Anda di halaman 1dari 2

Nama : Ratu Fannisya Sofyan

NIM : 193300516093
Mata Kuliah : Kapita Selekta Hukum Pidana
Kelas : R.01
Dosen : Sugiyono, S.H., M.H.
Perbandingan antara Asas Retroaktif dalam KUHP dan dalam RUU KUHP.
Dalam Pasal 1 ayat (2) KUHP tidak diatur mengenai prinsip retroaktif, tetapi mengatur
tentang hukum yang berlaku dalam masa transisi, di mana yang diterapkan adalah yang
menguntungkan bagi terdakwa sehingga pasal tersebut sebenarnya mengandung asas
subsidiaritas.
Pembicaraan asas retroaktif akan berhenti jika hanya berpedoman pada ketentuan dalam
Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 1 ayat (2) KUHP, karena pasal tersebut membatasi pengertian
retroaktif hanya pada keadaan transitoir atau menjadi hukum transitoir (hukum dalam masa
peralihan). Ini mengandung arti bahwa jika sebelumnya tidak ada peraturan pidana, kemudian
dibuat peraturan pidana yang baru dan berlaku untuk kejahatan yang telah lalu, berarti bukan
persoalan retroaktif, dan ini oleh Barda Nawawi Arief termasuk dalam persoalan sumber hukum.
Akan tetapi jika kita mengartikan secara lebih luas, retroaktif berarti berlaku surut dan ini berarti
berlaku untuk pembicaraan ada – yang berarti hukum transitoir – atau tidak ada peraturan pidana
sebelum perbuatan dilakukan.
Persoalan retroaktif sendiri muncul sebagai konsekuensi diterapkannya asas legalitas.
Asas legalitas sendiri dapat dikaji berdasarkan berbagai aspek, seperti aspek historis, aspek sosio
kriminologis, aspek pembaharuan hukum dalam kaitannya dengan pandangan secara iteratif dan
linier, aspek yang terkait dengan politik kriminal serta kajian dari perspektif weltanschaung kita
yaitu Pancasila. Kajian dari masing-masing aspek ini memberi implikasi yang berbeda mengenai
asas legalitas yang mana dalam pandangan ilmu pengetahuan perbedaan itu justru akan
memperkaya khasanah ilmu hukum pidana itu sendiri.
Retroaktif atau berlaku surut post facto yang berarti dari sesuatu yang dilakukan
setelahnya adalah suatu hukum yang mengubah konsekuensi hukum terhadap tindakan yang
dilakukan atau status hukum fakta-fakta dan hubungan yang ada sebelum suatu hukum
diberlakukan atau diundangkan.
Dalam Pasal 1 ayat 2 KUHP tidak diatur mengenai prinsip retroaktif, tetapi mengatur
tentang hukum yang berlaku dalam masa transisi, di mana yang diterapkan adalah yang
menguntungkan bagi terdakwa sehingga pasal tersebut sebenarnya mengandung asas
subsidiaritas. Asas retroaktif yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan HAM UU Pengadilan HAM tetap berlaku meski sejumlah pasal masuk dalam
RKUHP. Hukum acara atau prosedur maupun asas-asas yang diatur dalam undang-undang di
luar KUHP, seperti hukum acara, asas retroaktif dan berbagai instrumen.
Asas retroaktif memungkinkan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu atau kasus yang
terjadi sebelum UU Pengadilan HAM terbit, diproses secara hukum. Oleh karena itu ketentuan
dalam UU Pengadilan HAM dapat berlaku surut. Kalangan pegiat HAM menilai dengan
masuknya sejumlah pasal tindak pidana berat terhadap HAM dalam RKUHP akan
menghilangkan asas retroaktif. Sebab, dalam KUHP berlaku sebaliknya, yakni asas non-
retroaktif. Asas tersebut tercantum dalam pasal 1 ayat 1 Buku Kesatu KUHP.
