Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MAKALAH SANITASI DASAR MASYARAKAT PESISIR

DOSEN PENGAMPU : Nurmaladewi SKM MPH


DISUSUN OLEH :
SITTI ADHAYANTI PUTRI
J1A122309
KESMAS F

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan Rahmat
dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Makalah guna memenuhi
tugas mata kuliah “Sanitasi Dasar Masyarakat Pesisir.”
Makalah ini membahas tentang Pengertian Sanitasi Lingkungan,Komponen Sanitasi
Lingkungan,dan Pengertian Pesisir dan Batas Wilayah Pesisir.
Saya berharap tulisan ini dapat memberikan manfaat, khususnya bagi saya pribadi dan
mahasiswa pada umumnya. Semoga pembahasan yang dikemukakan dapat menjelaskan
setiap materi dengan baik, sehingga dapat diterima dan dimengerti oleh pembaca.

Kendari, 08 Oktober 2023

Sitti Adhayanti Putri


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sanitasi merupakan suatu upaya kesehatan masyarakat untuk memperbaiki dan
mencegah terjadinya masalah kesehatan yang disebabkan oleh faktor lingkungan.
Masalah sanitasi merupakan suatu permasalahan kesehatan yang sangat perlu
diperhatikan oleh berbagai pihak karena berkaitan dengan berbagai kegiatan manusia.
Sanitasi yang buruk akan berdampak negatif di berbagai aspek kehidupan, seperti
turunnya kualitas lingkungan hidup masyarakat, tercemarnya sumber air minum bagi
masyarakat, munculnya berbagai penyakit, dan sebagainya (1).
Berdasarkan data United Nation Children’s Fund (UNICEF) dan World Health
Organization (WHO) tahun 2013, secara global terdapat dua juta anak meninggal dunia
setiap tahunnya karena diare. Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan di
dunia termasuk di negara berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan
mortalitasnya yang masih tinggi. Diare menyebabkan kematian pada bayi (31,4%) dan
anak balita (25,2%). Sekitar 162.000 balita meninggal akibat diare setiap tahun atau
sekitar 460 balita perhari (1). Kondisi sanitasi dasar di Indonesia menggambarkan akses
terhadap sanitasi dasar mencapai 90,5% diperkotaan dan 67% di pedesaan, namum akses
terhadap sanitasi yang aman (menggunakan septik tank) baru mencapai 71,06%
(perkotaan) dan 32,47% (pedesaan). Kondisi sanitasi Indonesia berada di peringkat 6 dari
9 negara ASEAN dibawah Vietnam dan di atas Myanmar (2).
Menurut Depkes RI (2012) bahwa rumah sehat merupakan rumah yang memenuhi
kriteria minimal : akses air minum, akses jamban sehat, lantai, ventilasi, dan
pencahayaan. Sedangkan Konstruksi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat
kesehatan merupakan faktor risiko penularan berbagai jenis penyakit khususnya penyakit
berbasis lingkungan. Sanitasi dasar adalah sarana minimum yang diperlukan untuk
menyediakan lingkungan pemukiman sehat yang memenuhi syarat kesehatan meliputi
penyediaan air bersih, sarana jamban, pembuangan sampah dan pembuangan air limbah
(2, 3).
Pentingnya lingkungan yang sehat telah dibuktikan oleh WHO dengan penyelidikan-
penyelidikan di seluruh dunia dimana didapatkan bahwa angka kematian (mortalitas),
angka perbandingan orang sakit (morbiditas) yang tinggi sama seringnya terjadi endemic
di tempat-tempat dimana hygiene dan sanitasi lingkungannya buruk. Sanitasi lingkungan
juga sangat terkait dengan ketersediaaan air bersih, ketersediaan jamban. Makin tersedia
air bersih untuk kebutuhan sehari-hari, makin kecil risiko anak terkena penyakit (4,5).
Upaya ketersediaan sanitasi dasar merupakan hal yang penting untuk diperhatikan
guna mengetahui dan mengontrol kondisi lingkungan dalam mencegah dan
meminimalkan efek pencemaran terhadap lingkungan. Sanitasi dasar yang buruk akan
menyebabkan masalah yang ditemukan mulai sanitasi dalam rumah, penggunaan air
bersih (sumur dangkal), pembuangan limbah rumah tangga (jamban) dan septic tank,
serta masih adanya masyarakat yang membuat kendang hewan di dekat rumahnya. Hal
tersebut berakibat dengan menurunnya derajat kesehatan masyarakat (6, 7).
Menurut Profil Kesehatan Indonesia pada tahun 2014 menerangkan bahwa buruknya
kondisi sanitasi akan berdampak negatif di banyak aspek kehidupan, mulai dari turunnya
kualitas lingkungan hidup masyarakat, tercemarnya sumber air minum bagi masyarakat,
meningkatnya jumlah kejadian diare dan munculnya beberapa penyakit. Sarana sanitasi
dasar yang memenuhi syarat merupakan sarana pendukung untuk meningkatkan
kesehatan dan pada Profil kesehatan Indonesia tahun 2015 terdapat 62,14% rumah tangga
yang memiliki akses terhadap sanitasi layak (2, 3).
Sanitasi lingkungan yang buruk merupakan faktor yang penting terhadap terjadinya
diare dimana interaksi antara penyakit, manusia, dan faktorfaktor lingkungan yang
mengakibatkan penyakit perlu diperhatikan dalam penanggulangan diare. Peranan faktor
lingkungan, enterobakteri, parasit usus, virus, jamur dan beberapa zat kimia telah secara
klasik dibuktikan pada berbagai penyelidikan epidemiologis sebagai penyebab penyakit
diare (2).
Diare merupakan penyakit yang masih perlu diwaspadai menyerang balita. Balita
yang terserang diare akan mengalami pengeluaran tinja abnormal ditandai peningkatan
volume, keenceran dan frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali dalam sehari.
