Anda di halaman 1dari 24

APORAN PENDAHULUAN

PADA KASUS GANGGUANKEKURANGAN CAIRAN


DI RUANG CARNATION
RS.SENTRA MEDIKA CIKARANG

DI SUSUN OLEH :

Nama : Aris Mujioko

Nim : 123080260

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


UNIVERSITAS MEDIKA SUHERMAN
TAHUN AJARAN 2023

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Diare sampai saat ini masih menjadi masalah utama di masyarakat


yang sulit untuk ditanggulangi. Dari tahun ke tahun diare tetap menjadi
salah satu penyakit yang menyebabkan mortalitas dan malnutrisi pada
anak.

Menurut data United Children’s Fund ( UNICEF) dan World Health


Organization (WHO) pada tahun 2013, diare merupakan penyebab
kematian nomor 2 pada balita di dunia, nomor 3 pada bayi, dan nomor 5
bagi semua umur. Data UNICEF menyatakan bahwa 1,5 juta anak
meninggal dunia setiap tahunnya karena diare. Provinsi Jawa Tengah
merupakan salah satu Provinsi dengan penemuan kasus diare yang cukup
tinggi. Tercatat pada tahun 2012 ada sebanyak 4.528 jiwa, pada tahun
2013 meningkat sebanyak 10.767 jiwa, sedangkan untuk tahun 2014
tercatat sebanyak 12.956 jiwa, pada tahun 2015 mengalami penurunan
sebesar 12,1 % dari tahun 2014, yaitu sebanyak 11.746 jiwa. ( Dinas
kesehatan Blora 2014).

Penyakit diare merupakan salah satu masalah kesehatan di Negara


berkembang terutama di Indonesia, baik di perkotaan maupun di pedesaan.
Penyakit diare juga sering muncul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB)
dengan jumlah korban yang tidak sedikit. Untuk mengatasi penyakit diare
dalam masyarakat perlu diadakan tata laksana kasus maupun untuk
pencegahan terhadap diare itu sendiri. Akan tetapi permasalahan tentang
penyakit diare masih menjadi masalah yang relatif besar. (Suratmadja,
2010).

ii
Keadaan lingkungan dan pemukiman penduduk di Indonesia pada
umumnya belum baik, hal ini berakibat dengan masih tingginya angka
kesakitan dan kematian karena penyakit diare. Salah satu penyakit yang
terbanyak yang disebabkan oleh buruknya sanitasi lingkungan masyarakat
adalah diare, diare adalah buang air besar ( defekasi dengan tinja berbentuk
cair atau setengah cair ) dengan frekuensi lebih dari 3 kali dalam sehari.
Buang air besar tersebut dapat disertai lendir atau darah. (Amin Huda dan
Hardhi, p.125 ).

Menurut data Rekam Medis RSUD dr. R Soetijono Blora penderita


diare usia 1 sampai 18 tahun pada tahun 2015 sebanyak 120 orang anak
dan tahun 2016 sebanyak 104 orang anak. ( Rekam Medik RSUD Blora ).

Pada diare akan terjadi kekurangan volume cairan (dehidrasi), lebih


dari 60% bagian tubuh terdiri dari cairan. 2/3 bagian cairan berada dicairan
intra sel & 1/3 bagian berada di ekstra sel. Cairan sangat dibutuhkan oleh
tubuh dan jumlahnya harus dipertahankan demi kesehatan tubuh. Cairan
dan elektrolit akan masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan
cairan intravena (IV) dan didistribusi ke seluruh tubuh. Keseimbangan
cairan dan elektrolit saling bergantung pada satu dan yang lain. jika salah
satu terganggu maka akan berpengaruh pada yang lainnya. (Tarwoto &
Wartonah , 2015).

Kekurangan volume cairan pada diare adalah kehilangan cairan


secara aktif dari saluran intestinal. Bila pasien telah banyak kehilangan
cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai nampak yaitu berat
badan menurun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun menjadi
cekung pada bayi, selaput lendir dan bibir mulut tampak kering. (Wahit
iqbal mubarak, 2007).

Sedangkan fungsi cairan tubuh antara lain : mempertahankan


panas tubuh, pengaturan suhu tubuh, transport nutrient ke sel, transport
hormone, dan transport hasil metabolisme, pelumas antar organ, dan

iii
mempertahankan tekanan hidrostatik dan kardiovaskuler.(Tarwoto &
Wartonah, 2015 p. 85).

Kekurangan volume cairan dapat diatasi dengan penatalaksanaan


yang sesuai dan dilakukannya pemeriksaan penunjang yang dapat
digunakan untuk menegakkan diagnosa, agar dapat meminimalkan
penyakit diare pada anak.

