Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH HUKUM ACARA PIDANA

“UPAYA PAKSA”

Disusun Oleh:

KELOMPOK 2 (LA65)

1. Adella Qoriza Shafwah – 2502066183


2. Hanakesya Riana S.S – 2502064852
3. Sarah Davina – 2502066170
4. Mohammad Aly Rahman H. – 2502078391
5. Exel Sabbian A. – 2502066412

BINUS UNIVERSITY

JAKARTA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyelidikan dalam suatu kasus pidana memiliki tujuan untuk mencari tahu
kebenaran dari suatu laporan polisi yang dibuat oleh pelapor. Apabila laporan tersebut
benar merupakan tindak pidana, maka pihak kepolisian akan melanjutkan proses perkara
tersebut ketahap penyidikan1. Sedangkan tujuan dari penyidikan adalah mencari serta
mengumpulkan bukti yang akan membuat terang suatu tindak pidana yang terjadi guna
menemukan tersangkanya.2
Dalam menjalankan fungsi penyidikan, para penyidik diberikan wewenang untuk
melakukan upaya paksa. Upaya paksa merupakan suatu hak istimewa atau hak privilege
yang diberikan kepada penyidik guna menjalankan fungsi penyidikan berupa memanggil,
memeriksa, menangkap, menahan, menyita, dan menetapkan seseorang yang dicurigai
telah melakukan tindak pidana sebagai tersangka, akan tetapi dalam menjalankan upaya
paksa tersebut penyidik harus taat dan tunduk kepada prinsip the right of due process,
yang berarti setiap orang berhak diselidiki dan disidik di atas landasan sesuai dengan
hukum acara.
Setiap bentuk upaya paksa yang dilakukan penyidik atau penuntut umum terhadap
tersangka pada hakikatnya merupakan perlakuan yang bersifat “Tindakan paksa yang
dibenarkan undang-undang demi kepentingan pemeriksaan tindak pidana yang
disangkakan kepada tersangka.”
Sebagai tindakan paksa yang dibenarkan hukum dan undang-undang, setiap
tindakan paksa dengan sendirinya merupakan perampasan kemerdekaan dan kebebasan
serta pembatasan terhadap hak asasi manusia. Karena tindakan upaya paksa yang
dikenakan instansi penegak hukum merupakan pengurangan dan pembatasan
kemerdekaan dan hak asasi tersangka, serta tindakan ini harus dilakukan secara
bertanggung jawab menurut ketentuan hukum dan undang-undang yang berlaku (due
process of law). Sesuai dengan konteks ini, maka tindakan-tindakan penangkapan,

1
Pasal 1 Angka 5 KUHAP
2
Pasal 1 angka 2 KUHAP
penahanan, penggeledahan, dan penyitaan harus dilakukan secara yuridis formil dengan
bentuk tertulis sesuai dengan kewenangan yang diberikan undang-undang.3

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Upaya Paksa?
2. Apa saja bentuk dan penerapan Upaya Paksa?
3. Bagaimana fungsi Praperadilan sebagai lembaga pengawasan dalam Upaya Paksa?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Upaya Paksa


Upaya paksa adalah segala bentuk tindakan yang dapat dipaksakan oleh aparat
penegak hukum pidana terhadap kebebasan bergerak seseorang atau untuk memiliki dan
menguasai suatu barang, atau terhadap kemerdekaan pribadinya untuk tidak mendapat
gangguan terhadap siapapun.4 Upaya paksa dapat dikenakan terhadap diri seseorang atau
terhadap benda miliknya yang diperlukan untuk memperlancar proses pemeriksaan atau
untuk mendapat bahan-bahan pembuktian. Bentuk-bentuk upaya paksa yang diatur dalam
KUHAP adalah sebagai berikut:5
1. Tindakan penangkapan.
2. Tindakan penahanan.
3. Tindakan penggeledahan.
4. Tindakan penyitaan.
5. Tindakan pemeriksaan surat.

3
Phileo Hazelya Motulo, UPAYA PAKSA DALAM PROSES PERADILAN PIDANA, Lex Administratum, Vol. VIII/No.
4/Okt-Des/2020, hlm.1.
4
H. Rusli Muhammad, Hukum Acara Pidana Kontemporer, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2015, hlm. 65.
5
Loc-cit.
Untuk kepentingan penyidikan, upaya paksa merupakan salah satu tindakan yang
krusial, karena segala bentuk upaya paksa sesungguhnya merupakan bentuk pembatasan
atas hak seseorang atau pihak tertentu, oleh sebab itu upaya paksa mempunyai
konsekuensi hukum. Mengingat upaya paksa merupakan salah satu bentuk pembatasan
hak, maka setiap tindakan upaya paksa dapat dimintakan gugatan praperadilan tentang
keabsahan tindakan upaya paksa itu. oleh sebab itu setiap tindakan upaya paksa harus
mendasarkan pada surat perintah, memiliki alasan hukum yang cukup dan dilakukan
berdasarkan hukum acara.

