Anda di halaman 1dari 13

Nama : Ratu Fannisya Sofyan

NIM : 193300516093

Kelas : R.03

Mata Kuliah : Praktik Peradilan Agama

Dosen : Adi Purnomo Santoso, SH., MH.

BAB 9

PROSES BERPERKARA DAN PERSIAPAN SIDANG DI PENGADILAN


AGAMA

A. Penunjukan Majelis Hakim dan Penetapan Hari Sidang

Setelah semua tahapan dalam pedaftaran dan administrasi perkara selesai,


surat asli gugatan beserta surat-surat yang berhubungan dengan gugatan
dimasukan dalam map khusus. Berkas tersebut disampaikan kepada wakil
panitera, untuk selanjutnya berkas tersebut disampaikan kepada Ketua Pengadilan
Agama melalui panitera. Selanjutnya, berkas perkara diserahkan oleh panitera
kepada ketua pengadilan untuk menetapkan majelis hakim yang akan
menyidangkannya.

Selanjutnya, penetapan hari sidang (PHS), yaitu penetapan hari


pelaksanaan sidang yang dituangkan dalam suatu penetapan hari sidang (PHS)
oleh ketua majelis hakim terhadap perkara yang sudah ditetapkan majelis
hakimnya segera diserahkan kepada ketua majelis hakim yang ditunjuk.

Setelah penetapan hari sidang, tahap selanjutnya adalah penunjukan


panitera pengganti. Panitera menerima kembali berkas perkara yang telah diberi
PMH dan menunjuk panitera pengganti yang akan mendampingi majelis hakim
dengan suatu majelis hakim melalui petugas meja II.
Selanjutnya, atas perintah ketua majelis, juru sita/juru sita pengganti
melakukan pemanggilan terhadap para pihak atau kuasanya secara resmi dan
patut. Pihak-pihak yang berperkara akan dipanggil oleh juru sita/juru sita
pengganti untuk menghadap ke persidangan setelah adanya penetapan majelis
hakim (PMH) dan penetapan hari sidang (PHS). Pemanggilan pihak-pihak hrus
memenuhi ketentuan hukum acara yang berlaku agar sah (panggilan sah harus
bersifat resmi dan patut).

B. Pemanggilan Para Pihak

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata panggil memiliki beberapa


pengertian, yaitu memanggil, mengajak (meminta), datang dengan menyerukan
nama, dan sebagainya. Arti pemanggilan adalah proses, cara, atau perbuatan
memanggil seseorang. Secara istilah, dalam Kamus Hukum, kata pemanggilan
dalam bahasa Belana berarti convovacatie; bijeenroeping, dan dalam bahasa
Inggris convocation.

Dari beberapa istilah tersebut dapat disimpulkan bahwa pemanggilan


berarti suatu proses memanggil dan mengajak dengan nama dan sebagainya
kepada seseorang atau kelompok untuk datang atau menghadiri dan menghadap
kepada orang yang memanggil. Jika pengertian pemanggilan ini dipakai dalam
proses pengadilan acara perdata, artinya proses memanggil atau menyeru yang
dilakukan oleh juru sita pengadilan untuk memberitahukan perihal menghadiri
persidangan dan hal-hal yang menyangkut persiapan pembelaan terhadap dirinya
dalam proses persidangan nanti.

Pemanggilan pihak-pihak untuk lingkungan pengadilan agama diatur


dalam Undang-Undang No. 7 tahun 1989 jo PP No. 9 tahun 1975, tetapi hanya
mengenai perkara permohonan cerai talak dan perkara gugatan cerai. Selain kedua
jenis perkara tersebut tidak diatur sehingga dikaji tersendiri.

