Anda di halaman 1dari 21

TUGAS HUKUM PIDANA

PERLUASAN PERBUATAN PIDANA

Disusun Oleh:
Arlies Widiarto

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BENGKULU
2019

1
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan
karunia-Nya Laporan Akhir makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Makalah ini
disusun berdasarkan hasil pembelajaran dan referensi dari buku-buku mengenai pidana.
Kami sangat menyadari bahwa dalam penulisan dan penyusunan makalah ini masih
banyak kekurangan dan kelemahan serta jauh dari kesempurnaan, karena keterbatasan
dan pengetahuan yang dimiliki. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati kami
membutuhkan segala kritik maupun saran dari pembaca, sebagai tolak ukur untuk
perbaikan yang akan datang. Akhir kata saya berharap agar makalah ini dapat menjadi
gambaran dan manfaat bagi adik-adik tingkat selanjutnya maupun pembaca yang lainnya
uuntuk belajar dan referensi. Bermanfaat pula bagi penulis sendiri maupun pembaca
khususnya Fakultas Ilmu Hukum..

Bengkulu, 4 Mei 2019

Penuli
s

2
Daftar Isi
KATA PENGANTAR..................................................................................................................................1

Daftar Isi......................................................................................................................................................3

BAB I..........................................................................................................................................................4

PENDAHULUAN.......................................................................................................................................4

A. Latar Belakang.................................................................................................................................4

B. Rumusan Masalah............................................................................................................................4

C. Tujuan dan Manfaat.........................................................................................................................5

BAB II.........................................................................................................................................................6

PEMBAHASAN.........................................................................................................................................6

A. Pengertian Percobaan.......................................................................................................................6

B. Syarat – Syarat Percobaan Kejahatan..............................................................................................6

C. Percobaan mampu dan tidak mampu.............................................................................................11

D. Pemidanaan terhadap percobaan....................................................................................................12

E. Perlunya Lembaga Hukum Percobaan...........................................................................................13

F. Perbuatan yang Seolah-olah atau Mirip dengan Percobaan...........................................................15

G. percobaan selesai, percobaan tertunda, dan percobaan yang dikualifisir........................................17

H. Contoh Kasus dan Analisis Mengenai Percobaan..........................................................................17

BAB III......................................................................................................................................................21

PENUTUP.................................................................................................................................................21

Kesimpulan............................................................................................................................................21

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini banyak sekali terdapat kasus percobaan yang terjadi di masyarakat
kita, baik kasus percobaan pencurian, percobaan pembunuhan, sampai percobaan
pemerkosaan terjadi. Masyarakat seringkali keliru dalam mengartikan apa itu percobaan.
Dalam kenyataannya, masyarakat masih memiliki tanda tanya besar mengapa percobaan
harus dipidana. Padahal, tindak pidana yang dimaksud tidak sempat terjadi. Oleh karena
itu, dalam makalah ini akan dibahas mengenai percobaan secara rinci agar tidak terjadi
kekeliruan lebih lanjut saat memahami apa itu percobaan.

Pada umumnya kata percobaan atau poging, berarti usaha mencapai mencapai
suatu tujuan yang pada akhirnya tidak atau belum tercapai. Dalam hukum pidana
percobaan merupakan suatu pengertian teknik yang memiliki banyak segi atau aspek.
Perbedaan dengan arti kata pada umumnya adalah apabila dalam hukum pidana
dibicarakan hal percobaan, berarti tujuan yang dikejar tidak tercapai. Unsur belum
tercapai namun tidak terjadi menjadi persoalaan. Dalam kata sehari-hari yang disebut
dengan percobaan yaitu menuju kesuatu gal, tetapi tidak sampai pada hal yang dituju,
atau hendak membuat sesuatu yang sudah dimulai, tetapi tidak selesai. Dan suatu
perbuatan dapat dikatakan poging apabila memenuhi syarat-syarat, yaitu : ada niat,
permulaan pelaksanaan dan tidak selesainya perbuatan bukan karena si pelaku.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan percobaan tindak pidana ?
2. Apa saja syarat-syarat dalam percobaan tindak pidana ?
3. Mengapa perlunya lembaga hukum dalam percobaan tindak pidana ?
4. Apakah semua percobaan bisa dikatakan percobaan tindak pidana ?
4
5. Bagaimana cara menganalisis kasus percobaan?

