarifikasi C adalah Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kota Depok, Kota
Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan,
Kabupaten Tangerang, Kabupaten Sidoarjo, Kota Yogyakarta,
Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, Kota Surakarta, Kabupaten Deli
Serdang, Kabupaten Gowa, Kota Batam, Kota Pekanbaru, Kota
Denpasar, Kabupaten Badung, dan Kabupaten Gianyar.
4. Klasifikasi D adalah kabupaten/kota selain kategori A, Kategori B dan
Kategori Daerah C.
11
Pasal 23 Ayat Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
16
3. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan setelah
mendapat rekomendasi dari Organisasi Notaris.
4. Waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak termasuk cuti yang
telah dijalankan oleh Notaris yang bersangkutan.
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan pindah wilayah
jabatan Notaris diatur dalam Peraturan Menteri.
12
Pasal 23 Ayat Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
17
BAB III
PEMBAHASAN
Notaris boleh menjadi kuasa penjual dengan syarat akta jual beli itu dibuat
oleh Notaris lain. untuk menghindari hal itu, makanya saudara Feny Sulifadarti
membuat surat kuasa dibawah tangan. Menanggapi tudingan itu, Fenny
menyatakan bahwa itu adalah kemauan dari pemberi kuasa. menurutnya, pemilik
tanah, Komarudin dan Lasiman, meminta dirinya untuk menjual tanah mereka
dengan harga sama dengan Indrawan Lubis.Lasiman membantah pernyataan
Fenny. Sebelumnya, dalam kesaksiannya, Lasiman membeberkan bahwa Fenny
yang menawarkan jasa untuk menjadi kuasa penjual.
18
Uang itu digelontorkan untuk biaya pembuatan akta jual beli plus
pengurusan izin lokasi. Namun, ia tidak merinci besarnya biaya pengurusan.
Sementara itu untuk biaya pajak, Fenny menerangkan biaya pajak yang dikenakan
terdiri dari pajak penjual, pembeli dan pajak waris. Semua sudah saya laporkan
kepada pemilik tanah, terangnya.
19
terlihat dalam hal ia memberikan kuitansi kosong untuk ditanda tangani oleh
penjual.
20
melakukan kegiatan diluar kantornya sendiri, dibandingkan dengan apa yang
dilakukan di kantor serta wilayah jabatannya.
Sanksi dalam Kode Etik tercantum dalam pasal 6 : Sanksi yang dikenakan
terhadap anggota yang melakukan pefanggaran Kode Etik dapat berupa :
a. Teguran
21
b. Peringatan
c. Schorsing (pemecatan sementara) dari keanggotaan perkumpulan
d. Onzetfing ( pemecatan) dari keanggotaan perkumpulan
e. Pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan Perkumpufan13
Penggugat selaku klien telah mempercayai Notaris AP, oleh karena itu
kemudian Penggugat mempercayakan dokumen SHM 128, 169, dan 170 kepada
Notaris AP untuk dilakukan pemecahan sertifikat. Namun kemudian tanpa
sepengetahuannya, Notaris AP mengalihkan dokumen atas milik Penggugat
tersebut secara diam-diam kepada dirinya sendiri melalui rekan sejawat yaitu
Notaris & PPAT FSS. Karena tindakan tersebut Penggugat sangat dirugikan
secara moril dan immaterial. Penggugat juga telah dirugikan secara materil
sejumlah kurang lebih Rp. 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah). Oleh karena
kerugian yang dialami Penggugat tersebut, Penggugat kepada Pengadilan Negeri
13
Suhrawardi K. Lubis, Etika Profesi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1993.
22
Kepanjen pada tanggal 13 Januari 2021 sebagaimana berdasarkan putusan Nomor
09/Pdt.G/2021/PN.Kpn tertanggal 19 Juni 2021.
23
tindakannya tersebut, sanksi yang dapat diberikan kepada Notari AP berdasarkan
UUJN terdapat pada Pasal 85, yaitu penjatuhan sanksi yang diantaranya berupa:
a. Teguran lisan
b. Teguran tertulis
c. Pemberhentian sementara
d. Pemberhentian dengan hormat
e. Pemberhentian dengan tidak hormat
Akibat Hukum dalam hal ini dapat terlihat dalam prakteknya bahwa masih
banyak Notaris yang melanggar kewajiban dan larangan tersebut dengan
menyalahgunakan kewenangan yang telah diberikan kepadanya. Pelanggaran
tersebut tidak hanya terbatas pada pelanggaran dan pengenaan sanksi berdasarkan
UUJN, namun juga dapat dapat dikenakan sanksi perdata dalah hal perbuatan
melawan hukum dan sanksi pidana dalam hal penipuan dan juga pemalsuan akta-
akta tersebut. Tindakan-tindakan tersebut, berakibat pula terhadap akta yang telah
dibuatnya, dimana pada akhirnya akta PPJB dan Kuasa Menjual yang dibuat oleh
Notaris FSS adalah batal demi hukum. Oleh karena itu Notaris AP maupun
Notaris FSS memiliki kewajiban untuk menggantikan kerugian yang telah dialami
oleh penggugat karena kesalahannya.