Sedangkan pada neonatus lebih dari 4 kali dengan atau tanpa lendir darah. Penyakit diare
biasanya terjadi berulang-ulang pada balita. Secara keseluruhan, rata-rata balita
mengalami 3 kali episode diare per tahun. Bahkan di beberapa daerah dapat lebih dari 9
kali per tahun (8).
Menurut WHO secara klinis diare didefinisikan sebagai bertambahnya defekasi
(buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga kali sehari. Menurut data WHO
(2012), diare merupakan penyebab nomor satu kematian anak di bawah lima tahun
(balita) di seluruh dunia yang mengakibatkan 842.000 kematian, 361.000 diantaranya
merupakan balita (9, 10).
Berdasarkan data Riskesdas (2013), angka prevalensi nasional untuk diare yaitu
sebesar 3,5%. Insiden diare pada balita usia 12-59 bulan di Indonesia mencapai 6,7% dan
menempati posisi nomor dua terbanyak sebagai penyebab kematian balita setelah
kematian akibat pneumonia (11).
Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (2017) menunjukkan prevalensi
nasional kematian balita adalah 32 per 1000 kelahiran hidup. Distribusi anak diare
berdasarkan kelompok umur yaitu bayi 446 kasus, baduta 674 kasus dan balita 1209
kasus. Prevalensi diare tertinggi terdapat pada balita. Sedangkan angka kejadian diare di
Kalimantan Selatan merupakan tertinggi ke 16 yaitu sebanyak 52 kasus diare di
Indonesia. Berdasarkan Data Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan didapatkan
bahwa Kalimantan Selatan memiliki jumlah kasus kematian bayi balita sebanyak 13
orang jumlah kematian pada tahun 2017, dan penyebab kematian balita disebabkan oleh
diare. Kabupaten Banjar memiliki memiliki kasus tertinggi diare pada balita sebanyak
4.029 kasus di tahun 2016 dan naik menjadi 4.220 kasus di tahun 2017 dan terdapat
kematian sebanyak 1 kematian yang didominasi pada bayi dan balita di Kabupaten Banjar
(12, 13).
Berdasarkan Data Dinas Kabupaten Banjar didapatkan bahwa Puskesmas yang berada
di daerah aliran sungai yaitu Puskesmas Martapura Timur dan didapatkan hasil bahwa
Puskesmas Martapura Timur merupakan terbanyak ke dua kasus diare dan berdasarkan
data di Puskesmas Martapura Timur didapatkan kasus diare pada tahun 2017 sebanyak
272 kasus kejadian diare pada balita (14, 15)
Faktor yang menyebabkan terjadinya diare pada balita di Indonesia, adalah faktor
lingkungan yang meliputi sarana air bersih, sarana jamban, saluran pembuangan, air
minum yang buruk, ketersediaan tempat sampah. Diare merupakan salah satu penyakit
yang berbasis lingkungan. Apabila faktor lingkungan tidak sehat yang tercemar kuman
diare berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat maka akan menimbulkan
kejadian diare balita yang ditularkan melalui makanan dan minuman. Bagian yang
terpenting dalam upaya pencegahan dan penanggulangan diare tersebut adalah dengan
cara memutus rantai penularan yang menitikberatkan kepada penanggulangan faktor
risiko penyakit salah satunya sanitasi lingkungan yang tidak higiene. Faktor lingkungan
yang dominan seperti pembuangan tinja dan sumber air minum, berperan dalam
penyebaran kuman diare pada balita. Pengalaman beberapa negara membuktikan upaya
penggunaan jamban sebagai tempat pembuangan tinja mempunyai dampak yang besar
terhadap penurunan risiko penyakit diare. Sarana air minum juga merupakan bagian yang
terpenting dalam kesehatan lingkungan. Semua sumber air minum harus memenuhi syarat
kesehatan air minum karena sangat erat kaitannya dengan penyakit diare. Pembuangan air
limbah rumah tangga juga berkontribusi pada sanitasi lingkungan (15, 16).
Wilayah pesisir atau wilayah pantai dan lautan adalah suatu kawasan yang sangat strategis
baik ditinjau dari segi ekologi, sosial budaya,dan ekonomi. Hal tersebut dapat dipahami karena
sekitar 140 juta penduduk Indonesia mendiami wilayah pesisir dan sekitar 16 juta tenaga kerja
terserap oleh industri di pesisir dengan memberikan kontribusi sebesar 20,06% terhadap devisa
Negara. Disamping itu wilayah pesisir Indonesia dengan garis pantai sepanjang 95.181 km
memiliki habitat/ekosistem yang produktif serta memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi
yaitu ekosistem terumbu karang, ekosistem mangrove, ekosistem estuaria dan ekosistem padang
lamun.
Sejalan dengan perkembangan yang terjadi, maka wilayah pantai juga telah mengalami
tekanan yang cukup berat, dan secara signifikan telah terjadi eskalasi degradasi kawasan pesisir
yang cukup memprihatinkan. Kecendrungan meningkatnya degradasi lingkungan pesisir antara
lain ditandai dengan meningkatnya kerusakan habitat (mangrove, terumbu karang, dan padang
lamun), perubahan garis pantai yang diakibatkan oleh abrasi dan erosi serta pencemaran
lingkungan. Meningkatnya secara nyata degradasi wilayah pesisir tersebut, baik dari segi cakupan
wilayah maupun intensitas serta sebaran dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan manusia secara
langsung maupun tidak langsung telah mengancam keberlanjutan fungsi-fungsi wilayah pesisir
dalam menopang Pembangunan yang berkelanjutan.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun Rumusan Masalah menjelaskan secara rinci mengenai tentang Pengertian Sanitasi
Lingkungan,Komponen Sanitasi Lingkungan,dan Pengertian Pesisir dan Batas Wilayah
Pesisir.
1