Menurut UU No. 7 tahun 1989 dan PP No. 9 tahun 1975, pemanggilan


para pihak dapat dipaparkan sebagai berikut :
1. Pemanggilan kepada pemohon (suami) dan termohon (istri) dalam perkara
permohonan cerai talak, perkara permohonan suami untuk beristri lebih
dari seorang, dan panggilan kepada Penggugat (istri) dan Tergugat (suami)
dalam perkara gugatan cerai, selambat-lambatnya hari ke-27 sejak perkara
terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama, sebab sidang pertama untuk
perkara-perkara itu selambat-lambatnya 30 hari sejak perkara terdaftar,
sedangkan surat panggilan sekurang-kurangnya 3 hari sebelum sidang,
sudah harus dierima oleh pihak yang dipanggil.
2. Penggugat atau Tergugat dalam perkara gugatan cerai akan dipanggil
untuk menghadiri sidang. Panggilan disampaikan kepada pribadi yang
bersangkutan. Apabila tidak dijumpai, panggilan disampaikan melalui
Lurah/Kepala Desa. Panggilan tersebut dilakukan dengan patut dan sudah
diterima oleh penggugat atau tergugat atau kuasanya selambat-lambatnya
3 hari sebelum sidang dibuka. Panggilan kepada terggugat dilampiri
dengan salinan gugatan, sedang salinan gugatan tidak perlu dilampirkan
pada panggilan kepada Penggugat.
3. Apabila tergugat dalam perkara gugatan cerai tidak jelas atau tidak
diketahui tempat kediamannya atau tidak mempunyai kediaman yang
tetap, panggilan dilakukan dengan menempelkan pada papan pengumuman
resmi pengadilan agama ditambah dengan mengumumkannya melalui
salah satu atau beberapa surat kabar atau media massa tersebut dilakukan
dua kali dengan tenggang waktu satu bulan antara panggilan pertama dan
panggilan kedua dan sidang ditetapkan sekurang-kurangnya tiga bulan.
Jika waktu tersebut terlampaui, tetapi tegugat atau kuasa sahnya juga tidak
hadir, pengadilan agama dapat memutus dengan verstek.
4. Pemanggilan kepada tergugat dalam perkara gugatan cerai yang
tergugatnya berada diluar negeri, dilakukan melalui Perwakilan Republik
Indonesia setempat. Secepat-cepatnya sidang pertama adalah enam bulan
sejak perkara terdaftar.
C. Proses Persidangan Pertama

Sudah disebutkan bahwa proses perkara di pengadilan diawali dengan


pendaftaran perkara ke pengadilan yang berwenang, baik dilakukan oleh sendiri
maupun oleh pihak kuasanya. Pendaftaran tersebut dilakukan dengan penyerahan
surat gugatan/permohonan yang harus dilaampirkan dengan persyaratan yang
lengkap sesuai dengan ketentuan undang-undang, kecuali bagi yang buta huruf,
tidak bisa menulis dan membaca, ia dapat mendaftarkannya secara lisan ke
pengadilan agama melalui panitera pengadilan yang bersangkutan.

Pada waktu menerima berkas surat gugatan/permohonan, panitera


pengadilan agama akan meneliti apakah surat gugatan permohonan tersebut sudah
benar dan jelas, apakah perkara tersebut merupakan wewenang pengadilan agama
atau bukan, baik dari kompetensi relatifnya maupun kompetensi absolutnya. Jika
sesuai, surat gugatan atau permohonan tersebut akan diterima oleh pengadilan
agama dan jika tidak sesuai dengan ketentuan dan kewenangannya,
gugatan/permohonan tersebut akan ditolak oleh pengadillan agama dan
dikembalikan untuk diperbaiki atau disesuaikan.

Meskipun demikian, jika semua persyaratan sudah lengkap dan sesuai


dengan kewenangan peradilan agama, calon penggugat atau pemohon diharuskan
untuk membayar uang muka biaya perkara yang sesuai dengan yang terterapada
skum kepada kasir, kemudian kasir menerima uang muka biaya perkara dan
membukukannya, menandatangani, memberikan nomor perkara, dan tanda tangan
lunas dari skum.

Selanjutnya, gugatan/permohonan yang sudah diterima oleh pengadilan


agama diberi nomor dan didaftar pada buku register, dan dalam waktu tiga hari
kerja, gugatan/permohonan tersebut harus diseraahkan kepada Ketua Pengadilan
Agama untuk ditetapkan majeli hakimnya (PMH) yang akan memeriksa dan
memutuskan pekara tersebut.