C. Tujuan dan Manfaat

1. Mengetahui dan memahami yang dimaksud dengan percobaan.


2. Mengetahui dan mempelajari syarat-syarat dari percobaan.
3. Mengetahui adanya lembaga hukum yang mengatur mengenai percobaan tindak
pidana.
4. Mengetahui perbedaan dari percobaan.
5. Memahami cara menganalisis sebuah kasus percobaan dengan benar.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Percobaan
Dari segi tata bahasa, istilah percobaan adalah usaha hendak berbuat atau
melakukan sesuatu dalam keadaan diuji (Poerwodarminto, 1976:209). Menurut Wirjono,
pada umumnya, kata percobaan atau poging berarti suatu usaha mencapai suatu tujuan,
yang pada akhirnya tidak atau belum terjadi. Pengertian menurut tata bahasa di atas
tidaklah dapat digunakan sebagai ukuran dari percobaan (melakukan kejahatan)
sebagaimana dalam hukum pidana. Di dalam undang-undang tidak dijumpai definisi
atau pengertian tentang apa yang dimaksud dengan percobaan (poging). Pasal 53 ayat 1
KUHP didalam merumuskan perihal pengertian mengenai percobaan, melainkan
merumuskan tentang syarat – syarat untuk dapat dipidananya bagi orang yang
melakukan percobaan kejahatan. Pengertian menurut tata bahsa tersebut diatas tidaklah
dapat digunakan sebagai ukuran percobaan kejahatan sebagaimana dalam hukum pidana.
Menurut hukum pidana untuk terjadinya percobaan sehingga dapat dipidana mempunyai
ukuran yang khusus dan lain dari ukuran percobaan menurut arti tata bahasa.

Ukuran percobaan menurut arti tata bahasa ialah bahwa dalam percobaan
melakukan kejahatan yang dapat dipidana, si pembuat telah memulai melakukan
perbuatan yang perbuatan mana tidak menjadi selesai. Tetapi dalam hukum pidana untuk
dapatnya dipidana bagi si pembuat pencoba kejahatan,tidaklah cukup demikian tetapi
jauh lebih luas baik dari sudut subjektif si pembuat maupun sudut objektif perbuatannya
yang walaupun baru dimulai tersebut.

B. Syarat – Syarat Percobaan Kejahatan


Syarat – syarat yang harus dipenuhi untuk percobaan kejahatan ialah

1. Adanya Niat.

6
Bagaimanakah maksud itu harus ditafsirkan ? bagian terbesar pengarang-pengarang
mempersamakan “maksud” dengan “sengaja” (opzettelijk) dalam segala bentuknya.
Tetapi dalam hal kesengajaan yang mana,disini telah menimbulkan perbedaan
pandangan, walaupun pada umumnya para pakar hukum berpendapat luas,ialah terhadap
semua bentuk kesengajaan. Demikian juga dalam praktik hukum mengikuti pandangan
sebagian besar para pakar hukum dengan menganut pendapat yang luas. Pendapat
sempit telah dianut oleh VOS yang memberikan arti niat sebagai kesengajaan sebagai
tujuan saja.

Sebagaimana dalam doktrin hukum,menurut tingkatan kesengajaan ada 3 macam:

a. Kesengajaan sebagai maksud atau tujuan yang dapat juga disebut kesengajaan dalam
arti sempit.

b. Kesengajaan sebagai kepastian atau kesadaran/keinsyafan mengenai perbuatan yang


disadari sebagai pasti menimbulkan suatu akibat.

c. Kesengajaan sebagai kemungkinan atau suatu kesadaran/keinsyafan mengenai suatu


perbuatan terhadap kemungkinan timbulnya suatu akibat dari suatu perbuatan,
disebut juga dengan dolus eventualis.

Para ahli hukum yang lain berpendapat bahwa niat adalah kesengajaan dalam
semua bentuknya. Bagi Satochid bahwa dalam doktrin hukum dan yurisprudensi
voornemen harus ditafsirkan sebgai kehendak, de wil atau lebih tepat dengan opzet. Dari
apa yang dikatakan beliau maka dapat disimpulkan bahwa beliau menganut pandangan
bahwa voornemen harus diartikan sebagai opzet. Dalam arti sempit,opzet adalah
kesengajaan sebagai maksud adalah sesuai dengan arti voornemen dalam arti bahasa
sehari-hari dan dalam arti luas adalah termasuk ketiga macam bentuk opzet.

Wirjono mendukung pendapat bahwa niat disini adalah termasuk juga


kesengajaan sebagai kemungkinan. Menurut Hazewinkel Suringa niat ini adalah rencana
untuk mengadakan perbutan tertentu dalam keadaan tertentu pula didalam pikiran.
Dalam rencana itu selain mengandung apa yang dimaksud, juga mengandung gambaran

7
tentang cara bagaimana akan dilaksanakannya dan tentang akibat-akibat tambahan yang
tidak diingini tapi yang dapat diperkirakan akan terjadi pula.