Selain itu UUJN, Notaris tersebut telah melanggar Pasal 16 Ayat (1) huruf
a UUJN dan Pasal 3 Kode Etik maka dapat dikenakan sanksi yang dijatuhkan oleh
Majelis Pengawas dan Dewan Kehormatan berupa teguran lisan, teguran tertulis,
pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat, hingga pemberhentian
dengan tidak hormat.
24
3.3 Kasus Notaris Terkait Wilayah Jabatan
3.3.1 Kasus Posisi
Notaris Tangerang yang melaksanakan penandatangan akta di luar wilayah
jabatannya (Studi Kasus Putusan Majelis Pemeriksa Pusat Notaris Nomor
11/B/MPPN/XII/2018 Tanggal 10 Desember 2018). Notaris berinisial MI yang
berkedudukan di Kota Tangerang, yang seharusnya hanya memiliki kewenangan
wilayah jabatan di seluruh provinsi dari tempat kedudukannya dalam hal ini
Provinsi Banten, tetapi Notaris berinisial MI membuat suatu akta di wilayah Kota
Adminitrasi Jakarta Utara yang bukan merupakan wilayah jabatannya.
a. Peringatan tertulis;
b. Pemberhentian sementara;
c. Pemberhentian dengan hormat ; atau
14
Pasal 17 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
25
15
d. Pemberhentian dengan tidak hormat
Selanjutnya, berdasarkan Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3) juncto Pasal 10
Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 61 Tahun 2016 tentang Tata Cara
Penjatuhan Sanksi Adiminstratif terhadap Notaris yang menyatakan bahwa
penjatuhan sanksi adiministratif dilakukan secara berjenjang mulai dari sanksi
teringan sampai sanksi terberat sesuai dengan tata urutan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan dalam hal tertentu Notaris yang melakukan pelanggaran yang
berat terhadap kewajiban dan larangan dapat langsung dijatuhi sanksi
adiminstratif tanpa dilakukan secara berjenjang.
15
Pasal 17 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
26
atau oleh Notaris yang memenuhi syarat yang telah ditentukan dalam UUJN. Akta
Notaris sudah pasti akta otentik, tetapi akta otentik bisa juga akta Notaris, akta
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Risalah Lelang Pejabat Lelang dan Akta
Catatan Sipil.
16
Abdul Ghofur Anshori, Filsafat Hukum, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2009),
hlm. 34-36
27
Akibat hukum terhadap pembuatan akta otentik yang tidak memenuhi
kewajiban Notaris berdasarkan UUJN, antara lain:
a. Sanksi Perdata Sanksi ini berupa pergantian biaya, ganti rugi dan bunga
merupakan akibat yang harus diterima Notaris atas tuntutan para
penghadap jika akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan
pembuktian sebagai akta dibawah tangan atau akta akan menjadi batal
demi hukum. Akta yang batal demi hukum maka akta tersebut dianggap
tidak pernah ada dan sesuatu yang tidak pernah dibuat maka tidak dapat
dijadikan dasar suatu tuntutan dalam bentuk penggantian biaya, ganti
rugi.
b. Sanksi Administratif Sanksi ini berupa teguran lisan, teguran tertulis,
pemberentian sementara, pemberhentian dengan hormat dan
pemberhentian tidak hormat. Dalam menegakkan sanksi administratif
pada Notaris yang menjadi instrumen pengawas adalah majelis
pengawas.
28
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
29
DAFTAR PUSTAKA
Andi A.A. Prajitno. Apa dan Siapa Notaris di Indonesia. Citra Aditya. Surabaya.
Bakti. 2010.
Jurnal. Annisa Fitria. Aspek Hukum Akta Notaris Yang Dibuat Diluar Wilayah
Jabatan Notaris. Lex Jurnalica Volume 18 Nomor 1, April 2021.
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 26 tahun 2014 tentang
Formasi Jabatan Notaris.
30