B. Bentuk-bentuk dan Penerapan Upaya Paksa


1. Upaya Paksa Penangkapan
Salah satu upaya paksa yang sering dilakukan oleh penyidik dalam penanganan
suatu tindak pidana adalah penangkapan. Upaya paksa penangkapan merupakan salah
satu tindakan yang dapat dilakukan oleh penyidik. KUHAP memberikan pengertian
penangkapan sebagai suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu
kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan
penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang
diatur dalam undang-undang ini.6
Dengan demikian, penangkapan dilakukan terhadap tersangka atau terdakwa yang
berarti penangkapan dapat dilakukan terhadap seseorang yang sebelumnya berstatus
tersangka atau terdakwa yang tidak dilakukan penahanan, atau terhadap seseorang
yang sebelumnya belum berstatus sebagai tersangka tetapi kemudian ditetapkan
sebagai tersangka dalam penyidikan.
Penangkapan juga dapat dilakukan terhadap seseorang yang tertangkap tangan
melakukan tindak pidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 butir 19 KUHAP sebagai
berikut : “Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang
melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana
itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang
yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang
diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang
6
Pasal 1 butir 20 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tenang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP).
menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu
melakukan tindak pidana itu.” Upaya penangkapan dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
 Persiapan dan administrasi Penangkapan:7
a. Administrasi penangkapan.
b. Surat Perintah Penangkapan yang ditandatangani oleh pimpinan.
c. Dalam hal tertentu surat Perintah Penangkapan dapat ditandatangani
oleh Ketua Tim Penyidik.
d. Dalam hal penangkapan dilakukan di rumah/tempat tertutup disertai
dengan Surat Perintah Penggeledahan.
e. Rencana strategi penangkapan.
f. Persiapan lain yang dipandang perlu:
- Koordinasi penangkapan.
- Pelaksanaan penangkapan.
- Penangkapan dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT).
Untuk membangun konstruksi hukum, penyidik berkoordinasi dengan
Jaksa Penuntut Umum. Dalam hal dipandang perlu, koordinasi dapat dilakukan
dengan kepolisian, kejaksaan, pemerintah daerah maupun instansi lain baik di
dalam maupun luar negeri.
2. Upaya Paksa Penahanan Terhadap Tersangka
Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan upaya paksa berupa
penahanan terhadap tersangka. Pengertian penahanan menurut Pasal 1 butir 21
KUHAP adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh
penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta
menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Tindakan penahanan oleh penyidik
pun harus disertai dengan surat perintah penahanan dan dibuatkan berita acara
penahanan.
Berdasarkan Pasal 20 KUHAP, tujuan penahanan yakni untuk kepentingan
penyidikan, kepentingan penuntutan, dan kepentingan pemeriksaan hakim.8
Penahanan dilakukan dengan memperhatikan syarat-syarat penahanan sebagaimana
7
Yudi Kristiani, Op-cit, hlm. 199.
8
H. Rusli Muhammad, Op-cit, hlm. 29.
diatur dalam KUHAP, yaitu dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan
kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan
barang bukti, dan atau mengulangi tindak pidana maupun alasan lain yang
menyangkut kepentingan penyidikan sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan. Surat Perintah Penahanan ditandatangani oleh Pimpinan dan
jangka waktu penahanan pertama tahap penyidikan adalah 20 hari.
3. Upaya Paksa Penggeledahan
Penggeledahan rumah atau tempat adalah tindakan penyidik untuk memasuki
rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan
pemeriksaan, penyitaan atau penangkapan.
Penggeledahan dapat dilakukan segera setelah tindak pidana terjadi, dengan
terlebih dahulu dilakukan pengamanan terhadap Tempat Kejadian Perkara (TKP). Hal
ini biasa terjadi terhadap tindak lanjut OTT. Namun demikian penggeledahan juga
dapat dilakukan terhadap tindak pidana yang sudah lama terjadi, namun demikian
dirasa terdapat informasi penting yang kemungkinan tersimpan di suatu lokasi yang
terkait dengan tindak pidana. Penggeledahan biasanya juga diperlukan begitu ada
informasi baru yang diperoleh baru pada saat penyidikan sedang berjalan.9
Sebelum pelaksanaan penangkapan, penyidik menyiapkan administrasi
penggeledahan yaitu ijin penggeledahan dari Ketua Pengadilan, Surat Perintah
Penggeledahan, Surat Perintah Penyidikan dan Berita Acara Penggeledahan;
Permohonan Ijin penggeledahan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri di tempat
dimana akan dilakukan penggeledahan dengan menyebutkan lokasi yang akan
dilakukan penggeledahan dan dilampiri resume singkat perkara tentang dugaan tindak
pidana yang dilakukan, pasal sangkaan, dan surat perintah penyidikan.
Pelaksanaan penggeledahan dilaksanakan dalam satu hari, dalam hal
penggeledahan belum dapat diselesaikan dalam satu hari, penyidik melanjutkan
penggeledahan pada hari berikutnya atau hari lainnya dengan melakukan penyegelan
terhadap barang bukti yang belum selesai dilakukan penggeledahan dan penyitaan.
Setelah melaksanakan penggeledahan, penyidik melaksanakan konsolidasi dengan