Menurut Moeljatno niat tidak boleh diartikan sebagai kesengajaan dan isinya
juga tidak bisa ditentukan dari isinya kesengajaan. Niat yang belum diwujudkan dalam
bentuk perbuatan adalah berupa sikap batin yang memberi arah kepada apa yang akan
diperbuat. Niat dapat dipandang dua sudut,yaitu pertama: niat dalam arti bahsa sehari-
hari pada umumnya yang tidak perlu dikaitkan pada hukum pidana (dalam hubungannya
dengan melakukan tindak pidana atau melakukan percobaan kejahatan) dan kedua: niat
dalam hubungannya dengan tindak pidana maupun percobaan kejahatan. Untuk hal yang
pertama,niat mempunyai arti yang sama dengan apa yang dikatakan oleh Moeljatno
ialah “sikap batin seseorang yang member arah kepada apa yang akan diperbuatnya” dan
ini lebih condong pada arti sebagai apa yang ingin dicapai atau maksud yang masih
murni didalam batin seseorang. Niat dalam artian demikian tidak mempunyai arti apa-
apa dari sudut hukum pidana. Tetapi dalam perngertian yang kedua yaitu dalam hal
percobaan kejahatan tidaklah sekedar demikian artinya, karena niat disini adalah harus
diliat dari sudut hubungannya dengan percobaan kejahatan yang dipidana khususnya
dalam hubungannya mencoba melakukan kejahatan pidana maupun dnegan kalimat
dibelakangnya “telah ternyata dari adanya permulaan pelaksaanan” dalam rumusan pasal
53 ayat 1 tentang syarat-syarat dipidananya melakukan percobaan kejahatan.

Oleh sebab sikap batin disini tidak boleh lepas dalam hubungannya dengan
syarat untuk dapat dipidananya si pembuat tindak pidana (sudut subyektif) ialah harus
ada kesalahan (kesengajaan atau kealpaan) pada diri si pembuat yang pula bersumber
pada asas tiada pidana tanpa kesalahan yang menyebutkan bahwa niat dalam hal
percobaan kejahatan adalah kesalahan dalam bentuk kesengajaan khususnya
kesengajaan sebagai maksud. Sikap batin mengetahui adalah termasuk segala yang
diketahui atau disadari tentang perbuatan yang (akan) dilakukan beserta akibatnya, dan
ini artinya termasuk kesengajaan sebagai kepastian dan kesengajaan sebagai
kemungkinan atau dolus eventualis.

8
2. Adanya Permulaan Pelaksanaan

“Bagaimanakah memulai melaksanakan” itu harus ditafsirkan ? dalam ilmu


hukum pidana maupun jurisprudensi hukum pidana diadakan perbedaan antara
perbuatan persiapan misalnya, perbuatan membeli sebuah pistol, dan perbuatan
melaksanakan seperti pebuatan mengarahkan pistol itu kepada yang hendak membunuh.
Perbuatan persiapan itu dianggap tidak strafbaar sedangkan perbuatan melaksanakan
yang dianggap inti dari percobaan, adalah suatu perbuatan yang strafbaar. Jadi, persoalan
penting dalam hal percobaan adalah persoalan tentang perbuatan mana yang hanya
merupakan perbuatan persiapan saja, yakni perbuatan yang tidak strafbaar.

Teori percobaan ada 2, yaitu teori percobaan subjektif dan teori percobaan
objektif. Dasar teori percobaan subjektif adalah dari kehendak atau watak (mentalitet)
pembuat. Teori percobaan objektif melihat dasar strafbaarheid (dapat dihukumnya)
percobaan dalam suatu perbuatan yang melanggar ketertiban hukum umum. Pompe
mengemukakan bahwa tentang teori percobaan objektif ada 2 tipe :

a. Percobaan perbuatan adalan strafbaar karena perbuatan uitu termasuk lukisan delik
dalam undang-undang.

Pendapat ini dikemukakan oleh Zeven Bergen dan Duinstee. Pendapat ini sesuai
dengan sejarah ketentuan dalam pasal 53 KUHPidana. Zeven Bergen mengemukakan
pendapat sebagai berikut: karena undang-undang memperhatikan, maka tiap perbuatan
percobaan yaitu tiap perbuatan melaksanakan, dengan sendirinya merupakan sebagian
dari delik terselesai. Dengan kata lain, apabila perbuatan yang bersangkutan (perbuatan
melaksanakan) telah memenuhi sebagian dari lukisan delik dalam undang-undang, maka
perbuatan itu merupakan suatu strafbaare poging.

b. Perbuatan percobaan (perbuatan melaksanakan) adalah strafbaar, Karena perbuatan


itu secara objektif merupakan bahaya (objektief gevaarlijk)

Artinya, pendapat ini dirumuskan oleh Von Feueur Bach: percobaan itu strafbaar,
karena antara perbuatan percobaan dan kejahatan yang hendak dilakukan adalah suatu

9
hubungan sebab menyebab, dan oleh sebab itu ditinjau dari sudut objektif perbuatan
tersebut membahayakan. Terang sekali apa yang dapat dilihat di atas bahwa “perbuatan
persiapan” dan “perbuatan melaksanakan”, dalam ilmu hukum pidana bergantung pada
teori yang dianut. mereka yang menganut suatu teori percobaan yang subjektif, hanya
dapat menentukan batas tiap perkara percobaan satu persatu (masing-masing). Jadi,
mereka tidak dapat menentukan suatu batas yang tetap dan umum untuk suatu tipe
perkara percobaan yang tertentu. mereka yang menganut teori percobaan objektif
umumnya dapat menentukan suatu batas “tetap dan umum” untuk suatu tipe percobaan
tertentu.

