Disusun oleh :
Tingkat/Reguler : 1B
BAB II PEMBAHASAN…………………
2.1 Pengertian dan ruang lingkup Kesehatan lingkungan………………………..……4
2.2 Penyediaan air bersih …………………………………………...………….….…..5
2.1 Pembuangan kotoran manusia ……………………………………. ..…….………6
Puji Syukur selalu kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
dan rahmat-Nya makalah dengan judul “ Masalah Kesehatan lingkungan yang berpengaruh
pada perilaku” ini dapat disusun dan selesai tepat waktu.
Kami tau bahwa makalah yang disusun masih jauh dari kata sempurna dan banyak
kekurangan lainnya dari segi penulisan maupun materi. Untuk itu kami menerima kritik serta
saran dari semua pihak untuk membantu menyempurnakan makalah ini.
Kami harap dengan adanya makalah ini dapat memberikan pengetahuan dan pemahaman
kepada pembaca.
BAB I
PENDAHULUAN
Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara.
Tiga per empat bagian tubuh manusia terdiri dari air. Manusia tidak dapat bertahan hidupl
ebih dari 4-5 hari tanpa minum air.Air yang digunakan harus memenuhi syarat dari segi
kualitas maupunkuantitasnya. Secara kualitas, air harus tersedia pada kondisi yang
memenuhi syaratkesehatan. Kualitas air dapat ditinjau dari segi fisika, kimia, biologi dan
radioaktif.Kualitas air yang baik ini tidak selamanya tersedia dialam. Dengan
adanya perkembangan industri dan pemukiman dapat mengancam kelestarian air bersih.S
ehingga diperlukan upaya perbaikan secara sederhana maupun modern.
(wawanKurniawan)
Penelitian yang dilakukan oleh Triyono (2014) mengemukakan bahwa pengetahuan,
penghasilan keluarga, ketersediaan sarana dan peran petugas kesehatan merupakan faktor
yang mempengaruhi perilaku buang air besar sembarangan di Kampung Garapan Desa
Tanjung Pasir Kabupaten Tangerang Propinsi Banten. Penelitian yang sama dilakukan
oleh Marsisus di Kecamatan Nanga Belitang Kabupaten Sekadau (2015) menjelaskan
bahwa kebiasaan buang air besar sembarangan pada masyarakat dipengaruhi oleh faktor
pengetahuan, sikap, sosial ekonomi serta penyediaan jamban.
Untuk menilai potensi dan tingkat resiko pencemaran air bersih, antara lain dapat
dilakukan dengan kegiatan inspeksi sanitasi. Inspeksi sanitasi merupakan kegiatan
pengamatan terhadap keadaan fisik sarana air bersih, lingkungan dan perilaku
masyarakat, yang diperkirakan dapat mempengaruhi kualitas air dari sarana air bersih
yang diinspeksi, dengan menggunakan formulir yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil
inspeksi sanitasi tersebut ditetapkan tingkat risiko pencemaran dari sarana air bersih ke
dalam empat kategori yaitu rendah, sedang, tinggi dan amat tinggi. Inspeksi sanitasi
dilaksanakan terhadap semua sarana yang ada, sedangkan pengambilan sampel hanya
dilakukan terhadap sarana tingkat risiko pencemarannya termasuk dalam kategori rendah
dan sedang.
Pemantauan Kualitas air merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk mengetahui
keadaan kualitas air disuatu daerah tertentu. Berdasarkan hasil pemantauan tersebut,
dapat diperkirakan risiko suatu daerah atas kemungkinan terjadinya out break penyakit
yang ditularkan melalui air.
Penentuan Kualitas air dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara langsung
melalui pemeriksaan laboratorium dan secara tidak langsung melalui inspeksi sanitasi.
Berbeda dengan pemeriksaan laboratorium yang akurasinya tinggi, penentuan kualitas
air berdasarkan hasil inspeksi sanitasi hanyalah suatu perkiraan, sehingga akurasinya
kurang memadai. Namun demikian, karena inspeksi sanitasi merupakan kegiatan low
cost dan hasilnya cepat diketahui, maka cara tersebut sangat praktis dan dapat
dilaksanakan secara luas. Oleh karena itu, penggunaan inspeksi sanitasi sebagai
pelengkap dari pemeriksaan laboratorium merupakan tindakan efisiensi (Chandra, 2007).