9
Yudi Kristiana, Op-cit, hlm. 188.
Tim Penyidik untuk melakukan evaluasi, verifikasi dan analisa barang bukti hasil
penggeledahan.
4. Upaya Paksa Penyitaan Barang Bukti
Menurut KUHAP penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk
mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau
tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam
penyidikan, penuntutan dan peradilan. Hal penting yang harus diperhatikan bagi
penyidik dalam melakukan tindakan penyitaan adalah maksud dari penyitaan yaitu
untuk kepentingan pembuktian. Sejalan dengan maksud untuk kepentingan
pembuktian ini, maka penyitaan hanya dilakukan terhadap benda yang berguna untuk
kepentingan pembuktian.10 Menurut Pasal 39 KUHAP, yang dapat disita meliputi:
 Yang dapat dikenakan penyitaan adalah:
a. Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau
sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari
tindak pidana.
b. Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan
tindak pidana atau untuk mempersiapkannya.
c. Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan
tindak pidana.
d. Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak
pidana.
e. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana
yang dilakukan.
 Benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karena pailit
dapat juga disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan mengadili
perkara pidana, sepanjang memenuhi ketentuan ayat (1).
Tindakan penyitaan harus disertai dengan Surat Perintah Penyitaan. Dalam
keadaan tertentu tindakan penyitaan dapat dilakukan sebelum mendapatkan
ijin dari pengadilan, baru setelah tindakan penyitaan dilakukan kemudian
meminta penetapan penyitaan dari pengadilan.

10
Ibid, hlm. 75.
5. Upaya Paksa Menghadapkan Saksi
Upaya yang dapat dilakukan ketika saksi yang dipanggil secara sah, namun tidak
hadir tanpa alasan yang sah adalah penyidik dapat melakukan upaya paksa
penghadapan saksi kepada penyidik yang mana sebelumnya penyidik sudah
melakukan pemanggilan terhadap saksi secara sah, penyidik dapat memanggil sekali
lagi (panggilan ke-2) terhadap saksi ini.
Dalam panggilan kedua ini, penyidik sudah menyiapkan Surat Perintah Membawa
untuk kepentingan penghadapan secara paksa saksi kepada penyidik sebagaimana
tercantum dalam surat panggilan. Surat Perintah membawa ini biasanya
ditandatangani oleh atasan penyidik selaku penyidik, yang tembusannya disampaikan
kepada keluarganya.
Dalam pelaksanaannya, penyidik harus sudah melakukan pemantauan unruk
memastikan keadaan dan posisi terakhir dari saksi yang dipanggil. Hal ini
dimaksudkan untuk memastikan bahwa penyidik dalam pemanggilan kedua ini akan
memenuhi kewajibannya untuk hadir atau dengan sengaja tidak menghadiri panggilan
penyidik tanpa alasan yang sah.
Dalam hal pada waktu sebagaimana ditentukan dalam surat panggilan ternyata
saksi tidak hadir, maka penyidik dengan mendasarkan pada surat perintah, membawa
saksi secara paksa untuk dihadapkan kepada penyidik guna dimintai keterangan
sebagai saksi. Perlu dicermati bahwa dalam hal saksi harus dihadirkan secara paksa
unruk dimintai keterangan, maka penyidik mulai memikirkan kemungkinan
terpenuhinya unsur menghalang-halangi penyidikan.11
6. Upaya Paksa Penyadapan
Dalam penyidikan tindak pidana, Penyidik dapat meminta bantuan untuk
melakukan penyadapan terhadap komunikasi seseorang yang diduga berkaitan dengan
perkara yang sedang ditangani atau pihak lain sebagai bentuk pengembangan kasus.
Permintaan penyadapan harus didukung dengan alasan yang jelas. Hasil penyadapan
dipergunakan untuk kepentingan penanganan suatu tindak pidana.

11
Ibid, hlm. 188.
Penyadapan dapat diartikan sebagai proses dengan sengaja mendengarkan
dan/atau merekam informasi orang lain secara diam-diam dan penyadapan itu sendiri
berarti suatu proses, suatu cara atau perbuatan menyadap.12

C. Contoh Kasus
Pada tanggal 24 September 2012 pada kasus pembacokan yang dilakukan oleh Fitrah
Rahmadani yang berinisial “FR” alias Doyok. Saat itu seusai jam pulang sekolah Faruq
dan ketiga orang rekannya hendak menggambil sepeda motor yang di titipkan di TKP
(dibelakang blok M Plaza) tiba-tiba muncul puluhan siswa sma 70 yang langsung
menyerang kearah mereka dengan membawa senjata tajam berupa celurit. Polisi berhasil
menemukan barang bukti berupa celurit yang berlumuran darah untuk mencocokkan
darah dicelurit tersebut. Pihak kepolisian membawa barang bukti tersebut ke
Laboratorium Forensik Polri. Tiga berkas yang diserahkan ke kejaksaan terdiri dari
berkas dengan pengenaan pasal 338 tentang pembunuhan terhadap tersangka
pembacokan berinisial FR, 19 tahun, siswa SMAN 70 Jakarta. Kemudian, berkas yang
kedua, yaitu pengenaan pasal 221 tentang melindungi dan menyembunyikan pelaku
kejahatan, yang tersangkanya berinisial AD. Yang ketiga, berkas pengenaan pasal 170
tentang pengeroyokan dengan tersangka enam siswa SMAN 70 yang berinisial GL, MI,
JN, RZ, RB, dan HS. Fitrah Rahmadani, siswa SMAN 70 Jakarta, tersangka pembacokan
siswa SMAN 6, Alawy Yusianto Putra, 15 tahun, ditangkap di rumah kos di daerah
Yogyakarta, Jalan Ring Road, Condong Catur, pada 27 September 2012.13

D. Analisis Kasus
Berdasarkan contoh kasus diatas, terdapat beberapa penerapan upaya paksa, yaitu sebagai
berikut:
 Upaya paksa penangkapan: Penangkapan tersangka pembacokan siswa SMAN 6,
yaitu Alawy Yusianto Putra, 15 tahun, ditangkap di rumah kos di daerah
Yogyakarta.
 Upaya paksa penyitaan: Penyitaan terhadap barang yang dipakai saat melakukan
tindak pidana, dalam kasus ini barang disita adalah celurit.
12
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan nasional, Jakarta, 2008, hlm. 1337.
13
https://metro.tempo.co/read/445042/sma-70-pecat-siswa-pelaku-tawuran
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Ketentuan upaya paksa, merupakan suatu pembatasan atas hak asasi manusia
yang dalam rangka penegakan hukum menjadi suatu hal yang diperkenankan.
Namun pelaksanaannya tentu tidak luput dari penyimpangan.
2. Fungsi pengawasan upaya paksa tujuan utamanya adalah dalam rangka
melindungi hak-hak asasi manusia dari kemungkinan timbulnya tindakan abuse
of power dari aparat penegak hukum. Salah satu model pengawasan horizontal
yang diakomodir oleh KUHAP adalah lembaga praperadilan. Namun, saat ini
masih banyak permasalahan yang timbul berkaitan dengan lembaga tersebut, baik
permasalahan pengaturan maupun penerapannya sehingga diperlukan suatu
ketentuan yang lebih rinci dan jelas mengenai hal tersebut.

B. Saran
1. Diperlukan suatu pengaturan yang lebih sistematis, jelas dan rinci mengenai
syarat-syarat sahnya upaya paksa (syarat materiil dan formil) khususnya
penangkapan dan penahanan. Hal ini mengingat pembatasan kebebasan bergerak
tersebut didasarkan pada bukti permulaan yang tidak didefinisikan dalam
KUHAP, padahal bukti ini merupakan dasar dikeluarkannya surat perintah
penahanan terhadap seseorang.
2. Diperlukan suatu pengaturan yang lebih sistematis, jelas dan rinci mengenai
Pengawasan horizontal, terlepas apakah nantinya akan tetap dinamakan
praperadilan, hakim komisaris atau nama lain.
DAFTAR PUSTAKA

Harahap, M Yahya. “Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan

Penuntutan”. Sinar Grafika, 2005

Andi Hamzah. Hukum Acara Pidana Indonesia.: Sinar Grafika, Jakarta, 2008

Abdul Hakim, G. KUHAP Dan Peraturan-Peraturan Pelaksanaan: Djamban, Jakarta, 1996

Kristiana Yudi, Teknik Penyidikan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Thafa Media,

Yogyakarta, 2018.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan nasional, Jakarta, 2008.

Darwan Prinst, Hukum Acara Pidana Dalam Praktik., Jakarta: PT. Djambatan, 1984.

https://metro.tempo.co/read/445042/sma-70-pecat-siswa-pelaku-tawuran

Anda mungkin juga menyukai