Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS

DIARE AKUT DAN VOMITUS AKTIF DENGAN DEHIDRASI SEDANG

Oleh:

dr. Nadira Edrian

DPJP:

dr. Elza Desdamona, Sp.A

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROF. MA.

HANAFIAH BATUSANGKAR

2023
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT karena
berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan
Laporan Kasus yang berjudul“Diare Akut dan Vomitus Aktif dengan Dehidrasi
Sedang”ini dapat diselesaikan pada waktu yang ditentukan.
Adapun tujuan dari penyusunan makalah Laporan Kasus ini adalah untuk
menambah wawasan dan pengetahuan mengenai Diare Akut dan Vomitus Aktif
dengan Dehidrasi Sedang, serta menjadi salah satu syarat dalam mengikuti Program
Internsip Dokter Indonesia Rumah Sakit Umum Daerah Prof. MA. Hanafiah
Batusangkar.
Dalam penulisan Laporan Kasus ini, penulis banyak mendapat bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
rasa hormat dan terimakasih kepada dr. Elza Desdamona, Sp.A selaku pembimbing
yang telah memberikan arahan dalam penyusunan Laporan Kasus ini.
Dengan demkian, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua
pembaca terutama dalam meningkatkan pemahaman tentang Diare Akut dan
Vomitus Aktif dengan Dehidrasi Sedang. Segala saran dan masukan akan penulis
terima dengan tangan terbuka demi kesempurnaan makalah ini.

Batusangkar, 8 Agustus 2023

Penulis

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit diare menjadi masalah global di berbagai negara, terutama di
negara berkembang. Diare adalah pengeluaran feses yang konsistensinya lembek
sampai cair dengan frekuensi pengeluaran feses sebanyak 3 kali atau lebih dalam
sehari. Diare merupakan salah satu penyebab utama tingginya angka kesakitan
dan kematian anak di dunia. Menurut World Health Organization (WHO) diare
adalah penyakit kedua yang menyebabkan kematian pada anak-anak. Sekitar 1,7
juta kasus diare ditemukan setiap tahunnya di dunia. Survei morbiditas yang
dilakukan Departemen Kesehatan di Indonesia dari tahun 2000–2010
menunjukkan insidensi diare cenderung naik. Pada tahun 2000, penduduk yang
terkena penyakit diare adalah 301 per 1000 pendudukdan tahun 2010 naik
menjadi 411 per 1000.1

Diare sering terjadi pada anak berusia kurang dari 2 tahun dengan insidensi
tertinggi kelompok umur 6-11 bulan. Hal ini dapat disebabkan oleh penurunan
kadar antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang
terkontaminasi bakteri tinja, dan kontak langsung dengan tinja manusia atau
binatang saat bayi mulai merangkak.1

Diare dapat mengakibatkan demam, sakit perut, penurunan nafsu makan,


rasa lelah dan penurunan berat badan. Diare dapat menyebabkan kehilangan
cairan dan elektrolit secara mendadak, sehingga dapat terjadi berbagai macam
komplikasi yaitu dehidrasi, renjatan hipovolemik, kerusakan organ bahkan
sampai koma.1

1
1.2 Batasan Penulisan
Laporan Kasus ini membahas mengenai Diare Akut mencakup definisi
hingga prognosis berserta laporan kasus.

1.3 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Laporan Kasus ini disusun untuk memenuhi tugas Program Internsip Dokter
Indonesia Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Ma. Hanafiah Batusangkar dan
diharapkan agar dapat menambah pengetahuan penulis serta sebagai bahan
informasi bagi para pembaca.
1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan penulisan dari Laporan Kasus ini adalah untuk membahas secara
komprehensif mengenai Diare Akut.

1.3 Metode Penulisan


Metode yang dipakai adalah tinjauan pustaka dengan merujuk kepada
beberapa literatur beruPa buku teks, jurnal, dan makalah ilmiah.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari,
disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang
berlangsung kurang dari satu minggu.2 Apabila diare berlangsung 2 minggu atau lebih,
digolongkan pada diare kronik.3
EPIDEMIOLOGI
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi.
Laporan Riskesdas tahun 2007 menunjukkan bahwa penyakit Diare merupakan penyebab
kematian nomor satu pada bayi (31,4%) dan pada balita (25,2%), sedangkan pada golongan
semua umur merupakan penyebab kematian yang ke empat (13,2%).2
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian diare antara lain:
• Faktor lingkungan:

Diare dapat terjadi karena seseorang tidak memerhatikan kebersihan lingkungan


dan menganggap bahwa masalah kebersihan adalah masalah sepele. Faktor
lingkungan yang dominan dalam penyebaran penyakit diare pada anak yaitu
pembuangan tinja dan sumber air minum. Pembuangan tinja yang
sembarangan juga akan menyebabkan penyebaran penyakit. Penyebaran
penyakit yang bersumber dari tinja dapat melalui berbagai macam cara, baik
melalui air, tangan, maupun tanah yang terkontaminasi oleh tinja dan
ditularkan lewat makanan dan minuman melalui vektor serangga (lalat dan
kecoa).
• Faktor sosiodemografi:
Yang berpengaruh terhadap kejadian diare pada anak yaitu pendidikan dan
pekerjaan orang tua, serta umur anak. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang
dimiliki orang tua, maka perilaku pencegahan terhadap penyakit diare akan
semakin baik. Selain itu, semakin muda usia anak, semakin tinggi
kecenderungan terserang diare. Daya tahan tubuh yang rendah membuat
tingginya angka kejadian diare.
• Faktor perilaku:

3
Pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif dan kebiasaan mencuci tangan merupakan
faktor perilaku yang berpengaruh dalam penyebaran kuman enterik dan
menurunkan risiko terjadinya diare.1
ETIOLOGI
Infeksi baik itu oleh virus, bakteri dan parasit merupakan penyebab diare tersering.
Virus, terutama Rotavirus merupakan penyebab utama (60-70%) diare infeksi pada anak,
sedangkan sekitar 10-20% adalah bakteri dan kurang dari 10% adalah parasit. 4
Mikroorganisme seperti Eschericia coli enterotoksigenic, Shigella sp, Campylobacterjejuni,
dan Cryptosporidium sp merupakan mikroorganisme tersering penyebab diare pada anak. 1

Tabel 1. Mikroorganisme penyebab Diare Akut.5

Sebagian besar dari diare akut disebabkan oleh karena infeksi. Banyak dampak yang
dapat terjadi karena infeksi saluran cerna antara lain: pengeluaran toksin yang dapat
menimbulkan gangguan sekresi dan reabsorpsi cairan dan elektrolit dengan akibat dehidrasi,
gangguan keseimbangan elektrolit dan gangguan keseimbangan asam basa. Invasi dan
destruksi pada sel epitel, penetrasi ke lamina propria serta kerusakan mikrovili yang dapat
menimbulkan keadaan maldigesti dan malabsorpsi. 2
PATOFISIOLOGI
Virus atau bakteri dapat masuk ke dalam tubuh bersama makanan dan minuman.
Virus atau bakteri tersebut akan sampai ke sel–sel epitel usus halus dan akan menyebabkan
infeksi, sehingga dapat merusak sel-sel epitel tersebut. Sel–sel epitel yang rusak akan
digantikan oleh sel-sel epitel yang belum matang sehingga fungsi sel–sel ini masih belum
optimal. Selanjutnya,vili–vili usus halus mengalami atrofi yang mengakibatkan tidak
terserapnya cairan dan makanan dengan baik. Cairan dan makanan yang tidak terserap akan
terkumpul di usus halus dan tekanan osmotik usus akan meningkat. Hal ini menyebabkan
banyak cairan ditarik ke dalam lumen usus. Cairan dan makanan yang tidak diserap tadi
akan terdorong keluar melalui anus dan terjadilah diare.1
MANIFESTASI
Manifestasi klinis dari diare yaitu mula–mula anak menjadi cengeng, gelisah,
demam, dan tidak nafsu makan. Tinja akan menjadi cair dan dapat disertai dengan lendir
ataupun darah. Frekeuensi defekasi yang meningkat menyebabkan anus dan daerah
4
sekitarnya menjadi lecet. Tinja semakin lama semakin asam sebagai akibat banyaknya asam
laktat yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh usus selama diare. Gejala
muntah dapat ditemukan sebelum atau sesudah diare. Muntah dapat disebabkan oleh
lambung yang meradang atau gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit.1
DIAGNOSIS
Anamnesis
Riwayat pemberian makan anak sangat penting dalam melakukan tatalaksana anak dengan
diare. Tanyakan juga hal-hal berikut: 6,7
• Diare
o Frekuensi buang air besar (BAB) anak dalam sehari
o Lamanya diare terjadi (berapa hari)
o Warna dan konsentrasi tinja
o Lendir dan darah dalam tinja
• Muntah, rasa haus, rewel, anak lemah, keadaran menurun, buang air kecil terakhir,
demam, sesak, kejang, kembung
• Jumlah cairan yang masuk selama diare
• Jenis makanan dan minuman yang diminum selama diare, mengonsumsi makanan
yang tidak biasa
• Penderita diare di sekitarnya dan sumber air minum
• Laporan setempat mengenai Kejadian Luar Biasa (KLB) kolera
• Pengobatan antibiotik yang baru diminum anak atau pengobatan lainnya
• Gejala invaginasi (tangisan keras dan kepucatan pada bayi).
Pemeriksaan Fisik 6,7
• Keadaan umum, kesadaran, tanda vital
• Tanda utama: keadaan umum gelisah/cengeng atau lemah/letargi/koma, rasa haus,
turgor abdomen menurun
• Tanda tambahan: ubun-ubun besar, kelopak mata, air mata, mukosa bibir, mulut dan
lidah
• Berat badan
• Tanda gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit, seperti napas cepat dan
dalam (asidosis metabolik), kembung (hypokalemia), kejang (hipo atau
hipernatremia)
• Tanda invaginasi (massa intra-abdomen, tinja hanya lendir dan darah)