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari Makalah ini ialah dapat mengetahui secara rinci mengenai Pengertian
Sanitasi Lingkungan,Komponen Sanitasi Lingkungan,dan Pengertian Pesisir dan Batas
Wilayah Pesisir.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sanitasi Lingkungan


2.1.1 Pengertian Sanitasi Lingkungan

Sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan


yang mencakupperumahan, pembuangan kotoran, penyedian air bersih dan
sebagainya. Sanitasi lingkungandapat pula diartikan sebagai kegiatan yang ditujukan
untuk meningkatkan danmempertahankan standar kondisi lingkungan yang mendasar
yang mempengaruhi kesejahtraanmanusia.Kondisi tersebut mencakup:
1.Pasokan air yang bersih dan aman.
2.Pembuangan limbah dari hewan, manusia dan industri yang efisien.
3.Perlindungan makanan dari kontaminasi biologis dan kimia.
4.Udara yang bersih dan aman.
5.Rumah yang bersih dan aman.

Lingkungan sanitasi yang buruk akan berdampak buruk pula bagi kesehatan.
Berbagai jenis penyakit dapat muncul karena lingkungan yang bersanitasi buruk
menjadi sumberberbagai jenis penyakit. Agar kita terhindar dari berbagai penyakit
tersebut, maka lingkunganharus selalu terjaga sanitasinya, khususnya rumah dan
lingkungan sekitar.Rumah memiliki fungsi yang beragam, selain dapat menjadi
tempat berlindung daripanasnya sinar matahari dan hujan, rumah juga menjadi tempat
untuk melakukan sosialisasiantar penghuninya. Rumah menjadi tempat bagi orang tua
untuk membesarkan dan mendidikanaknya, saling berbagi antarsesama anggota
keluarga, dan menjadi tempat yang nyamanuntuk beristirahat dari kesibukan kerja.
Sebagian waktu manusia dihabiskan di rumah.Karena itu, kondisi rumah
dapatmempengaruhi perkembangan fisik dan mental bagi penghuninya. Rumah yang
sehat akanmemberikan kesehatan penghuninya. Selain sehat rumah juga harus aman
dan perlu pulamemperhatikan estetika agar dapat memberikan ketenangan dan
kenyamanan.Karena itu,dalam membangun rumah perlu diperhatikan hal-hal berikut
ini, yaitu:

2.1.2 Faktor lingkungan, baik lingkungan fisik, biologis maupun lingkungan sosial

Maksudnya membangun suatu rumah harus memperhatikan tempat


dimana rumah itudidirikan. Di pegunungan ataukah di tepi pantai, di desa ataukah di

3
kota, di daerah dinginataukah di daerah panas, di daerah pegunungan dekat gunung
berapi (daerah gempa) atau didaerah bebas gempa dan sebagainya. Rumah didaerah

pedesaan, sudah barang tentudisesuaikan kondisi sosial budaya pedesaaan,


misalnya bahanya, bentuknya, menghadapnya,danlain sebagainya. Rumah didaerah
gempa harus dibuat dengan bahan-bahan yang ringannamun harus kokoh, rumah
didekat hutan harus dibuat sedemikian rupa sehingga amanterhadap serangan-
serangan binatang buas.

2.1.3 Tingkat kemampuan ekonomi masyarakat

Hal ini dimaksudkan rumah dibangun berdasarkan kemampuan keuangan


penghuninya,untuk itu maka bahan-bahan setempat yang murah misal bambu, kayu
atap rumbia dansebagainya adalah merupakan bahan-bahan pokok pembuatan rumah.
Perlu dicatat bahwamendirikan rumah adalah bukan sekadar berdiripada saat itu saja,
namun diperlukanpemeliharaan seterusnya.
Jika rumah di bangun, maka lingkungan rumah harus terjaga kesehatannya. Rumah
yangsehat memiliki sejumlah persyaratan, yaitu:
a. Bahan bangunan
1. Lantai
Ubin atau semen adalah baik, namun tidak cocok untuk kondisi
ekonomipedesaan. Lantai kayu sering terdapat pada rumah-rumah orang yang
mampu dipedesaan, dan inipun mahal. Oleh karena itu, untuk lantai rumah
pedesaancukuplah tanah biasa yang dipadatkan. Syarat yang penting disini
adalah tdakberdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim hujan.
Untukmemperoleh lantai tanah yang padat (tidak berdebu) dapat ditempuh
denganmenyiram air kemudian dipadatkan dengan benda-benda yang berat,
dandilakukan berkali-kali. Lantai yang basah dan berdebu merupakan sarang
penyakit.
2. Dinding
Tembok adalah baik, namun disamping mahal tembok sebenarnya kurang
cocokuntuk daerah tropis, lebih-lebih bila ventilasinya tidak cukup. Dinding
rumah didaerah tropis khususnya di pedesaan lebih baik dinding atau papan.
Sebabmeskipun jendela tidak cukup, maka lubang-lubang pada dinding atau
papantersebut dapat merupakan ventilasi, dan dapat menambah penerangan
alamiah.
3.Atap Genteng
Atap genteng adalah umum dipakai baik di daerah perkotaan maupun
pedesaan.Disamping atap genteng cocok untuk daerah tropis, juga dapat
terjangkau olehmasyarakat dan bahkan masyarakat dapat membuatnya sendiri.
Namun demikian,banyak masyarakat pedesaan yang tidak mampu untuk itu,
maka atap daunrumbai atau daun kelapa pun dapat dipertahankan. Atap seng
ataupun asbes tidakcocok untuk rumah pedesaan, di samping mahal juga
menimbulkan suhu panasdidalam rumah.

