KASUS:
DIARE PADA ANAK AKIBAT KURANGNYA HYGIENE DAN
SANITASI DI PUSKESMAS PAMPANG, KOTA MAKASSAR
MATA KULIAH:
HYGIENE LINGKUNGAN KERJA
DOSEN PENGAMPU:
RIRI SEGITA, MKM. S.Ft
OLEH:
WINDY RAHMADHANI (2213201072)
FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS FORT DE KOCK
TAHUN 2024
KATA PENGANTAR
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
menderita diare di wilayah kerja puskesmas dari bulan Januari sampai Maret
2021 sebanyak 80 kasus, dimana 24 kasus pada bulan Januari, 24 kasus pada
Februari dan 32 kasus pada bulan Maret.
1.3 Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, makalah ini
bertujuan untuk:
1. Untuk menjelaskan konsep diare
2. Untuk menjelaskan konsep hygiene dan sanitasi
3. Untuk menjelaskan pembahasan tentang Kasus/Permasalahan
4. Untuk menjelaskan cara penanganan kasus/permasalahan
1.4 Manfaat
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dan tujuan di atas, makalah
ini bermanfaat untuk:
1. Untuk mengetahui konsep diare
2. Untuk mengetahui konsep hygiene dan sanitasi
3. Untuk mengetahui pembahasan tentang Kasus/Permasalahan
4. Untuk mengetahui cara penanganan kasus/permasalahan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Penelitian tersebut mengemukakan perilaku higiene buruk akan
berpeluang lebih besar terjangkit diare, yaitu 74,09% daripapa perilaku
higiene yang baik. Personal hygiene penting untuk menjaga agar makanan
dan minuman yang akan dikonsumsi tidak terkontaminasi bakteri
penyebab diare, seperti Escherichia coli. Oleh karena itu, perilaku ini
sangat penting karena dapat mengurangi resiko terjadinya diare (Haenisa
& Surury, 2022).
4
Kondisi air bersih yang kurang baik dapat mendukung terjadinya
kejadian diare pada balita (Yennie et al., 2014). Air yang keruh biasanya
mengandung partikel-partikel padat seperti tanah, lumpur, pasir, maupun
partikel lainnya yang bisa mengandung mikroorganisme berbahaya
(Widyastuty et al., 2018). Jika air keruh tersebut mengandung patogen
seperti bakteri atau parasit yang menyebabkan penyakit diare, maka
mengonsumsi air yang tidak dimurnikan atau tidak aman dapat
menyebabkan infeksi saluran pencernaan dan akhirnya menyebabkan
diare.
Kondisi jamban yang kurang baik nantinya dapat memungkinkan
adanya cemaran dari tinja. Tinja berbahaya karena memiliki virus maupun
kuman yang banyak di dalamnya (Rau, 2021). Tinja yang dibuang pada
tempat yang tidak tertutup dapat dijadikan tempat berkembangbiak lalat
yang nantinya dapat hinggap ke makanan manusia dan menyebabkan diare
(Langit, 2016). Adapun beberapa penyebab utama dari adanya sarana
sanitasi termasuk jamban yang tidak memenuhi syarat selain dari
rendahnya kesadaran masyarakat tetapi juga adanya keterbatasan dana
untuk membangun jamban yang memadai.
Sampah merupakan salah satu tempat dari berbagai sumber
penyakit, tempat perkembangbiakan vektor maupun binatang pengganggu
seperti kecoa, tikus dan lalat. Sampah dapat menimbulkan bau yang
mengganggu dan mencemari tanah, air maupun udara. Upaya mencegah
penularan penyakit lingkungan seperti diare, sangat penting untuk
mengelola sampah rumah tangga.
5
Berdasarkan data dari Puskesmas Pampang Kota Makassar,
didapatkan bahwa jumlah anak yang mengalami diare meningkat pada
tahun 2018 sebanyak 890 anak, meningkat pada tahun 2019 sebanyak 928
anak, dan menurun pada tahun 2020 sebanyak 447 anak. Sedangkan
jumlah anak yang menderita diare di wilayah kerja puskesmas dari bulan
Januari sampai Maret 2021 sebanyak 80 kasus, dimana 24 kasus pada
bulan Januari, 24 kasus pada Februari dan 32 kasus pada bulan Maret.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Tuang, 2021
yang menyatakan bahwa adanya hubungan ketersediaan air bersih dengan
kejadian diare pada anak di Wilayah Kerja Puskesmas Pampang Kota
Makassar, karena responden yang ketersediaan air bersihnya memenuhi
syarat lebih cenderung anaknya tidak mengalami diare. Jadi dapat
disimpukan bahwa semakin buruk ketersediaan air bersih di rumah, maka
semakin tinggi risiko terjadi diare pada anak.
Ketersediaan air bersih untuk masyarakat memengaruhi kesehatan
masyarakat, produktifitas ekonomi dan kualitas kehidupan. Kondisi
kesehatan bergantung pada kualitas air, dimana air berfungsi sebagai
media penyebaran penyakit (water borne disease) akibat air bersih
terkontaminasi mikroorganisme (Salmonella sp, Campylobacter jejuni,
Stafilococcus aureus, Bacillus cereus, Cryptosporidium dan
Enterohemorrhagic Escherichia coli).
Selanjutnya, kebiasaan cuci tangan berhubungan dengan kejadian
diare pada anak di Wilayah Kerja Puskesmas Pampang Kota Makassar.
Kebiasaan cuci tangan merupakan faktor mempengaruhi kejadian diare
pada anak. Karena anak atau ibu yang kebiasaan cuci tangannya baik lebih
cenderung tidak mengalami diare, begitu juga anak atau ibu yang
kebiasaan cuci tangannya kurang lebih cenderung mengalami diare. Jadi
dapat disimpukan bahwa semakin buruk kebiasaan cuci tangan, maka
semakin tinggi risiko terjadi diare pada anak.
Sanitasi makanan berhubungan dengan kejadian diare pada anak di
Wilayah Kerja Puskesmas Pampang Kota Makassar. Dimana cara
pengolahan makanan, cara penyajian makanan, dan cara penggunaan
6
peralatan makan merupakan faktor sanitasi yang berkaitan dengan
kejadian diare. Sanitasi makanan rumah tangga yang efektif mengikuti 6
prinsip hygiene sanitasi makanan yaitu, pemilihan bahan makanan,
penyimpanan bahan makanan, pengolahan makanan, penyimpanan
makanan matang, pengangkutan makanan, dan penyajian makanan.
Apabila 6 prinsip pengelolaan makanan minuman diterapkan dirumah
tangga, dapat mencegah terjadinya penyakit diare.
Ketersediaan jamban berhubungan dengan kejadian diare pada
anak di Wilayah Kerja Puskesmas Pampang Kota Makassar. Fungsi
jamban dari aspek kesehatan lingkungan antara lain dapat mencegah
berkembangnya berbagai penyakit yang disebabkan oleh kotoran manusia.
Sementara dampak serius membuang kotoran di sembarang tempat
menyebabkan pencemaran tanah, air dan udara karena menimbulkan bau.
Pengelolaan sampah berhubungan dengan kejadian diare pada anak
di Wilayah Kerja Puskesmas Pampang Kota Makassar. Pengelolaan
sampah sangat penting untuk mencegah penularan penyakit, dan dapat
menurunkan insidensi kasus penyakit menular yang erat hubungannya
dengan sampah. Pengelolaan sampah perlu untuk mencegah terjadinya
sarang vektor penyakit dan terjadinya penyakit. Pengelolaan sampah yang
benar terdiri dari tahap pengumpulan dan penyimpanan, pengangkutan dan
pemusnahan.
7
Kurangnya kebiasaaan cuci tangan:
1. Memberikan pendidikan tentang pentingnya mencuci tangan dengan
sabun dan air bersih sebelum makan, setelah menggunakan toilet, dan
setelah bermain di luar.
2. Memasang fasilitas mencuci tangan yang mudah diakses, seperti keran
air, sabun, dan kain lap di area strategis seperti dekat toilet atau tempat
makan.
Sanitasi makanan yang buruk:
1. Pendidikan tentang pentingnya memasak makanan hingga matang
sempurna, menyimpan makanan dalam wadah yang bersih, serta
menghindari kontaminasi silang antar makanan mentah dan matang.
2. Penguatan pengawasan sanitasi makanan di pasar tradisional dan
restoran melalui regulasi yang ketat serta inspeksi rutin.
Tidak tersedianya jamban sehat
1. Membangun atau memperbaiki fasilitas sanitasi, termasuk
pembangunan toilet dan sistem pengelolaan limbah yang sesuai standar
kesehatan.
2. Mengedukasi masyarakat tentang manfaat memiliki akses ke toilet
yang aman dan higienis serta risiko kesehatan yang terkait dengan
buang air besar di tempat terbuka.
Pengelolaan sampah yang tidak benar:
1. Mendorong perilaku pembuangan sampah yang tepat, seperti
memisahkan sampah organik dan anorganik, serta melakukan
pengumpulan dan pembuangan sampah secara teratur.
2. Menggalakkan program daur ulang dan pengelolaan sampah berbasis
komunitas untuk mengurangi limbah dan menghindari penumpukan
sampah yang menjadi tempat berkembangnya patogen penyebab
penyakit.
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Diare tergolong dalam penyakit menular berbasis lingkungan yang
disebabkan oleh virus, bakteri atau protozoa. Sebagian besar penyakit ini
terjadi karena infeksi bakteri Escherichia coli yang berasal dari makanan
maupun air yang telah terkontaminasi dari feses.