5
• Tanda-tanda gizi buruk
• Perut kembung

Penilaian derajat dehidrasi dilakukan sesuai dengan kriteria berikut:


Klasifikasi Tanda-tanda atau gejala
Tanpa Dehidrasi Tidak terdapat cukup tanda untuk diklasifikasikan sebagai
dehidrasi ringan atau berat
• Keadaan umum baik, sadar
• Mata tidak cekung, ada air mata, mukosa mulut dan
bibir basah
• Turgor abdomen baik, bising usus normal
• Akral hangat
Dehidrasi Ringan/Sedang Terdapat dua atau lebih dari tanda di bawah ini:
• Rewel, gelisah
• Mata cekung, air mata kurang, mukosa mulut dan
bibir sedikit kering
• Minum dengan lahap, haus
• Cubitan kulit kembali lambat, akral hangat
Dehidrasi Berat Terdapat dua atau lebih dari tanda di bawah ini:
• Letargis/tidak sadar
• Mata sangat cekung, air mata tidak ada, mukosa mulut
dan bibir sangat kering
• Tidak bisa minum atau malas minum
• Cubitan kulit perut kembali sangat lambat ( ≥ 2 detik)
Tabel 2. Klasifikasi tingkat dehidrasi anak dengan diare7
Pemeriksaan Penunjang 6,7
• Pemeriksaaan tinja tidak rutin dilakukan pada diare akut, kecuali apabila ada tanda
intoleransi laktosa dengan kecurigaan amubiasis
• Hal yang dinilai pada pemeriksaan tinja:
o Makroskopis: konsistensi, warna, lendir, darah, bau
o Mikroskopis: leukosit, eritrosit, parasit, bakteri
o Kimia: pH, clinitest, elektrolit (Na, K, HCO3)
o Biakan dan uji sensitivitas tidak dilakukan pada diare akut
• Analisis gas darah dan elektrolit bila secara klinis dicurigai adanya gangguan
keseimbangan asam basa dan elektrolit.

DIAGNOSIS BANDING
Diagnosa Didasarkan pada Keadaan
Diare cair akut - Diare lebih dari 3 kali sehari berlangsung kurang
dari 14 hari
6
- Tidak mengandung darah
Kolera - Diare air cucian beras yang sering dan banyak
dan cepat menimbulkan dehidrasi berat, atau
- Diare dengan dehidrasi berat selama terjadi KLB
kolera, atau
- Diare dengan hasil kultur tinja positif untuk V.
cholerae O1 atau O139
Disenteri - Diare berdarah (terlihat atau dilaporkan )
Diare persisten - Diare berlangsung selama 14 hari atau lebih
Diare dengan gizi buruk - Diare jenis apapun yang disertai tanda gizi buruk
Diare terkait antibiotik - Mendapat pengobatan antibiotik oral spektrum
(Antibiotic Associated luas
Diarrhea)
Invaginasi - Dominan darah dan lendir dalam tinja
- Massa intra abdominal (abdominal mass)
- Tangisan keras dan kepucatan pada bayi.
Tabel 3. Bentuk Klinis Diare7

TATALAKSANA
LINTAS DIARE:
1. Berikan oralit/cairan
2. Berikan tablet zinc selama 10 hari berturut-turut
3. Teruskan ASI-makan
4. Berikan antibiotic secara selektif
5. Edukasi ibu / keluarga6,7
Rencana Terapi A: Tanpa Dehidrasi 6,7
1) Beri cairan tambahan

Berikan cairan rehidrasi oralit dengan menggunakan NEW ORALIT diberikan 5-


10 mL/kgBB setiap diare cair atau berdasarkan usia, yaitu umur <1 tahun
sebanyak 50-100mL, umur >1 tahun sebanyak 100-200 mL tiap kali BAB.
2) Beri tablet zinc

Pada anak berumur 2 bulan ke atas, beri tablet Zinc selama 10 hari dengan dosis:
− Umur < 6 bulan: ½ tablet (10 mg) per hari
− Umur > 6 bulan: 1 tablet (20 mg) per hari
Ajari ibu cara memberi tablet zinc:
• Pada bayi: larutkan tablet zinc pada sendok dengan sedikit air matang, ASI
perah atau larutan oralit.
7
• Pada anak-anak yang lebih besar: tablet dapat dikunyah atau dilarutkan
3) Lanjutkan pemberian makan/ASI
4) Pasien dapat dirawat di rumah, kecuali apabila terdapat komplikasi lain (tidak mau
minum, muntah terus menerus, diare frekuen dan profus)

6,7
Rencana Terapi B: Diare dengan Dehidrasi Ringan/Sedang
1) Beri cairan tambahan

Berikan oralit sebanyak 75 mL/kgBB dalam 3 jam dan sebanyak 5-10 mL/kgBB
setiap diare cair.