Dampak dari kekurangan volume cairan dapat menyebabkan


kelemahan otot dan parastesia. Hipotensi dan anoreksia serta mengantuk
karena kadar kalium dalam darah rendah. penurunan kadar kalium dapat
menimbulkan kematian. (Sujono Riyadi, 2010, p. 109).

Berdasarkan analisis yang ditemukan oleh penulis dimana


penanganan pasien dengan kekurangan volume cairan yang dilakukan di
RSUD dr. R Soetijono Blora belum sesuai dengan teori. dan dampak yang
ditimbulkan dari penanganan yang kurang tepat dan cepat tersebut dapat
mengakibatkan angka kesakitan dan kematian terhadap diare pada anak
masih tinggi. solusi yang penulis sarankan adalah agar para perawat
maupun tim medis lain, dalam memberikan asuhan keperawatan pada
pasien dengan kekurangan volume cairan yaitu melakukan pemeriksaan
dan memberikan pengobatan yang cepat dan tepat sesuai dengan
penatalaksanaan pada kasus diare dengan kekurangan volume cairan.

Dari permasalahan diatas, penulis tertarik untuk mengambil Karya


Tulis Ilmiah dengan judul Asuhan Keperawatan Kekurangan volume
cairan pada An. A dengan Diare Derajat Sedang di RSUD dr. R Blora.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Penulis mampu memberikan Asuhan Keperawatan Kekurangan
volume Cairan pada An. A dengan Diare Dehidrasi Sedang secara efisien
dengan pendekatan proses Asuhan Keperawatan.

iv
2. Tujuan Khusus
Penulis diharapkan mampu :
a. Melakukan pengkajian pada An. A kekurangan volume cairan dengan
Diare Dehidrasi Sedang.
b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada An. A kekurangan volume
cairan dengan Diare Dehidrasi Sedang.
c. Membuat perencanaan keperawatan untuk memecahkan masalah pada
An. A kekurangan volume cairan dengan Diare Dehidrasi Sedang.
d. Melakukan tindakan keperawatan untuk memecahkan masalah pada
An. A kekurangan volume cairan dengan Diare Dehidrasi Sedang.
e. Mengevaluasi hasil dari tindakan keperawatan pada An. A kekurangan
volume cairan dengan Diare Dehidrasi Sedang.
f. Melakukan analisis atau pembahasan hasil pengkajian sampai dengan
evaluasi pada An. A kekurangan volume cairan dengan Diare
Dehidrasi Sedang.

C. Manfaat Penulisan

1. Bagi Penulis : Diharapkan mampu melakukan Asuhan Keperawatan


kekurangan volume cairan pada An. A dengan Diare Dehidrasi Sedang dan
dapat digunakan sebagai acuhan dalam bekerja.
2. Bagi Perawat : Memberikan manfaat praktis dalam keperawatan yaitu
sebagai panduan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
kekurangan volume cairan pada anak dengan Diare Dehidrasi Sedang.
3. Bagi Pembaca : Diharapkan menjadi informasi bagi tenaga kesehatan lain
terutama dalam memberikan Asuhan Keperawatan kekurangan volume
cairan pada anak dengan Diare Dehidrasi Sedang.

v
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Diare

1. Definisi
Diare adalah Peradangan pada mukosa lambung dan usus halus
yang menyebabkan meningkatnya frekuensi BAB dan berkurangnya
konsistensi feses . (Taufan Nugroho, 2011, p. 51).
Diare adalah buang air besar ( defekasi dengan tinja berbentuk cair
atau setengah cair ) dengan frekuensi lebih dari 3 kali dalam sehari. Buang
air besar tersebut dapat disertai lendir atau darah. (Amin Huda dan Hardhi,
p.125 ).
2. Macam Diare
Menurut Sudaryat Suratmaja (2010) diare berdasarkan penyebabnya
dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Diare sekresi yaitu yang disebabkan oleh infeksi virus, kuman,
hiperperistaltik usus, gangguan psikis, dan alergi.
b. Diare osmotic adalah disebabkan oleh malabsorbsi makanan,
kekurangan kalori protein, dan bayi berat badan lahir rendah.
3. Etiologi
a. Diare akut, disebabkan :
1) Proses infeksi ( infeksi Enteral / saluran pencernaan : bakteri ,
virus, parasit dan infeksi parenteral / diluar saluran pencernaan).
2) Reaksi obat
3) Reaksi alergi terhadap makanan
4) Akibat tindakan bedah
b. Diare Kronik
1) Proses infeksi kronis