3. Pelaksanaan tidak selesai yang bukan disebabkan karena kehendak sendiri.

Syarat ketiga agar seseorang dapat dikatakan telah melakukan percobaan


menurut KUHP adalah pelaksanaan itu tidak selesai bukan semata-mata disebabkan
karena kehendak pelaku. Yang tidak selesai adalah kejahatan itu tidak terjadi sesuai
dengan ketentuan dalam undang-undang atau tidak sempurna memenuhi unsur-unsur
dari kejahatan dari rumusannya. Keeadan diluar kehendak pelaku disini maksudnya
adalah setiap kejadiann baik fisik maupun psikis yang datangnya dari luar yang
menghalangi menyebabkan tidak sempurna terselesaikan kejahatan itu.

Dapat terjadi dalam hal-hal sebagai berikut :


a. Adanya penghalang fisik
b. Akan adanya penghalang fisik
c. Adanya penghalang yang disebabkan oleh faktor-fsktor/keadaan-keadaan khusus
pada objek yang menjadi sasaran.
Namun ada pula pelaksanaan tersebut tidak selesai karena memang adanya kehendak
dari pelaku, yaitu :
a. Pengunduran diri karena secara sukarela
b. Tindakan penyesalan

10
C. Percobaan mampu dan tidak mampu
Masalah percobaan mampu dan tidak mampu Timbul sehubungan dengan
telah dilakukannya perbuatan pelaksanaan tetapi delik yang dituju tidak selesai atau
akibat yang dilarang menurut undang-undang itu tidak timbul. Tidak selesainya delik
atau tidak timbulnya akibat terlarang itu dapat disebabkan karena tidak mempunyai
objek misalnya mencoba menggugurkan bayi nyang ternyata tidak hamil. Hanya ada
pada mereka yang menganut teori percobaan yang objektif, karena hanya menitik
beratkan pada sifat berbahayanya perbuatan. Mengenai percobaan yang tidak mampu
karena objeknya, MVT mengemukakan : “Syarat-syarat umum percobaan menurut
pasal 53 KUHP ialah syarat-syarat percobaan untuk melakukan kejahatan yang
tertentu didalm buku II KUHP. Jika untuk terwujudnya kejahatan tertentu tersebut
diperlukan adanya objek, maka percobaan melakukan kejahatan itupun harus ada
objeknya. Kalau tidak ada objeknya, maka juga tidak ada percobaan.”

Percobaan tidak mampu menurut MVT (Memory Van Theority).


Menurut MVT tidak mungkin ada percobaan pada objek yang tidak mampu,
yang ada hanya ada percobaan yang tidak mampu pada alatnya saja. MVT
membedakan menjadi dua, yaitu :
1. Ketidakmampuan mutlak
Yaitu apabila denga alat itu tidak pernah mungkin muncul delik selesai dan tidak
adanya delik percobaan. Misalnya, salah membawa alat untuk menyelesaikan
perbuatan itu sehingga adanya ketiakmungkinan untuk perbuatan itu selesai.
2. Ketidakmampuan relatif
Yaitu bila dengan alat itu tidak dimungkinkan delik selesai karena justru hal
ikhwal yang tertentu dalam mana si pembuat melakukan perbuatan atau justru
karena keadan tertentu dalam mana orang yang dituju itu berada. Dalam hal ini
mungkin ada delik percobaan. Misalnya telah benar membawa alat yang akan
digunakan untuk perbuatan itu namun adanya keesalahan dalam alat itu,
kurangnya ketelitian.
11
Dari yang dikemukakan MVT, terlihat bahwa ketidakmampuan relatif dapat
dilihat dari 2 segi yaitu, keadaan tertentu dari alat pada waktu si pembuat melakukan
perbuatan dan keadaan tertentu dari orang yang dituju.
a. Alat itu dapat dilihat sebagai jenis tersendiri dan dapat dilihat dari kadaan
konkritnya :
- Apabila dilihat sebagai jenis tersendiri maka gula adakah alat yang tidak mampu
digunakan untk membunuh, sedangkan warangan (arsenicum) adalah mampu.
- Apabila dilihat dari keadaan konkritnya, maka alat yang pada umumnya mampu
untuk membunuh misal warangan (arsenicum) dapat menjadi alat yang tidak
mampu apabila jumlahnya tidak memenuhi dosis yang cukup mematikan (untuk
arsenicum 5 mg).
b. Begitu pula orang yang dituju, dapat dilihat secara abstrak untuk rata-rata orang
dan dapat dilihat dari keadaan konkrit tertentu.
- Gula adalah alat yang tidak mampu digunakan untuk membunuh orang pada
umumnya , tetapi dapat menjadi alat yang mematikan untuk orang yang
berpenyakit diabetes.
- Waranganyang memnuhi dosis 5 mg, merupakan alat yang mampu untuk
membunuh, tetapi untuk orang yang sudah biasa warangan sejumlah itu tidak
merupakan alat yang mematikan.