Umur 4 bulan 4-12 bulan 12-24 bulan 2-5 tahun


Berat Badan <6 kg 6-10 kg 10-12 kg 12-19 kg
− Jika
Jumlah Cairan (mL) 200-400 400-700 700-900 900-1400
anak
menginginkan oralit lebih banyak dari pedoman di atas, berikan sesuai kehilangan
cairan yang sedang berlangsung.
− Untuk anak berumur kurang dari 6 bulan yang tidak menyusu, beri juga 100 - 200
ml air matang selama periode ini.
− Mulailah memberi makan segera setelah anak ingin makan.
− Lanjutkan pemberian ASI.
8
2) Rehidrasi parenteral (intravena) diberikan bila anak muntah setiap diberi minum
walaupun telah diberikan dengan cara sedikit demi sedikit atau melalui pipa
nasogatrik. Cairan intravena yang diberikan adalah ringer laktat atau ringer asetat 70
mL/kgBB yang dibagi sebagai berikut:

Umur Pemberian 70 mL/kgBB selama


Bayi (di bawah umur 12 bulan) 5 jam
Anak (12 bulan-5 tahun) 2,5 jam
3) Beri tablet zinc

Pada anak berumur 2 bulan ke atas, beri tablet Zinc selama 10 hari dengan dosis:
− Umur < 6 bulan: ½ tablet (10 mg) per hari
− Umur > 6 bulan: 1 tablet (20 mg) per hari
4) Lanjutkan pemberian minum/makan
5) Kunjungan ulang jika terdapat tanda berikut ini:
a. Anak tidak bisa atau malas minum atau menyusu
b. Kondisi anak memburuk
c. Anak demam
d. Terdapat darah dalam tinja anak

9
Rencana Terapi C: Diare dengan Dehidrasi Berat 6,7
1) Mulai berikan cairan intravena segera

Larutan intravena terbaik adalah larutan Ringer Laktat. Tersedia juga larutan
Ringer Asetat. Jika larutan Ringer Laktat tidak tersedia, larutan garam normal
(NaCl 0.9%) dapat digunakan. Larutan glukosa 5% (dextrosa) tunggal tidak
efektif dan jangan digunakan.

Beri 100 mL/kg larutan yang dipilih dan dibagi sesuai tabel berikut ini:

Pertama, berikan 30 mg/kgBB Selanjutnya, berikan 70


dalam: ml/kgBB dalam:
Umur <12 bulan 1 jam 5 jam
Umur >12 bulan 30 menit 2,5 jam
2) Juga beri oralit (kira-kira 5 ml/kg/jam) segera setelah anak mau minum: biasanya
sesudah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak)
3) Beri anak tablet Zinc sesuai dosis dan jadwal yang dianjurkan.

Pada anak berumur 2 bulan ke atas, beri tablet Zinc selama 10 hari dengan dosis:
10
− Umur < 6 bulan: ½ tablet (10 mg) per hari
− Umur > 6 bulan: 1 tablet (20 mg) per hari

Probiotik
Selain terapi anjuran dari Lintas Diare, pasien diare dapat juga diberikan terapi
tambahan probiotik.2 Kelompok probiotik terdiri dari Lactobacillus dan Bifidobacteria atau
Saccharomyces boulardii, bila meningkat jumlahnya di saluran cerna akan memiliki efek
positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran cerna. Untuk mengurangi/
menghilangkan diare harus diberikan dalam jumlah adekuat.3
Mekanisme efek probiotik pada diare:8
• Perubahan lingkungan mikro lumen usus (pH, oksigen)
• Produksi bahan antimikroba terhadap beberapa patogen
• Kompetisi nutrien
• Mencegah adhesi patogen pada enterosit
• Modifikasi toksin atau reseptor toksin
• Efek trofik terhadap mukosa usus melalui penyediaan nutrien
• Imunomodulasi
Kolera7
Curigai kolera pada anak umur di atas 2 tahun yang menderita diare cair akut dan
11
menunjukkan tanda dehidrasi berat, jika kolera berjangkit di daerah tempat tinggal anak.
• Nilai dan tangani dehidrasi seperti penanganan diare akut lainnya.
• Beri pengobatan antibiotik oral yang sensitif untuk strain Vibrio cholerae, di daerah
tersebut. Pilihan lainnya adalah: tetrasiklin, doksisiklin, kotrimoksazol, eritromisin
dan kloramfenikol.
• Berikan zinc segera setelah anak tidak muntah lagi
Disentri7
Tanda untuk diagnosis disenteri adalah BAB cair, sering dan disertai dengan darah
yang dapat dilihat dengan jelas. Di rumah sakit diharuskan pemeriksaan feses untuk
mengidentifikasi trofozoit amuba dan Giardia.
Anak dengan gizi buruk dan disenteri dan bayi muda (umur < 2 bulan) yang
menderita disenteri harus dirawat di rumah sakit. Selain itu, anak yang menderita keracunan,
letargis, mengalami perut kembung dan nyeri tekan atau kejang, mempunyai risiko tinggi
terhadap sepsis dan harus dirawat di rumah sakit. Yang lainnya dapat dirawat di rumah Di
tingkat pelayanan primer semua diare berdarah selama ini dianjurkan untuk diobati sebagai
shigellosis dan diberi antibiotik kotrimoksazol. Jika dalam 2 hari tidak ada perbaikan,
dianjurkan untuk kunjungan ulang untuk kemungkinan mengganti antibiotiknya.
• Penanganan dehidrasi dan pemberian makan sama dengan diare akut.
• Yang paling baik adalah pengobatan yang didasarkan pada hasil pemeriksaan tinja
rutin, apakah terdapat amuba vegetatif. Jika positif maka berikan metronidazol
dengan dosis 50 mg/kg/BB dibagi tiga dosis selama 5 hari. Jika tidak ada amuba,
maka dapat diberikan pengobatan untuk Shigella.
• Beri pengobatan antibiotik oral (selama 5 hari), yang sensitif terhadap sebagian besar
strain shigella. Contoh antibiotik yang sensitif terhadap strain shigella di Indonesia
adalah siprofloxasin, sefiksim dan asam nalidiksat.
• Beri tablet zinc sebagaimana pada anak dengan diare cair tanpa dehidrasi.

KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering terjadi pada diare adalah gangguan elektrolit berupa:
hipernatremi (Na >150 mmol/L), hiponatremia (Na <130 mmol/L), hiperkalemia (K>5
mEq/L), hipokalemia (K<3,5 mEq/L). Komplikasi lain berupa asidosis metabolik, gangguan
kesadaran, kejang dan syok.9
PROGNOSIS
Sebagian besar kasus diare sembuh sendiri dengan prognosis yang sangat baik. Bila

12
kita menatalaksana diare dengan baik, sebagian besar (90%) kasus diare pada anak akan
sembuh dalam waktu kurang dari 7 hari, sebagian kecil (5%) akan melanjut dan sembuh
dalam kurang dari 7 hari, sebagian kecil (5%) akan menjadi diare persisten.10
PENCEGAHAN
Patogen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal-oral. Pemutusan
penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada cara penyebaran ini. Upaya
pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi pemberian ASI yang benar, memperbaiki
penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI, menggunakan air bersih yang
cukup, membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar dan
sebelum makan, penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota
keluarga, serta membuang tinja bayi yang benar. Selain itu, diperlukan upaya-upaya untuk
memperbaiki daya tahan tubuh pejamu. Cara-cara yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan daya tahan tubuh anak dan dapat juga mengurangi resiko diare antara lain
memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun, Meningkatkan nilai gizi makanan
pendamping ASI dan memberi makan dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status
gizi anak, dan imunisasi campak.11
Pada balita 1-7% kejadian diare berhubungan dengan campak, dan diare yang terjadi
umunya lebih berat dan lebih lama (susah diobati, cenderung menjadi kronis) karena adanya
kelainan pada epitel usus. Diperkirakan imunisasi campak yang mencakup 45-90% bayi
berumur 9-11 bulan dapat mencegah 40-60% kasus campak, 0,6-3,8% kejadian diare dan 6-
25% kematian karena diare pada balita.11
Selain imunisasi campak, dapat juga diberikan vaksin rotavirus apabila tersedia. Di
dunia telah beredar 2 vaksin rotavirus oral yang diberikan sebelum usia 6 bulan dalam 2-3
kali pemberian dengan interval 4-6 minggu. 11
EDUKASI
Orangtua diminta untuk membawa kembali ke anaknya ke pusat pelayanan
kesehatan bila ditemukan hal sebagai berikut: demam, tinja berdarah, makan atau minum
sedikit, sangat haus, diare makin sering, atau belum membaik dalam 3 hari. Orangtua dan
pengasuh diajarkan cara menyiapkan oralit secara benar. 6
Langkah promotif/preventif:
− ASI tetap diberikan
− kebersihan perorangan, cuci tangan sebelum makan
− kebersihan lingkungan, buang air besar di jamban
− immunisasi campak
13
− memberikan makanan penyapihan yang benar
− penyediaan air minum yang bersih
− selalu memasak makanan

14
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas
Nama : An. PAI
Umur : 1 tahun 4 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
No. RM : 161359
Tanggal Masuk : 5 Agustus 2023

3.2 Anamnesis
Pasien dirawat di bangsal Anak RSUD MA Hanafiah Batusangkar pada 5
Agustus 2023 dengan :
Keluhan Utama
Muntah sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Penyakit Sekarang


Muntah sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Frekuensi >10x/hari, mual
setiap kali diisi makanan ataupun minuman.

Mencret sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Frekuensi 3x/hari. Ampas
lebih banyak daripada cairan, tidak ada lendir, tidak ada darah.

Anak tampak lemas, tetapi masih mau minum.