vi
2) Obstruksi saluran cerna
3) Malabsorbsi ( karbohidrat , lemak , protein )
(Taufan Nugroho, 2011, p. 52 ).
4. Patofisiologi
Proses terjadinya diare yaitu diawali dengan adanya mikro
organisme yang masuk kedalam saluran pencernaan kemudian berkembang
didalam lambung dan merusak sel mukosa lambung sehingga terjadi
inflamasi pada lambung dan menyebabkan peristaltic meningkat.
Kemudian mikro organisme berkembang ke usus dan merusak sel mukosa
yang dapat menurunkan daerah permukaan usus dan sel mukosa usus
mengalami iritasi dan kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan
meningkat, selanjutnya terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya
mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorbsi cairan dan elektrolit,
yang mengakibatkan tekanan osmotic meningkat sehingga terjadi diare.
Akibat diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit tubuh
mengeluarkan tinja, kehilangan cairan dan eletrolit, bertambah bila ada
muntah sebagai akibat kekurangan cairan dan elektrolit. Dehidrasi
menyebabkan kekurangan volume cairan dan mengakibatkan perfusi
jaringan berkurang. Hal ini akan berlangsung cepat, ekstremitas akan
dingin, sianosis metaboik, salah satu pertahanan perifer tubuh akan
melawan penurunan volume ekstravasuler adalah mekanisme rasa haus,
rangsangan haus ini disertai dengan rangsangan terhadap hipofisis,
sehingga terjadi pengeluaran ADH. Akibat diare yang terus menerus dapat
mengakibatkan gangguan integritas kulit karena sifat tinja menjadi asam
yang disebabkan oleh gagalnya proses reabsobsi.
Menurut Suratun dan Lusianah (2010, p. 139 ).
5. Manifestasi Klinis
Menurut Arif dan Suprohaita ( 2010, p. 470 ) : Awalnya anak akan
menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat, nafsu makan
berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja makin cair
mungkin mengandung darah dan atau lendir, warna tinja menjadi kehijau-

vii
hijauan karena bercampur empedu. Anus dan sekitarnya lecet karena tinja
menjadi asam.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Natrium serum untuk mengetahui kadar natrium.
b. Natrium urine : menurun (kurang dari 10 mEq/l).
c. Pemeriksaan darah lengkap : hemoglobin, hematokrit, dan jumlah sel
darah merah meningkat.
d. Glukosa serum : meningkat.
e. Protein serum : meningkat.
f. Blood urea nitrogen : meningkat.
g. pH dan berat jenis urin : berat jenis urine menunjukkan kemampuan
ginjal untuk mengatur konsentrasi urine. Normalnya, pH urine 4,6- 8
dan berat jenisnya 1,003-1,030.
( Kartika sari, 2013, p. 54 ).
7. Penatalaksanaan
Menurut Sujono Riyadi dan Suharsono (2010, p. 108)
penatalaksanaan medis pada diare terdiri dari:
a. Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan.
Empat hal penting yang perlu diperhatikan dalam Pemberian cairan :
1) Jenis cairan : pada diare akut yang ringan dapat diberikan oralit.
Diberikan cairan ringer laktat atau cairan NaCl isotonik ditambahkan
satu ampul Na bicarbonat 7,5 % 50 m.
2) Jumlah cairan : jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan jumlah
cairan yang dikeluarkan.
3) Cara pemberian : Rute pemberian cairan dapat oral atau IV.
4) Jadwal pemberian cairan : Dehidrasi dengan perhitungan kebutuhan
cairan berdasarkan metode Daldiyono diberikan 2 jam pertama.
Selanjutnya kebutuhan cairan rehidrasi diharapkan terpenuhi
lengkap.
b. Identifikasi penyebab diare

viii
Secara klinis tentukan jenis diare kolerifrorm atau disentriform.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan penunjang yang terarah.
c. Terapi simtomatik
Obat anti diare bersifat simtomatik diberikan secara berhati- hati atas
pertimbangan yang rasional. Pemberian antimetik pada anak dan
remaja, seperti metoklopopomid dapat menimbulkan kejang akibat
rangsangan ekstrapiramidal.
d. Terapi definitif
Pemberian edurasi yang sangat jelas sangat penting sebagai langkah
pencegahan. Higiene perorangan, sanitasi lingkungan dan imunisasi
melalui vaksinasi sangat berarti, selain dengan terapi farmakologi.
8. Komplikasi
Komplikasi diare mencakup : disritmia jantung akibat hilangnya
cairan dan elektrolit. Pengeluaran urine kurang dari 30 ml/jam selama 2
sampai 3 hari berturut-turut. kelemahan otot dan parastesia. Hipotensi dan
anoreksia serta mengantuk karena kadar kalium dalam darah dibawah 3,0
mEq/liter (SI: 3 mmol/L). penurunan kadar kalium menyebabkan disritmia
jantung yang dapat menimbulkan kematian.(Sujono Riyadi dan Suharsono,
2010, p. 109).