D. Pemidanaan terhadap percobaan


Menurut sistem KUHP, yang dapat dipidana hanyalah percobaan
terhadap kejahatan, sedangkan terhadap pelanggaran tidak dipidana. Dalam hal
percobaan terhadap kejahatan, maka menurut pasal 53 ayat(2) KUHP maksimum
pidana yang dapat dijatuhkan ialah maksimum pidana untuk kejahatan(pasal)
yang bersangkutan dikurangi sepertiga. Jadi misalnya untuk percubaan
pembunuhan(pasal 53 jo pasal 338 KUHP), maksimunya ilah 10 tahun penjara.
Jika apabila kejahatan yang bersangkutan diancam pidana mati atau penjara
seumur hidup, seperti halnya dalam pasal 340 KUHP (pembunuhan berencana),
12
maka menurut pasal 53 ayat(3), maksimum pidana yang dapat di jatuhkan hanya
15 tahun penjara. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa menurut KUHP,

E. Perlunya Lembaga Hukum Percobaan


Dalam menjamin ketentraman individu terhadap niat jahat dari beberapa
diantara sesama individu, maka hukum pidana positif tidak mengambil resiko.
terkecuali dalam hal beberapa kejahatan, seperti yang tercantum dalam pasal-pasal
182 djb (lihatlah pasal 184 ayat 5, pasal 351 ayat 4 dan pasal 352 ayat 2) maka
KUHPidana, dengan menjatuhkan suatu hukuman, tidak menunggu sampai
terjadinya akibat kejahatan yang sedang dilakukan (khusus dalam hal delik materil).
KUHPidana telah sanggup menjatuhkan hukuman atas perbuatan memulai
melaksanakan suatu niat yang jahat. Sikap KUHPidana ini, yaitu sanggup telah
menghukum pembuat yang baru saja memulai melaksanakan niat jahat dan tidak
memberi kesempatan kepada pembuat tersebut untuk menyelesaikan perbuatannya
(tidak memberi kesempatan kepada pembuat tersebut untuk menimbulkan akibat
jahat perbuatannya), adalah sesuai dengan ide prevensi yang menjadi salah satu
dasar penting dari pidana modern. Sikap KUHPidana ini ternyata dari pasal 53 ayat 1
yang berbunyi “Percobaan akan melakukan kejahatan boleh dihukum, kalau maksud
akan melakukan kejahatan itu sudah ternyata dengan permulaan membuat kejahatan
itu dan perbuatan itu tidak diselesaikan hanyalah oleh sebab hal – ihwal yang tidak
tergantung terhadap kehendaknya sendiri”. Lembaga hukum pidana yang
dicantumkan dalam ketentuan ini terkenal dibawah nama percobaan atau poging.

Tetapi KUHP juga tidak mau membatasi atau merampas kemerdekaan


individu kalau hal itu tidak perlu. Oleh sebab itu, dalam pasal 54 ditentukan bahwa
“Percobaan akan melakukan pelanggaran tiada boleh dihukum” . Jadi, hanya
percobaan atas kejahatan-kejahatan (buku II KUHPidana) saja diancam dengan
hukuman. Tetapi diantrara kejahatan itu ada 3 yang tidak mengenal suatu percobaan
yang diancam dengan hukuman. Rasio pasal 184 pasal 5 KUHPidana adalah
“menanders uit vrees voor bestraffing der betrokkenen er vn zou kunnen afgehouden
worden de politie voor het tweegevecht tewaars chuwen” POMPE. Kalau hakim

13
pidana diberi kemungkinan besar bahwa memulai melaksanakan tweegevecht itu,
sebelum trejadinya akibat tweegevecht tersebut tidak dilaporkan kepada polisi
karena orang takut akan dihukumnya akan dihukumnya yang bersangkutan.
Ketentuan ini bagi Indonesia sangat penting, karena hukum adat dibeberapa daerah
masih mengenal tweegevecht itu sebagai suatu penyelesaian perselisihan, tidak
hanya antara individu tetapi juga antara suku. Pasal 302 ayat 4 KUHP dibuat karena
terkecuali terhadap penganiayaan berat, pada umumnya percobaan atas
penganiayaan tidak dianggap strafbaar. Dalam hal kejahatan penganiayaan maka fase
percobaan tidak banyak berarti .

