Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH CURRENT ISSUE KESEHATAN LINGKUNGAN

“PP No.66 Tahun 2014 Tentang Penyediaan Air Bersih”

Disusun Oleh:

Annisa Asafitri Delica 201110042


Batrisyia Nazifah Irhad 201110045
Riri Septiara 201110073

Dosen Pembimbing :
Evino Sugriarta, SKM, M.Kes
Sri Lestari A, SKM, M.Kes
Aidil Onasis, SKM, M.Kes

D-III SANITASI JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN


POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kelompok panjatkan kepada Allah SWT, karena rahmat dan karunia-nya
kelompok dapat menyelesaikan makalah current issue kesehatan lingkungan tentang “PP No.66
Tahun 2014” ini tepat pada waktunya.
Kelompok mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yaitu :
1. Evino Sugriarta, SKM, M.Kes
2. Sri Lestari A, SKM, M.Kes
3. Aidil Onasis, SKM, M.Kes
Selaku dosen peCurrent Issue Kesehatan Lingkungan yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kelompok
tekuni ini dalam menyelesaikan Makalah tentang Pp No.66 Tahun 2014.

Dengan dibuatnya makalah ini semoga dapat memberikan manfaat dan pengetahuan kepada
para pembaca umumnya, dan bagi kelompok khususnya. Kelompok menyadari makalah ini
masih jauh dari sempurna, oleh karenanya kelompok mengharapkan ada kritik dan saran yang
membangun.

Padang, 4 Agustus 2022

Kelompok V

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................1
A. Latar Belakang...................................................................................1
B. Tujuan.................................................................................................3
C. Manfaat...............................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................4
A. Pengertian Air Bersih.........................................................................4
B. Pengertian Stunting.............................................................................4
C. Hubungan Air Bersih dengan Stunting pada Balita............................4
BAB V PENUTUP.................................................................................8
A. Kesimpulan.........................................................................................8
B. Saran...................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA............................................................................

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan lingkungan merupakan hak azazi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan
yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
pancasila dan UUD NKRI 1945. Kesehatan lingkungan dapat diselenggarakan untuk
mewujudkan,memelihara dan meningkatakan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif,partisipatif,dan berkelanjutan dalam
rangka pembentukan sumber daya manusia Indonesia,serta peningkatan ketahanan dan daya
saing bangsa bagi kebangunan nasional.
Berkaitan dengan hal tersebut kesehatan lingkungan dilakukan melalui peningkatan
sanitasi lingkungan, baik yang menyangkut tempat maupun terhadap bentuk atau wujud
sustantifnya yang berupa fisik,kimia dan biologis termasuk perubahan perilaku. Keadaan
lingkungan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat. Pada hakikatnya tingkat dan
derajat kesejahteraan manusia sangat dipengaruhi oleh lingkungan,dan banyak penyakit dapat
dimulai,didukung,ditopang,atau dirangsang oleh faktor-faktor lingkungan. Sehingga lingkungan
hidup merupakan sesuatu yang sangat fundamental dalam mempengaruhi kelangsungan
perikehidupan dan kesejahretaan manusia serta makhluk hidup.
Stunting pada balita merupakan salah satu tantangan pada bidang kesehatan paling
penting bagi pertumbuhan manusia, yang mempengaruhi sekitar 162 juta balita di dunia. Studi
literatur ini bertujuan mengetahui hubungan faktor sanitasi dengan stunting. Tulisan ini
bersumber dari artikel yang terdapat pada basis data PubMed dan Google scholar. Pencarian
literatur bahasa Indonesia dilakukan dengan kata kunci: stunting, kepemilikan jamban sehat,
akses air bersih, dan cuci tangan pakai sabun, sedangkan untuk pencarian literatur bahasa Inggris
dilakukan dengan kata kunci: stunting, healthy latrines, clean water, dan hand washing.
Pencarian berbatas dimulai dari tahun 2014 hingga tahun 2019 yang bisa diakses secara penuh
(full text) dalam format pdf serta memiliki desain penelitian kasus kontrol, cross sectional, dan
kohort. Dua belas artikel yang memenuhi kriteria inklusi kemudian ditelaah. Kepemilikan
jamban sehat, akses air bersih, dan cuci tangan pakai sabun diindikasikan sebagai faktor

