Anda di halaman 1dari 25

PERSIDANGAN DI MAHKAMAH KONSTITUSI

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kelompok Mata Kuliah


Hukum Acara PTUN dan MK

Dosen Pengampu : Hasanuddin Muhammad, M.H

Disusun Oleh :
Kelompok 7
1. Diastri Deviana Putri 2121020391
2. M. Hanif Tasyah 2121020217

JURUSAN HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
1445 H / 2024 M
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah atas kehadirat Allah Yang Maha Esa atas berkat anugerah
terindahnya sehingga saya dapat terselesainya makalah ini dengan baik,
walaupun masih banyak kekurangan di dalamnya. Makalah ini membahas
mengenai “Persidangan Di Mahkamah Konstitusi”. Semoga pembuatan makalah
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk menambah wawasan dan
pengetahuannya. Dalam pembuatan makalah ini, tentunya tidak terlepas dari
bantuan beberapa pihak. Untuk itu, kami ucapkan terimakasih kepada
1. Bapak Hasanuddin Muhammad, M.H selaku dosen pengampu mata kuliah
2. Orang tua dan teman-teman yang telah membantu dan mendukung kami
dalam menyelesaikan makalah ini.
Walaupun dalam penulisan makalah ini terdapat banyak salah dalam
penulisan, sehingga saya meminta maaf yang sebesarnya-besarnya atas
kekurangan makalah ini yang disengaja maupun tidak sengaja sehingga sangat
diperlukannya saran dan kritikan yang membangun untuk menjadi lebih baik
dalam perbaikan makalah.
Bandar Lampung, Maret 2024

Penulis

2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah..................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................2
C. Tujuan Penulisan..............................................................................................2
D. Manfaat Penulisan...........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A.Tata Cara Sidang dan Tata Tertib Persidangan................................................3
B. Simulasi Persidangan Mahkamah Konstitusi..................................................9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.....................................................................................................21
B. Saran...............................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) yang bersifat mutlak
(competency absolut) adalah melaksanakan judicial review terhadap UU yang
di dalamnya terkandung sifat menyalahi dan melanggar hak-hak konstitusional
masyarakat sebagaimana diatur dalam Pasal 24C UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Hak-hak konstitusional dimaksud adalah hak-hak yang
ditegaskan oleh konstitusi, baik oleh karena sifatnya asasiah maupun karena
sifatnya yang melekat dalam jati diri bangsa Indonesia sehingga diakui sebagai
nilai yang bersifat umum dan universal. Sehingga karena sifat pengakuan oleh
konstitusi itu, maka berbagai peraturan perundang-undangan di bawah UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dengan sifat pengakuan konstitusi itu
harus mempertimbangkan dengan bijaksana aspek-aspek kemanusian yang
bersifat konstitusional dalam perumusan produk hukum, sehingga hak-hak
konstitusional itu tidak menjadi leceh dan hilang.
Sifat undang-undang, yang tidak saja mengatur mengenai aspek-aspek
kelembagaan dan kepentingan yang bersifat umum semata, melainkan di
dalamnya terkandung aspek pertimbangan kemanusiaan sebagai subjek hukum,
maka pertimbangan-pertimbangan kemanusiaan sebagaimana telah
digarisbawahi oleh konstitusi mesti dihormati oleh produk-produk hukum di
bawah UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Ada empat alasan penting
dari perkembangan judicial review yangberlangsun selama ini; pertama, secara
substansial, terjadi penegasan dan sekaligus pemisahaan antara pengujian yang
bersifat konstisusional yang meletakkan Undang-Undang Dasar (Konstitusi)
sebagai dasar pengujian dengan pengujian yang bersifat yuridis yang
menjadikan undang-undang sebagai dasar pengujian. Kedua, secara tekhnis
yuridis, dengan lahirnya MK maka kasus-kasus yang terkait dengan “cacat”
UU dapat diuji dan diluruskan agar sesuai dengan semangat konstitusional.
Ketiga, dengan lahirnya MK, maka UU sekalipun di susun oleh DPR yang oleh
karena itu, kepentingan politiknya sangat kentara, masih dapat dilakukan

4
pengujian terhadap materi yang dikandungnya, jika diketahui bahwa materi
undang-undang tersebut bertentangan dengan prinsip hak-hak asasi manusia,
prinsip negara hukum dan demokrasi serta nilai-nilai konstitusionalitas UUD
NRI Tahun 1945, maka pasal-pasal yang melangar tersebut dapat diuji.
Dan keempat, dengan adanya upaya mengkoherensikan seluruh jenis
produk hukum dalam rangkaian satu garis hukum dengan UUD NRI Tahun
1945, maka dapat dilakukan kontrol yang ketat dan konstitusional terhadap
produk legislasi, baik yang dibuat oleh lembaga legislatif sampai ke daerah
maupun oleh pemerintah (eksekutif). Kehendak untuk mendorong peningkatan
peran MK sebagai satu-satunya lembaga yang berwenang melakukan judicial
review, tentu bukan semata-mata dalam rangka kepentingan fungsionalisme
hukum an sich. Akan tetapi, lebih itu adalah merupakan semangat guna
mewujudkan tatanan sistem hukum Indonesia yang tertib dan sistematis
sehingga keputusan hukum yang diterbitkan oleh MK dapat menjadi
yurisprudensi. Oleh karena itu, atas nama kepentingan konstitusionalisme
negara hukum, upaya menguji setiap produk undang-undang sampai kepada
peraturan daerah, adalah perwujudan sistem negara hukum Indonesia yang
konstitusional. Di sinilah letak judicial constitutional yang merupakan
kewenangan absolot Mahkamah Konstitusi, menjadi sangat berarti.
B. Rumusan Masalah
Makalah ini tersusun dari beberapa pernyataan utama, yaitu sebagai
berikut:
1. Bagaimana tata cara sidang dan tata tertib persidangan?
2. Bagaimana simulasi persidangan mahkamah konstitusi?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui tata cara sidang dan tata tertib persidangan
2. Untuk mengetahui simulasi persidangan mahkamah konstitusi
D. Manfaat Penulisan
1. Agar dapat menambah wawasan tentang tata cara sidang dan tata tertib
persidangan