Setelah ketua majelis menerima PMH dari Ketua Pengadilan Agama dan
menerima berkas perkara yang bersangkutan, majelis hakim segera mempelajari
berkas tersebut. Dalam waktu satu minggu setelah berkas diterima, majeli hakim
membuat surat penetapan hari sidang (PHS) untuk menentukan hari sidang pertaa
yang akan dimulai, sekaligus menunjuk panitera sidang. Kemudian juru sita/juru
sita pengganti memanggil para pihak yang berperkara untuk menghadap ke sidang
pengadilan yang ditentukan.

Dalam persidangan pertama, jika tergugat/termohon sudah dipanggil


dengan patut tetapi ia atau kuasa sahnya tidak datang menghadap hari sidang
pertama, perkara yang diajukan tersebut digugurkan.

Untuk sidang pertama dan sidang-sidang selanjutnya, majelis hakim


mempunyai kewajiban unuk mendamaikan para pihak yang berperkara. Sidang
pertama merupakan sidang upaya perdamaian, dan inisiatif perdamaian dapat
timbul dari hakim ataupun para pihak yang berperkara. Pada sidang pertama inilah
hakim harus bersungguh-sungguh untuk mendamaikan para pihak. Jika usaha
perdamaian berhasil dalam sidang pertama, pengadilan akan mengeluarkan akta
perdamaian (acta van vergelijk) yang isinya menetapkan kedua belah pihak untuk
memenuhi isi perdamaian yang telah dibuat diantara mereka. Kemudian, akta
perdamaian tidak dapat dimintakan banding kasasi atau peninjauan kembali (PK)
dan tidak dapat dijadikan gugatan baru lagi.

Perdamaian juga dapat dilakukan oleh para pihak yang berperkara diluar
sidang pengadilan, tetapi perjanjian semacam ini hanya memiliki kekuatan
sebagai peretujuan dari kedua belah pihak. Apabila tidak ditaati oleh salah satu
pihak, perkara tersebut harus diajukan lagi melalui suatu proses di pengadilan.
Selanjutnya, dalam perjanjian perdamaian, tidak boleh terdapat cacat yang
mengandung unsur kekeliruan (devalling), paksaan (dwang), dan penipuan (bed
rog). Apabila mengandung cacat, putusan perdamaian dapat dibatalkan. Adapun
ketentuan dari format putusan perdamaian, yaitu adanya persetujuan dari kedua
belah pihak harus mengandung unsur-unsur berikut :

1. Kata sepakat secara rela (toestemming);


2. Kedua belah pihak cakap membuat persetujuan;
3. Objek persetujuan mengenai pokok tertentu (bepaalde underwerp);
4. Berdasarkan alasan yang diperoleh dalam geoorlosofde oorzook.

Putusan yang dibuat dimuka sidang pengadilan mempunyai kekuatan


hukum tetap (in krach van gewijsde) dan dapat dilaksanakan esksekusi
sebagaimana putusan biasa yang telah mempunyai kekuatan tetap.

Apabila upaya damai tidak berhasil, sidang dapat dilanjutkan pada tahap
pembacaan gugatan. Pada tahap pembacaan gugatan ini, pihak penggugat berhak
meneliti ulang apakah seluruh materi, yaitu gugatan dari petitum, sudah benar dan
lengkap. Hal yang tercantum dalam surat gugatan yang kemudian menjadi objek
pemeriksaan tidak boleh keluar dari ruang lingkup yang termuat dalam surat
gugatan.

Gugatan/permohonan dibacakan oleh penggugat atau pemohon atau oleh


kuasanya. Jika penggugat/pemohon tidak bisa baca tulis gugatan atau permohonan
dapat dibacakan ketua majelis atau yang mewakilinya. Kemudian, pada tahap
pembacaan gugatan ini, terdapat kemugkinan dari penggugat/pemohon dalam
beberapa hal berikut :

1. Mencabut gugatan atau permohonan,


2. Mengubah gugatan/permohonan,
3. Mempertahankan gugatan.

Selanjutnya, pada tahap ini juga bisa terjadi beberapa hal yang dilakukan
oleh pihak tergugat, yaitu sebagai berikut :