Demam sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam hilang timbul,
tidak tinggi, tidak menggigil.

Batuk, pilek, sesak napas disangkal.

BAK dalam batas normal.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat keluhan serupa disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan serupa disangkal.

Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Riwayat penyakit selama kehamilan, anemia, perdarahan, trauma, merokok,


15
dan konsumsi alkohol disangkal. Pasien langsung menangis kuat setelah lahir serta
tidak ada kebiruan.
Riwayat Imunisasi
Anak mendapatkan imunisasi dasar sesuai dengan usianya.
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan

Anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan usianya


Riwayat Nutrisi

ASI : Diberikan sejak lahir

Susu formula : Tidak ada.

MPASI : Diberikan sejak usia 6 bulan

3.3 Pemeriksaan Fisik


a. Status Generalisata
– Keadaan umum : Sedang
– Kesadaran : aktif
– Nadi : 115 kali/menit
– Pernafasan : 24 kali/menit
– Suhu : 37,9°C
– SpO2 : 98%
– Berat Badan : 8,5 kg
– Tinggi Badan : 65 cm
– BB/U : -2SD hingga +2SD (BB cukup)
– TB/U : <-3SD (sangat pendek)
– BB/TB : -2SD hingga +2SD (gizi cukup)

b. Status Lokalisata
– Kepala
Normochepal, simetris, rambut hitam dan tidak mudah rontok, deformitas
(-), sikatrik (-), udem wajah (-)

– Mata
Mata cekung (+/+). Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor Ɵ3mm/3mm, refleks cahaya (+/+), udem palpebra (-/-),
16
– Telinga
Nyeri tarik pinna (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), nyeri ketok mastoid (-/-)
cairan (-/-), bunyi mendenging (-/-), pendengaran dalam batas normal

– Hidung
Deformitas (-/-), penyumbatan (-/-), epistaksis (-/-), sekret (-/-), penciuman
dalam batas normal, nyeri (-)

– Mulut
Mukosa bibir lembab merah muda, sianosis (-)

– Leher
JVP : 5 - 2 cmH2O
Kelenjar Getah Bening : Tidak teraba pembesaran KGB
Kelenjar Tiroid : Tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid
Trakea : Tidak terdapat deviasi trakea
Kaku kuduk : Tidak ada
Tumor : Tidak ada

– Dada
Bentuk : Normochest

– Paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan, dalam
pernafasan normal, kecepatan pernafasan normal.
Palpasi : Taktil fremitus sama kiri dan kanan
Perkusi : Sonor kiri dan kanan
Auskultasi : Vesikular, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

‒ Jantung
Inspeksi : ictus kordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari medial linea midclavicula sinistra
RIC V
17
Perkusi : Batas atas RIC II kanan, batas kanan linea sternalis dextra,
batas kiri linea midclavicula sinistra RIC V
Auskultasi : Irama reguler, murmur (-), gallop (-), M1>M2, A2>P2

– Abdomen
Inspeksi : Distensi (-), pelebaran vena kolateral (-),caput medusae (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak
teraba. Turgor kembali agak lambat.
Perkusi : Timpani

– Alat Kelamin : Tidak diperiksa


– Anus dan Rektum : Tidak diperiksa

– Kulit
Warna kuning langsat, effloresensi (-), sikatrik (-), pigmentasi normal,
ikterus (-), sianosis (-).

– Ekstremitas superior
Inspeksi : Deformitas (-/-), udem (-/-), hiperpigmentasi (-/-),
hipopigmentasi (-/-), ulkus (-/-), clubbing finger (-/-)
Palpasi : Akral hangat, pitting edem (-/-), kekuatan otot (555/555)
Refleks : Fisiologis (++/++), patologis (-/-)

– Ekstremitas inferior
Inspeksi : Deformitas (-/-), udem (-/-), hiperpigmentasi (-/-),
hipopigmentasi (-/-), ulkus (-/-), clubbing finger(-/-)
Palpasi : Akral hangat, pitting edem (-/-), kekuatan otot (555/555)
Refleks : Fisiologis (++/++), patologis (-/-)

3.4 Pemeriksaan Penunjang


a. Laboratorium
Darah rutin – 5 Agustus 2023

18
Hb : 12,2 gr/dl
Leukosit : 16.370/mm3
Trombosit : 532.000/mm3
Hematokrit : 33,6%
GDR : 84 mg/dl

Kesan : Leukosit, trombositosis

3.5 Diagnosis
Diagnosis primer : Diare akut dan vomitus aktif dengan dehidrasi
sedang

Diagnosis sekunder :-

3.6 Rencana Terapi


- IVFD RL 70cc/kgBB/3 jam → 595 cc dalam 3 jam → 50 tpm makro
- Setelah rehidrasi timbang BB, jika rehidrasi berhasil lanjut IVFD KAEN 3B
10 tpm makro
- Drip cefotaxim 2 x 250 mg dalam 50 cc NaCl 0,9% habis setengah jam
- Zinc 1 x 20 mg (PO)
- Lacto B 2 x 1 (PO)
- Oralit 90cc (PO) tiap muntah/BAB
- Paracetamol drop 60mg/0,6cc 4 x 1 cc (PO)
- Domperidone syr 5mg/5ml 3 x cth ½ (PO)