Suatu peraturan perundang-undangan mengandung asas retroaktif apabila: menyatakan
seseorang bersalah karena melakukan suatu perbuatan yang ketika perbuatan tersebut dilakukan
bukan merupakan perbuatan yang dapat dipidana.
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( RKUHP) menegaskan, asas retroaktif
yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM (UU
Pengadilan HAM) tetap berlaku meski sejumlah pasal masuk dalam RKUHP. Hukum acara atau
prosedur maupun asas-asas yang diatur dalam undang-undang di luar KUHP, seperti hukum
acara, asas retroaktif dan berbagai instrumen lainnya dinyatakan tetap berlaku.
Asas retroaktif memungkinkan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu atau kasus yang
terjadi sebelum UU Pengadilan HAM terbit, diproses secara hukum. Oleh karena itu ketentuan
dalam UU Pengadilan HAM dapat berlaku surut. Kalangan pegiat HAM menilai dengan
masuknya sejumlah pasal tindak pidana berat terhadap HAM dalam RKUHP akan
menghilangkan asas retroaktif. Sebab, dalam KUHP berlaku sebaliknya, yakni asas non-
retroaktif. Asas tersebut tercantum dalam pasal 1 ayat (1) Buku Kesatu KUHP.
Dalam Ketentuan Peralihan RKUHP yang tengah dibahas sudah menegaskan bahwa
undang-undang di luar KUHP tetap berlaku dan hanya ketentuan tindak pidana materiilnya saja
yang mengikuti Buku Kesatu. Dalam Ketentuan Peralihan RUU KUHP yang secara tegas
menyatakan bahwa UU di luar KUHP harus menyesuaikan, dalam hal tindak pidana materiil
saja. Masuknya sejumlah pasal tindak pidana terhadap HAM ke RKUHP akan menghapus
beberapa asas hukum dalam UU Pengadilan HAM. Salah satu asas penting yang tak akan
berlaku lagi adalah asas retroaktif.
Asas retroaktif akan hilang begitu tindak pidana berat terhadap HAM diatur dalam
KUHP. Pasal 723 RKUHP per 9 April 2018 menyebutkan, dalam jangka waktu 1 tahun sejak
KUHP dinyatakan berlaku, Buku Kesatu menjadi dasar bagi ketentuan-ketentuan pidana lainnya,
termasuk UU Pengadilan HAM. Sementara, Pasal 1 ayat (1) Buku Kesatu KUHP mengatur soal
asas non retroaktif atau tidak berlaku surutnya aturan pidana terhadap suatu tindak kejahatan
yang terjadi sebelum UU diterbitkan. Pasal yang sudah dicabut dari UU Pengadilan HAM masuk
ke KUHP, akan ikut Buku Kesatu. Kalau tidak ada aturan khusus di Buku Kesatu atau
penyebutan khusus maka seluruh ketentuan pidana di Buku Kedua harus ikut Buku Kesatu.
Larangan pemberlakuan surut suatu peraturan pidana (retroaktif) yang tercantum dalam
Pasal 28 I ayat (1) UUD 1945 Amandemen Kedua menimbulkan implikasi peraturan di bawah
UUD 1945 tidak dapat mengeyampingkan asas tersebut. Kenyataan yang timbul adalah ada
pengecualian terhadap larangan tersebut yang diatur “hanya” dengan undang-undang yang dalam
hirarkis perundang-undangan masih berada di bawah UUD 1945. Problematika ini menimbulkan
persoalan dalam hukum pidana dan hirarki perundang-undangan. Selain itu larangan penerapan
peraturan pidana secara retroaktif ternyata menimbulkan persoalan yang rumit terutama dalam
menghadapi kejahatan jenis baru yang tidak ada bandingannya dalam KUHP atau peraturan
pidana khusus lainnya. Adakah kejahatan yang sedemikian dibiarkan.

Anda mungkin juga menyukai