1. Adanya eksepsi atau tangkisan yang dilakukan oleh pihak tergugat,


2. Pihak tergugat mengakui bulat-bulat,
3. Pihak tergugat membantah gugatan,
4. Pihak tergugat membantah dengan clausa atau syarat,
5. Pihak tergugat memberikan referte jawaban yang berbelit-belit,
6. Pihak tergugat mengajukan rekonvensi, yaitu mengajukan gugatan balik
kepada penggugat.
Tahapan berikutnya dalam persidangan adalah pembuktian. Dalam tahap
pembuktian, setiap pihak dapat mengajukan bukti-bukti, baik alat bukti surat,
maupun saksi-saksi. Dalam tahap ini, hakim memberikan kesempatan kepada para
pihak untuk mengajukan pertanyaan kepada pihak lawannya ataupun kepada
saksi-saksi yang sudah diajukan. Kemudian, kesimpulan dalam tahap ini adalah
para pihak diberi kesempatan yang sama untuk mengajukan pendapat akhir yang
merupakan kesimpulan dari hasil pemeriksaan selama sidang berlangsung.

Tahapan terakhir adalah putusan atau penetapan hakim. Tahap ini diawali
dengan adanya musyawarah majelis hakim, yakin dilaksanakan secara rahasia.
Jika ada dua orang hakim anggota majelis hakim berpendapat sama, hakim yang
kalah suara harus menerima pendapat yang sama. Jika tiap-tiap anggota hakim
tersebut berbeda pendapat satu sama lain, permasalahan tersebut dapat
diselesaikan dengan alternatif, yaitu :

1. persoalan tersebut dibawah ke sidang pleno majelis hakim;


2. ketua majelis hakim karena jabatannya dapat menggunakan hak vetonya
dalam menyelesaikan perkara tersebut, dengan catatan bahwa pendapat
hakim yang tidak sepakat dicatat didalam buku catatan hakim yang telah
disediakan. Setelah itu, baru dijadwalkan kembali sidang pembacaan
putusan.

Setelah putusan dibacakan, majelis hakim menanyakan kepada para pihak,


apakah mereka menerima putusan atau tidak. Bagi pihak yang tiak menerima bisa
mengajukan banding. Untuk lebih jelasnya, dalam proses berperkara dalam
persidangan di pengadilan agama, khususnya mengenai perkara cerai talak, cerai
gugat, dan perkara lainnya akan dijelaskan sebagai berikut.

1. Proses Persidangan dalam Perkara Cerai Talak

Cerai talak dilakukan oleh pemohon, yaitu suami atau kuasanya, dengan
prosedur sebagai berikut :
a. Mengajukan surat permohonan pemohon yang tujukan kepada
Ketua Pengadilan Agama, boleh dilakukan dengan tertulis ataupun
dengan lisan.
b. Pemohon dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada pengadilan
agama tentang cara membuat surat permohonan.
c. Surat permohonan dapat diubah sepanjang tidak mengubah posita
dan petitum.
d. Permohonan tersebut diajukan kepada pengadilan agama yang
daerah hukumnya meliputi keadiaman termohon.
e. Apabila termohon meninggalkan tempat kediamannya yang telah
disepakat bersama tanpa izin pemohon, permohonan harus
diajukan kepada pengadilan agama yang daerah hukumnya
merupakan tempat kediaman pemohon.
f. Apabila termohon berkediaman diluar negeri, permohonan
diajukan kepada pengadilan agama yang daerah hukumnya
meliputi tempat kediaman pemohon.
g. Apabila pemohon dan termohon betempat dikediaman diluar
negeri, permohonan diajukan kepada pengadilan agama yang
daerah hukumnya meliputi tempat dilangsungkannya perkawinan
atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
h. Surat permohonan pemohon berisi identitas pemohon dan
termohon, meliputi nama, umur, pekerjaan dan tempat tinggal
posita, yaitu gambaran peristiwa hukum/fakta kejadian dan fakta
hukum, kemudian petitum yaitu apa yang diminta pemohon,
berdasarkan posita.
i. Permohonan penguasaan anak/hadhanah, nafkah anak, dan
pembagian harta bersama dapat diajukan bersama-sama dengan
permohonan cerai talak atau sesudah ikrar talak diucapkan.
j. Membayar biaya perkara. Jika tidak mampu/miskin, pemohon
dapat mengajukannya secara cuma-cuma/prodeo dengan
melampirkan surat keterangan tidak mampu dari kepala desa yang
diketahui oleh camat setempat.
k. Setelah perkara didaftarkan di pengadilan agama, pemohon tinggal
menunggu panggilan sidang. Panggilan dilakukan oleh juru sita ke
alamat pemohon dan termohon sekurang-kurangnya 3 hari kerja.