Personal Hygiene ibu yang paling kurang yaitu masih kurangnya
kesadaran ibu untuk membersihan maupun mencuci tangan setelah batuk/
bersin dan sebelum menyuapi makan anak. Kondisi air bersih yang kurang
baik dapat mendukung terjadinya kejadian diare pada balita. Kondisi
jamban yang kurang baik nantinya dapat memungkinkan adanya cemaran
dari tinja. Tinja berbahaya karena memiliki virus maupun kuman yang
banyak di dalamnya Sampah merupakan salah satu tempat dari berbagai
sumber penyakit, tempat perkembangbiakan vektor maupun binatang
pengganggu seperti kecoa, tikus dan lalat.
3.2 Saran
Disarankan kepada orang tua untuk lebih memperhatikan hygiene
dan sanitasi rumah tangga demikesehatan anak. Mulai dari kebersihan diri
seperti mencuci tangan pakai sabun, ketersedian air bersih, jamban sehat
dan pengelolaan sampah yang benar. Diharapkan kepada pemerintah untuk
memperhatikan sarana dan prasarana massyarakat yang belum memadai
untuk kesehatan bersama.
9
DAFTAR PUSTAKA
Dwitasari, R., Kustono, D., Al-irsyad, M., & Marji. (2024). Hubungan Sanitasi ,
Personal Hygiene Dan Kandungan Escherichia Coli Dengan Diare Di
Puskesmas Dinoyo Kota Malang. Jurnal Anestesi: Jurnal Ilmu Kesehatan
Dan Kedokteran, 2(1).
Haenisa, N. N., & Surury, I. (2022). HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE
DENGAN KEJADIAN DIARE PADA SANTRI DI KOTA TANGERANG
SELATAN. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 19(2), 231–238.
Nisa, A. K., & Iriani, D. U. (2023). Hubungan Personal Hygiene Ibu dan Sanitasi
Lingkungan dengan Kejadian Diare di Puskesmas Pisangan Tangeraang
Selatan. Journal of Religion and Public Health, 5(1), 38–49.
Tuang, A. (2021). Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diare pada
Anak Agus. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 10(2), 534–542.
https://doi.org/10.35816/jiskh.v10i2.643
10
Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada
https://akper-sandikarsa.e-journal.id/JIKSH
Volume 10| Nomor 2| Desember|2021
e-ISSN: 2654-4563 dan p-ISSN: 2354-6093
DOI 10.35816/jiskh.v10i2.643
Research article
Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diare pada Anak
Agus Tuang1
1
Program Studi Program Kesehatan Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Makassar
Pendahuluan
Penyakit diare menjadi permasalahan utama di negara-negara berkembang termasuk di
Indonesia. Selain sebagai penyebab kematian, diare juga menjadi penyebab utama gizi kurang
yang bisa menimbulkan kematian serta dapat menimbulkan kejadian luar biasa. Beberapa faktor
yang menjadi penyebab timbulnya penyakit diare disebabkan oleh bakteri melalui kontaminasi
makanan dan minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan penderita. Selain
itu, faktor yang paling dominan berkontribusi dalam penyakit diare adalah air, higiene sanitasi
makanan, jamban keluarga, dan air (Melvani et al., 2019).
Penyakit diare merupakan penyebab utama kematian kedua pada anak di bawah lima
tahun dan mengakibatkan kematian sekitar 525.000 anak setiap tahunnya. Diare dapat
berlangsung beberapa hari dan dapat mengakibatkan dehidrasi air dan garam yang diperlukan
untuk bertahan hidup. Di masa lalu, bagi kebanyakan orang, dehidrasi berat dan kehilangan cairan
adalah penyebab utama kematian. Sekarang, penyebab lain seperti infeksi bakteri septik
kemungkinan akan menyebabkan peningkatan proporsi kematian terkait diare. Anak-anak yang
kekurangan gizi atau memiliki kekebalan yang terganggu serta orang yang hidup dengan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) paling berisiko mengalami diare yang mengancam jiwa (WHO,
2017).
Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2019, prevalensi diare berdasarkan
diagnosis tenaga Kesehatan sebesar 6,8% dan berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan atau gejala
yang pernah dialami sebesar 8%.Kelompok umur dengan prevalensi diare (berdasarkan diagnosis
tenaga Kesehatan) tertinggi yaitu pada kelompok umur 1-4 tahun sebesar 11,5% dan pada bayi
sebesar 9%. Prevalensi diare terendah di Provinsi Kepulauan Riau sebanyak 5,1% dan dan
tertinggi di Provinsi Sumatera Utara sebanyak 14,2% (Kementerian Kesehatan RI, 2020).
Pemetaan jumlah penderita diare menurut Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan tahun
2019 menunjukkan bahwa perkiraan diare sebanyak 236.099 kasus, adapun diare yang ditangani
sebanyak 146.958 kasus (62,24%), dimana kejadian terbesar di Kota Makassar dengan jumlah
yang ditangani dilaporkan sebanyak 19.592 kasus (Dinkes Prov. Sulawesi Selatan, 2020).
Kasus diare yang ditemukan dan ditangani yang dilaporkan oleh 46 puskesmas se Kota
Makassar sampai dengan desember 2016 sebanyak 22.052 dengan Angka Kesakitan (Incidence
Rate/IR) yaitu 15.21 per 1.000 penduduk menurun dibandingkan tahun 2015 sebanyak 28.257
kasus dengan Angka Kesakitan (Incidence Rate/IR) yaitu 20,07 per 1.000 penduduk dan
meningkat dari tahun 2014 yaitu 26.485 kasus dengan Angka Kesakitan (Incidence Rate/IR) yaitu
19,34 per 1.000 penduduk (Dinkes Kota Makassar, 2017).
Diare adalah suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti
biasanya. Perubahan yang terjadi berupa perubahan peningkatan volume, keenceran, dan
frekuensi dengan atau tanpa lendir darah, seperti lebih dari 3 kali/hari dan pada neonatus lebih
dari 4 kali/hari (Selviana et al., 2017). Tingginya angka kejadian diare disebabkan oleh banyak
faktor diantaranya makanan dan minuman yang terkontaminasi akibat kebersihan yang buruk,
infeksi virus dan bakteri (Rahmah et al., 2016).
Banyak faktor resiko yang diduga menyebabkan terjadinya penyakit diare. Salah satu
faktor antara lain adalah sanitasi lingkungan yang kurang baik, persediaan air yang tidak
hiegienis, dan kurangnya pengetahuan. Selain itu, faktor hygiene perorangan yang kurang baik
dapat menyebabkan terjadinya diare seperti kebiasaan cuci tangan yang buruk, kepemilikan
jamban yang tidak sehat (Rahman et al., 2016).
Berdasarkan hasil penelitian Fatmawati et al., (2017), menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara perilaku cuci tangan dan kejadian diare (ρ=0,000 < 0,001), dimana responden
yang memiliki perilaku cuci tangan yang tidak baik mempunyai peluang 36 kali mengalami diare
(OR=36,364). Terdapat hubungan antara perilaku makan dengan kejadian diare (ρ=0,000 <
0,001), dimana responden yang memiliki perilaku makan yang tidak baik mempunya peluang 23
kali mengalami diare (OR=23, 125). Terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan
kejadian diare (ρ=0,000 < 0,001), dimana responden yang memiliki status gizi kurang (kurus)
mempunyai peluang 71 kali mengalami diare (OR=71,111).
535
Agus Tuang. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan………..
Penelitian lain yang telah dilakukan oleh Prabowo et al., (2017), mengemukakan bahwa
ada hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian diare (ρ value 0,034), ada hubungan hygiene
makanan dengan kejadian diare (ρ value 0,001) dan ada hubungan perilaku cuci tangan dengan
kejadian diare (ρ value 0,001). Dan hasil analisis multivariat dengan koefisien regresi logistik
berganda, variabel cuci tangan memiliki pengaruh paling dominan terhadap kejadian diare dengan
nilai OR sebesar 6,985 dengan ρ value sebesar 0,001.
Berdasarkan data dari Puskesmas Pampang Kota Makassar, didapatkan bahwa jumlah
anak yang mengalami diare meningkat pada tahun 2018 sebanyak 890 anak, meningkat pada
tahun 2019 sebanyak 928 anak, dan menurun pada tahun 2029 sebanyak 447 anak. Sedangkan
jumlah anak yang menderita diare di wilayah kerja puskesmas dari bulan Januari sampai Maret
2021 sebanyak 80 kasus, dimana 24 kasus pada bulan Januari, 24 kasus pada Februari dan 32
kasus pada bulan Maret (Data Sekunder Puskesmas Pampang Kota Makassar, 2021).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan
kejadian diare pada anak di Wilayah Kerja Puskesmas Pampang Kota Makassar.
Metode
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif menggunakan observasi analitik
dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kerja
Puskesmas Pampang Kota Makassar. Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak usia
sekolah (6-12 tahun) yang berada di Wilayah Kerja Puskesmas Pampang Kota Makassar sebanyak
80 anak dengan jumlah sampel sebanyak 66 anak menggunakan purposive sampling. Kriteria
sampel dalam penelitian ibu yang memiliki anak usia sekolah (6-12 tahun) dan membawa anak
berkunjung di Puskesmas. Variabel independen dalam penelitian ini adalah kejadian diare pada
anak usia sekolah, sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah ketersediaan air
bersih, kebiasaan cuci tangan, sanitasi makanan, ketersediaan jamban sehat, dan pengelolaan
sampah. Pengumpula data menggunakan data primer yang mencakup kuesioner ketersediaan
ketersediaan air bersih, kebiasaan cuci tangan, sanitasi makanan, ketersediaan jamban sehat,
pengelolaan sampah, dan kejadian diare pada anak usia sekolah. Analsis data menggunaka uji chi-
square test pada software SPSS 20 dengan tingkat kesalahan α=(0,05).