5
2. Agar dapat menambah wawasan tentang simulasi persidangan mahkamah
konstitusi

6
BAB II
PEMBAHASAN
A.Tata Cara Sidang dan Tata Tertib Persidangan
Tata cara dan tata tertib persidangan diatur tersendiri di dalam PMK
Nomor 1 Tahun 2018 tentang Persidangan Mahkamah iKonstitusi. Menurut
PMK tersebut, tata cara sidang dibagi dalam beberapa bagian, yaitu Umum,
Sidang Panel Mahkamah, Sidang Pleno Mahkamah, dan Tata tertib
Sidang.Bagian Kesatu, Umum. Pasal 5 menentukan bahwa tata cara sidang
adalah sebagai berikut:
1. Setiap Hakim menandatangai daftar hadir sebelum sidang
2. Majelis Hakim menempati tempat duduk yang telah ditentukan;
3. Ketua Sidang mengetukkan palu tiga kali untuk membuka sidang;
4. Setelah sidang dibuka, Ketua Sidang menyampaikan agenda sidang;
5. Ketua Sidang mengetukkan palu satu kali untuk setiap keputusan yang
dicapai dalam Sidang
6. Ketua Sidang mengetukkan palu satu kali untuk mengesahkan alat bukti
yang diajukan oleh para pihak;
7. Ketua Sidang mengetukkan palu satu kali setelah selesai mengucapkan
amar putusan; dan
8. Ketua Sidang mengetukkan palu tiga kali untuk menutup sidang.1
Dalam hal Ketua Sidang menunda dan melanjutkan sidang yang ditunda,
Ketua Sidang mengetukkan palu satu kali.Sidang Panel Mahkamah dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Para Pihak, saksi, ahli, Pihak Lain dan Pengunjung Sidang menandatangani
daftar hadir sebelum menghadiri sidang;
b. Panitera melaporkan kehadiran Para Pihak, saksi, ahli, Pihak MK
c. Para Pihak, saksi, ahli, Pihak Lain dan Pengunjung Sidang menempati
tempat duduk yang telah ditentukan;
d. Ketua Sidang membuka Sidang Panel dan menyatakan sidang dibuka dan
terbuka untuk umum, kecuali Majelis Hakim menentukan lain;
1
Wendra Yunaldi, “Judicial Review Satu Atap Peraturan Perundang -Undangan Di Bawah
Kewenangan Mahkamah Konstitusi,” Pagaruyung Law Jurnal 1, no. 2 (2018): 198–219.

7
e. Ketua Sidang mempersilakan Para Pihak mengenalkan diri;
f. Para Pihak mengenalkan masing-masing saksi dan atau ahli yang diajukan;
g. Saksi dan ahli mengucapkan sumpah atau janji sesuai dengan agama atau
kepercayaannya masing-masing sebelum menyampaikan keterangannta,
yang dipandu oleh Hakim dan didampingi oleh juru sumpah, kecuali
ditentukan lain oleh Hakim;
h. Ketua Sidang memberikan kesempatan kepada Pemohon untuk
menjelaskan pokok-pokok permohonannya;
i. Ketua Sidang memberikan kesempatan kepada Para Pihak untuk
menyampaikan keterangan dan/atau tanggapan sesuai dengan pokok
permohonan;
j. Ketua Sidang memberikan kesempatan kepada saksi dan/atau ahli untuk
menyampaikan keterangan dan/atau tanggapan sesuai dengan pokok
permohonan;2
k. Ketua Sidang memberikan kesempatan kepada Para Pihak untuk
mengajukan pertanyaan dan/atau tanggapan, atas keterangan saksi dan/atau
ahli;
l. Ketua Sidang memberikan kesempatan kepada Hakim untuk mengajukan
pertanyaan kepada Para Pihak, saksi, dan/atau ahli;
m. Ketua Sidang memberi kesempatan kepada Para Pihak mengajukan
alat/dokumen bukti dalam sidang kepada Majelis Hakim melalui petugas
persidangan;
n. Ketua Sidang mengesahkan alat/dokumen bukti dalam sidang;
o. Ketua Sidang menutup sidang setelah dinyatakan selesai.3
Sidang Pleno Mahkamah diatur dalam Pasal 7 dengan ketentuan sebagai
berikut:

2
M. Ali Safa’at Agus Riewanto et al., Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Jakarta :
Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi, 2019),43.
3
Zainal Arifin Hoesein et al., “Membangun Konstitusionalitas Indonesia Membangun
Budaya Sadar Berkonstitusi,” Jurnal Konstitusi 7, no. 6 (2010): 11–21.