Dalam terjadinya delik kejahatan maka hukum pidana posistif membedakan


antara dua fase, yaitu fase memulai pelaksanaan niat jahat, yg diberinama percobaan,
dan fase terjadinya akibat. Dengan terjadinya akibat, maka delik kejahatan yang
bersangkutan adalah suatu delik terselesai atau voltooid. kedua fase ini masing-
masingnya, diancam dengan hukuman. oleh Van Hattum dikemukakan bahwa “elke
delictsomschrijving bevat noodzakelijkraijs”. Ketentuan-ketentuan pidana, yang
mengatakan kelakuan-kelakuan mana merupakan delik, karena harus lengkap, selalu
memberi lukisan-ukisan (omsrijvingen) tentang delik-delik terselesai. Ketentuan-
ketentuan tersebut tidak dapat member lukisan tentang sebagian delik-delik saja.
penentuan perbuatan mana merupakan percobaan atas masing-masing kejahatan
yang tercantum dalam masing-masing pasal KUHPidana, diserahkan kepada ilmu
hukum pidana maupun jurisprudensi hukum pidana. Anasir-anasir percobaan yang
dirumuskan dalam pasal 53 KUHP dilukiskan begitu “vaag” (gelap), sehingga
penafsiran pasal 53 KUHP, yang biarpun mengandung kekurangan masih juga dapat
dipakai sebagai pedoman telah menimbulkan banyak pendapat yang berbeda, lebih
lagi kalau penafsiran pasal 53 KUHP itu diadakan berhubungan dengan secara
tersendiri menentukan percobaan atas masing-masing kejahatan tersendiri yang
tercantum dalam masing-masing pasal KUHP.

Sebagai suatu “algemeen leerstuk” atau (pelajaran umum), percobaan itu


diterima dan dilukiskan dalam pasal 53 ayat (1) KUHP. anasir-anasir percobaan ini,

14
sebagai suatu algemmeen leerstuk, supaya kita dapat memperoleh suatu pedoman
dalam menentukan perbuatan-perbuatan mana yang merupakan percobaan atas
masing-masing kejahatan yang tercantum dalam masing-masing pasal KUHP. Di
samping itu, juga perbedaan antara delik formil dan materil menjadi suatu faktor
penting menentukan bilamana suatu kelakuan masih hanya percobaan saja dan
belum delik terselesai.

F. Perbuatan yang Seolah-olah atau Mirip dengan Percobaan


Ada beberapa perbuatan yang seolah – olah atau mirip dengan percobaan,
perbuatan tersebut adalah ondeugdelijke poging (percobaan tidak mampu), mangel am
tatbestand (kekurangan isi delik), putatief delict (delik putatif), delik manque (percobaan
selesai), geseharste poging (percobaan tertunda) dan gequalificeerde poging (percobaan
yang dikualifisir).

Ondeudelijke Poging atau percobaan tidak mampu. Dikatakan tidak mampu atau
tidak sempurna karena alat atau objek kejahatan tersebut tidak sempurna atau tidak
mampu menyebabkan tindak pidana yang dituju tidak mungkin terwujud. Akan tetapi
banyak ahli masih mendebatkan istilah percobaan tidak mampu ini.

Contoh : X bermaksud membunuh Y dengan cara menikam jantungnya, akan


tetapi sebelum tikaman itu merobek jantung si Y telah mati terlebih dahulu karena
serangan jantung. Di sini dapat disimpulkan bahwa Y adalah objek tidak sempurna.

Contoh 2 : R bermaksud meracuni S dengan cara menaruh racun dalam kopinya, akan
tetapi R keliru dan malah memasukkan gula. Di sini alatnya lah yang tidak sempurna.

Pada kedua contoh ini perbuatannya telah sempurna, hanya objek atau alatnya
lah yang tidak sempurna. Andaikata objek atau alatnya telah sempurna maka korban
yang dituju dapat meninggal. Oleh karena itu jika hal dan objek telah memenuhi syarat
tetapi akibat kematian tidak terjadi, yang terjadi adalah percobaan pembunuhan atau
percobaan mampu, bukan percobaan tidak mampu.

15
1. Drs. Adami Chazawi

meluruskan dalam bukunya yang berjudul ”Percobaan dan Penyertaan”, istilah


ondeuglijke poging itu sebaiknya disebut dengan dua istilah. Apabila objeknya tidak
sempurna maka sebut saja dengan istilah ’perbuatan yang objeknya tidak mampu’ dan
apabila alatnya tidak sempurna sebut dengan ’perbuatan yang alatnya tidak mampu’.
Tetapi dikarenakan istilah ondeuglijke poging itu sudah sangat lazim digunakan maka
tidak ada salahnya tetap digunakan.