Berdasarkan tabel 1 menunjukkan hasil uji statistik dengan Chi-square diperoleh nilai
ρ=0,001, karena nilai ρ<α (0,05), maka hipotesis alternatif diterima. Interpretasi ada hubungan
ketersediaan air bersih dengan kejadian diare pada anak di Wilayah Kerja Puskesmas Pampang
Kota Makassar, karena responden yang ketersediaan air bersihnya memenuhi syarat lebih
cenderung anaknya tidak mengalami diare.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Romeo et al.,
(2021), mengemukakan bahwa ada hubungan antara faktor ketersediaan air bersih dengan diare
pada balita di wilayah Puskesmas Panite Kecamatan Amanuban Selatan, Kabupaten Timor
Tengah Selatan. Hasil Odds Ratio sebesar 4,01 yang artinya ketersediaan air bersih yang
mencukupi mempunyai kemungkinan 4,01 kali lebih besar tidak mengalami diare pada balita
536
Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada
Volume 10 Nomor 2 Desember 2021
dibandingkan dengan ketersediaan air bersih yang tidak mencukupi. Penelitian lain yang telah
dilakukan oleh Afriani (2017), juga mengemukakan bahwa adanya hubungan yang bermakna
antara ketersedian sarana air bersih dengan kejadian diare di Kelurahan Talang Jawa Wilayah
Kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung.
Ketersediaan air bersih untuk masyarakat memengaruhi kesehatan masyarakat,
produktifitas ekonomi dan kualitas kehidupan. Kondisi kesehatan bergantung pada kualitas air,
dimana air berfungsi sebagai media penyebaran penyakit (water borne disease) akibat air bersih
terkontaminasi mikroorganisme (Salmonella sp, Campylobacter jejuni, Stafilococcus aureus,
Bacillus cereus, Cryptosporidium dan Enterohemorrhagic Escherichia coli) (Padji &
Sudarmadji, 2017).
Peran air dalam terjadinya penyakit menular dapat berupa, air sebagai penyebar mikroba
patogen, sarang insekta penyebar penyakit penyakit, bila jumlah air bersih tidak mencukupi,
sehingga orang tidak membersihkannya dirinya dengan baik, dan air sebagai sarang hospes
sementara penyakit. Untuk mencegah terjadinya diare, maka air bersih harus diambil dari yang
terlindungi atau tidak terkontaminasi (Lestari, 2016).
Menurut asumsi peneliti, ketersediaan air bersih merupakan faktor mempengaruhi
kejadian diare pada anak. Karena anak yang ketersediaan air bersihnya memenuhi syarat lebih
cenderung anaknya tidak mengalami diare, begitu juga anak yang ketersediaan air bersihnya tidak
memenuhi syarat lebih cenderung anaknya mengalami diare. Jadi dapat disimpukan bahwa
semakin buruk ketersediaan air bersih di rumah, maka semakin tinggi risiko terjadi diare pada
anak.
Tabel 2
Hubungan kebiasaan cuci tangan dengan kejadian diare pada anak (n=66)
Kejadian Diare
Total
Kebiasaan Cuci Tangan Tidak diare Diare ρ
n % n % n %
Baik 28 77,8 8 22,2 36 100,0
Kurang 13 43,3 17 56,7 30 100,0 0,004
Total 41 62,1 25 37,9 66 100,0
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan hasil uji statistik dengan Chi-square diperoleh nilai
ρ=0,004, karena nilai ρ<α (0,05), maka hipotesis alternatif diterima. Interpretasi ada hubungan
kebiasaan cuci tangan dengan kejadian diare pada anak di Wilayah Kerja Puskesmas Pampang
Kota Makassar, karena responden yang kebiasaan cuci tangannya baik lebih cenderung anaknya
tidak mengalami diare.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Rosyidah (2019),
mengemukakan bahwa ada hubungan antara variabel perilaku cuci tangan dengan variabel
kejadian diare (ρ=0,015). Dimana perilaku yang baik maka kemungkinan terkena diare kecil,
sedangkan perilaku yang kurang baik maka semakin besar kemungkinan untuk terkena diare.
Penelitian lain yang telah dilakukan oleh Afriani (2017), juga mengemukakan bahwa sebagian
besar responden mempunyai kebiasaan cuci tangan yang baik lebih cenderung anaknya tidak
mengalami diare. Jadi disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan cuci
tangan dengan kejadian diare balita.
Mencuci tangan adalah kegiatan yang sering dianggap sepeleh namun banyak memiliki
manfaat bagi kesehatan. Untuk hasil yang maksimal disarankan mencuci tangan dengan baik,
tidak terburu-buru, serius dan teliti yaitu minimal dilakukan selama 20 detik. Dengan melakukan
pencucian tangan yang bersih dan teratur dapat menjauhkan kita dari virus, bakteri dan kuman
penyebab penyakit (Mubarak, 2015). Cuci tangan sangat berguna untuk membunuh kuman
penyakit yang ada ditangan. Tangan yang bersih akan mencegah penyakit seperti diare, kolera
disentrik, thypus, kecacingan, penyakit kulit, ISPA, flu burung atau Severe Acute Respiratory
537
Agus Tuang. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan………..
Sindrome (SARS). Dengan mencuci tangan, maka tangan menjadi bersih dan bebas dari kuman
(Proverawati & Rahmawati, 2012).
Pendapat WHO (2009) dalam Firdaus (2018), mencuci tangan dengan sabun telah
terbukti mengurangi kejadian penyakit diare. Mencuci tangan disini lebih ditekankan pada saat
sebelum makan maupun sesudah buang air besar. Cuci tangan menjadi salah satu intervensi yang
paling efektif untuk mengurangi kejadian diare pada anak. Kebiasaan cuci tangan, perilaku cuci
tangan yang buruk berhubungan erat dengan peningkatan kejadian diare dan penyakit lainnya.
Perilaku cuci tangan yang baik dapat menghindarkan diri dari diare. Cuci tangan merupakan
sebuah kunci penting dalam pencegahan penyakit, dimana kebiasaan mencuci tangan yang baik
berpengaruh terhadap kesehatan anak.
Menurut asumsi peneliti, kebiasaan cuci tangan merupakan faktor mempengaruhi
kejadian diare pada anak. Karena anak atau ibu yang kebiasaan cuci tangannya baik lebih
cenderung tidak mengalami diare, begitu juga anak atau ibu yang kebiasaan cuci tangannya
kurang lebih cenderung mengalami diare. Jadi dapat disimpukan bahwa semakin buruk kebiasaan
cuci tangan, maka semakin tinggi risiko terjadi diare pada anak.
Tabel 3
Hubungan sanitasi makanan dengan kejadian diare pada anak (n=66)
Kejadian Diare
Total
Sanitasi Makanan Tidak diare Diare ρ
n % n % n %
Baik 28 73,7 10 26,3 38 100,0
Kurang 13 46,4 15 53,6 28 100,0 0,024
Total 41 62,1 25 37,9 66 100,0
Berdasarkan tabel 3 menunjukkan hasil uji statistik dengan Chi-square diperoleh nilai
ρ=0,024, karena nilai ρ<α (0,05), maka hipotesis alternatif diterima. Interpretasi ada hubungan
sanitasi makanan dengan kejadian diare pada anak di Wilayah Kerja Puskesmas Pampang Kota
Makassar, karena responden yang sanitasi makanannya baik lebih cenderung anaknya tidak
mengalami diare.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Siregar et al.,
(2019), mengemukakan bahwa ada hubungan sanitasi makanan dengan kejadian diare, dimana
cara pengolahan makanan, cara penyajian makanan, dan cara penggunaan peralatan makan
merupakan faktor sanitasi yang berkaitan dengan kejadian diare. Penelitian lain yang telah
dilakukan oleh Maharani et al., (2020), juga mengemukakan bahwa ada hubungan sanitasi
makanan dengan kejadian diare pada anak. Nilai koefisien regresi negatif ini dapat diartikan
bahwa semakin baik sanitasi makanan diterapkan di dalam keluarga responden maka akan
semakin menurun kejadian diare.
Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang menitikberatkan kegiatan dan
tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat
mengganggu atau masalah kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama dalam
proses pegolahan, penyimpanan, pengangkutan, sampai pada saat di mana makanan dan minuman
tersebut siap untuk dikonsumsikan keada masyarakat atau konsumen. Sanitasi makanan ini
bertujuan untuk menjamin kemurnian makanan, mencegah konsumen dari penyakit, mencegah
penjualan makanan yang akan merugikan pembeli mengurangi kerusakan, atau pemborosan
makanan (Sumantri, 2015).
Sanitasi makanan rumah tangga yang efektif mengikuti 6 prinsip hygiene sanitasi
makanan yaitu, pemilihan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, pengolahan makanan,
penyimpanan makanan matang, pengangkutan makanan, dan penyajian makanan. Apabila 6
prinsip pengelolaan makanan minuman diterapkan dirumah tangga, dapat mencegah terjadinya
penyakit diare (Monica et al., 2021).