4
4. Lain-lain (tiang, kaso dan reng)
Katu untuk tiang, bambu untuk kaso dan reng adalah umum di pedesaan.
Menurutpengalaman bahan-bahan ini tahan lama. Tapi perlu diperhatikan
bahwa lubang-lubang bambu merupakan sarang tikus yang baik. Untuk
menghindari ini caramemotongnya barus menurut ruas-ruas bambu tersebut,
maka lubang pada ujung-ujung bambu yang digunakan untuk kaso tersebut
ditutup dengan kayu.

b. Ventilasi
Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah
untukmenjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini
berartikeseimbangan O2yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap
terjaga.Kurangnya ventilasi akan menyebabkan O2didalam rumah yang berarti kadar
CO2 yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat.disamping itu
tidakcukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara didalam ruangan
naikkarena terjadinya proses penguapan dari kulit dan penyerapan.Kelembaban ini akan
merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri, patogen (bakteri-bakteri
penyebabpenyakit.)Funsi kedua daripada ventilasi adalah untuk membebaskan udara
ruangan-ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena disitu selalu
terjadialiran udara yang terus-menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan
selalumengalir. Fungsi lainya adalah untuk menjaga agar ruangan selalu tetap
didalamkelembaban (humuduty ) yang optium.

c. Cahaya
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan
tidakterlalu banyak.Kurangnya cahaya yang masuk kedalam ruangan rumah,
terutamacahaya matahari di samping kurang nyaman, juga merupakan media atau
tempat yangbaik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Sebaliknya
terlalu banyakcahaya didalam rumah akan menyebabkan silau, dam akhirnya dapat
merusakanmata.

d. Luas bangunan rumah


Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di
dalamnya,artinya luas lanai bangunan tersebut harus disesuaikan dengan jumlah
penghuninya.Luas bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan
menyebabkanperjubelan (overcrowded ). Hal ini tidak sehat, sebab di samping
menyebabkankurangnya konsumsi O2juga bila salah satu anggota keluarga terkene
penyakit infeksi,akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain. Luas
bangunan yangoptimum adalah apabila dapat menyediakan 2,5  3 m2untuk tiap
orang (tiap anggotakeluarga).

e. Fasilitas-fasilitas didalam rumah sehat


Sebuah rumah harus mempunyai fasilitas-fasilitas yang dapat
mendukungkebutuhan dan aktivitas penghuninya.Kebutuhan tersebut adalah:
a. Penyediaan air bersih yang cukup.
b. Pembuangan Tinja.

5
c. Pembuangan air limbah (air bekas).
d. Pembuangan sampah.
e. Fasilitas dapur ruang berkumpul keluarga.

2.1.4 Sistem Pembuangan

Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari
rumahtangga, industri maupun tempat-tempat umum lainya, dan pada umumnya
mengandungbahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan bagi kesehatan
manusia sertamengganggu lingkungan hidup. Batasan lain mengatakan bahwa air
limbah adalah kombinasidari cairan dan sampah cair yang berasal dari daerah
pemukiman, perdagangan, perkantorandan industri, bersama-sama dengan air tanah,
air permukaan dan air hujan yang mungkin ada.

Dari batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa air buangan adalah air yang
tersisa darikegiatan manusia, baik kegiatan rumah tangga maupun kegiatan lain
seperti industri,perhotelan, dan sebagainya. Meskipun merupakan air sisa, namun
volumenya besar, karenalebih kurang 80% dari air yang digunakan bagi kegiatan-
kegiatan manusia sehari-hari tersebutdibuang lagi dalam bentuk yang sudah kotor
(tercemar). Selanjutnya air limbah ini akhirnyaakan mengalir ke sungai dan laut dan
akan digunakan oleh manusia lagi. Oleh sebab itu, airbuangan ini harus dikelola atau
diolah secara baik.

Air limbah ini berasal dari berbagai sumber, secara garis besar dapat
dikelompokansebagai berikut :
1. Air buangan yang bersumber dari rumah tangga (domestic wastes water ), yaitu
airlimbah yang berasal dari pemukiman penduduk. Pada umumnya air limbah ini
terdiridari ekskreta (tinja dan air seni), air bekas cucian dapur dan kamar mandi,
danumumnya terdiri dari bahan-bahan organic.
2. Air buangan industri (industrial wastes water ), yang berasal dari berbagai
jenisindustri akibat proses produksi. Zat-zat yang tergantung di dalamnya
sangatbervariasi sesuai dengan bahan baku yang dipakai oleh masing-masing
industri,antara lain : nitrogen, logam berat, zat pelarut dan sebagainya. Oleh sebab itu
pengolahan jenis air limbah ini, agar tidak menimbulkan polusi lingkungan
memnjadirumit.
3. Air buangan kotapraja (municipal wastes water ), yaitu air buangan yang berasal
daridaerah : perkantoran, perdagangan, hotel, restoran, tempat-tempat ibadah,
dansebagainya. Pada umumnya zat-zat yang terkandung dalam jenis air limbah ini
samadengan air limbah rumah tangga.