ix
B. Konsep Cairan

1. Cairan dan elektrolit tubuh


Agar dapat mempertahankan kesehatan dan kehidupan, manusia
membutuhkan cairan dana elektrolit dalam jumlah dan proporsi yang tepat
di berbagai jaringan tubuh. Air menempati proporsi yang besar dalam
tubuh. Air menyusun 75% berat badan bayi, 70% berat badan pria dewasa,
dan 55% berat badan pria lansia. Karena wanita mempunyai simpanan
lemak yang relative lebih banyak, kandungan air dalam tubuh wanita 10%
lebih rendah dibanding pria. Menurut Wahit Iqbal Mubarak dan Nurul
(2015, p. 70).
Cairan tubuh berada di dalam sel / intrasel dan diluar sel / ekstra sel.
2/3 cairan dari tubuh berada di dalam sel (cairan intrasel/CIS) dan 1/3
bagian berada di luar sel (cairan ekstrasel/CES). CES dibedakan menjadi
cairan intravaskuler atau plasma darah yang meliputi 20% CES atau 15%
dari total berat badan; dan cairan intersisial yang mencapai 80% CES atau
5 % dari total berat badan. (Saryono & Anggriyana, 2010).
Kekurangan volume cairan adalah suatu kondisi ketidak
seimbangan yang ditandai dengan defisiensi cairan dan elektrolit di ruang
ekstrasel, namun proporsi antara keduanya bisa mendekati normal.
Kondisi ini dikenal juga dengan istilah hypovolemia. (Saryono &
Anggriyana, 2010).
2. Fungsi Cairan
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015) fungsi cairan dalam tubuh
antara lain:
a. Mempertahankan panas tubuh dan pengaturan suhu tubuh.
b. Transport nutrisi ke sel, transport nutrisi hasil sisa metabolisme,
transport hormon.
c. Pelumas antar organ.
d. Mempertahankan tekanan hidrostatik dalam sistem
kardiovaskuler.(p.85).

x
3. Cara pengeluaran cairan dari tubuh
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015, p. 90) : pengeluaran cairan
dalam tubuh terjadi melalui organ-organ seperti:
a. Ginjal
1) Merupakan pengatur utama keseimbangan cairan yang
menerima 170 liter darah untuk disaring setiap hari.
2) Produksi urine untuk setiap semua usia 1 ml/kg/jam.
3) Jumlah urine yang diproduksi oleh ginjal berpengaruh oleh
ADH dan aldosteron.
b. Kulit
1) Hilangnya cairan melalui kulit diatur oleh saraf simpatik yang
merangsang aktifitas kelenjar keringat.
2) Rangsang kelenjar keringat dapat dihasilkan dari aktifitas otot,
temperature lingkungan yang meningkat, dan demam. Disebut
juga Isensibel Water Loss (IWL) sekitar 15-20 ml/24 jam.
c. Paru-paru
1) Menghasilkan IWL sekiatar 400 ml/hari.
2) Meningkatnya cairan yang hilang sebagai respon terhadap
perubahan kecepatan atau kedalaman panas akibat pergerakan
atau demam.
d. Gastrointestinal
1) Dalam kondisi normal cairan yang hilang di gastrointestinal
setiap hari sekitar 100-200 ml.
2) perhitungan IWL secara keseluruhan adalah 10-15 cc/kgBB/24
jam, dengan kenaikan 10% dari IWL pada setiap kenaikan suhu
10 celcius.
4. Tahapan Dehidrasi
Menurut Suriadi & Rita (2001;85) “tahap dehidrasi dibagi menjadi
tiga yaitu” :
a. Dehidrasi ringan

xi
Berat badan menurun 3%-5%, dengan volume cairan hilang kurang
dari 50 ml/kg.
Gejala : keadaan umum baik, sadar, mata normal / tidak cekung, ada
air mata atau tidak mengering, mulut dan lidah basah / tidak kering,
tidak haus, turgor kulit kembali kurang dari 3 detik.
b. Dehidrasi sedang
Berat badan menurun 6%-9% dengan volume cairan yang hilang 50-90
ml/kg.
Gelala : gelisah, rewel, mata cekung, air mata tidak ada / kering, mulut
dan lidah kering, haus, ingin minum banyak, turgor kulit kembali
lambat / lebih dari 3 detik
c. Dehidrasi berat.
Berat badan menurun lebih dari 10% dengan volume cairan yang
hilang sama dengan atau lebih dari 100 ml/kg