1
penyebab stunting pada balita. Beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan dapat dijadikan
dipertimbangkan untuk melakukan penanganan stunting melalui intervensi lingkungan.
Secara global, permasalahan gizi yaitu kejadian stunting (anak pendek) dialami oleh
negara-negara miskin dan negara-negara berkembang. Dampak negatif dari stunting akan
menghambat perkembangan balita yang akan terus berlangsung dalam kehidupan selanjutnya.
Capaian prestasi akademis yang rendah sangat berhubungan dengan kejadian stunting
(Arfines & Puspitasari, 2017) dan penghasilan yang rendah pada saat dewasa (TNP2K, 2017).
Balita pendek pada saat dewasa berisiko menjadi orang yang tidak produktif dan kurang sehat
serta lebih mudah terkena penyakit non infeksi/tidak menular. Oleh karena itu, produktivitas
suatu bangsa di masa depan akan menurun disebabkan oleh balita pendek (stunting) yang
memiliki kualitas sumber daya manusia yang buruk (Unicef, 2012).
Hasil dari Pemantauan Status Gizi (PSG) prevalensi balita stunting cenderung tinggi,
sebesar 11.5% balita dilaporkan sangat pendek dan 19.3% balita dilaporkan pendek. Pada
Riskesdas 2018 dilaporkan bahwa terjadi penurunan angka stunting jika dibandingkan dengan
Riskesdas 2013 dari 37,2% menjadi 30,8% (Kemenkes, 2018).
Sanitasi yang tidak layak merupakan faktor penyebab terjadinya stunting yang berisiko
terhadap terjadinya penyakit infeksi. Rohmah & Syahrul (2017) dan Torlesse, Cronin, Sebayang,
& Nandy (2016) melaporkan fasilitas sanitasi yang buruk dan kualitas air minum yang tidak baik
adalah sebuah kombinasi yang berisiko terjadinya stunting. Hal ini selaras dengan penelitian
yang dilakukan Prendergast & Humphrey (2014) di 137 negara berkembang. Penyakit infeksi
pada balita dapat terjadi akibat akses terhadap sumber air bersih dan fasilitas sanitasi yang buruk
sehingga energi untuk pertumbuhan digunakan untuk melawan infeksi. Proses penyerapan gizi
akan terganggu sehingga akan menghambat pertumbuhan balita.
Akses air bersih untuk rumah tangga di Indonesia Sebagian besar (53,5%) masih berada
dalam kategori kurang sampai menengah (5 – < 100 Liter per orang per hari). Sumber air yang
layak adalah air minum yang terlindung, yang memiliki jarak minimal 10 meter dari sumber
pencemar. DKI Jakarta merupakan provinsi yang paling tinggi dalam akses sanitasi layak
(91,13%), sedangkan persentase terendah adalah Papua sebesar (33,06%) (BPS, 2017). Hal ini
merupakan masalah penting karena dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit infeksi yang
pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya stunting. Wirawan (2013) menjelaskan bahwa

2
manfaat mencuci tangan pada air bersih yang mengalir merupakan faktor pencegah tertular flu,
demam dan penyakit menular lainnya sampai dengan lebih dari 50%.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas maka dapat dirumuskan permasalahan mengenai “Bagaimana
hubungan kejadian Stunting pada Balita dengan Kebutuhan Air Bersih?”

C. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui bagaimana hubungan kejadian stunting pada balita dengan kebutuhan
air bersih.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Air Bersih
Berdasarkan PMK No. 32 Tahun 2017 Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi adalah
air dengan kualitas tertentu yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang
kualitasnya berbeda dengan kualitas air minum.
Menurut Kodoatie (2003), air bersih adalah air yang dipakai sehari-hari untuk keperluan
mencuci, mandi, memasak dan dapat diminum setelah dimasak. Sedangkan Menurut Suripin
(2002), yang dimaksud air bersih yaitu air yang aman (sehat) dan baik untuk diminum, tidak
berwarna, tidak berbau, dengan rasa yang segar.
Menurut World Health Organization atau WHO sebagai organisasi kesehatan
internasional menyatakan bahwa air bersih merupakan air yang dapat dimanfaatkan oleh manusia
untuk memenuhi keperluan domestik, mulai dari konsumsi, air minum dan tentunya persiapan
makanan.
B. Pengertian Stunting
Berdasarkan Perpres nomor 72 tahun 2021, Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan
perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan
panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar yang ditetapkan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
Menurut World Health Organization (WHO), stunting adalah gangguan perkembangan
pada anak yang disebabkan oleh gizi buruk, infeksi yang berulang, dan simulasi psikososial yang
tidak memadai.
Balita pendek (Stunting) adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan
gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan gizi. Stunting dapat terjadi mulai janin dalam kandungan dan baru nampak saat anak
berusia dua tahun. (Eko Putro sandjojo,2017 ).
C. Hubungan Air Bersih dengan Stunting pada Balita
Faktor sanitasi yang tidak layak mempunyai hubungan signifikan dengan stunting,
sehingga anak dengan kondisi sanitasi yang tidak layak mempunyai risiko 5,0 kali tebih besar
mengalami stunting (Apriluana and Fikawati, 2018). Akses sanitasi yang layak dapat melindungi