8
1) Para Pihak, saksi, ahli, Pihak Lain dan Pengunjung Sidang
menandatangani daftar hadir sebelum menghadiri sidang;4
2) Panitera melaporkan kehadiran Para Pihak, saksi, ahli, Pihak Lain kepada
Ketua Sidang;
3) Para Pihak, saksi, ahli, Pihak Lain dan Pengunjung Sidang menempati
tempat duduk yang telah ditentukan;
4) Ketua Sidang membuka Sidang Pleno dan menyatakan sidang dibuka dan
terbuka untuk umum, kecuali Majelis Hakim menentukan lain;
5) Ketua Sidang mempersilakan Para Pihak mengenalkan diri;
6) Para Pihak mengenalkan masing-masing saksi dan atau ahli yang diajukan;
7) Saksi dan ahli mengucapkan sumpah atau janji sesuai dengan agama atau
kepercayaannya masing-masing sebelum menyampaikan keterangannta,
yang dipandu oleh Hakim dan didampingi oleh juru sumpah, kecuali
ditentukan lain oleh Hakim;
8) Ketua Sidang memberikan kesempatan kepada Para Pihak untuk
menyampaikan keterangan dan/atau tanggapan sesuai dengan pokok
permohonan;
9) Ketua Sidang memberikan kesempatan kepada Hakim untuk mengajukan
pertanyaan kepada saksi, dan/atau ahli;
10) Ketua Sidang memberi kesempatan kepada Para Pihak mengajukan
pertanyaan kepada saksi dan/atau ahli yang diajukannya sendiri; MK
11) Ketua Sidang memberi kesempatan kepada Para Pihak mengajukan
alat/dokumen bukti dalam sidang kepada Majelis Hakim melalui petugas
persidangan;
12) Ketua Sidang mengesahkan alat/dokumen bukti dalam sidang;
13) Ketua Sidang menutup sidang setelah sidang dinyatakan selesai.5
Tata Tertib Sidang diatur dalam Pasal 8 dengan ketentuan sebagai
berikut:

4
Eko Riyadi, Karakteristik Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi (Bandung: Refika
Aditama, 2012),21.
5
Tim Penyusun Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi
(Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2010),40.

9
a) Para Pihak, saksi, ahli, Pihak Lain dan Pengunjung Sidang wajib hadir
sebelum persidangan dimulai;
b) Para Pihak, saksi, ahli, Pihak Lain dan Pengunjung Sidang mengenakan
pakaian rapi dan sopan, dan advokat mengenakan toga;
c) Para Pihak, saksi, ahli, Pihak Lain dan Pengunjung Sidang wajib
mengenakan tanda pengenal dari Mahkamah;
d) Pengunjung Sidang, Para Pihak, saksi dan ahli bersikap tertib, tenang, dan
sopan;6
e) Larangan bagi Pengunjung Sidang:
(1) Belum berusia 12 tahun, kecuali atas perintah atau ijin Hakim untuk
kepentingan pemeriksaan atau untuk kepentingan yang relevan;
(2) Membawa senjata dan/atau benda-benda lain yang dapat
membahayakan atau mengganggu jalannya persidangan;
(3) membuat gaduh, berlalu-lalang, bersorak-sorai, dan bertepuk tangan;
(4) membawa alat komunikasi elektronik ke dalam ruang
sidang;Konstitusi
(5) membawa peralatan demonstrasi;
(6) merusak dan/atau mengganggu fungsi sarana, prasarana, dan/atau
perlengkapan persidangan;
(7) makan, minum, dan merokok;
(8) menggunakan topi, kacamata hitam, sandal jepit, dan kaos oblong;
(9) menghina Para Pihak, saksi, ahli, Pihak Lain dan Pengunjung Sidang;
(10) memberikan dukungan, komentar, saran, tanggapan, atau mengajukan
keberatan atas keterangan yang diberikan oleh Para Pihak, saksi, ahli,
dan Pihak Lain;
(11) melakukan perbuatan atau tingkah laku yang dapat mengganggu
persidangan atau merendahkan kehormatan dan martabat Hakim serta
kewibawaan Mahkamah;7

6
Dinoroy M. Aritonang, “Peranan Dan Problematika Mahkamah Konstitusi (Mk) Dalam
Menjalankan Fungsi Dan Kewenangannya,” Jurnal Ilmu Administrasi 10, no. 3 (2013): 373–89.
7
Khairul Fahmi, Mk Karakteristik Hukum Acara Mk (Jakarta: Bumi Aksara, 2021),94.

10
(12) memberikan ungkapan atau pernyataan di dalam persidangan yang
isinya berupa ancaman terhadap independensi Hakim dalam memutus
perkara;8
f) Para Pihak, saksi, ahli, Pihak Lain dan Pengunjung Sidang yang terlambat
hadir tidak diperkenankan masuk ke ruang sidang sebelum mendapatkan
ijin dari MahkamahTata tertib sidang tersebut berlaku secara mutatis
mutandis untuk persidangan jarak jauh (video conference), kecuali
ditentukan lain oleh Mahkamah. Pelanggaran terhadap larangan-larangan
di atas merupakan penghinaan terhadap Mahkamah. Terhadap pelanggaran
atas larangan tersebut Ketua Sidang memberikan teguran. Apabila teguran
tidak diindahkan, Ketua Sidang memerintahkan mengeluarkan pelanggar
dari ruang sidang atau gedung MK karena telah melakukan tindakan
penghinaan terhadap pengadilan (contempt of court). 9Tindakan tersebut
juga dapat dikenai sanksi pidana. MKPara pihak, Saksi, Ahli, dan
pengunjung sidang wajib menempati tempat duduk yang telah disediakan,
duduk dengan tertib dan sopan selama persidangan serta menunjukkan
sikap hormat kepada Majelis Hakim dengan sikap berdiri ketika Majelis
Hakim memasuki dan meninggalkan ruang sidang. Para pihak, Saksi, Ahli,
dan pengunjung sidang wajib memberi hormat kepada Majelis Hakim
dengan membungkukkan badan setiap memasuki dan meninggalkan ruang
sidang.Pada saat para pihak, Saksi, atau Ahli akan menyampaikan
pendapat atau tanggapan, terlebih dahulu harus meminta dan mendapat
izin dari Ketua Sidang. Pada saat para pihak, Saksi, atau Ahli
menyerahkan alat bukti atau berkas perkara dalam persidangan kepada
Majelis Hakim melalui Panitera Pengganti atau petugas persidangan.10

8
Abu Nawas, “Kedudukan Dan Kewenangan Mahkamah Konstitusi Sebagai Pelaku
Kekuasaan Kehakiman,” Iblam Law Review Sekolah 1, no. 2 (2021): 157–68.
9
Ahmad Fadlil Sumadi, “Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Dalam Teori Dan Praktik,”
Jurnal Konstitusi, 8, no. 6 (2011): 850–79.
10
Soeharno, “Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Penegak Hukum Dan Pengadilan” 1, no.
2 (2014): 13–30.