5. Cara Menghitung Balance Cairan Pada Anak

Menurut Sudaryat dan Suratmaja (2010) Menghitung Balance


cairan anak tergantung tahap umur, untuk menentukan Air Metabolisme
yaitu:
Usia Balita (1 - 3 tahun) : 8 cc/kgBB/hari
Usia 5 - 7 tahun : 8 - 8,5 cc/kgBB/hari
Usia 7 - 11 tahun : 6 - 7 cc/kgBB/hari
Usia 12 - 14 tahun : 5 - 6 cc/kgBB/hari
Untuk IWL (Insensible Water Loss) pada anak = (30 - usia anak dalam
tahun) x cc/kgBB/hari.

xii
6. Pathways Diare
Infeksi Makanan Psikologi

Berkembang Toksin tidak Ansietas


diusus dapat diserap

Hipersekresi air Hiperperistaltik Malabsorpsi makanan


dan elektrolit

Isi usus Penyerapan makanan di Meningkatkan tekanan


usus menurun osmotik

Diare

Frekuensi BAB meningkat Distensi abdomen

Kehilangan cairan
dan elektrolit Gangguan Mual dan muntah
integritas
Dehidasi kulit

Kekurangan volume cairan Nafsu makan menurun

Ketidakseimbangan
Disritmia
Disritmia jantung. nutisi kurang dari tubuh
Kelemahan otot dan parastesia. Hipotensi dan anoreksia.
Kematian.

xiii
Menurut Amin dan Hardhi (2013, p. 129)

xiv
C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas pasien/ biodata.
b. Keluhan utama.
c. Riwayat penyakit sekarang.
d. Riwayat penyakit masa lalu.
e. Riwayat keluarga.
f. Riwayat sosial.
g. Riwayat kesehatan saat ini
h. Pengkajian pola fungsional.
i. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang difokuskan adalah sebagai berikut :
a. Integumen : keadaan turgor kulit, edema, kelelahan, kelemahan
otot.
b. Kardiovaskuler : distensi vena jugularis, tekanan darah, dan bunyi
jantung.
c. Mata : cekung, konjungtiva anemis
d. Neurologi : reflek, gangguan motorik, tingkat kesadaran
e. Gastrointestinal : keadaan mukosa mulut, lidah , muntah- muntah,
dan bising usus. Menurut Nursalam dan Rekawati (2005, p.172).
2. Pemeriksaan penunjang
a. Pemerikasaan tinja
b. Pemeriksaan darah lengkap
c. Pemeriksaan kadar urine dan kreatinin darah.
3. Diagnosa keperawatan
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif. (Amin Huda dan Hardhi, 2013, p. 127 ).
4. Perencanaan
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif.

xv
a. Tujuan : keseimbangan cairan dapat kembali adekuat.
b. Kriteria hasil : Tidak ada tanda- tanda dehidrasi, membrane mukosa
lembab, turgor kulit baik, akral hangat, tidak haus berlebihan ,
tekanan darah dan suhu tubuh dan nadi dalam rentang normal.
c. Perancanaan :
1) Pertahankan intake &output yang adekuat.
Rasional : agar pasien nutrisi tetap
terpenuhi
2) Monitor status hidrasi.
Rasional : pasien tidak merasa haus, cukup cairan
3) Monitor vital sign.
Rasional : Perbaikan kekurangan cairan terlalu cepat dapat
menurunkan sistem kardiopulmonal, khususnya bila koloid
digunakan dalam penggantian cairan.
4) Dorong masukan oral
Rasional : Perbaikan status gizi, agar pasien tidak merasa lemas.
5) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pentingnya cairan.
Rasional : Menghilangkan rasa haus, dan mempercepat proses
pemulihan dengan cukup cairan yang dibutuhkan tubuh.
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat/ therapi.
Rasional : agar pasien mendapatkan therapy sesuai dengan dosis
yang sesuai.
5. Tindakan Keperawatan
a. Mempertahankan intake dan output yang adekuat.
b. Memonitor status hidrasi.
c. Memonitor keadaan vital sign.
d. Membantu keluarga untuk memberikan makanan oral.
e. Memberikan pengetahuan kepada keluarga tentang pentingnya
cairan bagi tubuh.
f. Melakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat/
therapi.

xvi
6. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi
menyediakan nilai dari informasi mengenai pengaruh dari intervensi
yang direncanakan dan pembanding dari hasil yang diamati dengan
kriteria hasil.
S : Orangtua (Ibu) mengatakan BAB anaknya sudah tidak encer lagi.
O : Buang air besar ≤ 2 kali sehari dengan konsistensi feses lunak,
membrane mukosa lembab, turgor kulit baik, akral hangat, tekanan
darah dan suhu tubuh dan nadi dalam rentang normal.
A : Masalah teratasi.
P : Pertahankan intervensi.
(Brunner & Suddarth, 2002, p. 235).