Karakteristik air limbah perlu dikenal, karena hal ini akan menentukan cara
pengolahanyang tepat, sehingga tidak mencemari lingkungan hidup. Secara garis
besar karakteristik airlimbah ini digolongkan menjadi sebagai berikut:
1. Karakteristik fisik
Sebagian besar terdiri dari air dan sebagian kecil terdiri dari bahan-bahan padat
dansuspensi. Terutama air limbah rumah tangga, biasanya berwarna suram
seperti larutansabun, sedikit berbau.Kadang-kadang mengandung sisa-sisa kertas,
berwarna bekascucian beras dan sayur, bagian-bagian tinja, dan sebagainya
2. Karakter kimiawi
Biasanya air buangan ini mengandung campuran zat-zat kimia anorganik yang
berasaldari air bersih serta bermacam-macam zat organik berasal dari penguraian
tinja, urinedan sampah-sampah lainya. Oleh sebab itu, pada umumnya bersifat basah pada
waktumasih baru, dan cenderung ke asam apabila sudah memulai membusuk.
Substansiorganic dalam air buangan terdiri dari dua gabungan,
yakni :a. Gabungan yang mengandung nitrogen, misalnya: urea, protein, amine,
dan asamamino.b. Gabungan yang tak mengandung nitrogen, misalnya: lemak,
sabun, dankarbuhidrat, termasuk selulosa.
3. Karakteristik bakteriologis
Kandungan bakteri pathogen serta organisme golongan coli terdapat juga dalam
airlimbah tergantung darimana sumbernya, namun keduanya tidak berperan
dalamproses pengolahan air buangan.Sesuai dengan zat-zat yang terkandung di
dalam air limbah ini, maka air limbah yangtidak diolah terlebih dahulu akan
menyebabkan berbagai gangguan kesehatanmasyarakat dan lingkungan hidup
antara lain :
a. Menjadi transmisi atau media penyebaran berbagai penyakit,
terutama: kholera,typhus abdominalis, desentri baciler.
b. Menjadi media berkembang biaknya mikroorganisme pathogen.
c. Menjadi temoat-tempat berkembang biaknya nyamuk atau tempat
hidup larvanyamuk.
d. Menimbulkan bau yang tidak enak serta pandangan yang tidak sedap.
e. Merupakan sumber pencemaran air permukaan, tanah, dan lingkungan hiduplainya.
f. Mengurangi produktivitas manusia, karena orang bekerja
dengan tidak nyaman,dan sebagainya.

Pegolahan air limbah dimaksudkan untuk melindungi lingkungan hidup


terhadappencemaran air limbah tersebut. Secara ilmiah sebenarnya lingkungan
mempunyai dayadukung yang cukup besar terhadap gangguan yang timbul karena
pencemaraan air limbahtersebut. Namun demikian, alam tersebut mempunyai
kemampuan yang terbatas dalam dayadukungnya, sehingga air limbah perlu dibuang.

Beberapa cara sederhana pengolahan air buangan antara lain sebagai berikut :
1.Pengeceran (dilution)
Air limbah diencerkan sampai mencapai konsentrasi yang cukup rendah,
kemudianbaru dibuang ke badan-badan air. Tetapi, dengan makin bertambahnya
penduduk, yangberarti makin meningkatnya kegiatan manusia, maka jumlah air
limbah yang harusdibuang terlalu banyak, dan diperluka air pengenceran terlalu
banyak pula, maka caraini tidak dapat dipertahankan lagi. Disamping itu, cara ini
menimbulkan kerugian lain,diantaranya : bahaya kontaminasi terhadap badan-badan
air masih tetap ada,pengendapan yang akhirnya menimbulkan pendangkalan terhadap
badan-badan air,seperti selokan, sungai, danau, dan sebagainya. Selanjutnnya dapat
menimbulkanbanjir
. 2.Kolam Oksidasi (Oxidation ponds)
Pada prinsipnya cara pengolahan ini adalah pemanfaatan sinar matahari,
ganggang(algae), bakteri dan oksigen dalam proses pembersihan alamiah. Air limbah
dialirkankedalam kolam berbentuk segi empat dengan kedalaman antara 1-2 meter.
Dindingdan dasar kolam tidak perlu diberi lapisan apapun. Lokasi kolam harus jauh daridaerah
pemukiman, dan didaerah yang terbuka, sehingga memungkinkanmemungkinkan
sirkulasi angin dengan baik.
3.Irigasi
Air limbah dialirkan ke parit-parit terbuka yang digali, dan air akan merembes
masukkedalam tanah melalui dasar dan dindindg parit tersebut. Dalam keadaan
tertentu airbuangan dapat digunakan untuk pengairan ladang pertanian atau perkebunan
dansekaligus berfungsi untuk pemupukan. Hal ini terutama dapat dilakukan untuk airlimbah dari
rumah tangga, perusahaan susu sapi, rumah potong hewan, damn lain-lainya dimana
kandungan zat-zat organik dan protein cukup tinggi yang diperlukanoleh tanam-
tanaman.

2.2 Komponen Sanitasi Lingkungan

Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang


persyaratan kesehatan perumahan, penilaian sarana sanitasi rumah sehat meliputi beberapa
komponen pokok antara lain sarana air bersih, sarana pembuangan kotoran, dan sarana
pembuangan sampah.

Air Bersih
Menurut Depkes RI, air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari
yang kualitasnya memenuhi syarat-syarat kesehatan dan dapat diminum apabila dimasak.
Sedangkan syarat kesehatan air bersih menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
416 Tahun 1990 sebagai berikut:
1. Syarat fisik, antara lain tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa
2. Syarat kimia, antara lain : Derajat keasaman (pH) antara 6,5-9,2; Tidak boleh ada zat
kimia berbahaya (beracun); Unsur kimiawi yang diizinkan tidak boleh melebihi
standar yang telah ditentukan; serta Unsur kimiawi yang disyaratkan mutlak harus ada
dalam air.
3. Syarat bakteriologis, antara lain : Tidak ada bakteri/virus kuman pathogen dalam air;
Bakteri yang tidak berbahaya namun menjadi indikator pencemaran tinja (Coliform
bacteria) harus negative
4. Syarat radioaktivitas: Tidak ada zat radiasi yang berbahaya dalam air.