538
Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada
Volume 10 Nomor 2 Desember 2021
Menurut asumsi peneliti, sanitasi makanan merupakan faktor mempengaruhi kejadian
diare pada anak. Karena anak yang sanitasi makanannya baik lebih cenderung anaknya tidak
mengalami diare, begitu juga anak yang sanitasi makanannya kurang lebih cenderung anaknya
mengalami diare. Jadi dapat disimpukan bahwa semakin buruk sanitasi makanan rumah tangga,
maka semakin tinggi risiko terjadi diare pada anak.
Tabel 4
Hubungan ketersediaan jamban dengan kejadian diare pada anak (n=66)
Kejadian Diare
Total
Ketersediaan Jamban Tidak diare Diare ρ
n % n % n %
Memenuhi syarat 32 94,1 2 5,9 34 100,0
Tidak memenuhi syarat 9 28,1 23 71,9 32 100,0 0,000
Total 41 62,1 25 37,9 66 100,0
Berdasarkan tabel 4 menunjukkan hasil uji statistik dengan Chi-square diperoleh nilai
ρ=0,000, karena nilai ρ<α (0,05), maka hipotesis alternatif diterima. Interpretasi ada hubungan
ketersediaan jamban dengan kejadian diare pada anak di Wilayah Kerja Puskesmas Pampang
Kota Makassar, karena responden yang ketersediaan jambannya memenuhi syarat lebih
cenderung anaknya tidak mengalami diare.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Rohmah &
Syahrul (2017), mengemukakan bahwa ada hubungan antara penggunaan jamban sehat dengan
kejadian diare pada balita, namun kekuatan hubungan pada kategori ini rendah. Berdasarkan
penghitungan prevalence ratio, didapatkan nilai PR sebesar 2,05 yang berarti nilai PR > 1.
Artinya, penggunaan jamban sehat merupakan faktor risiko terhadap timbulnya penyakit diare.
Penelitian lain yang telah dilakukan oleh Kasman & Ishak (2020), juga mengemukakan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara kepemilikan jamban dan kondisi jamban dengan
kejadian diare di Kota Banjarmasin Provinsi Kalimantan Selatan.
Fungsi jamban dari aspek kesehatan lingkungan antara lain dapat mencegah
berkembangnya berbagai penyakit yang disebabkan oleh kotoran manusia. Sementara dampak
serius membuang kotoran di sembarang tempat menyebabkan pencemaran tanah, air dan udara
karena menimbulkan bau. Tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan
meningkatkan risiko terjadinya diare sebesar 2,55 kali lipat dibandingkan dengan keluarga yang
membuang tinjanya secara saniter (Ifandi, 2017).
Kondisi jamban keluarga yang belum memenuhi syarat, dapat menyebabkan timbulnya
kejadian diare pada balita responden yang disebabkan kotoran tinja yang tidak terkubur rapat akan
mengundang lalat maupun tikus yang akan berdampak terhadap kesehatan lingkungan. Suatu
penyakit timbul akibat interaksi satu sama lain yaitu lingkungan, agen dan host. Jika kemampuan
agen meningkat maka dapat menginfeksi manusia serta mengakibatkan penyakit pada manusia.
Perubahan lingkungan yang buruk juga dapat menyebabkan meningkatnya perkembangan agen.
Tempat pembuangan tinja juga merupakan sarana sanitasi yang penting dalam mempengaruhi
kejadian diare. Membuang tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi dapat mencemari
lingkungan pemukiman, tanah dan sumber air (Utama et al., 2019).
Menurut asumsi peneliti, ketersediaan jamban merupakan faktor mempengaruhi kejadian
diare pada anak. Karena anak yang ketersediaan jambannya memenuhi syarat lebih cenderung
anaknya tidak mengalami diare, begitu juga anak yang ketersediaan jambannya tidak memenuhi
syarat lebih cenderung anaknya mengalami diare. Jadi dapat disimpukan bahwa semakin buruk
ketersediaan jamban, maka semakin tinggi risiko terjadi diare.
539
Agus Tuang. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan………..
Tabel 5
Hubungan pengelolaan sampah dengan kejadian diare pada anak (n=66)
Kejadian Diare
Total
Pengelolaan Sampah Tidak diare Diare ρ
n % n % n %
Memenuhi syarat 35 72,9 13 27,1 48 100,0
Tidak memenuhi syarat 6 33,3 12 66,7 18 100,0 0,003
Total 41 62,1 25 37,9 66 100,0
Berdasarkan tabel 5 menunjukkan hasil uji statistik dengan Chi-square diperoleh nilai
ρ=0,003, karena nilai ρ<α (0,05), maka hipotesis alternatif diterima. Interpretasi ada hubungan
pengelolaan sampah dengan kejadian diare pada anak di Wilayah Kerja Puskesmas Pampang Kota
Makassar, karena responden yang pengelolaan sampahnya memenuhi syarat lebih cenderung
anaknya tidak mengalami diare.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Yarmaliza &
Marniati (2017), mengemukakan bahwa ada hubungan pengelolaan sampah dengan penyakit
diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Cot Kuta Kecamatan Suka Makmue Kabupaten
Nagan Raya Tahun 2015 di mana OR = 7.8 dan 95% CI (1.9-31.1) artinya pengelolaan sampah
merupakan faktor risiko. Responden yang menyatakan pengelolaan sampah kurang baik akan 7,8
kali mengalami terjadinya penyakit diare pada balita dibandingkan responden yang menyatakan
pengelolaan sampah yang baik. Penelitian lain yang telah dilakukan oleh Afriani (2017), juga
mengemukakan bahwa Ada hubungan antara pengelolaan sampah rumah tangga dengan kejadian
diare di RW 04 Kelurahan Barombong Kota Makassar, dimana responden yang pengelolaan
sampahnya memenuhi syarat cenderung lebih kecil kemungkinan menderita diare dibandingkan
dengan responden yang pengelolaan sampahnya tidak memenuhi syarat.
Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh
manusia, atau benda padat yang sudah tidak digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan
dibuang. Kejadian diare pada seseorang erat kaitannya dengan pengelolaan sampah rumah tangga
yang buruk dan tidak memenuhi syarat. Pengelolaan sampah yang baik dalam mencegah
penularan penyakit berbasis lingkungan. Jika masih ada masyarakat yang melakukan kebiasaan
buruk dalam mengelola sampah akan timbul potensi yang lebih besar terkena wabah penyakit
berbasis lingkungan (Nurhaedah, 2019).
Pengelolaan sampah sangat penting untuk mencegah penularan penyakit, dan dapat
menurunkan insidensi kasus penyakit menular yang erat hubungannya dengan sampah.
Pengelolaan sampah perlu untuk mencegah terjadinya sarang vektor penyakit dan terjadinya
penyakit. Pengelolaan sampah yang benar terdiri dari tahap pengumpulan dan penyimpanan,
pengangkutan dan pemusnahan (Oktora, 2018).
Menurut asumsi peneliti, pengelolaan sampah merupakan faktor mempengaruhi kejadian
diare pada anak. Karena anak yang pengelolaan sampahnya memenuhi syarat lebih cenderung
anaknya tidak mengalami diare, begitu juga anak yang pengelolaan sampahnya tidak memenuhi
syarat lebih cenderung anaknya mengalami diare. Jadi dapat disimpukan bahwa semakin buruk
pengelolaan sampah di rumah maupun lingkungan, maka semakin tinggi risiko terjadi diare pada
anak.
540
Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada
Volume 10 Nomor 2 Desember 2021
Daftar Rujukan
Afriani, B. (2017). Peranan petugas kesehatan dan ketersedian sarana air bersih dengan kejadian
diare. Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan, 2(2), 117–122.
https://doi.org/10.30604/jika.v2i2.53
Dinkes Kota Makassar. (2017). Profil Kesehatan Kota Makassar Tahun 2016. Dinas Kesehatan
Kota Makassar. https://makassarkota.go.id/
Dinkes Prov. Sulawesi Selatan. (2020). Profil kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2019.
Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan. http://dinkes.sulselprov.go.id
Fatmawati, Arbianingsih, & Musdalifah. (2017). Faktor yang mempengaruhi kejadian diare anak
usia 3-6 tahun di TK Raudhatul Athfal Alauddin Makassar. Jounal of Islamic Nursing,
1(1), 21–32. https://doi.org/10.24252/join.v1i1.3509
Firdaus, A. F. (2018). Analisis usia dan perilaku cuci tangan dengan kejadian diare di SDN
Rangkah 1 Surabaya. Prosiding Seminar Nasional GERMAS, 1(1), 30–38.
https://conferences.unusa.ac.id/index.php/SNG18/article/view/349
Ifandi, S. (2017). Hubungan penggunaan jamban dan sumber air dengan kejadian diare pada balita
di Kecamatan Sindue. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 2(2), 38–44.
https://afiasi.unwir.ac.id/index.php/afiasi/article/view/45
Kasman, & Ishak, N. I. (2020). Kepemilikan jamban terhadap kejadian diare pada balita di Kota
Banjarmasin. Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat Indonesia, 7(1), 28–33.
https://doi.org/10.20527/jpkmi.v7i1.8790
Kementerian Kesehatan RI. (2020). Profil kesehatan Indonesia tahun 2019. Kementerian
Kesehatan RI. https://pusdatin.kemkes.go.id
Lestari, T. (2016). Asuhan keperawatan anak. Nuha Medika.