xvi
i
a. Keadaan Kesehatan Saat ini
1). Diagnosa medis : Diare Dehidrasi Sedang
2). Tindakan operasi : -
3). Obat-obatan : Infus RL 44 tpm, Injeksi Ampicilin 4x200
mg, Lbio 1x1/3 sachet, Lzinc sirup 10 mg,
ondansetron 3x 1 mg, paracetamol
(supositoria) 125 mg.
4). Hasil Laboratorium : Trombosit 393 103/µl, Hematokrit 36,4 %,
Hb 12,2 g/dl, Leukosit 19,0 103/µl.
b. Pengkajian Pola Fungsional
1) Pola persepsi kesehatan dan pola manajemen kesehatan :
Kesehatan anak, anak lahir spontan dengan BB 3 kg, dan PB 50
cm, keadaan sehat, menangis, dan tidak ada kelainan. Anak rutin
ikut imunisasi di posyandu desa/ puskesmas.
Pencegahan kesehatan, Pola hidup sehat, mandi, ganti popok jika
sudah penuh atau kotor. Orang tua anak A tidak merokok. Anak A
biasanya main-mainan yang aman.
2) Pola nutrisi :
Anak diberikan ASI dan PASI, kira-kira 2 jam sekali/ jika anak
haus. Anak mengkonsumsi makanan tambahan, seperti bubur
ataupun pisang dan makan disuapin orang tua. Berat badan anak A
saat lahir adalah 3 kg, dan saat ini 9,5 kg. Anak A tidak memiliki
masalah kulit, ataupun gatal-gatal, tidak ada masalah nutrisi dalam
keluarga.
3) Pola eliminasi pasien :
Pola defekasi, biasanya BAB biasa dengan konsistensi lunak dan
bau yang khas. Saat ini anak BAB 5 kali dalam sehari, encer, dan
ada ampas sedikit-sedikit. Anak memakai popok, biasanya diganti
jika sudah penuh/kotor, saat ini anak kadang dipakaikan popok dan
kadang-kandang juga tidak. Pola eleminasi urine, biasanya 2-3 kali
ganti popok/jika sudah penuh.
4) Aktivitas pola latihan : xvi
ii
Anak mandi 2 kali dalam sehari( pagi dan sore) mandi pakai sabun,
saat ini anak mandi dengan disibin oleh orangtua. Ganti pakaian 2
kali dalam sehari/ jika kotor. Aktivitas biasanya bermain dan tidur.

Anak aktif seperti anak normal lainnya/ tidak ada kelainan.


Persepsi anak sangat kuat. Anak masih dibantu orangtua karena
masih kecil. Orangtua menjaga anaknya sendiri, merawat dan
mengasuh.
5) Pola istirahat tidur :
Anak tidur kurang lebih 8 jam, dan kadang juga tidur siang. Saat
ini, anak kadang terbangun karena rewel dan juga lingkungan yang
belum terbiasa. Anak tidur dengan posisi terlentang dan kadang
miring.
6) Pola kognitif- Persepsi :
Respon anak baik, peka terhadap suara dan juga mainan object.
Anak respon terhadap suara mainan/ suara orang sekitar, vokal
anak cukup, karena baru berusia 1 tahun. Anak menangis kalau
haus, dan ingin minum, orang tua tidak ada masalah dalam
penglihatan, pendengaran ataupun lainnya.
7) Pola persepsi diri dan pola konsep diri :
Mood anak kadang baik/ kadang tidak. Anak didampingi oleh
orang tua dan keluarga. Orang tua sangat sayang dan perhatian
pada anaknya.
8) Pola peran hubungan :
Struktur keluarga, anak A merupakan anak kedua dari 1
bersaudara. Anak tidak mengalami ketergantungan. Pola bermain,
anak bermain bersama keluarga ataupun kakaknya. Hubungan
keluarga baik.
9) Pola sexsualitas :
Anak laki-laki, Anak A belum disunat karena masih kecil, tidak ada
masalah dengan organ reproduksi.
10) Pola koping dan toleransi stress :
Orang tua selalu memantau apa yang dilakukan anaknya.
11) Pola nilai keyakinan :