11
B. Simulasi Persidangan Mahkamah Konstitusi
MAHKAMAH KONSTITUSI
REPUBLIK INDONESIA
--------------
RISALAH SIDANG
PERKARA NOMOR 129/PUU-XXI/2023
Perihal
Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan
Umum terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.11
Pemohon
Gugum Ridho Putra
Acara
Mendengarkan Keterangan DPR dan Presiden (III)
Senin, 11 Desember 2023, Pukul 13.47 – 14.11 WIB
Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI,
Jln. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat
Susunan Persidangan
1. Suhartoyo (Ketua)
2. Saldi Isra (Anggota)
3. Anwar Usman (Anggota)
4. Arief Hidayat (Anggota)
5. Wahiduddin Adams (Anggota)
6. Enny Nurbaningsih (Anggota)
7. Daniel Yusmic P. Foekh (Anggota)
8. M. Guntur Hamzah (Anggota)
9. Ridwan Mansyur (Anggota)
Jefri Porkonanta Tarigan Panitera Pengganti
Pihak yang Hadir:

11
mahkamah Konstitusi Risalah Sidang Perihal Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor
7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 Acara Mendengarkan Keterangan Dpr Dan Presiden Jakarta,” No. III
(2023).

12
A. Kuasa Hukum Pemohon:
Muhammad Iqbal Sumarlan Putra
B. Pemerintah:
1. Purwoko
2. Surdiyanto
3. Wahyu Jaya Setia A.
4. Fauzi Ibrahim Reza
5. La Ode Ahmad Pidana Bolombo
6. Wahyu Chandra Kusuma Purwonegoro
7. Isnandar Aristo Prabowo
8. Rio Yosiko
9. Rani Fitriyanti
10. Puti Dwi Jayanti
11. Fadel
12. Saryka Bayu
13. Rendy
Sidang Dibuka Pukul 13.47 WIB
1. Ketua: Suhartoyo [00:00]
Kita buka persidangan. Persidangan Perkara Nomor 129/PUUXXI/ 2023
dibuka dan persidangan dinyatakan terbuka untuk umum.
Ketuk Palu 3x
Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang, salam sejahtera untuk kita sekalian.
Diperkenalkan, Pemohon, siapa yang hadir?
2. Kuasa Hukum Pemohon: Muhammad Iqbal Sumarlan Putra [00:24]
Ya. Assalamualaikum wr. wb. Terima kasih, Yang Mulia. Hadir pada
persidangan hari ini, saya sendiri, Muhammad Iqbal Sumarlan Putra, selaku
Kuasa Hukum. Terima kasih, Yang Mulia.
3. Ketua: Suhartoyo [00:32]
Baik, dari Pemerintah?
4. Pemerintah: Purwoko [00:36]

13
Ya, terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Dari Kuasa
Presiden, hadir dari sebelah kanan, Bapak Wahyu Jaya. Kemudian, Bapak
Surdiyanto. Saya sendiri, Purwoko. Kemudian, sebelah kiri saya, Bapak
Wahyu Chandra. Dan kemudian, yang sebelah kiri sekali, Bapak Dr. Drs. La
Ode Ahmad Pidana Bolombo, A.P., M.Si. Beliau Staf Ahli Menteri Bidang
Ekonomi dan Pembangunan, Yang Mulia. Dan sekaligus nanti akan
membacakan Keterangan Presiden. Demikian, Yang Mulia. Assalamualaikum
wr. wb.
5. Ketua: Suhartoyo [01:10]
Baik, terima kasih. Jadi, mohon maaf sebelumnya karena persidangan
agak terlambat. Karena tadi persidangan sebelumnya, baru saja selesai. Baik.
Jadi, Pemohon dan Pemerintah, agenda sidang hari ini adalah untuk Mendengar
Keterangan Presiden atau Pemerintah, dan DPR. DPR tidak hadir karena masih
masa reses. Dan hadir Pemerintah, tapi kami belum juga mendapatkan
Keterangannya. Siapa? Sudah dikirim sebelumnya?
6. Pemerintah: Purwoko [01:50]
Izin, Yang Mulia. Kami belum mengirimkan Keterangan Presidennya,
Yang Mulia. Namun untuk Keterangan, sudah akan dibacakan. Terima kasih.
7. Ketua: Suhartoyo [01:58]
Baik, ya. Ke depan, mestinya sudah harus dikirim sebelumnya, supaya
kami bisa ikut menyimak juga. Silakan, siapa yang akan menyampaikan?
8. Pemerintah: La Ode Ahmad Pidana Bolombo [02:18]
Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Shalom, salam
sejahtera bagi kita semua, om swastiastu, namo buddhaya, salam kebajikan.
Mohon izin, perkenankan kami membacakan Keterangan Presiden atas
Permohonan Pengujian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun
2017 tentang Pemilihan Umum terhadap Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Kepada Yang Mulia Ketua dan Anggota
Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia di Jakarta.Dengan
hormat, yang bertanda tangan di bawah ini: Satu, nama Yasonna H. Laoly
(Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia). Dua, nama