Selanjutnya, proses penyelesaian perkara cerai tala di pengadilan adalah


sebagai berikut :

a. Setelah melakukan pendaftaran pemohonan cerai talak ke pengadilan


agama, pemohon dan termohon dipanggil oleh pengadilan agama untuk
menghadiri sidang.
b. Tahapan persidangannya adalah sebagai berikut :
1) Pada pemeriksaan sidang pertama, hakim berusaha mendamaikan
kedua belah pihak, dan suami istri harus datang secara pribadi.
2) Jika perdamaian tidak berhasil, hakim mewajibkan kepada kedua belah
pihak agar terlebih dahulu menempuh mediasi.
3) Jika mediasi juga tidak berhasil, pemeriksaan perkara dilanjutkan
dengan membacakan surat permohonan, jawaban, jawab menjawab,
pembuktian dan mengajukan gugatan rekonvensi (gugatan balik).
c. Putusan pengadilan agama mengenai cerai talak sebagai berikut :
1) permohonan dikabulkan, apabila pemohon tidak puas dapat
mengajukan banding melalui pengadilan agama tersebut;
2) permohonan ditolak, dalam hal ini pemohon dapat mengajukan
banding melalui pengadilan agama tersebut;
3) Permohonan tidak diterima, pemohon dapat mengajukan permohonan
baru.
d. Jika dalam permohonan dikabulkan dan putusan juga telah memperoleh
kekuatan hukum tetap maka :
1) pengadilan agama menentukan hari sidang penyaksian ikrar talak;
2) pengadilan agama memanggil pemohon dan termohon untuk
melaksanakan ikrar talak;
3) jika dalam tenggang waktu 6 bulan sejak ditetapkan sidang penyaksian
ikrar talak didepan sidang, gugurlah kekuatan hukum penetapan
tersebu dan perceraian tidak dapat diajukan lagu berdasarkan alasan
hukum yang sama.
e. Setelah ikrar talak diucapkan, panitera berkewajiban untuk memberikan
akta cerai sebagai surat bukti kepada kedua belah pihak selambat-
lambatnya 7 hari setelah penetapan ikrar talak.

Selanjutnya, dalam perkara persidangan cerai gugat, dalam prosedur dan


persidangannya dapat diuraikan sebagai berikut.

2. Proses Persidangan dalam Cerai Gugat

Prosedur pengajuan perkara cerai gugat di pengadilan agama sama dengan


prosedur pengajuan cerai talak, tetapi dalam cerai gugat, permohonan diajukan
oleh pihak istri atau kuasanya. Demikian pula, proses penyelesaian persidangan
cerai gugat sama dengan proses penyelesaian perkara cerai talak.

a. Setelah penggugat mendaftarkan gugatan perceraian ke pengadilan, penggugat


dan tergugat dipanggil oleh pengadilan agama untuk menghadiri persidangan.

b. Tahapan persidangan cerai gugat sebagai berikut :

1) pada pemeriksaan sidang pertama, hakim harus berusaha


mendamaikan kedua belah pihak dan suami istri harus datang
secara pribadi.
2) jika perdamaian tidak berhasil, hakim mewajibkan kepada kedua
belah pihak agar lebih dahulu menempuh mediasi.
3) jika mediasi juga tidak berhasil, pemeriksaan perkara dilanjutkan
dengan membacakan surat gugatan, jawaban, tanya jawab,
pembuktian dan mengajukan gugatan rekonvensi (gugatan balik).