3.7 Prognosis
Quo ad Vitam : Bonam

Quo ad Sanam : Dubia ad Bonam

Quo ad Functionam : Bonam

19
FOLLOW UP

7 Agustus 2023
S/ Mual (+) berkurang, muntah (-). Mencret (-).
O/ KU : Sedang Kesadaran : CMC
Nadi : 120 kali/menit
Napas : 26 kali/menit
Suhu : 36,7 oC
BB : 8,98 kg
Mata : cekung (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Jantung: BJ1 dan BJ2 reguler, bising (-), gallop (-)
Paru : suara napas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen: supel, BU (+) normal, turgor kembali cepat
Ekstremitas: akral hangat, CRT <2s, edema (-/-)
A/ - Diare akut dan vomitus aktif dengan dehidrasi sedang
P/ Pantau TTV, lanjutkan terapi

8 Agustus 2023
S/ Mual (+) berkurang, muntah (-). Mencret (-).
O/ KU : Sedang Kesadaran : CMC
Nadi : 122 kali/menit
Napas : 26 kali/menit
Suhu : 36,5 oC
BB : 8,91 kg
Mata : cekung (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Jantung: BJ1 dan BJ2 reguler, bising (-), gallop (-)
Paru : suara napas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen: supel, BU (+) normal, turgor kembali cepat
Ekstremitas: akral hangat, CRT <2s, edema (-/-)
A/ - Diare akut dan vomitus aktif dengan dehidrasi sedang
P/ Rawat jalan

20
BAB IV
DISKUSI

Pasien anak perempuan usia 1 tahun 4 bulan datang dibawa oleh keluarga ke IGD RSUD
Prof DR MA Hanafiah SM Batusangkar tanggal 5 Agustus 2023 dengan keluhan utama
yaitu mencret dan muntah. Mencret dirasakan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit
dengan frekuensi 3 kali per hari. Muntah dirasakan sejak 3 hari sebelum masuk rumah
sakit dengan frekuensi hingga 10 kali per hari dan mual dirasakan setiap diisi makanan
dan minuman. Kondisi anak masih aktif dan mau minum.
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai
perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang
berlangsung kurang dari satu minggu.
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan anak dalam kondisi sakit sedang, aktif. Tanda vital
ditemukan peningkatan suhu subfebris 37,9C sesuai dengan hasil anamnesis yang pasien
juga mengeluhkan demam hilang timbul. Ditemukan tanda-tanda dehidrasi yaitu mata
cekung dan turgor kulit yang kembali lambat pada pemeriksaan di area abdomen. Hasil
pemeriksaan fisik lainnya dalam batas normal. Pemeriksaan penunjang laboratorium
darah didapatkan peningkatan leukosit dan trombosit, menunjukkan infeksi dan
kemungkinan dehidrasi.
Terlepas dari organisme penyebab tertentu, pasien umumnya mengalami feses encer,
terkadang bercampur darah, setelah masa inkubasi satu sampai tujuh hari. Muntah dan
demam dapat mendahului atau mengikuti diare, atau tidak ada sama sekali. Manifestasi
selanjutnya bergantung pada derajat kehilangan cairan dan elektrolit, yaitu derajat
dehidrasi. Komplikasi yang jarang termasuk intususepsi atau syok toksik atau
hipovolemik dengan azotemia prerenal sebagai bentuk dehidrasi berat. Kejang dapat
terjadi akibat perpindahan cairan dan/atau elektrolit, atau akibat hipoglikemia. Ensefalitis
jarang ditemukan. Muntah biasanya berhenti dalam beberapa jam setelah rehidrasi yang
memadai, dan setelah maksimal 48 jam; diare biasanya berhenti dalam dua sampai tujuh
hari. Selain itu, penting untuk menilai status dehidrasi pada pasien yang mengalami diare.
Klasifikasi Tanda-tanda atau gejala
Tanpa Dehidrasi Tidak terdapat cukup tanda untuk diklasifikasikan sebagai
dehidrasi ringan atau berat
• Keadaan umum baik, sadar
• Mata tidak cekung, ada air mata, mukosa mulut dan
bibir basah
21
• Turgor abdomen baik, bising usus normal
• Akral hangat
Dehidrasi Ringan/Sedang Terdapat dua atau lebih dari tanda di bawah ini:
• Rewel, gelisah
• Mata cekung, air mata kurang, mukosa mulut dan
bibir sedikit kering
• Minum dengan lahap, haus
• Cubitan kulit kembali lambat, akral hangat
Dehidrasi Berat Terdapat dua atau lebih dari tanda di bawah ini:
• Letargis/tidak sadar
• Mata sangat cekung, air mata tidak ada, mukosa mulut
dan bibir sangat kering
• Tidak bisa minum atau malas minum
• Cubitan kulit perut kembali sangat lambat ( ≥ 2 detik)
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, pasien anak ini
didiagnosis dengan diare akut dan vomitus aktif dengan dehidrasi sedang. Status dehidrasi
ini kemudian menentukan rencana penatalaksanaan pada pasien. Status dehidrasi sedang
pada pasien ini mengarahkan pada rencana terapi B.