xix
Anak A merupakan anak dari orang tua yang beragama islam dan
kedua orang tua anak A yakin kalau anaknya akan sembuh dari
sakitnya, dan selalu berdoa.
c. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum anak A lemas dengan kesadaraan composmentis,
postur tubuh gemuk, tanda-tanda vital, nadi 100 kali dalam satu menit,
pernafasan 28 kali dalam satu menit, suhu tubuh 38.5oc, tinggi badan
70 cm, berat badan 9,5 kilogram.
Pada kepala bentuk kepala mesocephal, bersih, tidak ada luka.
Mata cowong, sklera tidak ikterik, konjungtiva anemis, dan pupil
normal. Hidung tidak ada polip, bersih, tidak ada secret. Telinga tidak
ada serumen, tidak ada nyeri, pendengaran baik. Pada mulut mukosa
bibir kering, tidak ada perdarahan gusi, dan tidak ada stomatitis. Tidak
ada pembesaran kelenjar tyroid pada leher. Pengembangan dada kanan
sama dengan kiri bunyi jantung lup dup. Pada perut, tidak ada lesi atau
kembung, Peristaltic usus 35 kali dalam satu menit, tidak ada bekas
operasi. Punggung tidak ada lesi ataupun nyeri tekan. Kulit pucat dan
agak kering, turgor kulit jelek. Pada genetalia tidak terpasang DC
(Dower Catheter), pada daerah anus terlihat agak kemerahan.
Ekstremitas atas pada tangan kanan terpasang infus RL 44 tetes per
menit, tidak ada odem, akral dingin. Pada ekstremitas bawah tidak ada
odem dan gerak aktif.
d. Pemeriksaan perkembangan
1) Personal sosial : anak bisa makan sendiri, mampu melambaikan
tangan, dan anak mampu minum dengan gelas ataupun sedotan.
2) Metabolik halus : anak mampu mengambil dan bermain mainan
disekeliling.
3) Bahasa : Anak mampu mengucapkan 1 kata, misal bu, mi. Anak
mampu mengucapkan 2 kata, misal maem, mimik
4) Motorik kasar : anak sudah mampu berjalan, tetapi kadang masih
perlu bantuan.

xx
e. Data fokus
Ibu pasien mengatakan anak A BAB ≥ 10 kali sehari encer dengan
sedikit ampas tidak ada lendir atau darah, anak muntah 1 kali dan panas,
0
dengan TTV : Nadi : 100x/menit, RR : 28x/menit, Suhu : 38,5 C,
turgor kulit kembali ≥ 2 detik, mata cowong, konjungtiva anemis, kulit
kering dan pucat.
f. Ringkasan riwayat keperawatan
Pasien datang dari IGD, kemudian mendapatkan terapi infus RL 44
tetes per menit dan injeksi ampicilin 4x 200 mg, Ondasentron 1x1 mg
melalui selang infus dan kemudian menjalani rawat inap di ruang anak
flamboyan untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
g. Pengelompokkan Data
Data Subjektif : ibu mengatakan kalau anaknya BAB 5 kali dalam
sehari, badannya lemas, panas dan susah makan, minum sedikit- sedikit,
dan ibu mengatakan kalau adanya juga muntah sebanyak 1 kali.
Data Objektif : BAB 5 kali dalam sehari, pasien tampak lemas, dengan
TTV : Nadi 100x/menit, RR : 28x/menit, S: 38,5o C, kulit tampak
kering dan muka pucat, anak minum sedikit-sedikit, anak muntah 1 kali.
2. Analisa Data
Setelah dilakukan pengkajian penulis mendapatkan data yang
mengalami masalah yaitu : Data subjektif ibu pasien mengatakan bahwa
anak A BAB ≥ 10 kali dalam sehari konsistensi encer dengan sedikit
ampas, anak A juga lemas. data objektif, anak A terlihat lemas, mata
cowong, konjungtiva anemis, turgor jelek, mukosa kering, BAB 10 kali
sehari, akral dingin, muntah 1 kali, anak A minum ≤ 1 gelas air minum dan
ASI, makan sedikit 3-5 sendok, dengan TTV : Nadi: 100x/menit, RR:
28X/menit, suhu 38,5oc. Hal ini dikarenakan kehilangan cairan secara aktif
sehingga anak A mengalami masalah kekurangan volume cairan.

xxi
3. Diagnosa Keperawatan

Setelah dilakukan pengkajian dan analisa data didapatkan diagnosa


keperawatan yaitu Kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan aktif ditandai dengan BAB ≥ 10 kali sehari, mata
cowong, konjungtiva anemis, akral dingin, muntah 1 kali, anak A minum
≤ 1 gelas air minum dan ASI, makan sedikit 3-5 sendok, dengan TTV :
Nadi: 100x/menit, RR: 28X/menit, suhu 38,5oc.