14
Muhammad Tito Karnavian (Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia).
Dalam hal ini, bertindak untuk dan atas nama Presiden Republik Indonesia,
baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri, yang selanjutnya disebut
Pemerintah. Perkenankanlah kami menyampaikan Keterangan, baik lisan
maupun tertulis, yang merupakan satu-kesatuan yang utuh dan tidak
terpisahkan atas Permohonan Pengujian Materiil Ketentuan Pasal 222 Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang selanjutnya
disebut UU 7/2017 terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, yang selanjutnya disebut UUD 1945. Dimohonkan oleh
Gugum Ridho Putra, S.H., M.H., yang dalam hal ini memberikan kuasa kepada
M. Iqbal Sumarlan Putra, S.H., M.H., dan kawan-kawan adalah Advokat yang
tergabung dalam Tim Advokasi Peduli Pemilu yang beralamat di 18 Office
Park, Jalan TB Simatupang, K18, Jakarta Selatan. Untuk selanjutnya disebut
Pemohon, sesuai registrasi di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Nomor
Perkara 129/PUU-XXI/2023. Selanjutnya, perkenankan Pemerintah
menyampaikan keterangan sebagai berikut.
I. Pokok Permohonan Para Pemohon, dianggap dibacakan.
II. Kedudukan Hukum Para Pemohon, dianggap dibacakan.
III. Penjelasan Pemerintah terhadap materi yang dimohonkan oleh Para
Pemohon.
1. Indonesia adalah negara hukum, sebagaimana yang tertuang di dalam Pasal
1 ayat (3) UUD 1945, yaitu negara yang di dalamnya terdapat berbagai
aspek peraturan perundangundangan yang bersifat memaksa dan
mempunyai sanksi tegas apabila dilanggar. Negara hukum Indonesia adalah
negara hukum yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila yang merupakan
pandangan hidup bangsa dan sumber dari segala sumber hukum. Hukum di
Indonesia harus dilandasi dengan semangat menegakkan nilai ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sebagaimana yang
terkandung dalam Pancasila. Dengan demikian, pengaturan UU 7 Tahun
2017 adalah salah satu cara untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dengan
berdasarkan nilai-nilai Pancasila dalam penyelenggaran pemerintahan dan

15
ketatanegaraan, sehingga tercapainya cita-cita bangsa Indonesia,
sebagaimana dalam Pembukaan UUD 1945.
2. Bahwa sistem pemilu dilaksanakan untuk mencapai terbentuknya sistem
pemerintahan, dimana ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan
wakil presiden, sebagaimana diatur dalam pasal a quo secara matematis,
masih memungkinkan hadirnya 4 sampai 5 pasangan calon presiden dan
wakil presiden. Oleh karena itu, sistem pemilu didesain untuk membentuk
pemerintahan yang efektif, yang di dalamnya juga terdapat pengaturan
mengenai ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold.
Presidential thre shold adalah menjadi bagian yang tujuan, yang hendak
dicapai dalam pemilu untuk membentuk sistem pemerintahan yang efektif.
3. Bahwa objek permohonan a quo, yaitu pasangan calon diusulkan oleh partai
politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi
persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% dan jumlah kursi DPR atau
memperoleh 25% dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR
sebelumnya, merupakan open legal policy pembuat undangundang, yaitu
presiden dan DPR dalam menentukan ambang batas pencalonan presiden
dan wakil presiden. Penentuan ambang batas pencalonan presiden tersebut
telah dilakukan pembahasan secara intensif dan komprehensif dalam
pembentukan UU 7 Tahun 2017. Pasangan calon diusulkan oleh partai
politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi
persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR atau
memperoleh 25% dari suara sah secara nasional pada Pemilu Anggota DPR
sebelumnya.
4. Bahwa dalam Undang-Undang 7 Tahun 2017 telah memberikan desain
pemilihan presiden yang dapat mencegah hadirnya calon tunggal atau
pemilu presiden hanya diikuti oleh satu pasangan calon saja, yaitu diatur
dalam Ketentuan Pasal 229 ayat (2) UU 7 Tahun 2017 yang memberikan
kewenangan kepada KPU untuk dapat menolak pendaftaran pasangan calon
presiden dalam hal:

16
a. Pasangan calon yang didukung oleh gabungan dari seluruh partai politik
peserta pemilu. Atau
b. Pendaftaran satu pasangan calon yang mengakibatkan gabungan peserta
pemilu lainnya tidak dapat mendaftarkan pasangan calon.
5. Bahwa penerapan ambang batas pencalonan presiden merupakan syarat
pencalonan presiden dan wakil presiden. Urgensi dari presidential threshold,
memperkuat sistem presidensial, serta penerapan presidential threshold
dalam pemilu dapat memunculkan figur presiden dan wakil presiden dengan
dukungan yang kuat. Hal ini karena memiliki basis dukungan besar di
parlemen, sehingga pelaksanaan pemerintahan akan stabil dan efektif.
Dalam kondisi ini, dapat memperkuat sistem presidensial yang dianut
Bangsa Indonesia, sehingga membuat kinerja presiden sebagai eksekutif
lebih efektif dalam penyelenggaraan pemerintahan.
6. Penerapan presidential threshold adalah demi efektivitas penyelenggaraan
pemerintahan. Jika syarat itu diterapkan, maka memungkinkan presiden dan
wakil presiden yang terpilih diusung oleh partai atau koalisi partai politik
yang jumlah kursinya bukan mayoritas di parlemen. Jika hal ini terjadi,
maka kemungkinan besar presiden dan wakil presiden sebagai lembaga
eksekutif akan mengalami kesulitan dalam menjalankan pemerintahan
karena berpotensi mendapatkan hambatan dari koalisi mayoritas di
parlemen.
7. Bahwa ambang batas pencalonan presiden, sebagaimana diatur dalam Pasal
222 UU 7/2017, sebagai syarat pasangan calon diseluruhkan oleh partai
politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi
persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR atau
memperoleh 25% dari suara sah secara nasional pada pemilihan umum yang
demokratis, langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil Maka
pencapaian partai atas syarat tersebut, diperoleh melalui proses demokrasi
yang diserahkan pada rakyat pemilih yang berdaulat. Hal ini membuktikan
bahwa partai yang mengusulkan calon presiden dan wakil presiden
mendapat dukungan yang luas dari rakyat sebagai pemilih. Ini merupakan