4
balita terhadap stunting sebesar 70,6% (Vilcins, Sly and Jagals, 2018). Air minum yang bersih
dan memadai, sanitasi layak, saluran air untuk air limbah dan pengelolaan limbah padat yang
tepat adalah intervensi kesehatan ekuitas yang utama (WHO, 2018).
Kurangnya kebersihan dari air yang digunakan dalam sehari-hari menyebabkan
terjadinya penyakit infeksi seperti diare dan kecacingan, sehingga balita akan mengalami
gangguan penyerapan nutrisi pada proses pencernaan yang mengakibatkan berat badan balita
akan turun. Penyakit infeksi yang berlangsung dalam waktu lama dan sering akan menyebabkan
stunting pada balita (Kemenkes RI, 2018). Berdasarkan latar belakang di atas maka penelitian
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara penyediaan sanitasi air bersih
dengan kejadian stunting pada balita.
Sumber air minum terlindung dan tidak terlindung penting untuk diperhatikan. Sumber
air minum terlindung contohnya adalah air dari unit pengolahan (PDAM), air kemasan,
sementara sumber air minum tidak terlindung adalah air sungai, air sumur dan air hujan. Sumber
air minum yang tidak terlindung lebih berisiko terhadap terjadinya diare. Diare yang terjadi
secara kronis pada anak-anak dapat menghalangi mereka mencapai potensi pertumbuhannya
(Unicef, 2012). Perbaikan kualitas air minum dapat mengurangi kejadian diare dan kasus
kematian pada anak (Adewara & Visser, 2011).
Hasil penelitian yang diperoleh sejalan dengan penelitian tentang dampak perlakuan air,
sanitasi dan kebersihan terhadap pertumbuhan, morbiditas pada balita yang tinggal di negara
berpenghasilan menengah ke bawah menunjukkan bahwa dengan meningkatkan akses dan
kualitas air bersih, maka dapat meningkatkan z-skor tinggi badan pada balita menurut umur.
Selain itu, peningkatan akses kualitas air bersih juga mengurangi risiko kejadian stunting sebesar
13% (Gera, Shah, & Sachdev, 2018). Hasil yang sama diperoleh di Etiopia yang menunjukkan
bahwa air bersih, sanitasi dan kebersihan merupakan faktor prediktor kuat terhadap kejadian
stunting (Abate & Belachew, 2018).
Ulfah et al. (2018) menyatakan bahwa balita yang berasal dari keluarga yang mempunyai
fasilitas air bersih memiliki prevalensi penyakit diare dan stunting lebih rendah daripada balita
dari keluarga yang tidak memiliki sarana air bersih dan kepemilikan jamban. Balita yang
mengalami penyakit diare akan mengalami gangguan pertumbuhan, sehingga menyebabkan
kejadian stunting. Terjadinya gangguan penyerapan zat gizi yang secara langsung menyebabkan

5
tubuh kekurangan mikronutrien. Mikronutrien yang kurang dapat meningkatkan katabolisme,
sehingga transportasi zat gizi esensial ke jaringan menjadi berkurang. Kurangnya distribusi zat
gizi esensial ke jaringan akan menyebabkan balita kekurangan gizi yang secara langsung dapat
menurunkan daya tahan tubuh balita dan menyebabkan balita rentan terhadap berbagai penyakit
infeksi, serta dapat mengganggu perkembangan kognitif (Walker et al., 2012). Jika penyakit
diare terjadi dalam jangka waktu yang lama dan sering, dapat menyebabkan gangguan
pertumbuhan pada balita (Sujendran, Senarath, & Joseph, 2015).
Beberapa penelitian yang menyatakan sumber air bersih yang layak tidak mempunyai
hubungan dengan kejadian stunting, akan tetapi penelitian-penelitian tersebut menunjukkan
bahwa sumber air bersih terlindungi merupakan faktor protektif. Hal ini menunjukkan bahwa
sumber air bersih yang layak bukan merupakan satu-satunya faktor yang berhubungan dengan
kejadian stunting. Beberapa peneliti menemukan bahwa pendidikan orang tua yang tinggi, orang
tua bekerja, pendapatan keluarga tinggi menunjukkan kemampuan untuk mengakses sumber air
bersih yang layak. Sehingga disarankan kepada Ibu untuk selalu menggunakan air bersih,
melakukan pengelolaan air minum dengan cara direbus/dimasak terlebih dahulu sebelum
dikonsumsi oleh anak. Instansi pemerintah seperti PDAM sebaiknya melakukan penyediaan air
bersih yang mencukupi sehingga dapat dialirkan ke rumah warga dan juga untuk puskesmas
sebaiknya melakukan penyuluhan tentang cara mengolah air bersih.
Kondisi lingkungan yakni kurangnya akses ke fasilitas sanitasi air bersih yang tidak
memenuhi syarat sangat mempengaruhi kejadian stunting. Lingkungan yang tidak memenuhi
syarat kesehatan menimbulkan terjadinya transmisi penyakit dari tinja ke mulut, sehingga timbul
penyakit seperti diare, cacingan, serta enteropati lingkungan. Enteropati lingkungan merupakan
kondisi gangguan subklinis yang dipercaya karena infeksi usus yang berulang sehingga
menyebabkan masalah kronis penyerapan gizi karena perubahan dinding usus. Infeksi tersebut
membuat gizi sulit diserap oleh tubuh, ketika kebutuhan gizi dalam tubuh tidak terpenuhi
mengakibatkan energi dalam tubuh balita harus dibagi, energi yang seharusnya digunakan untuk
pertumbuhan beralih untuk melakukan perlawanan tubuh menghadapi infeksi (Apriluana and
Fikawati, 2018).
Air, sanitasi, dan kebersihan tetap menjadi intervensi penting bagi kesehatan dan
perkembangan anak dan merupakan pusat dari pembangunan berkelanjutan karena tiga alasan