Jamban Sehat
Menurut Notoatmodjo (2007), jamban atau latrine merupakan tempat pembuangan
kotoran manusia baik tinja maupun air seni. Kotoran manusia (feces) adalah sumber
penyebaran berbagai macam penyakit seperti tifus, disentri, kolera, bermacam-macam
cacing (gelang, kremi, tambang, pita), schistosomiasis dan sebagainya. Sedangkan
menurut Suyono & Budiman (2011), beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui
tinja manusia diantaranya kholera, disentri, tifus abdominalis, gastroenteritis, polio
mielitis anterior akuta, hepatitis infeksiosa, cacingan, antraks, leptospirosis,
skistosomiasis atau legionelosis.
Sementara menurut Slamet (2009) tinja dan urin manusia berbahaya karena mengandung
banyak kuman patogen, baik berbentuk virus (Enter ovirus), bakteri (Coliform tinja,
Salmonella sp., Shigella sp., Vibrio cholera), protozoa (E. Histolytica) dan metazoa (A.
Lumbricoides).

Beberapa syarat jamban sehat (Notoatmodjo, 2007), antara lain :


1. Tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban
2. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya
3. Tidak mengotori air tanah di sekitarnya
4. Tidak terjangkau oleh serangga terutama lalat, kecoa dan binatang-binatang lainnya
5. Tidak menimbulkan bau
6. Mudah digunakan dan dipelihara
7. Sederhana desainnya
8. Murah
9. Dapat diterima oleh pemakainya.

Tempat Sampah

Menurut Slamet (2009), hubungan sampah dengan kesehatan dapat dikelompokkan


menjadi efek yang langsung dan tidak langsung. Efek langsung adalah efek yang
disebabkan karena kontak langsung dengan sampah, sedangkan efek tidak langsung
berupa penyakit bawaan vektor yang berkembang biak dalam sampah. Penyakit bawaan
sampah sangat luas dan dapat berupa penyakit menular, tidak menular, dapat juga berupa
akibat kebakaran, keracunan dan lain- lain dimana penyebabnya dapat berupa bakteri,
jamur, cacing dan zat kimia.