17
dukungan awal, sedangkan dukungan yang sesungguhnya akan ditentukan
dari hasil pemilu presiden dan wakil presiden. Dengan demikian, terhadap
calon presiden dan wakil presiden yang akan terpilih menjadi presiden dan
wakil presiden dari sejak awal pencalonannya, telah didukung oleh rakyat
melalui partai politik, memperoleh tambahan dukungan dengan melalui
pemilu presiden dan wakil presiden.
8. Bahwa dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUUXI/ 2013 pada
Pertimbangan Hukum paragraf [3.18], dianggap dibacakan.
9. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 74/PUU-XVIII/2020 tanggal 14
Januari 2021, dianggap dibacakan.
10. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 66/PUU-XIX/2021 tanggal 24
Februari 2022, dianggap dibacakan.
11. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-XX/2022 tanggal 24
Februari 2022, dianggap dibacakan.
12. Bahwa norma yang dimohonkan pengujian oleh Pemohon telah dinilai oleh
Mahkamah melalui putusan-putusan yang diuraikan di atas, khususnya
putusan yang berkenaan dengan ambang batas pencalonan presiden atau
presidential threshold. Mahkamah telah menegaskan pendiriannya bahwa
pengusulan pasangan calon tidak ditentukan oleh kehendak perorangan,
melainkan ditentukan oleh partai politik atau gabungan partai politik, dan
norma Pasal 222 UU 7/2017 tidak membatasi jumlah pasangan calon
presiden dan wakil presiden yang berhak mengikuti pemilihan presiden dan
wakil presiden. Demikian juga dengan dasar pengujian yang dipergunakan
dalam permohonan a quo, yaitu Pasal 6A ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat
(4), dan ayat (5), dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 telah dijadikan dasar
pengujian dan permohonanpermohonan sebelum permohonan a quo yang
telah diputus melalui putusan-putusan, sebagaimana diuraikan di atas.
Selain itu, alasan-alasan permohonan a quo juga tidak didasarkan pada
alasan-alasan konstitusionalitas yang berbeda dengan permohonan-
permohonan sebelum permohonan a quo dan telah pula dipertimbangkan
dalam putusan-putusan sebagaimana diuraikan di atas. Dengan demikian,

18
berdasarkan Pasal 60 ayat (2) Undang-Undang MK Pasal 42 ayat (2)
Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 06/PMK/2005 tentang Pedoman
Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-Undang Permohonan Pemohon
adalah nebis in idem.
13. Bahwa berdasarkan putusan-putusan Mahkamah Konstitusi tersebut,
Ketentuan Pasal 222 UU 7/2017 merupakan pengaturan berdasarkan
pendelegasian Pasal 6A UUD 1945 yang diatur dengan atau dalam undang-
undang sepanjang tidak diskriminatif. Maka menurut Pemerintah,
presidential threshold tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan telah
sejalan dengan hak konstitusional warga negara, yakni hak persamaan
kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan (Pasal 27 ayat (1) UUD
1945) dan hak untuk memperoleh pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum
(Pasal 28D ayat (1) UUD 1945) Dengan demikian, Ketentuan Pasal 222 UU
7/2017 tidak melanggar hak Pemohon untuk mendapatkan kepastian hukum
atas pilihan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden lebih dari dua
karena tidak bertentangan dengan Ketentuan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
IV. Petitum. Berdasarkan keterangan tersebut di atas, Pemerintah memohon
kepada Yang Mulia Ketua dan Anggota Majelis Hakim Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia yang memeriksa, mengadili, dan memutus
permohonan pengujian materiil kekuatan a quo … ketentuan a quo untuk
memberikan putusan sebagai berikut.
1. Menerima Keterangan Presiden secara keseluruhan.
2. Menyatakan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang
Pemilihan Umum tidak bertentangan dengan Undang- Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tetap mempunyai kekuatan
hukum mengikat. Namun, apabila Yang Mulia Ketua dan Anggota Majelis
Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon kiranya dapat
memberikan putusan yang bijaksana dan seadil-adilnya. Demikian
Keterangan ini, atas perkenan dan perhatian Yang Mulia Ketua dan Anggota
Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, diucapkan terima