6
utama, yaitu: pertama, akses ke air, sanitasi, dan kebersihan adalah hak asasi manusia yang
fundamental, Pemerintah telah berkomitmen untuk mencapai akses universal ke air, sanitasi, dan
kebersihan melalui Sustainable Development Goals (SDGs). Kedua, air, sanitasi, dan kebersihan
mencegah infeksi trachoma dan cacing pada anak-anak. Ketiga, menunjukkan efek jangka
panjang air, sanitasi, dan kebersihan berpengaruh pada stunting dan gizi (Russell and Azzopardi,
2019).

7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengelolaan air yang tidak sesuai dapat menyebabkan peningkatan kejadian stunting pada
balita di Indonesia. Memiliki sumber air bersih yang terlindungi merupakan faktor protektif
untuk mengurangi stunting pada balita.
B. Saran
Pemerintah hendaknya meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat kepada masyarakat
dengan meningkatkan peran kader kesehatan sehingga dapat mencegah penyakit infeksi yang
berakibat pada terjadinya stunting. Bagi instalasi kesehatan, sebaiknya lebih memaksimalkan
penyuluhan kepada masyarakat tentang pemeliharaan dan perbaikan sanitasi penyediaan air
bersih. Dan begitupula dengan masyarakat hendaknya lebih mengoptimalkan kebutuhan air
bersih terutama kepada masyarakat yang mempunyai balita.

8
DAFTAR PUSTAKA

Abate, K. H., & Belachew, T. (2018). Chronic Malnutrition Among Under Five Children of
Ethiopia May Not Be Economic. A Systematic Review and Meta-Analysis. Ethiopian
Journal of Health Science, 29(2), 265–277.
Apriluana, G. and Fikawati, S. 2018. ‘Analisis FaktorFaktor Risiko terhadap Kejadian Stunting
pada Balita (0-59 Bulan) di Negara Berkembang dan Asia Tenggara’, Media Litbangkes,
28(4),pp.247–256.Availableat: https://ejournal2.litbang.kemkes.go.id/indexphp/mpk/article
/view/472/537.
Adewara, S. O., & Visser, M. (2011). Environment for Development Use of Anthropometric
Measures to Analyze How Sources of Water and Sanitation Affect Children ’ s Health in
Nigeria.247–256. Availableat:
https://ejournal2.litbang.kemkes.go.id/index.php/mpk/article /view/472/537
Gera, T., Shah, D., & Sachdev, H. S. (2018). Impact of Water, Sanitation and Hygiene
Interventions on Growth, Non-diarrheal Morbidity and Mortality in Children Residing in
Low- and Middle-income Countries: Indian Pediatrics, 55(5), 381–393.

PMK No. 32 Tahun 2017 Tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan
Kesehatan Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua, dan
Pemandian Umum.
Perpres No. 72 Tahun 2021 Tentang Percepatan Penurunan Stunting.
Russell, F. and Azzopardi, P. 2019. ‘WASH: a basic human right and essential intervention for
child health and development’, The Lancet Global Health, 7(4), p. e417. doi:
10.1016/S2214-109X(19)30078-6.
Sujendran, S., Senarath, U., & Joseph, J. (2015). Prevalence of Stunting among Children Aged 6
to 36 Months , in the Eastern Province of Sri Lanka Journal of Nutritional Disorders &
Therapy. Journal of Nutritional Disorder & Therapy, 5(1), 1–6.
https://doi.org/10.4172/2161-

Anda mungkin juga menyukai