2.3 Pesisir dan Batas Wilayah Pesisir


2.3.1 Pengertian Wilayah Pesisir
Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara darat dan laut yang bagian
lautnya masih dipengaruhi oleh aktivitas daratan, seperti sedimentasi dan aliran air tawar, dan
bagian daratannya masih dipengaruhi oleh aktivitas lautan seperti pasang surut, angin laut,
dan perembesan air asin (Ketchum, 1972). GESAMP1 (2001) mendefinisikan wilayah pesisir
sebagai wilayah daratan dan perairan yang dipengaruhi oleh proses biologis dan fisik dari
perairan laut maupun dari daratan, dan didefinisikan secara luas untuk kepentingan
pengelolaan sumber daya alam. Sehingga deliniasi wilayah pesisir ini dapat berbeda
tergantung dari aspek administratif, ekologis, dan perencanaan.
Definisi wilayah pesisir seperti yang sudah dijelaskan memberikan suatu pengertian
bahwa ekosistem pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan
habitat yang tinggi dan beragam, serta saling berinteraksi antara habitat tersebut. Selain
mempunyai potensi yang besar, wilayah pesisir juga merupakan ekosistem yang paling mudah
terkena dampak kegiatan manusia. Lebih lanjut, umumnya kegiatan pembangunan, secara
langsung maupun tidak langsung, dapat berdampak buruk bagi ekosistem pesisir.
Undang-Undang (UU) No. 27 Tahun 2007 sebagaimana telah diubah dengan UU
No.1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulaupulau Kecil mendefinisikan
wilayah pesisir sebagai daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi
oleh perubahan di darat dan laut. Dalam konteks ini, ruang lingkup pengaturan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil meliputi daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang
dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut, ke arah darat mencakup wilayah administrasi
kecamatan dan ke arah laut sejauh 12 (dua belas) mil menurut batas yurisdiksi suatu negara.
Batas wilayah pesisir ke arah darat semacam ini sama seperti yang dianut oleh United
States (US) Coastal Management Act dan California sejak tahun 1976. Ke arah laut
hendaknya meliputi daerah laut yang masih dipengaruhi oleh pencemaran yang berasal dari
darat, atau suatu daerah laut dimana kalau terjadi pencemaran (misalnya tumpahan minyak),
minyaknya akan mengenai perairan pesisir. Batasan wilayah pesisir yang sama dapat berlaku,
jika tujuan pengelolaannya adalah untuk mengendalikan penebangan hutan secara semena-
mena dan bertani pada lahan dengan kemiringan lebih dari 40%.
Transisi antara daratan dan lautan di wilayah pesisir telah membentuk ekosistem yang
beragam dan sangat produktif serta memberikan nilai ekonomi yang luar biasa terhadap
manusia. Konsekuensi dari tekanan terhadap pesisir ini adalah masalah pengelolaan yang
berasal dari konflik pemanfaatan yang timbul akibat berbagai kepentingan yang ada di
wilayah pesisir.
Sebagai wilayah peralihan darat dan laut yang memiliki keunikan ekosistem, dunia
memiliki kepedulian terhadap wilayah ini, khususnya di bidang lingkungan dalam konteks
pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Secara historis, kota-kota penting
dunia bertempat tidak jauh dari laut. Alasannya, kawasan ini memiliki potensi sumber daya
kelautan dan perikanan, serta memudahkan terjadinya perdagangan antar daerah, pulau, dan
benua. Selain itu, wilayah pesisir juga merupakan daerah penghambat masuknya gelombang
besar air laut ke darat, yaitu dengan keberadaan hutan mangrove.
Karakteristik umum wilayah laut dan pesisir adalah sebagai berikut.
1. Pesisir merupakan kawasan yang strategis karena memiliki topografi yang relatif
mudah dikembangkan dan memiliki akses yang sangat baik (dengan memanfaatkan
laut sebagai “prasarana” pergerakan).
2. Pesisir merupakan kawasan yang kaya akan sumber daya alam, baik yang terdapat
di ruang daratan maupun ruang lautan, yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan
manusia.
Berdasarkan uraian tersebut, maka untuk kepentingan pengelolaan menjadi kurang
begitu penting untuk menetapkan batas-batas fisik suatu wilayah pesisir secara kaku (rigid).
Akan lebih berarti, jika penetapan batasbatas suatu wilayah pesisir didasarkan atas faktor-
faktor yang mempengaruhi pembangunan (pemanfaatan) dan pengelolaan ekosistem pesisir
dan lautan beserta segenap sumber daya yang ada di dalamnya, serta tujuan dari pengelolaan
itu sendiri. Jika tujuan pengelolaan adalah mengendalikan atau MMPI5104/MODUL 1 1.5
menurunkan tingkat pencemaran perairan pesisir yang dipengaruhi oleh aliran sungai, maka
batas wilayah pesisir ke arah darat hendaknya mencakup suatu DAS (daerah aliran sungai)
dimana buangan limbah akan mempengaruhi kualitas perairan pesisir. Sementara itu, jika
tujuan pengelolaan suatu wilayah pesisir untuk mengendalikan erosi pantai, maka batas ke
arah darat cukup hanya sampai pada lahan pantai yang diperkirakan terkena abrasi, dan batas
ke arah laut adalah daerah yang terkena pengaruh distribusi sedimen yang paling dekat
dengan garis pantai. Dengan demikian, meskipun untuk kepentingan pengelolaan sehari-hari
(day to day management) kegiatan pembangunan di lahan atas atau di laut lepas biasanya
ditangani oleh instansi tersendiri, namun untuk kepentingan perencanaan pembangunan
wilayah pesisir, segenap pengaruh atau keterkaitan tersebut harus dimasukkan pada saat
menyusun perencanaan pembangunan wilayah pesisir.
Terdapat definisi wilayah pesisir dalam dua pendekatan, yaitu definisi scientific dan
definisi yang berorientasi pada kebijakan.
a. Menurut definisi scientific, wilayah pesisir yang diibaratkan sebagai pita yang
terbentuk dari daratan yang kering dan ruang yang berbatasan dengan laut (air dan
tanah di bawah permukaan laut) dimana proses-proses dan pemanfaatan lahan yang
terjadi di daratan secara langsung mempengaruhi proses-proses dan pemanfaatan di
laut dan sebaliknya. (Ketchum, 1972 dalam Kay dan Alder, 1999).
b. Definisi yang berorientasi pada kebijakan yang dikemukakan ada dua definisi
yaitu:
1) Definisi wilayah pesisir mencakup daerah sempit sebagai pertemuan antara
darat dan laut yang berkisar antara ratusan dan beberapa kilometer, meluas dari
darat mencapai batas perairan menuju batas jurisdiksi nasional di perairan lepas
pantai. Definisi ini tergantung pada seperangkat issue dan faktor-faktor geografi
yang relevan pada setiap bentangan pesisir yang ada (Hildebrand dan Norena,
1992; Kay dan Alder, 1999).
2) Manajemen wilayah pesisir melibatkan manajemen yang kontinu dari
pemanfaatan lahan di pesisir dan perairan beserta sumber daya yang ada dalam
areal yang sudah ditetapkan, dimana batas-batasnya ditetapkan secara politik
melalui perundang-undangan atau aturan yang ditetapkan oleh eksekutif (Jones dan
Westmacott, 1993). 1.6 Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut
Dari kedua definisi yang berorientasi politik tersebut pada tingkat kebijakan, batas-
batas wilayah pesisir didefinisikan dalam empat cara, yaitu (1) berdasarkan jarak yang tetap,
(2) berdasarkan jarak yang beragam, (3) berdasarkan pemanfaatan, dan (4) merupakan
perpaduan dari ketiga hal tersebut.