Apabila terjadi out break penyakit-penyakit yang ditularkan melalui air, maka akan
dilakukan kegiatan investigasi. Hal ini dilakukan dalam bentuk inspeksi sanitasi sarana
air bersih. Inspeksi sanitasi ini juga merupakan bentuk kegiatan monitoring, untuk
memastikan adanya penyimpangan parameter kualitas air.
Pelaksanaan inspeksi sanitasi pada kegiatan monitoring digunakan untuk
memperkirakan kualitas air, sedangkan inspeksi sanitasi pada kegiatan investigasi
dilaksanakan untuk mengetahui penyebab terjadinya penyimpangan parameter kualitas
air. Oleh karena itu, inspeksi sanitasi dilaksanakan terhadap sarana yang telah diketahui
kualitas airnya berdasarkan pemeriksaan laboratorium.
3. Pembuangan kotoran manusia
Akses masyarakat terhadap sarana sanitasi khususnya jamban, saat ini masih jauh
dari harapan. Berbagai kampanye dan program telah banyak dilakukan, terakhir dengan
pemberlakuan program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Berbagai upaya
tersebut sebetulnya bermuara pada terpenuhinya akses sanitasi masyarakat, khususnya
jamban. Namun akses tersebut selain berbicara kuantitas yang terpenting adalah kualitas.
Perdebatan tentang pengertian sanitasi total, pada tahap awal akan terjadi pada
ranah defenisi dan pengertian. Untuk menuju sanitasi total, penting untuk memastkan
faktor supply dan demand tercapai dengan maksimal, untuk mewujudkan Open
Defecation Free (ODF) pada tingkat komunitas.
Kenyataan di lapangan status ODF masih belum seiring dengan terpenuhinya syarat kualitas
sarana (dan ini memang sering kali harus diabaikan dulu untuk mengejar perubahan
perilaku). Namun bagaimanakah sebetulnya syarat pembuangan tinja yang memenuhi syarat
kesehatan? Menurut Ehlers dan Steel (dalam Entjang, 2000), syarat tersebut antara lain :
Tidak boleh mengotori tanah.
Tidak boleh mengotori air permukaan.
Tidak boleh mengotori air tanah dalam.
Kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai tempat lalat bertelur atau
perkembang biakan vektor penyakit lainnya.
Kakus harus terlindung dari penglihatan orang lain.
Pembuatannya mudah dan murah.
Untuk mencegah sekurang-kurangnya mengurangi kontaminasi tinja terhadap lingkungan,
maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik, maksudnya pembuangan
kotoran harus di suatu tempat tertentu atau jamban yang sehat. Suatu jamban disebut sehat
untuk daerah pedesaan apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut (Notoatmodjo,2003).
1. Tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban.
2. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya.
3. Tidak mengotori air tanah di sekitarnya.
4. Tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa, dan binatang binatang
lainya.
5. Tidak menimbulkan bau.
6. Mudah digunakan dan dipelihara (maintanance).
7. Sederhana desainnya.
8. Murah.
9. Dapat diterima oleh pemakainya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Menjaga kesehatan lingkungan sangat pentin salah satunya Penyediaan air bersih. Kualitas
air merupakan keriteria standar yang digunakan untuk mencegah terjadinya penularan
penyakit pada masyarakat yang ditularkan melalui air.Pembuangan tinja juga sangat penting.
syarat Pembuangan tinja antara lain :
Tidak boleh mengotori tanah.
Tidak boleh mengotori air permukaan.
Tidak boleh mengotori air tanah dalam.
Kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai tempat lalat bertelur atau
perkembang biakan vektor penyakit lainnya.
Kakus harus terlindung dari penglihatan orang lain.
Pembuatannya mudah dan murah.
3.2 Saran
Masyarakat mengetahui ciri-ciri air yang memenuhi syarat sehingga terhindar dari penyakityang
ditularkan melalui air serta tidak menambah terjadinya bahan pencemar dengan cara tidak
membuang sampah rumah tangga kedalam air sungai, dan ataupun kedalam selokan