19
kasih. Jakarta, 11 Desember 2023. Hormat kami, Kuasa Hukum Presiden
Republik Indonesia. Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia,
Yasonna H. Laoly, ditandatangani. Menteri Dalam Negeri Republik
Indonesia, Muhammad Tito Karnavian, ditandatangani. Selesai. Terima
kasih, Yang Mulia.
9. Ketua: Suhartoyo [15:26]
Terima kasih, Pak … Pak Dr. La Ode Ahmad Pidana Bolombo. Baik,
dari meja Hakim, ada yang mau dicermati atau direspons? Silakan, Prof. Saldi.
10. Hakim Anggota: Saldi Isra [15:44]
Terima kasih, Pak Ketua. Assalamualaikum w. wb. Selamat siang, salam
sejahtera untuk kita semua. Pertama, terima kasih kepada Pak Dr. La Ode
Ahmad Pidana Bolombo. Begitu, ya, Pak, ya, nama lengkapnya? Ini namanya
ada pidananya juga. Nanti kalau ada, yang perdata juga, begitu. Ini
Permohonan yang diajukan oleh Pemohon terkait dengan ambang atas, yang
kita kenal sekarang ada ambang bawah, 20% atau 25%. Nah, itu memang
sudah berkali-kali diajukan ke Mahkamah Konstitusi, dari catatan kita itu
sudah lebih 30 kali itu, Pak … apa … Pak La Ode. Jadi, sudah lebih dari 30
kali kalau yang ambang bawah. Nah, mungkin ini strategi Pemohon juga untuk
menghindari kalau ada ambang bawah, kan ambang atasnya harus ada juga.
Munculah ide dari Pemohon agar dirumuskan juga ambang batas, supaya
ambang batas atasnya itu supaya nanti tiba-tiba kalau ada satu kekuatan yang
menarik bagi orang, dia merangkul semua partai politik. Katanya, ini dalam
Permohonannya ini, “Sangat mungkin terjadi suatu waktu kalau tidak dibatasi
ambang batasnya itu, akan ada dua pasang calon, yang satu jadi calon boneka,”
katanya. Atau bisa terlalu kuat ngumpul ke satu pasangan calon dan itu
akhirnya memunculkan calon tunggal. Nah, ini yang … apa … yang
dikhawatirkan oleh Para Pemohon, sehingga perlu dirumuskan ambang batas
atas itu, supaya masih tetap muncul beberapa pasang calon presiden. Sebab
kalau itu tidak dibatasi, asumsinya Pemohon itu, apa yang Bapak jelaskan tadi,
ini bisa empat atau lima pasang calon dengan ketentuan yang ada, itu bisa tidak
terjadi, Pak. Bisa tidak terjadi. Sangat mungkin terjadi nanti dua saja, satunya

20
itu terlalu kuat dan satu itu terlalu lemah atau menjadi pasangan calon tunggal,
begitu. Nah, oleh karena itu, apa yang mau kami mintakan dari Bapak? Satu,
ketika Undang-Undang 7/2017 dibahas, adakah enggak risalah yang
membicarakan dan membahas kemungkinan adanya ancaman calon seperti
yang dikhawatirkan oleh Pemohon itu? Nah, itu tolong kami diberikan kalau
ada pembahasan tentang itu, selama risalah itu. Nanti Bapak kan tinggal
perintah saja staf Bapak, untuk mencarikan di risalah itu, ada atau tidaknya.
Nah, kalau tidak, nah itu memang ini ruang untuk mendiskusikannya, Pak La
Ode, ruang untuk mendiskusikannya lebih … apa … lebih mendalam, lebih
terbuka, sebab paling tidak, ini pasti tidak akan digunakan untuk pemilu
sekarang, enggak mungkin lagi digunakan, pasti akan digunakan untuk Pemilu
2029. Nah, setidak-tidaknya nanti, wacana ini kalau menguat, Bapak di
Pemerintah, pembentuk undang-undang bisa memikirkan, bagaimana
mengantisipasi kemungkinan yang dikhawatirkan oleh Pemohon tadi itu.
Karena kami di putusan sebelumnya itu, di Putusan 141, Pak, sudah secara
implisit mengamanatkan untuk segera dilakukan revisi Undang- Undang
Nomor 7/2017 itu. Bahkan di putusan sebelumnya terkait desain pemilu
serentak, kami juga sudah mengamanatkan untuk dilakukan revisi Undang-
Undang 7/2017. Nah, tolong nanti kami dibantu, poin ini diperdebatkan atau
tidak. Nah, kami tidak bisa menelusuri itu karena kami tidak punya risalah,
tentu Pemerintah dan DPR. Itu saja sih yang paling penting. Atau jangan-
jangan di sisi Pemerintahnya sudah mendiskusikan juga soal yang begini?
Kalau ada, tolong kami diberi tahu, sampai di mana pembicaraan terkait
dengan hal ini? Terima kasih, Pak Ketua, itu saja.
11. Ketua: Suhartoyo [20:09]
Cukup, ya? Baik, itu Pak La Ode, nanti ditambahkan keterangannya.
Saya juga titip pertanyaan sedikit. Jadi, kalaupun … Bapak sudah mencermati
Petitumnya Pemohon ini, belum? Kalau belum, saya … apa … ini kan
Pemohon tidak secara tegas bahwa ambang batas atas itu supaya dibatasi,
tidak, tapi outcome-nya supaya jangan kemudian menyebabkan kontestasi itu
hanya diikuti oleh dua pasang atau satu, atau calon tunggal, tapi subtansinya