Pasien anak ini mendapat terapi resusitasi cairan IVFD RL 70cc/kgBB dihabiskan dalam
3 jam. Berat badan anak 8,5 kg sehingga didapatkan jumlah cairan 595 cc. Pada anak ini
diberikan tetesan infus makrodrip, sehingga perhitungan tetes per menit didapatkan 49,58
tetes per menit yang dibulatkan menjadi pemberian dengan kecepatan 50 tetes per menit.

22
Setelah resusitasi cairan, rehidrasi dinilai dengan penimbangan berat badan ulang. Setelah
resusitasi, pemberian cairan intravena dilanjutkan dengan hitungan maintenance. Pasien
diberikan cairan maintenance IVFD KAEN 3B 10 tpm makrodrip. Berat badan 8,5 kg,
dengan perhitungan rumus Holliday-Segar, didapatkan kebutuhan cairan maintenance 24
jam sebanyak 850cc, dengan pemberian makrodrip sebanyak 8,9 tpm atau dapat
dibulatkan menjadi 10 tpm.
Pasien mendapatkan terapi antibiotik berupa drip cefotaxim 2 x 250 mg intravena.
Pemberian antibiotik pada kasus ini didukung dengan penemuan tanda-tanda infeksi
seperti keluhan demam hilang timbul dan pemeriksaan penunjang laboratorium darah
dengan kesan leukositosis.

23
Pasien mendapatkan terapi zinc oral 1 x 20 mg. Berkurangnya penyerapan air dan
elektrolit pada proses diare akut juga dapat disebabkan oleh faktor defisiensi zinc. Dosis
ini sesuai untuk dosis pemberian zinc untuk anak berusia lebih dari 6 bulan. Pemberian
zinc idealnya dilakukan selama 10 hari.
Pasien mendapatkan terapi lacto B 2 x 1 sachet konsumsi oral, berupa pemberian
probiotik. Pada pengobatan diare akut pada anak, penambahan probiotik dapat
memperpendek durasi diare, meningkatkan efikasi pengobatan setelah 2 hari pengobatan,
dan mempersingkat lama rawat inap.
Selain itu, pasien diberikan terapi paracetamol drop 60mg/0,6cc dosis 4 x 1 cc per oral
dan domperidone sirup 5mg/5cc 3 x cth ½ per oral. Kedua terapi ini diberikan sebagai
terapi simptomatik dengan bentuk sediaan yang sesuai dengan kondisi anak dan dosis
yang sesuai dengan berat badan anak. Setelah 4 hari rawatan inap, kondisi anak membaik
dan diperbolehkan untuk melanjutkan rawatan jalan. Keluarga diberikan edukasi
mengenai pencegahan yang berfokus pada pemenuhan kebutuhan cairan dan nutrisi anak
serta hygiene untuk mencegah keluhan berulang.

24
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Utami N, Luthfiana N. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kejadian Diare pada Anak.
Majority. 2016;5(4):101-106
2. Perangin-angin HMJ. Acute Diarrhea With Mild to Moderate Dehydration e.c Viral
Infection. Jurnal Agromedicine Unila. 2014;1(1):47-53
3. Amin LZ. Tatalaksana Diare Akut. CDK Journal. 2015;42(7):504-508
4. Hegar B. Bagaimana Menangani Diare Pada Anak. IDAI. 2014 [cited 17 Februari
2021]. Available from: https://www.idai.or.id/artikel/klinik/keluhan-anak/bagaimana-
menangani-diare-pada-anak
5. Radlovic N, Lekovic Z, Vuletic B, Radlovic V, Simic D. Acute Diarrhea in Children.
Srp Arh Celok Lek. 2015;143(11-12):755-762
6. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009. Pedoman Pelayanan Medis IDAI.
7. World Health Organization. 2009. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah
Sakit.
8. Firmansyah A. Terapi Probiotik dan Prebiotik pada Penyakit Saluran Cerna Anak. Sari
Pediatri. 2001.;2(4):210-214
9. Panduan Praktek Klinis (PPK) Divisi Gastrohepatologi. Departemen Kesehatan Anak.
RSUP Dr. Mohammad Hoes in Palembang. 2014.
10. Diskin, Arthur. 2017. Emergent Treatment of Gastroenteritis.
https://emedicine.medscape.com/article/775277-overview#a2
11. Pickering LK and Snyder JD. Gastroenteritis in Nelson Textbook of Pediatric, 17th
Edition. 2003. Page 1272-1276

26

Anda mungkin juga menyukai