Maharani, B., Indriyati, & Istiqori. (2020). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare
pada balita di Dukuh Pilang Kelurahan Ketitang Kecamatan Nogosari. Jurnal Ilmu
Keperawatan, 13(2), 36–52.
http://jurnal.usahidsolo.ac.id/index.php/JIKI/article/view/651
Melvani, R. P., Zulkifli, H., & Faizal, M. (2019). Analisis faktor yang berhubungan dengan
kejadian diare balita di Kelurahan Karyajaya Kota Palembang. Jurnal Ilmiah Penelitian
Kesehatan, 4(1), 57–68. https://doi.org/10.30829/jumantik.v4i1.4052
Monica, D. Z., Ahyanti, M., & Prianto, N. (2021). Hubungan penerapan 5 pilar sanitasi total
berbasis masyarakat (STMB) dan kejadian diare di Desa Taman Baru Kecamatan
Penengahan Kabupaten Lampung Selatan. Ruwa Jurai: Jurnal Kesehatan Lingkungan,
14(2), 71–77. https://doi.org/10.26630/rj.v14i2.2183
Mubarak, W. I. (2015). Buku ajar ilmu keperawatan dasar. Salemba Medika.
Nurhaedah. (2019). Hubungan antara sanitasi lingkungan dengan kejadian diare pada lanjut usia.
Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 9(1), 1413–1415.
https://doi.org/10.35816/jiskh.v9i1.97
Oktora, B. (2018). Hubungan pengelolaan sampah rumah tangga dengan kejadian diare pada
balita di Kelurahan Sindang Barang Kota Bogor. Jurnal Ilmiah Wijaya, 10(1), 47–58.
https://doi.org/10.46508/jiw.v10i1.10
Padji, H. M., & Sudarmadji. (2017). Curah hujan, kelembapan, kecepatan angin ketersediaan air
bersih dan kasus diare di daerah kering Kupang. BKM Journal of Community Medicine
and Public Health, 33(10), 475–482. https://doi.org/10.22146/bkm.25005
541
Agus Tuang. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan………..
Prabowo, E., Puspitasari, & Agustiana, L. (2017). Faktor pemicu kejadian diare pada anak usia
1-5 tahun di Puskesmas Kalibaru Kulon Kabupaten Banyuwangi tahun 2017. Jurnal
Ilmiah Kesehatan Rustida, 4(1), 424–436. https://www.akesrustida.ac.id/e-
journal/index.php/jikr/article/view/4
Proverawati, A., & Rahmawati, E. (2012). PHBS (Perilaku Hidup Bersih & Sehat). Nuha Medika.
Rahmah, Firmawati, E., & Dwi Lestari, N. (2016). Penatalaksanaan diare berbasis komunitas
dengan pendekatan manajemen terpadu balita sakit di Kecamatan Ngampilan. Jurnal
Inovasi Dan Penerapan Ipteks, 4(2), 106–111. https://doi.org/10.18196/bdr.4211
Rahman, H. F., Widoyo, S., Siswanto, H., & Biantoro. (2016). Faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian diare di Desa Solor Kecamatan Cermee Bondowoso. NurseLine
Journal, 1(1), 24–35. https://jurnal.unej.ac.id/index.php/NLJ/article/view/3826
Rohmah, N., & Syahrul, F. (2017). Hubungan kebiasaan cuci tangan dan penggunaan jamban
sehat dengan kejadian diare balita. Jurnal Berkala Epidemiologi, 5(1), 95–106.
https://doi.org/10.20473/jbe.v5i12017.95-106
Romeo, P., Landi, S., & Boimau, A. (2021). Hubungan antara faktor perilaku hidup sehat dan
ketersediaan air bersih dengan kejadian diare pada balita (Studi kasus kejadian diare di
Puskesmas Panite Kecamatan Amanuban Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan).
Jurnal Pangan, Gizi Dan Kesehatan, 10(1), 48–54.
https://doi.org/10.51556/ejpazih.v10i1.135
Rosyidah, A. N. (2019). Hubungan perilaku cuci tangan terhadap kejadian diare pada siswa di
Sekolah Dasar Negeri Ciputat 02. Jurnal Ilmiah Keperawatan Orthopedi, 3(1), 10–15.
https://doi.org/10.46749/jiko.v3i1.25
Selviana, Trisnawati, E., & Munawarah, S. (2017). Faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian diare pada anak usia 4-6 Tahun. Jurnal Vokasi Kesehatan, 3(1), 28–34.
https://doi.org/10.30602/jvk.v3i1.78
Siregar, W. W., Saragih, N. T., Sihotang, S. H., Munthe, N. B. G., Handayani, D., & Ritonga, N.
J. (2019). Hubungan pemberian makanan pendamping ASI dan sanitasi makanan pada
bayi usia kurang dari 6 bulan dengan kejadian diare. Jurnal Penelitian Kebidanan &
Kespro, 2(1), 1–5. https://doi.org/10.36656/jpk2r.v2i1.93
Sumantri, A. (2015). Kesehatan lingkungan. Prenada Media Group.
Utama, S. Y. A., Inayati, A., & Sugiarto. (2019). Hubungan kondisi jamban keluarga dan sarana
air bersih dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Arosbaya
Bangkalan. Dinamika Kesehatan Jurnal Kebidanan Dan Keperawatan, 10(2), 820–832.
https://doi.org/10.33859/dksm.v10i2
WHO. (2017). Diarrhoeal disease. World Health Organization. https://www.who.int/news-
room/fact-sheets/detail/diarrhoeal-disease
Yarmaliza, & Marniati. (2017). Pengaruh lingkungan terhadap kejadian diare pada balita.
Seminar Nasional Kemaritiman Aceh, 1(1), 487–493.
http://ojs.serambimekkah.ac.id/semnas/article/view/422
542
Volume 9, Nomor 1, Oktober 22 – Maret 23
ISSN: 2442-501x | E-ISSN: 2541-2892
Faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya diare pada balita di Desa Iwul
Parung Bogor
1, 2, 3 Universitas Nasional
*Koresponden: Nur Fajariyah. Email: nurfajariyah@civitas.unas.ac.id
Submited: 21 Januari 2023 | Accepted: 10 Februari 2023 | Published: 31 Maret 2023
Abstrak
Latar Belakang: Diare merupakan pengeluaran feses yang tidak normal dengan kosistensi lebih cair dari biasanya, dengan
frekuensi lebih dari tiga kali dalam satu hari. Hal yang dapat menyebabkan diare adalah prilaku hidup masyarakat yang kurang
baik dan sanitasi lingkungan Menurut data WHO 2018 mengatakan hampir 1,7 miliar kasus diare terjadi pada anak dengan angka
kematian sekitar 525.000 pada anak balita tiap tahunnya. Berdasarkan data di Amerika Serikat lebih dari 3,5 juta bayi mengalami
diare setiap tahun, menyebabkan lebih dari 500.000 kunjungan ke klinik dokter dan 55.000 hospitalisasi. Peneliti tertarik
melakukan penelitian ini karena jumlah diare pada balita cukup tinggi.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan terjadinya diare pada balita Di Desa Iwul
Parung Bogor.
Metodologi Penelitian: Penelitian Deskriptif Analtik dengan menggunakan pendekatan desain penelitain Cross Sectional. Sampel
dalam penelitian ini berjumlah 238 responden teknik pengambilan sampel menggunakan Non Random Sampling. Teknik
pengambilan data menggunakan kuesioner Pengetahuan ibu tentang diare, Kebiasaan mencuci tangan, dan Penyediaan sarana air
bersih menggunakan. Analisa data bivariat menggunakan uji Chi Square.
Hasil: Dari hasil analisa univariat diperoleh prevalensi anak dengan diare sebanyak 230 (96,6%), sebanyak 42 (17,6%)
pengetahuan ibu tentang diare baik, sebanyak 33 (13,9%) kebiasaan mencuci tangan baik, dan sebanyak 14 (5,9%) penyediaan
sarana air bersih baik. Hasil uji bivariat antara pengetahuan ibu tentang diare, kebiasaan mencuci tangan dan penyediaan sarana
air bersih dengan kejadian diare diperoleh hasil Pvelue 0,035, 0,002, dan 0,008.
Kesimpulan: : Terdapat hubungan antara Pengetahuan ibu tentang diare, Kebiasaan mencuci tangan dan Penyediaan sarana air
bersih.
Kata Kunci: Diare, Pengetahuan ibu, Kebiasaan mencuci tangan, Sarana air bersih.
Penyakit diare merupakan penyakit endemis yang Diare salah satu penyebab kematian dan kesakitan
berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa, dan masih terutama pada anak balita. Kesakitan dan kematian anak
menjadi penyumbang angka kematian di indonesia terutama balita (dibawah umur 5 tahun) masih menunjukkan angka
pada balita. Dan diare saat ini masih merupakan masalah yang cukup tinggi terutama di negara berkembang termasuk
kesehatan yang sering terjadi pada masyarakat. Diare dapat Indonesia sekitar 60 Juta kasus setiap tahunnya, dari jumlah
menyerang semua kelompok usia terutama pada anak. Anak kasus tersebut 70-80% adalah anak dibawah umur 5 tahun
lebih rentan mengalami diare, karena sistem pertahanan (Grafika, Sabilu, & Munandar, 2017).