4. Rencana Keperawatan
Setelah didapatkan diagnosa maka dibutuhkan rencana keperawatan
untuk mengatasi masalah pada anak A. Rencana yang dibuat untuk
mengatasi masalah kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan aktif, antara lain : dengan Ukur tanda-tanda vital,
Mencatat warna, konsistensi, & jumlah BAB, Catat intake & output, beri
kompres air hangat, Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat /
therapy seperti ampicilin, ondansetron, Lbio, Lzinc sirup dan paracetamol.
Dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan anak A tidak mengalami kekurangan volume cairan, dengan
kriteria hasil : tidak ada tanda-tanda dehidrasi, membran mukosa lembab,
turgor kulit baik dan suhu tubuh dan nadi dalam rentang normal.
5. Tindakan Keperawatan
tindakan keperawatan yang dilakukan pukul 08.00 wib adalah
memberikan injeksi Ampicilin 1x200 mg dan injeksi Ondansetron 1x1 mg
melalui selang infus, didapatkan respon ibu mengatakan kalau anaknya
masih diare dan injeksi masuk melalui selang infus. Pukul 08.30 wib
memonitor intake dan output didapat respon anak makan sedikit, minum
sedikit, terpasang infus RL 44 tetes per menit. Pukul 09.00 wib mengukur
suhu tubuh dan nadi, didapatkan respon suhu tubuh anak A 38,5O C, nadi
180x/ menit. Pukul 09.35 memberikan kompres hangat pada dahi dan
ketiak anak, memberikan obat paracetamol 125 mg melalui anus,
didapatkan respon ibu mengatakan kalau anaknya

xxii
masih panas dengan suhu tubuh 38,5oC obat masuk melalui anus. Pukul
11.40 wib memonitor intake dan output didapatkan respon anak A masih
diare dengan makan 1-2 sendok, minum 2-3 sendok. Pukul 13.00 wib
memberikan injeksi ampi 1x200 mg melalui selang infus, didapatkan
respon injeksi ampicilin 1 x 200 mg masuk lewat selang infus, tidak ada
alergi dan anak menangis.
memberikan injeksi ampicilin 1x200 mg dan injeksi Ondansetron
1x1 mg melalui selang infus didapat respon ibu mengatakan kalau anaknya
masih diare ≥ 4 kali sehari dan obat masuk melalui selang infus, tidak
tanda-tanda alergi. Pada pukul
08.30 memonitor cairan intake dan output didapat respon anak mau makan
dan minum sedikit yaitu makn 5 sendok makan dan minum ≤ ½ gelas,
terpasang infus RL 44 tetes per menit, anak masih BAB > 4 kali sehari,
encer, dengan ampas sedikit. Pukul 09.10 wib mengukur suhu dan nadi
didapatkan respon didapat respon anak masih panas dengan suhu : 38o C,
nadi: 140x/menit, terpasang infus RL 44 tetes per menit. Pukul 09.30 wib
memberikan obat paracetamol 125 mg melalui anus didapatkan respon
obat masuk melalui anus dan anak menangis. Pukul 10.00 wib
memberikan kompres hangat pada dahi dan ketiak didapatkan respon ibu
pasien mengatakan kalau anaknya sudah sering dikompres, anak tertidur.
memonitor intake dan output didapat respon anak makan habis 8
sendok dan minum ASI dan Pasi ≥ 1 gelas. Pukul 08.00 wib memberikan
injeksi ampicilin 1x200 mg melalui selang infus, didapatkan respon anak
masih BAB ≤ 3 kali masih agak encer, sudah ada ampas, obat masuk
melalui selang infus dan anak menangis. Pukul 09.10 wib mengukur suhu
dan nadi didapatkan respon ibu mengatakan panasnya sudah agak
berkurang dengan hasil suhu 37,20c dan nadi 110x/menit, terpasang infus
RL 44 tetes per menit. Pukul 10.25 memberikan obat paracetamol 125 mg
melalui anus didapatkan respon obat masuk melalui anus. Pukul 12.10
wib memonitor intake dan output didapatkan respon anak masih BAB 3
kali sehari dengan konsistensi sudah

xxii
i
agak padat, ada ampas, anak minum ASI dan PASI ≥ 1 gelas, terpasang
infus RL 44 tetes per menit. Pukul 13.15 wib memberikan injeksi
ampicilin 1x200 mg melalui selang infus didapatkan respon anak BAB 3
kali sehari kosistensi padat ada ampas, anak sudah tampak segar dan obat
masuk melalui selang infus.

6. Evaluasi
Pada tanggal 19 November 2023 pukul 14.00 :
S : ibu mengatakan anaknya masih BAB encer, dengan sedikit ampas
O : anak tampak lemas, BAB <3 kali mau makan dan minum, muntah 1
kali, turgor kulit kembali setelah 2 detik, dengan nadi: 80x/menit,
suhu: 38,20C.
A : sesuai tindakan keperawatan yang dilakukan anak masih BAB encer,
dengan sedikit ampas.
P : Pertahankan intervensi monitor cairan dan makanan, berkolaborasi
dalam pemberian cairan, faktor penghambat yaitu karena pasien masih
anak balita.

xxi
v

Anda mungkin juga menyukai