2. Mangel am Tatbestand

Mangel am Tatbestand ini adalah suatu perbuatan yang diarahkan untuk


mewujudkan tindak pidana tetapi ternyata kekurangan atau tidak memenuhi salah satu
unsur tindak pidana yang dituju. Disini telah terjadi kesalahpahaman terhadap salah satu
unsur tindak pidana. Seseorang telah selesai melakukan suatu perbuatan, akan tetapi
tidak terjadi kejahatan. Mangel am tatbestand ini berada di luar lapangan percobaan
yang dapat dipidana. Contoh : A mengambil barang yang dikira milik B, tapi ternyata
barang tersebut miliknya sendiri.

3. Putatief Delict

Pada Putatief Delict terjadi kesesatan hukum pada seseorang yang melakukan
perbuatan dalam usahanya untuk mewujudkan tindak pidana. Putatief Delict bukanlah
suatu tindak pidana dan juga bukan percobaan, melainkan suatu kesalahpahaman bagi
orang yang melakukan suatu perbuatan yang dikiranya telah melakukan suatu tindak
pidana, padahal sebenarnya bukan. Contoh : orang asing yang melakukan perbuatan
yang menurut hukum negaranya adalah perbuatan asusila di Indonesia, tetapi disini
bukan merupakan tindak pidana.

G. percobaan selesai, percobaan tertunda, dan percobaan yang dikualifisir


a) percobaan selesai (delict manque) adalah melakukan perbuatan yang ditujukan
untuk melakukan tindak pidana yang pelaksanaannya sudah begitu jauh-sama
seperti tindak pidana selesai, akan tetapi oleh sebab sesuatu hal tindak pidana itu

16
tidak terjadi. Dikatakan percobaan karena tindak pidana itu tidak terjadi, dan
dikatakan selesai karena pelaksanaan sesungguhnya sama dengan pelaksanaan
yang dapat menimbulkan tindak pidana selesai. Contoh: orang yang mau
menembak orang lain, peluru telah ditembakkan tapi tembakannya meleset.

b) percobaan tertunda adalah percobaan yang perbuatan pelaksanannya terhenti pada


saat mendekati selesainya kejahatan. Contoh: seorang pencopet telah
memasukkan tangannya ke dalam tas seorang perempuan dan telah memegang
dompet sang perempuan, tiba – tiba perempuan itu sadar dan memukul tangan
pencopet itu, menyebabkan terlepaslah dompet yang telah dipegangnya.

c) percobaan yang dikualifisir adalah percobaan yang perbuatan pelaksanaannya


merupakan tindak pidana selesai yang lain daripada yang dituju. Contoh :
seseorang bermaksud membunuh temannya dengan pisau, akan tetapi setelah
menikam si teman ternyata temannya tidak meninggal, hanya luka berat.

H. Contoh Kasus dan Analisis Mengenai Percobaan


Contoh Kasus

(PADANG 6 JUNI 2009) Dalam waktu dekat kasus percobaan pembunuhan


dengan korban Iqbal (15), siswa SMK I Padang segera disidangkan. Berkas perkara
beserta tersangka Fauzan Azima (17), dan barang bukti (BB) berupa belati, handphone,
sandal dan pakaian korban telah dilimpahkan penyidik Polsek Padang Timur ke
Kejaksaan Negeri (Kejari) Padang, Jumat (5/6).

Berkas dan tersangka berikut barang bukti kasus tersebut diserahkan kepada Eli
Roza, SPd, SH, sebagai Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang selanjutnya akan menangani
perkara tersebut. Terhadap tersangka yang telah menjalani penahanan di Polsek Padang
Timur itu, JPU tetap melakukan penahanan. Untuk itu selanjutnya tersangka akan
menjalani masa penahanan sementara di Rutan LP Muaro Padang.

Kasi Pidum Kejari Padang Johandris, SH, menyatakan, setelah diterimanya


berkas tahap II ini, maka selanjutnya JPU akan menyiapkan dakwaannya, agar kasusnya

17
dapat dilimpahkan segera ke pengadilan. Tersangka yang sebelumnya telah pernah
dihukum ini dijerat dengan pasal alternatif, dengan tuduhan telah melakukan percobaan
pembunuhan, pasal 53 jo 338 jo 339 jo 340 KUHP, atau pasal penganiyaan berat, pasal
354 jo 355 KUHP, atau pencurian dengan kekerasan, pasal 365 KUHP.