1
Volume 9, Nomor 1, Oktober 22 – Maret 23
ISSN: 2442-501x | E-ISSN: 2541-2892
Menurut data (WHO 2018) mengatakan hampir 1,7 (2017), menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara
miliar kasus diare terjadi pada anak dengan angka kematian perilaku cuci tangan dan kejadian diare (ρ=0,000 < 0,001),
sekitar 525.000 pada anak balita tiap tahunnya. Berdasarkan dimana responden yang memiliki perilaku cuci tangan yang
data di Amerika Serikat lebih dari 3,5 juta bayi mengalami tidak baik mempunyai peluang 36 kali mengalami diare
diare setiap tahun, menyebabkan lebih dari 500.000 (OR=36,364). Terdapat hubungan antara perilaku makan
kunjungan ke klinik dokter dan 55.000 hospitalisasi dengan kejadian diare (ρ=0,000 < 0,001), dimana responden
(Trestaningati, 2018). yang memiliki perilaku makan yang tidak baik mempunya
Hasil Riskesdas (2013), menyatakan bahwa insiden peluang 23 kali mengalami diare (OR=23, 125). Terdapat
diare pada anak di Indonesia adalah 6,7 persen. Lima hubungan yang signifikan antara status gizi dengan kejadian
provinsi dengan insiden diare tertinggi adalah Aceh (10,2%), diare (ρ=0,000 < 0,001), dimana responden yang memiliki
Papua (9,6%), DKI Jakarta (8,9%), Sulawesi Selatan (8,1%), status gizi kurang (kurus) mempunyai peluang 71 kali
dan Banten (8,0%). Karakteristik diare balita tertinggi mengalami diare (OR=71,111).
terjadi pada kelompok umur 12-23 bulan (7,6%), laki-laki Penelitian yang dilakukan oleh Dini dan Rasyid
(5,5%), perempuan (4,9%). (2013) ada pengaruh antara penyediaan air bersih terhadap
Angka morbiditas dan mortalitas akibat penyakit kejadian diare pada balita yang memperoleh nilai p = 0,000.
diare di Indonesia masih tinggi. Proporsi terbesar penderita Hasil penelitian dapat diartikan bahwa semakin rendah
diare pada balita adalah kelompok umur 6-11 bulan yaitu tingkat risiko sarana air bersih pada rumah balita akan
sebesar 21,65% lalu kelompok umur 12-17 bulan sebesar berbanding lurus dengan rendahnya kejadian diare pada
14,43%, kelompok umur 24-29 bulan sebesar 12,37%, balita, namun sebaliknya semakin tinggi risiko sarana air
sedangkan proporsi terkecil pada kelompok umur 54-59 bersih pada rumah balita akan berbanding lurus dengan
bulan yaitu 2,06% (Kemenkes, 2011). tingginya kejadian diare pada balita.
Berdasarkan Profil Dinas Kesehatan Kota Bogor Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nurul
(2020), di Kota Bogor terdapat 94.264 penduduk berusia Utami dan Nabila Luthfiana (2016) Ada beberapa faktor
balita dan terdapat 18.751 kasus diare pada balita. Menurut yang mempengaruhi kejadian diare pada anak, yaitu faktor
laporan dari puskesmas Tahun 2019 jumlah kasus diare lingkungan, faktor sosiodemografi, dan faktor perilaku.
pada balita di Kabupaten Bogor sebanyak 49.806 kasus. Faktor lingkungan yaitu kebersihan lingkungan, meliputi
Diare merupakan pengeluaran feses yang tidak perumahan, pembuangan kotoran manusia (tinja),
normal dengan konsistensi lebih cair dari biasanya, dengan penyediaan air bersih, pembuangan sampah dan saluran
frekuensi lebih dari tiga kali dalam satu hari. Diare juga pembuangan air limbah (SPAL). Faktor sosiodemografi
didefinisikan sebagai suatu kumpulan dari gejala infeksi terdiri dari pendidikan dan pekerjaan orang tua serta umur
pada saluran pencernaan yang dapat disebabkan oleh anak. Faktor perilaku yaitu pemberian ASI eksklusif, dan
beberapa organisme seperti bakteri, virus, dan parasit kebiasaan mencuci tangan serta mencuci buah dan sayur
(Mendri, 2017) sebelum dikonsumsi.
Hal yang menyebabkan balita mudah terserang Peran perawat sebagai tenaga medis sangatlah
penyakit diare adalah perilaku hidup masyarakat yang penting dalam mencegah dan menanggulangi angka
kurang baik dan sanitasi lingkungan yang buruk. Diare dapat kesakitan diare, seperti memonitor status hiderasi,
berakibat fatal apabila tidak ditangani secara serius karena memonitori vital sign, memonitor masukan makanan atau
tubuh balita sebagian besar terdiri dari air, sehingga bila cairan dalam hitung intake kalori harian, memonitor status
terjadi diare sangat mudah terkena dehidrasi (Irianto, 2012). nutrisi, mendorong keluarga untuk membantu klien makan
Berdasarkan hasil penelitian Fatmawati et al., dan melalui tindakan promotif yaitu perawat memberikan
2
Volume 9, Nomor 1, Oktober 22 – Maret 23
ISSN: 2442-501x | E-ISSN: 2541-2892
penyuluhan mengenai penyakit diare dan PHBS (perilaku menjawab atas pertanyaan-pertanyaan yang mana
hidup bersih dan sehat), tindakan preventif yaitu perawat pengukuran variabel dilakukan pada saat tertentu.
menganjurkan untuk membuang feses (termasuk feses bayi) Penelitian deskriptif digunakan untuk memperoleh
secara benar dan mengajarkan cuci tangan dengan benar di informasi mengenai penyebab terjadinya diare pada balita.
lingkungan masyarakat dan menjaga kebersihan, tindakan Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan cross
kuratif yaitu berikan anak lebih banyak cairan daripada sectional. Penelitian cross sectional adalah suatu penelitian
biasanya untuk mencegah dehidrasi, tindakan rehabilitatif untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor
yaitu mengontrol keadaan pasien secara berkala terutama risiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasional,
untuk balita dan tersedianya air yang bersih tanpa tercemar atau pengumpulan data. Penelitian cross-sectional hanya
dengan limbah. mengobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan
Pengetahuan orang tua tentang terjadinya diare terhadap variabel subjek pada saat penelitian (Notoatmojo,
sangatlah penting. Hal ini disebabkan karena sebagian ibu 2010).
belum mengetahui tentang perilaku sehat untuk menjaga
kesehatan keluarga seperti selalu menjaga kebersihan diri 3.2. Populasi dan Sampel
dan makanan, menjaga kebersihan lingkungan rumah, Populasi dalam penelitian ini adalah Orang tua
memeriksakan kondisi kesehatan ketika terdapat gejala yang memiliki Balita di wilayah Desa Iwul Parung Bogor
suatu penyakit ke puskesmas, menjaga pola istirahat serta dengan jumlah 586 populasi/orang. Data balita yang di ambil
menyempatkan untuk berekreasi guna menghilangkan stres yaitu data pada bula Juni 2022.
yang dapat memicu suatu penyakit (Subakti, 2015). Sampel merupakan objek yang diteliti dan
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2018).
melakukan penelitian ini dikarenakan kasus diare pada Adapun Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini
balita di desa iwul cukup tinggi. Selain itu, pada penelitian adalah Teknik Non Random Sampling, yaitu Purposive
terdahulu sudah banyak meneliti kasus diare pada anak usia sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan
sekolah dan tidak banyak yang meneliti kasus diare pada sampel dengan pertimbangan tertentu yang dibuat oleh
balita. Maka dari itu, peneliti ingin menganalisa lebih jauh peneliti sendiri (Sugiyono, 2018).
faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada Berdasarkan sampel yang digunakan untuk
balita. penelitian ini dibuat dengan batasan karakteristik, dengan
kriteria inklusi dan ekslusi sebagai berikut :
2. Tujuan Penelitian Kriteria Intruksi subjek penelitian adalah:
1) Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu 1) Ibu yang tinggal di Desa Iwul
tentang diare dengan kejadian diare pada balita. 2) Ibu yang bersedia menjadi responden
tangan dengan kejadian diare pada balita. 4) Ibu yang memiliki balita dengan diare akut atau
3
Volume 9, Nomor 1, Oktober 22 – Maret 23
ISSN: 2442-501x | E-ISSN: 2541-2892
Besar Sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan rumus Distribusi frekuensi karakteristik responden
Slovin : penelitian berdasarkan usia ibu, kelompok terbesar
n= N berdasarkan usia ibu yang memiliki balita di Desa Iwul
1+ Ne2 Parung, Bogor adalah Ibu berusia kurang dari 29 tahun yaitu
sebanyak 193 responden (81.09%).
Keterangan:
n = Jumlah Sampel Karakteristik Pekerjaan Ibu
N = Jumlah Populasi
e = nilai batas krits/batas ketelitian yang diinginkan Pekerjaan Ibu Frekuensi (F) Presentase (%)
(presentasi kesalahan 5%) IRT 177 74,4
Karyawan 27 11,3
Maka jumlah populasi dihitung dengan rumus Wiraswasta 28 11,8
Slovin, sebagai berikut : Bidan 3 1,3
Perawat 3 1,3
n= 586 Total 238 100,0
1 + (586 x 0,052)
Kejadian Diare
Usia Frekuensi (F) Presentase (%)
<29 tahun 193 81,09% Kejadian Diare Frekuensi (F) Presentase (%)
>29 tahun 45 18,91 Tidak Diare 8 3,4
Total 238 100,0 Diare 230 96,6
Total 238 100,0
4
Volume 9, Nomor 1, Oktober 22 – Maret 23
ISSN: 2442-501x | E-ISSN: 2541-2892
Menunjukkan bahwa Sebagian besar responden cukup tinggi yaitu sebanyak 224 orang (94.1%), sedangkan
balitanya mengalami diare yaitu sebanyak 230 balita di penyediaan sarana air bersih di Desa Iwul Parung Bogor
Parung Bogor (96.6%) dan balita yang tidak sedang dengan kriteria baik hanya 14 orang (5.9%).
mengalami diare terdapat 8 balita (3.4%).