21
akhirnya juga ingin minta dibatasi ambang batas atas itu. Nah, kalau Petitum
semacam yang diajukan Pemohon ini sebenarnya nanti mohon dijawab, ya. Ini
siapa yang kemudian merumuskan batasan-batasan itu? Apakah KPU? Ataukah
partai … gabungan partai itu sendiri, yang kemudian mereka membuat
excercise atau membuat … apa … semacam simulasi dengan … kesepakatan
dengan sesama gabungan partai lainnya? Karena Petitumnya ini menyerahkan
kepada siapa ini? Karena mungkin ini Pemohon juga agak cerdas juga, artinya
dia tidak masuk pada angka-angka pembatasan atas itu karena apa? Ini
wilayahnya pembentuk undang-undang. Nah, menghindari open legal policy
itu, kemudian menyerahkan kepada MK supaya tidak sensitif dengan
persentase-persentase. Itu tolong nanti kalau ini diakomodir, bagaimana
Pemerintah bisa mensimulasikan, bagaimana ini cara menentukan ambang
batas atas? Baik, ada yang mau disampaikan, Pak La Ode?
12. Pemerintah: La Ode Ahmad Pidana Bolombo [22:15]
Baik, terima kasih, Yang Mulia Untuk keterangan tambahan, berkenan
Yang Mulia akan kami sampaikan setelah sidang ini dan tambahan.
13. Ketua: Suhartoyo [22:25]
Pada sidang berikutnya, ya? Baik. Jadi, sidang selanjutnya
nantidijadwalkan untuk keterangan DPR, Saudara Pemohon, danPemerintah,
sekaligus … akan mengajukan ahli, untuk Pemohon?
14. Kuasa Hukum Pemohon: Muhammad Iqbal Sumarlan Putra [22:38]
Kami rencana akan menghadirkan ahli, Yang Mulia.
15. Ketua: Suhartoyo [22:40]
Berapa orang?
16. Kuasa Hukum Pemohon: Muhammad Iqbal Sumarlan Putra [22:41]
Sementara satu orang saja.
17. KETUA: SUHARTOYO [22:42]
Satu orang, ya. Nanti supaya dipersiapkan senyampang dengan penetapan
hari sidang yang sampai hari ini belum bisa ditentukan karena kami harus
menyusun jadwal sidang di awal tahun. Jadi, ini akan kami proyeksikan di awal
tahun untuk persidangan lanjutan. Mudah-mudahan nanti segera bisa

22
diberitahukan kepastiannya. Nah, itu saja. Nanti dua hari sebelumnya supaya
diserahkan CV dan keterangannya. Kalau dari akademisi atau dari kampus,
supaya disertakan izin dari atasannya. Baik, terima kasih ya, adik-adik dari
President University ya, atas kehadirannya. Mudah-mudahan ada manfaatnya
untuk ilmu di bangku.
Ketuk Palu 3x
Sidang Ditutup Pukul 14.11 Wib

Jakarta, 11 Desember 2023


Panitera,

Muhidin

23
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan-penjelasan yang telah dipaparkan pada pembahasan
maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut:
1. Tata cara dan tata tertib persidangan diatur tersendiri di dalam PMK
Nomor 1 Tahun 2018 tentang Persidangan Mahkamah Konstitusi. Menurut
PMK tersebut, tata cara sidang dibagi dalam beberapa bagian, yaitu
Umum, Sidang Panel Mahkamah, Sidang Pleno Mahkamah, dan Tata
tertib Sidang.
2. Simulasi Persidangan Mahkamah Konstitusi Risalah Sidang Perkara
Nomor 129/PUU-XXI/2023
B. Saran
Cukup sekian makalah yang dapat disusun, pastilah masih terdapat
banyak kekeliruan di dalamnya. Oleh karena itu kami mohon saran dan kritik
pembaca agar kami dapat menjadi lebih baik lagi.

24
DAFTAR PUSTAKA
Aritonang, Dinoroy M. “Peranan Dan Problematika Mahkamah Konstitusi (Mk)
Dalam Menjalankan Fungsi Dan Kewenangannya.” Jurnal Ilmu Administrasi
10, no. 3 (2013): 373–89.
Fahmi, Khairul. Mk Karakteristik Hukum Acara Mk. Jakarta: Bumi Aksara, 2021.
Hoesein, Zainal Arifin, Bambang Sutiyoso, Reza Syawawi, Faiq Tobroni, and
Mahrus Ali. “Membangun Konstitusionalitas Indonesia Membangun Budaya
Sadar Berkonstitusi.” Jurnal Konstitusi 7, no. 6 (2010): 11–21.
Konstitusi, Tim Penyusun Hukum Acara Mahkamah. Hukum Acara Mahkamah
Konstitusi. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah
Konstitusi, 2010.
Mahkamah Konstitusi Risalah Sidang Perihal Pengujian Materiil Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum Terhadap Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Acara Mendengarkan
Keterangan Dpr Dan Presiden Jakar a,” no. III (2023).
Nawas, Abu. “Kedudukan Dan Kewenangan Mahkamah Konstitusi Sebagai
Pelaku Kekuasaan Kehakiman.” Iblam Law Review Sekolah 1, no. 2 (2021):
157–68.
Riewanto, M. Ali Safa’at Agus, Pan M. Faiz Kusuma W. Abdul Ghoffar, Andriani
W. Novitasari, Sunny Ummul Firdaus Bayu Dwi Anggono Bisariyadi, and
Helmi Kasim Luthfi Widagdo Eddyono. Hukum Acara Mahkamah
Konstitusi. Jakarta : Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah
Konstitusi, 2019.
Riyadi, Eko. Karakteristik Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi. Bandung:
Refika Aditama, 2012.
Soeharno. “Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Penegak Hukum Dan
Pengadilan” 1, no. 2 (2014): 13–30.
Sumadi, Ahmad Fadlil. “Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Dalam Teori Dan
Praktik.” Jurnal Konstitusi, 8, no. 6 (2011): 850–79.
Yunaldi, Wendra. “Judicial Review Satu Atap Peraturan Perundang -Undangan Di
Bawah Kewenangan Mahkamah Konstitusi.” Pagaruyung Law Jurnal 1, no.
2 (2018): 198–219.

25

Anda mungkin juga menyukai