Selain itu anak ke 6 dari 7 bersaudara itu juga dijerat dengan tuduhan membawa
senjata tajam tanpa izin, UU Darurat No 12 tahun 1955. Fauzan diduga telah melakukan
percobaan pembunuhan terhadap Iqbal pada Selasa (5/5), menjelang Magrib lalu di WC
Wanita Musala ihad Kubu Dalam Padang.

Di lembaran berkas acara pemeriksaan, penyidik membeberkan kronologis


kejadian hingga tersangka mencoba kabur selama dua hari ke Pekanbaru, semuanya
sudah dilengkapi dengan bukti-bukti. Sebilah belati yang digunakan untuk menggorok
leher korban. Dari keterangan Fauzan, ia melarikan diri karena takut perbuatannya di
ketahui warga. Setelah menggorok, tersangka langsung kabur ke Pekanbaru dengan
menumpangi travel, lanjutnya tersangka mengakui menggorok leher korban dari depan,
di dalam WC Musala dengan alasan sakit hati terhadap sikap korban yang
menertawainya saat meminjam handphone korban. Merasa dilecehkan, tersangka
akhirnya mengintai korban. Saat korban berada dekat pintu masuk kamar mandi musala,
Fauzan mengancamnya dengan belati yang telah disiapkannya. Dia membawa Iqbal ke
dalam WC wanita musala dan mengikat tangan Iqbal ke belakang. Kemudian tanpa belas
kasihan ia langsung menebas lehernya. Setelah korban tersungkur, ia kembali
mengarahkan belatinya ke arah korban. Selanjutnya terdakwa melarikan diri. (yang)

Analisis

Pada kasus di atas, diterangkan bahwa tersangka bermaksud membunuh korban.


Akan tetapi, korban ternyata tidak meninggal seperti yang diharapkan oleh tersangka.
Oleh karena itu, kasus tersebut tidak memenuhi unsur dalam pasal 338 KUHPidana
mengenai pembunuhan. Karena pembunuhannya tidak terselesaikan, maka perbuatan ini
tergolong pada tindak pidana percobaan pembunuhan sebagaimana termuat dalam pasal
53 jo 338 jo 339 jo 340 KUHP.

18
Pasal 53 mengenai percobaan berbunyi ”mencoba melakukan kejahatan dipidana,
jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak
selesainya pelaksanaan itu, buka semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri”.
Sementara pasal 338 memuat mengenai pembunuhan, yang berbunyi ”barangsiapa
merampas nyawa oranglain, diancam karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling
lama 15 tahun”.

Pasal 339 berbunyi ”pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu
perbuatan pidana yang dilakukan dengan maksud intuk mempersiap atau mempermudah
pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana
dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang
diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau
selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun”. Sedangkan pasal 340 berbunyi
”barangsiapa sengaja dan dengan rencana lebiih dahulu merampas nyawa orang lain
diancam, karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau dengan pidana
penjara seumur hidup, atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun”.

Karena korban tidak meninggal dan mengalami luka berat, perbuatan ini
memenuhi unsur dalam pasal 354 ayat (1) KUHP mengenai penganiayaan berat yang
berbunyi ”barangsiapa sengaja melukai berat orang lain diancam, karena melakukan
penganiayaan berat, dengan pidana penjara paling lama 8 tahun” jo pasal 355
KUHPidana yang berbunyi ”penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih
dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun”

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Percobaan adalah suatu usaha mencapai suatu tujuan, yang pada akhirnya tidak
atau belum terjadi. Percobaan dimuat dalam pasal 53 dan 54 KUHP . Syarat-syarat suatu
19
tindakan termasuk ke dalam tindak percobaan adalah adanya niat, adanya permulaan
pelaksanaan, pelaksanaan tidak selesai yang bukan disebabkan karena kehendak sendiri.
Lembaga hukum percobaan diperlukan untuk menjamin adanya ketentraman individu.

Ada beberapa perbuatan yang seolah – olah atau mirip dengan percobaan,
perbuatan tersebut adalah ondeugdelijke poging (percobaan tidak mampu), mangel am
tatbestand (kekurangan isis delik), putatief delict (delik putatif), delik manque
(percobaan selesai), geseharste poging (percobaan tertunda) dan gequalificeerde poging
(percobaan yang dikualifisir.Pada hakikatnya pasal 53 dan 54 selalu dihubungkan
dengan pasal-pasal lain yang merujuk pada perbuatan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Drs. P.A.F. Lamintang, S.H. Dasar – Dasar Hukum Pidana Indonesia. 1997. Citra

Aditya : Jakarta.

Drs. Adami Chazawi, S.H , Pelajaran Hukum Pidana Bagian 3. 2002, PT Raja

Grafindo : Jakarta.
20
Dr. Barda Nawawi Arief, S.H. Perbandingan Hukum Pidana. 1994. PT Raja Grafindo :

Jakarta.

21

Anda mungkin juga menyukai