c. Putusan pengadilan agama mengenai cerai talak sebagai berikut :


1) gugatan dikabulkan, apabila pemohon tidak puas dapat
mengajukan banding melalui pengadilan agama tersebut;
2) gugatan ditolak, dalam hal ini pemohon dapat mengajukan banding
melalui pengadilan agama tersebut;
3) gugatan tidak diterima, pemohon dapat mengajukan permohonan
baru.

d. Jika dalam gugatan dikabulkan dan putusan juga telah memperoleh kekuatan
hukum tetap, panitera memberikan akta cerai sebagai surat bukti kepada kedua
belah pihak selambat-lambatnya 7 hari setelah putusan tersebut diberitahukan
kepada para pihak.

3. Prosedur dan Proses Penyelesaian Perkara Gugatan Lain

Prosedur yang harus dilakukan penggugat dalam mengajukan gugatan


adalah sebagai berikut :

a. Mengajukan gugatan secara tertulis atau lisan kepada pengadilan agama (Pasal
118 HIR, 142 R.Bg).

b. Gugatan diajukan kepada pengadilan agama meliputi :

1) yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat;


2) bila tempat kediaman tergugat tidak diketahui, gugatan diajukan
kepada pengadilan agama yang daerah hukumnya meliputi tempat
kediaman tergugat;
3) bila mengenai benda tetap, gugatan dapat diajukan kepada
pengadilan agama, yang daerah hukumnya meliputi tempat letak
benda tersebut.

c. Membayar biaya perkara (Pasal 121 ayat (4) HIR, 142 ayat (4) R.Bg jo Pasal 89
UU No. 7 tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 tahun 2006), jika tidak
mampu/miskin, pemohon dapat mengajukannya secara cuma-cuma/prodeo (pasal
237 HIR, 273 R.Bg).
d. Penggugat dan tergugat atau kuasanya menghadiri sidang pemeriksaan
berdasarkan panggilan pengadilan agama (Pasal 121, 124, 125 HIR, 145 R.Bg).

Proses persidangan dalam penyelesaian perkara gugatan lain sama dengan


proses penyelesaian perkara cerai talak dan cerai gugat yang dapat diuraikan
sebagai berikut :

a. Penggugat mendaftarkan ke pengadilan agama.

b. Penggugat dan tergugat dipanggil oleh pengadilan agama untuk menghadiri


persidangan.

c. Tahapan sidangnya, yaitu :

1) pada pemeriksaan sidang pertama, hakim harus berusaha


mendamaikan kedua belah pihak dan suami istri harus datang
secara pribadi.

2) jika perdamaian tidak berhasil, hakim mewajibkan kepada kedua


belah pihak agar lebih dahulu menempuh mediasi.

3) jika mediasi juga tidak berhasil, pemeriksaan perkara dilanjutkan


dengan membacakan surat gugatan, jawaban, tanya jawab,
pembuktian dan mengajukan gugatan rekonvensi (gugatan balik).

d. Putusan pengadilan agama mengenai gugatan tersebut sebagai berikut :

1) gugatan dikabulkan, apabila pemohon tidak puas dapat


mengajukan banding melalui pengadilan agama tersebut;
2) gugatan ditolak, dalam hal ini pemohon dapat mengajukan banding
melalui pengadilan agama tersebut;
3) gugatan tidak diterima, pemohon dapat mengajukan permohonan
baru.

e. Setelah putusan mempunya kekuatan hukum tetap, kedua belah pihak dapat
meminta salinan putusan (Pasal 185 HIR, 198 R.Bg).
f. Apabila pihak yang kalah dihukum untuk menyerahkan objek sengketa, jika
kemudian tidak mau menyerahkan secara sukarela, pihak yang menang dapat
mengajukan permohonan eksekusi pengadilan agama untuk memutus perkara
tersebut.

Demikianlah, prosedur dan proses penyelesaian perkara di pengadilan,


baik dalam perkara cerai talak, cerai gugat, maupun perkara lainnya yang menjadi
kewenangan dalam peradilan agama.

Anda mungkin juga menyukai