2.3.2 Batas Wilayah Pesisir


Saat ini, penentuan batas-batas wilayah pesisir didunia berdasarkan pada tiga kriteria, yaitu
(Dahuri et al., 1996):
1. Garis linier secara arbitrer tegak lurus terhadap garis pantai (coastline atau shoreline).
2. Batas-batas administratif dan hukum negara.
3. Karakteristik dan dinamika ekologis (biofisik) yakni atas dasar sebaran spasial dari
karakteristik alamiah (natural features) atau kesatuan prosesproses ekologis (seperti aliran
sungai, migrasi biota dan pasang surut).
Maksud dari uraian berbagai definisi tentang wilayah pesisir adalah memperkaya wawasan
tentang pengertian yang lebih mendasar, batas-batas dan karakteristik kawasan pesisir. Dari
berbagai uraian definisi tersebut, dapat ditengarai beberapa unsur/elemen yang mendasar,
yaitu:
1. Pertemuan antara daratan dan perairan/laut.
2. Keterlibatan berbagai ekosistem yang berbeda.
3. Adanya interaksi dan keterkaitan antara berbagai ekosistem.
4. Adanya pemanfaatan sumber daya pesisir dan lautan.
5. Terdapat batas-batas (boundary).
Mengingat bahwa kawasan pesisir adalah merupakan kawasan yang kaya akan sumber daya
alam dan ekosistem yang paling produktif maka kawasan pesisir mempunyai daya tarik yang
luar biasa bagi manusia untuk memanfaatkan sumber daya alam tersebut. Aktivitas manusia
dalam memanfaatkan sumber daya alam cenderung berlebihan dan merusak ekosistem yang
ada sehingga semakin hari semakin rusak dan semakin menurun kualitas fungsi ekosistem
dimaksud.
Beberapa alasan lain yang terkait dengan sifat sumber daya pesisir tersebut adalah :
1. Wilayah yang paling tertekan karena berbagai kegiatan pembangunan dan dampak
pembangunan,MMPI5104/MODUL 1 1.7
2. Wilayah yang kurang diperhatikan, dilihat dari ketersediaan sarana dan prasarana umum,
3. Wilayah yang paling mudah dan banyak diakses karena secara geografis paling mudah dan
murah,
4. Wilayah yang mudah berubah karena sifat-sifat biofisiknya,
5. Pertambahan penduduk yang tinggi, rendahnya kualitas penduduk, dan pada umumnya
menjadi tempat berkembangnya kriminalitas,
6. Sumber daya pesisir sering bersifat akses terbuka (open access), paling tidak secara de-
facto demikian adanya.
Jadi disamping disebabkan oleh dampak pembangunan di kawasan pesisir itu sendiri,
juga disebabkan oleh dampak pembangunan atau eksternalitas kegiatan di daerah daratan
yang berhubungan langsung dengan kawasan pesisir. Untuk itu maka secara dini diperlukan
usaha-usaha perlindungan kawasan pesisir dari ancaman kerusakan atau degradasi kualitas
sumber daya alam akibat aktivitas pemanfaatan yang berlebihan dan tidak bertanggung jawab,
sehingga di satu sisi pemanfaatan yang dilakukan bisa optimal dan di sisi lain sumber daya
alam dan ekosistemnya terjaga kelestariannya.
Untuk dapat mengelola pembangunan sumber daya wilayah pesisir dan lautan secara
berkelanjutan (sustainable), diperlukan pemahaman dan penguasaan yang mendalam tentang
batasan dan karakteristik utama coastal zone (wilayah pesisir) tersebut antara lain:
1. Merupakan bagian dunia yang memiliki ekosistem yang paling produktif (estuaria, daerah
genangan, terumbu karang),
2. Kaya akan sumber daya hayati (mangrove, terumbu karang, ikan dan bahan
tambang/mineral),
3. Dipengaruhi kekuatan gaya dinamis (erosi, akresi, badai gelombang, bertambahnya
permukaan perairan laut),
4. Kepadatannya ¾ dari kepadatan penduduk dunia,
5. Diharapkan menyerap sebagian besar pertambahan penduduk global di masa depan,
6. Merupakan tempat yang cocok untuk pelabuhan, fasilitas industri, pengembangan kota,
turisme, penelitian, pertanian, dan pembuangan limbah.
Karakteristik wilayah pesisir secara umum penting untuk diketahui dalam upaya
perlindungan wilayah pesisir, karena sumber daya hayati perairan pesisir merupakan satuan
kehidupan (organisme hidup) yang saling berhubungan dan berinteraksi dengan lingkungan
nir-hayatinya (fisik) membentuk suatu sistem, yang sering disebut dengan ekosistem wilayah
pesisir dan lautan. Beberapa ekosistem utama yang terdapat di wilayah pesisir mempunyai
karakteristik sebagai berikut (Bengen, 2000):
1. Mengandung habitat dan ekosistem seperti estuaria, terumbu karang, padang lamun yang
menyediakan barang (seperti ikan, mineral, minyak bumi) dan jasa (seperti pelindung alami
dari badai dan gelombang pasang, tempat rekreasi) untuk masyarakat pesisir,
2. Dicirikan oleh persaingan dalam pemanfaatan sumber daya dan ruang oleh berbagai
stakeholder, yang sering menimbulkan konflik dan kerusakan terhadap integritas fungsional
dari sistem sumber daya,
3. Merupakan tulang punggung ekonomi dari negara pesisir dimana sebagian besar dari
Gross National Product (GNP) tergantung pada aktivitas seperti pengapalan, penambangan
minyak dan gas, wisata pantai dan sejenisnya,
4. Biasanya memiliki kepadatan penduduk yang tinggi dan merupakan bagian yang disukai
untuk ber-urbanisasi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam makalah ini,Pengertian Sanitasi Lingkungan Komponen Sanitasi
Lingkungan,dan Pengertian Pesisir dan Batas Wilayah Pesisir telah diuraikan secara
rinci. Sanitasi yang buruk akan berdampak negatif di berbagai aspek kehidupan,
seperti turunnya kualitas lingkungan hidup masyarakat, tercemarnya sumber air
minum bagi masyarakat, munculnya berbagai penyakit, dan sebagainya.
Sarana sanitasi dasar melibatkan tiga komponen yang sangat penting,
yakni penyediaan air bersih, pembuangan sampah rumah tangga dan penyediaan
jamban sehat
Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara darat dan laut yang bagian
lautnya masih dipengaruhi oleh aktivitas daratan, seperti sedimentasi dan aliran air
tawar, dan bagian daratannya masih dipengaruhi oleh aktivitas lautan seperti pasang
surut, angin laut, dan perembesan air asin

3.2 Saran
Akhir dari penulisan Makalah ini yakni besar harapan saya agar Makalah dapat sesuai
pada pertemuan ini,saya juga berharap makalah ini dapat berguna untuk menambah
pemahaman dan wawasan bagi pembaca. Selain itu juga diharapkan selalu berusaha untuk
memenuhi rasa ingin tahu hasil dari Makalah yang telah disampaikan melalui tulisan ini.
Kepada seluruh pembaca kiranya memberikan kritikan yang bersifat membangun sehingga
apa yang kami harapkan dari isi tulisan ini dapat berguna bagi masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai