Anda di halaman 1dari 6

E.

UPAYA PAKSA DALAM PERADILAN MILTER


Di dalam Undang-Undang tidak dijelaskan secara rinci mengenai pengertian dari upaya
paksa. Walaupun demikian upaya paksa dapat diartikan sebagai serangkaian tindakan
penyidik untuk melaksanakan penyidikan, yaitu dalam hal melakukan penangkapan,
penahanan, penggeledahan, penyitaan, dan pemeriksaan surat. Dalam keadaan normal,
bilamana tindakan itu dilakukan tanpa dasar ketentuan undang-undang, maka hal tersebut
dapat dikualifikasikan sebagai pelanggaran hak asasi manusia, khususnya tentang hak dan
kebebasan pribadi dari orang yang ditindak.1
a. Penangkapan

Penangkapan menurut ketentuan pasal 1 butir 20 KUHAP dinyatakan bahwa


penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu
kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan
penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang di atur
dalam Undang-undang ini. Menurut pasal 17 KUHAP ditentukan bahwa perintah
penangkapan dilakukan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana
berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
Dalam hal penangkapan penyidik berwenang melakukan pangkapan, berikut adalah tata
prosedur penangkapan yang dilakukan penyidik2:
 Penangkapan tersangka diluar daerah hukum ankumnya dapat dilakukan oleh
penyidik setempat di tempat tersangka dilaporkan berdasarkan permintaan penyidik
yang menangani perkaranya, dengan surat perintah.
 Perintah panangkapan berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
 Pelaku pelanggaran tidak dapat ditangkap kecuali apabila sudah dipanggil 2 kali
secara sah tidak memenuhi panggilan tanpa alasan yan sah.
 Penangkapan dilakukan paling lama 1 hari.
 Pelaksanaan penangkapan dilakukan oleh penyidik, atau pom atau anggota ankum
yang bersangkutan dengan memperlihatkan surat perintah penangkapan yang
mencantmkan identitas tersangka alasan penangkapan, uraian singkat perkara dan
tempat ia diperiksa.
 Dalam hal tertangkap tangan penangkapan tanpa surat perintah, dengan ketentuan
harus segera menyerahkan tersangka dan barang bukti  (bila ada) kepada penyidik.
 Tembusan surat perintah diberikan keluarganya dan penyidik segera melaporkan hal
itu kepada ankumnya

b. Penahanan

Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh


penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut

1
Nikolas Simanjuntak, 2009, Acara Pidana Indonesia Dalam Sirkus Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm 77.
2
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer Pasal 75-77
cara yang diatur dalam undang-undang ini (Pasal 1 angka 21 KUHAP). Adapun tujuan
dilakukannya penahanan diatur dalam Pasal 20 KUHAP, yaitu:3
1) Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah
penyidik berwenang melakukan penahanan. Mengenai ukuran kepentingan
penyidikan pada dasarnya ditentukan oleh kenyataan keperluan pemeriksaan
penyidikan itu sendiri secara objektif. Tergantung kepada kebutuhan tingkat
upaya penyidik untuk menyelesaikan penyidikan sampai tuntas dan sempurna.
Ketika penyidikan selesai maka penahanan tidak lagi diperlukan
2) Penahanan yang dilakukan oleh penuntut umum, bertujuan untuk kepentingan
penuntutan
3) Penahanan yang dilakukan oleh peradilan, dimaksud untuk kepentingan
pemeriksaan di tingkat pengadilan. Hakim berwenang melakukan penahanan
dengan penetapan yang didasarkan kepada perlu tidaknya penahanan
dilakukan sesuai dengan kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan.

Dalam hal penahanan, penyidik berwenang melakukan panahanan, berikut adalah tata
prosedur penahanan yang dilakukan penyidik
 Ankum berwenang menahan tersangka paling lama 20 hari dengan surat
keputusan.
 Apabila dperlukan untuk kepentingan penyidikan papera berwenang
memperpanjang penahanan untuk setiap kali paling lama 30 hari dengan surat
keputusan dan paling lama 180 hari.
 Tidak menutup kemungkinan melepas tersangka sebelum masa penahanan
tersebut a) dan b) diatas habis, namun setelah 200 hari tersangka harus
dibebaskan demi hukum.
 Syarat penahanan
a. Terdapat bukti yang cukup dan dikhawatirkan tersangka akan melarikan
diri, merusak atau menghilangkan barang bukti atau mengulangi
melakukan tindak pidana atau membuat keonaran.
b. Tersangka disangka melakukan tndak pidana dan / atau percobaan
bantuan yang diancam pidana penjara 3 bulan atau lebih.
c. Penahanan atau perpanjangannya dilaksanakan oleh penyidik dengan
surat perintah berdasarkan surat perintah berdasarkan surat keputusan,
yang mencantumkan identitas tersangka, alasan, uraian singkat perkara
kejahatan yang dipersangkakan, dan tempat ia ditahan, yang
tembusannya disamapaikan kepada keluarganya.
d. Tempat penahanan di rumah tahanan militer atau tempat lain yang
ditunjuk panglima tni.
e. Penahanan dapat ditangguhkan oleh ankum atau papera atas permintaan
tersangka dengan disertai saran dari pom atau oditur dengan syarat yang
ditentukan.
3
Mahmud Mulyadi, Kepolisian dalam Sistem Peradilan Pidana, USU press, Medan, hlm 21.
c. Penggeledahan

Penggeledahan adalah suatu tindakan pemeriksaan untuk mengumpulkan barang dan


bukti dan informasi terkait dengan sebuah perkara hukum. Tindakan penggeledahan termasuk
ke dalam upaya paksa yang wewenangnya diberikan kepada pihak penyidik. Tindakan
pemeriksaan ini dilakukan terhadap tempat tertutup (rumah, gedung, dan jenisnya) atau badan
seseorang.4
Pasal 32 KUHAP menyatakan bahwa untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat
melakukan penggeledahan rumah atau penggeledahan pakaian atau penggeledahan badan
menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini.
Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan penggeledahan terhadap :
1) Benda/Barang.
Benda/barang yang digeledah adalah rumah dengan ketentuan harus ada perintah
dari komandan atau kepala penyidik yang melaksanakan penyidikan.
          Caranya :
a. Apabila pemilik rumah ada dan disetujui untuk dimasuki, harus ada dua
orang saksi. Tetapi apabila pemilik rumah tidak setuju untuk dimasuki
maka harus disaksikan oleh Lurah/Kepala Desa/Kepala Lingkungan.
b. Dalam rangka pelaksanaan penggeledahan harus dibuat berita acara yang
ditandatangani oleh penyidik, saksi-saksi, Lurah/Kepala Desa/Kepala
Lingkungan, dan tersangka. Jika tersangka tidak mau menandatangani
berita acara tersebut, maka harus dicatat beserta alasannya. Berita acara
harus diberikan kepada komandan yang memerintahkan, tersangka, dan
saksi.
c. Penggeledahan dikecualikan dalam hal tertangkap tangan, penyidik dilarang
memasuki :
i. Ruangan yang di dalamnya sedang berlangsung sidang MPR, DPR,
DPRD baik Tingkat I maupun Tingkat II.
ii. Tempat yang di dalamnya sedang berlangsung ibadah atau upacara
keagamaan.
iii. Ruang yang di dalamnya sedang berlangsung sidang pengadilan.
iv. Tempat di lingkungan Angkatan Bersenjata yang berdasarkan
kepentingan pertahanan keamanan negara tidak bebas dimasuki.
2) Badan.
Penggeledahan badan dilakukan pada saat menangkap tersangka  hanya oleh penyidik.
Penggeledahan dilakukan dengan tetap memperhatikan sopan santun, etika, dan kesusilaan.
3) Pakaian. (Sama dengan penggeledahan badan).
4
Imam Sopyan Abbas, Tahukah Anda ? Hak-Hak Saat Digledah., Jakarta, Dunia Cerdas, 2013, hlm 93.
d. Penyitaan

Penyitaan adalah tindakan menyita barang sesuatu dari pemiliknya dalam rangka
pembuktian tindak pidana yang diduga dilakukan oleh prajurit atau militer. Yang dapat disita
adalah :
i. Barang-barang milik tersangka atau tagihan tersangka yang diduga dipergunakan atau
diperoleh dari tindak pidana.
ii. Barang yang diduga dipergunakan untuk melakukan tindak pidana. Misalnya senjata
tajam.
iii. Barang yang diduga diperoleh dari tindak pidana. Misalnya surat palsu atau uang
palsu.
iv. Barang lain yang digunakan untuk menghalang-halangi dalam penyidikan yaitu
barang yang ada hubungannya dengan tindak pidana.
v. Barang-barang dari sitaan tersebut harus disimpan di rumah sitaan barang.
vi. Barang sitaan tidak boleh dipinjamkan atau dipakai.
vii. Dalam rangka penyitaan harus dibuat berita acara penyitaan yang ditandatangani oleh
penyidik, saksi-saksi, Lurah/ Kepala Desa / Kepala Lingkungan, dan tersangka. Berita
acara tersebut harus diberikan kepada komandan yang memerintahkan, tersangka, dan
saksi.
e. Pemanggilan

Yang dipanggil adalah orang, dalam rangka sebagai tersangka atau saksi. Pemanggilan
dilakukan dengan cara sebagai berikut :
i. Apabila tersangka atau saksi adalah militer maka pemanggilan ditujukan kepada
komandan satuan. Komandan satuan wajib memerintahkan tersangka atau saksi untuk
menghadirkannya kepada penyidik.
ii. Apabila yang dipanggil berstatus sipil maka pemanggilan ditujukan kepada instansi
atau dialamatkan ke rumahnya.
iii. Apabila yang dipanggil sedang ditahan maka pemanggilan ditujukan atau dialamatkan
ke tempat penahanan melalui Kepala Rumah Tahanan/RTM.
Catatan :
1) Kewajiban Komandan Satuan menghadirkan prajurit/militer bawahannya merupakan
suatu bukti bahwa Ankum tidak boleh melakukan penyidikan sendiri terhadap
prajurit/militer bawahannya. Ankum hanya boleh melakukan penyelidikan saja
terhadap kemungkinan adanya tindak pidana yang dilakukan oleh prajurit/militer
bawahannya.
2) Dalam melakukan pemanggilan untuk penyidikan, penyidik harus memperhatikan
tenggang waktu yang wajar, sesuai dengan jauh dekatnya tempat tinggal saksi
maupun tersangka.
3) Pemeriksaan harus dilaksanakan dengan tepat waktu sesuai yang tercantum dalam
surat panggilan.
Contoh : Apabila dalam surat panggilan tercantum waktu pemeriksaan pukul 09.00 WIB,
maka penyidik hendaknya melaksanakan pemeriksaan tepat pukul 09.00 WIB.
DAFTAR PUSTAKA
Simanjuntak, Nicolas, 2009, Acara Pidana Indonesia Dalam Sirkus Hukum, Jakarta:
Ghalia Indonesia.
Republik Indonesia. 1997. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan
Militer. Lembaran Negara RI Tahun 1997. Sekretariat Negara

Anda mungkin juga menyukai