4.2. Analisa Bivariat
Pengetahuan Ibu tentang Diare Hubungan Faktor Pengetahuan Ibu tentang Diare
dengan Kejadian Diare pada Balita di Desa Iwul Parung
Pengetahuan Frekuensi (F) Presentase (%) Bogor
Baik 42 17,6 Kejadian Pengetahuan Ibu Tentang Total p-value OR
Diare Diare
Kurang Baik 196 82,4
Kurang Baik
Total 238 100,0 Baik
F % F % F %
Tidak 4 50 4 50 8 100 0,035 0,198
Menunjukkan bahwa pegetahuan ibu tentang diare
Diare
di Desa Iwul Parung Bogor dengan kriteria kurang baik
Diare 192 83,5 38 16,5 230 100
adalah 196 orang (82.4%), sedangkan pegetahuan ibu Total 196 82,4 42 17,6 238 100
tentang diare di Desa Iwul Parung Bogor dengan kriteria baik
adalah 42 orang (17.6%). Didapatkan hasil dari 238 orang didapatkan bahwa
responden tertinggi yaitu dengan kejadian diare yang
Kebiasaan Mencuci Tangan mengalami diare dan memiliki pengetahuan ibu tentang
diare kurang baik sebanyak 192 orang (83.5% dan diketahui
Mencuci Tangan Frekuensi (F) Presentase (%) bahwa hasil p-value = 0.035 (<0.05). hasil nilai OR= 0.198.
Baik 33 13,9 artinya anak yang mengalami diare beresiko memiliki
Kurang Baik 205 86,1 pengetahuan ibu kurang baik 0.198 kali disbanding tidak
Total 238 100,0 diare.
Menunjukkan bahwa mencuci tangan responden di Hubungan Faktor kebiasaan Mencuci Tangan dengan
Desa Iwul Parung Bogor dengan kriteria kurang baik cukup Kejadian Diare pada Balita di Desa Iwul Parung Bogor
tinggi yaitu sebanyak 205 orang (86.1%), sedangkan
mencuci tangan responden di Desa Iwul Parung Bogor Kejadian Kebiasaan Mencuci Total p-value OR
Diare Tangan
dengan kriteria baik hanya 33 orang (13.9%).
Kurang Baik
Baik
Penyediaan Sarana Air Bersih F % F % F %
Tidak 3 37,5 5 62,5 8 100 0,002 0,083
Diare
Sarana Air Bersih Frekuensi (F) Presentase (%)
Diare 202 83,5 28 16,5 230 100
Baik 14 5,9 Total 205 86,1 33 13,9 238 100
5
Volume 9, Nomor 1, Oktober 22 – Maret 23
ISSN: 2442-501x | E-ISSN: 2541-2892
dengan responden tertinggi dengan kejadian diare tidak Hal ini sejalan dengan penelitian Yuniati (2021)
mengalami diare dan memiliki kebiasaan mencuci tangan yang berjudul Hubungan Prilaku Ibu Dalam Pencegahan
baik terdapat 5 responden (62.5%) dan diketahui bahwa Diare Dengan Kejadian Diare Pada Batita 1-3 Tahun Di RS
nilai p-value= 0.002 (<0.05). hasil nilai OR= 0.083. yang Mitra Medika dengan hasil yang di dapat mayoritas usia ibu
artinya anak yang mengalami diare beresiko memiliki cuci pada masa dewasa awal (26-35thn) sebanyak 23 (46%).
tangan yang kurang baik 0.083 kali dibandingkan anak yang Dengan hasi penelitian terdapat hubungan antara Prilaku Ibu
tidak diare. Dalam Pencegahan Diare Dengan Kejadian Diare Pada Batita
1-3 Tahun Di RS Mitra Medika.
Hubungan Faktor Penyediaan Air Bersih dengan Berdasarkan Tabel Karakteristik Responden
Kejadian Diare pada Balita di Desa Iwul Parung Bogor Penelitian berdasarkan Pekerjaan Ibu, kelompok terbesar
berdasarkan pekerjaan ibu terbanyak yaitu IRT sebanyak
Kejadian Penyediaan Air Total p- OR 177 responden (74,4%), ibu dengan pekerjaan wiraswasta
Diare Bersih value
sebanyak 28 responden (11,8%), ibu dengan pekerjaan
Kurang Baik
Baik
karyawan sebanyak 27 responden (11,3), ibu dengan
F % F % F % pekerjaan Bidan dan perawat masing-masing terdapat 3
Tidak 5 62,5 3 37,5 8 100 responden (1,3).
Diare 0,008 0,084
Hal ini sejalan dengan penelitian Farida
Diare 219 95,2 11 4,8 230 100
Utaminingtyas, Nurelilasari Siregar, Sakinah Yusrob Pohan
Total 224 94,1 14 5,9 238 100
(2021) yang berjudul Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Ibu
Didapatkan hasil dari 238 orang didapatkan bahwa Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Ruang Anak RSUD Kota
responden tertinggi yaitu dengan kejadian diare yang tidak Padangsidimpuan Tahun 2020 dengan hasil yang di dapat
mengalami diare dan memiliki penyediaan air bersih kurang mayoritas pekerjaan ibu adalah sebagai IRT yaitu sebanyak
baik sebanyak 5 orang (62.5%). Sedangkan hasil dengan 27 orang (56,3%). Dengan hasil penelitian terdapat
responden tertinggi dengan kejadian diare mengalami diare hubungan antara Pengetahuan Dan Sikap Ibu Dengan
dan memiliki penyediaan air bersih kurang baik terdapat Kejadian Diare Pada Balita Di Ruang Anak RSUD Kota
219 0rang (95.2%) dan diketahui bahwa nilai p-value= 0.008 Padangsidimpuan Tahun 2020.
(<0.05). hasil nilai OR= 0.084. yang artinya anak yang Berdasarkan Tabel Frekuensi Karakteristik
mengalami diare beresiko memiliki air bersih kurang baik Responden Penelitian berdasarkan Jenis Kelamin Balita,
0.084 kali dibandingkan anak yang tidak diare. kelompok terbesar berdasarkan jenis kelamin balita
terbanyak yaitu perempuan sebanyak 137 responden
(57,6%) dan laki-laki sebanyak 101 responden (42,4%).
5. Pembahasan
Menurut asusmi peneliti kurangnya pengetahuan
5.1. Analisa Univariat
ibu tentang diare hingga mengakibatkan banyak nya faktor-
Data hasil penelitian didapatkan responden ibu-ibu
faktor yang berpengaruh terhadap terjadinnya diare yang
yang memiliki balita di Desa Iwul Parung Bogor, berdasarkan
akhirnya terbaikan, mulai dari kebiasaan mencuci tangan
tabel Berdasarkan Tabel Karakteristik Responden Penelitian
dan minimnya penyediaan sarana air bersih. Seharusnya
berdasarkan Usia Ibu, kelompok terbesar berdasarkan usia
faktor-faktor tersebutlah yang lebih diutamakan untuk
ibu pada ibu yang memiliki balita di Parung, Bogor adalah ibu
meminimalisir terjadinya diare.
berusia kurang dari 29 tahun yaitu sebanyak 193 responden
Kemungkinan tidak adanya penyuluhan tentang
(81,09%), dan ibu berusia 30 tahun keatas terdapat 45
diare yang mengakibatkan banyaknya ibu yang kurang
responden (18,91%).
6
Volume 9, Nomor 1, Oktober 22 – Maret 23
ISSN: 2442-501x | E-ISSN: 2541-2892
mengerti dan memahami tentang apa saja faktor-faktor prevalensi diare sebesar 51,5%.
terjadinya diare. Akhirnya, hal tersebut yang mengakibatkan Analisis Chi-square menunjukkan bahwa ada
banyaknya terjadinya diare pada balita. korelasi yang signifikan antara insiden Diare dengan
pengetahuan (p = 0,005), kebiasaan mencuci tangan (p =
Gambaran Katergori Variabel 0,012), kebiasaan mengkonsumsi makanan jalan (p = 0,028),
(1) Gambaran Responden berdasarkan Kejadian Diare kebiasaan makan beli di kantin sekolah (p = 0,017),
Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang kebiasaan makan beli di warung di luar sekolah (p = 0,001),
buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan kebiasaan makan beli di pedagang keliling (p = 0,015), dan
dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering juga dengan perilaku hidup sehat dan bersih (p = 0,012).
(biasanya tiga kali atau Icbih) dalam satu hari (Departemen Kesimpulannya bahwa pengetahuan, kebiasaan mencuci
Kesehatan RI, 2011). tangan, kebiasaan mengkonsumsi makanan jalanan dan juga
Hasil penelitian mengenai kejadian diare perilaku hidup sehat dan bersih dapat mempengaruhi
menunjukkan bahwa sebanyak 19,6% pernah mengalami kejadian diare di kalangan siswa sekolah dasar.
diare selama tiga bulan terakhir dan 80,4% tidak pernah
mengalami diare selama tiga bulan terakhir. Diambil tiga Responden pada penelitian ini adalah ibu yang
bulan terkahir karena daya ingat anak-anak masih cukup memiliki balita di Desa Iwul Parung, Bogor, berdasarkan
kuat untuk mengingat kejadian tersebut, hal ini diperkuat table 4.4 diketahui bahwa yang menunjukkan responden
oleh Wong (2004) memori jangka panjang anak telah terbanyak adalah kejadian diare mengalami diare sebanyak
berkembang dengan baik walaupun sedikit. Faktor yang 230 (96,6%) responden. Hal ini sejalan dengan penelitian
mempengaruhi kejadian diare pada anak adalah: sumber air, Sopi (2011) yang menyatakan bahwa sebanyak 51,5% balita
jamban, kebiasaan jajan, dan kebiasaan cuci tangan (Budi, mengalami diare.
2006).
Berdasarkan sumber air, penggunaan air yang (2) Gambaran Responden Berdasarkan Pengetahuan Ibu
tercemar dapat menyebarkan banyak penyakit. Jamban, tentang Diare
pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini
penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap
penurunan resiko terhadap penyakit diare. Kebiasaan jajan suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca
anak usia sekolah dasar sangat berpengaruh pada penyakit indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran,
diare, tidak banyak anak yang memperoleh kesempatan penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan
mempunyai uang saku yang banyak, karena itulah mereka manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo,
cenderung memilih jenis jajanan yang murah, biasanya 2007).
makin rendah harga suatu barang atau jajanan makin rendah Pengetahuan yang dimiliki seseorang tidaklah
pula kualitasnya. Kebiasaan cuci tangan, perilaku cuci tangan sama, melainkan bertingkat-tingkat dimana hal tersebut
yang buruk berhubungan erat dengan peningkatan kejadian tergantung pada upaya untuk mempelajarinya lebih dalam.
diare dan penyakit yang lain.Perilaku cuci tangan yang baik Adanya variasi pengetahuan menunjukkan pengetahuan
dapat menghindarkan diri dari diare. Hal ini juga diperkuat seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain:
oleh penelitian yang dilakukan oleh Sopi dengan judul pengalaman, tingkat pendidikan, informasi, fasilitas dan
prevalensi diare dan faktor yang berhubungan dengan sosial budaya.
kejadian diare pada anak SD di wilayah kerja Puskesmas Menurut penelitian yang dilakukan oleh Stephany
Mulyorejo Kota Surabaya, menunjukkan bahwa ada Y. Motto, Nurhayati Masloman, Jeannete Ch. Manoppo (2013)
7
Volume 9, Nomor 1, Oktober 22 – Maret 23
ISSN: 2442-501x | E-ISSN: 2541-2892
salah satu faktor yang ditenggarai berkontribusi terhadap menunjukkan bahwa sebagian besar responden sebesar
tingginya kejadian diare dengan berbagai tingkatan atau 96,4% memiliki pengetahuan tentang mencuci tangan yang
gradasinya adalah belum optimalnya pengetahuan tentang baik, sebesar 3,6% diantaranya memiliki pengetahuan
diare, sehingga banyak kasus diare yang terjadi. Sebenarnya cukup, sementara siswa yang memiliki pengetahuan kurang
disebabkan karena kurang memadainnya pengetahuan tidak ada. Penelitian yang dilakukan oleh Syarifah Fazlin,
orangtua (ibu) balita. Tentang tindakan-tindakan, apa saja Suriadi, dan Riduan Novaris Sianturi (2013), menunjukkan
yang menurunkan insiden diare, sehingga diharapkan bahwa sebanyak 39,2% responden memiliki pengetahuan
dengan pengetahuan tersebut ibu dapat mengambil kurang tentang teknik mencuci tangan yang benar dan yang
keputusan untuk meminilisir resiko atau hal-hal yang mengalami kejadian diare tinggi sebanyak 51,4% responden.
menyebabkan diare. Simpulan penelitian tersebut adalah semakin kurang tingkat
Responden pada penelitian ini adalah ibu yang pengetahuan siswa tentang teknik mencuci tangan yang
memiliki balita di Desa Iwul Parung, Bogor, berdasarkan benar maka kejadian diare semakin tinggi.
table 4.5 diketahui bahwa yang menunjukkan responden Responden pada penelitian ini adalah ibu yang
terbanyak tentang pengetahuan ibu terhadap diare kurang memiliki balita di Desa Iwul Parung, Bogor, berdasarkan
baik sebesar 196 (82,4%) responden. Hal ini sejalan dengan table 4.6 diketahui bahwa yang menunjukkan responden
penelitian Stephany Y. Motto, Nurhayati Masloman, Jeannete terbanyak adalah Kebiasaan mencuci tangan kurang baik
Ch. Manoppo (2013). Yang menunjukan bahwa sebanyak 43 205 (86,1%) responden. Hal ini sejalan dengan penelitian
orang (55,8%) yang memiliki pengetahuan baik dan Syarifah Fazlin (2013) yang menunjukkan bahwa sebanyak
minoritas yang berpengetahuan kurang baik sebanyak 7 39,2% responden memiliki pengetahuan kurang tentang
orang (9,1%) yang mengakibatkan angka terjadinya diare Teknik mencuci tangan yang benar.
tidak terlalu banyak. (4) Gambaran Responden Berdasarkan Penyediaan Sarana
Air Bersih
(3) Gambaran Responden Berdasarkan Kebiasaan Mencuci Sarana sanitasi air bersih merupakan bangunan
Tangan beserta peralatan dan perlengkapannya yang menyediakan
Berdasarkan penelitian Cahyani (2010), bahwa dan mendistribusikan air tersebut kepada masyarakat.
sumber informasi dapat mempengaruhi tahap cuci tangan Sarana air bersih harus memenuhi persyaratan kesehatan,
seseorang, disebabkan karena sumber informasi tertentu agar tidak mengalami pencemaran sehingga dapat diperoleh
dapat mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang untuk kualitas air yang baik sesuai dengan standar kesehatan. Hasil
cuci tangan dengan benar. Salah satu sumber informasi yang penelitian Riki N.P (2013) pada balita di Kelurahan Sumurejo
dapat meningkatkan tingkat kepatuahan cuci tangan adalah Kecamatan Gunungpati Kota Semarang yang menunjukkan
orang tua. Penelitian yang dilakukan oleh Catalina Lopez, et bahwa ada hubungan bermakna antara risiko pencemaran
al kepada anak-anak dengan jumlah sampel 645 sarana sanitasi air bersih dengan kejadian diare pada balita.
menunjukkan bahwa anak-anak mencuci tangan setelah Responden pada penelitian ini adalah ibu yang
mendapat informasi dari orang tua sebesar 88,5%, dari memiliki balita di Desa Iwul Parung, Bogor, berdasarkan
sekolah sebesar 66,7%, dari media sebesar 56,8%. Selain itu, table 4.7 diketahui bahwa yang menunjukkan responden
siswa yang mendapat informasi dari orang tua cenderung terbanyak adalah Penyediaan sarana air bersih kurang baik
dua kali lebih benar dalam mencuci tangan dibandingkan 224 (94,1%) responden. Hal ini sejalan dengan penelitian
dengan tidak mendapat informasi dari orang tua (Nutbeam, Roya Selaras (2018) juga menunjukkan bahwa responden
1998). yang sarana penyediaan air bersih tidak memenuhi syarat
Hasil penelitian mengenai pengetahuan dan tidak diare yaitu sebanyak 23 responden (54,8%), hal ini
8
Volume 9, Nomor 1, Oktober 22 – Maret 23
ISSN: 2442-501x | E-ISSN: 2541-2892
dikarenakan walaupun air yang dikonsumsi tidak memenuhi Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan
syarat penyediaan air bersih namun untuk keperluan bahwa terdapat hubungan pengetahuan tentang diare
minum, responden terlebih dengan kejadian diare pada balita di Desa Iwul Parung Bogor.
9
Volume 9, Nomor 1, Oktober 22 – Maret 23
ISSN: 2442-501x | E-ISSN: 2541-2892
mencegah dan memutus penyebaran kuman atau bakteri hari maupun untuk konsumsi.
yang menyebabkan diare. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan penyediaan sarana air bersih
bahwa terdapat hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian diare pada balita di Desa Iwul Parung Bogor.
dengan kejadian diare pada balita di Desa Iwul Parung Bogor.
6. Kesimpulan
3. Hubungan Faktor Penyedia Sarana Air Bersih dengan Berdasarkan hasil penelitian dari 238 responden
Kejadian Diare pada Balita di Desa Iwul Parung Bogor yang diperoleh, adapun kesimpulan yang dapat diambil dari
Hasil penelitian yang dilakukan dengan penelitian ini yaitu sebagai berikut :
mengobservasi ibu yang memiliki balita di Desa Iwul Parung, 1. Pengetahuan ibu tentang diare di Desa Iwul Parung
Bogor yang kemudian dianalisis menggunakan uji statistic Bogor didapatkan hasil dari 238 responden, didapatkan
SPSS Chi-Square. Berdasarkan uji statistic terdapat bahwa responden tertinggi yaitu responden dengan
hubungan antara variabel faktor penyediaan sarana air kejadian diare mengalami diare dan memiliki
bersih dengan kejadian diare diketahui bahwa Pvalue = pengetahuan ibu tentang diare kurang baik sebanyak
0,008 (<0,05) sehingga Ho ditolak dan Ha diterima, berarti 192 responden (83,5%). Dan diketahui bahwa hasil
hasil ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan Pvalue = 0,035 (<0,05). Sehingga dapat dikatakan Ho
penyediaan sarana air bersih dengan kejadian diare pada ditolak dan Ha diterima, berarti hasil ini menunjukkan
balita di Parung Bogor. bahwa terdapat hubungan pengetahuan ibu tentang
Penelitian ini sejalan dengan hasil analisis diare dengan kejadian diare pada balita di Desa Iwul
hubungan diketahui responden yang lebih banyak Parung, Bogor.
mengalami kejadian diare pada balitanya adalah balita 2. Kebiasaan mencuci tangan didapatkan hasil dari 238
dengan presentase risiko pencemaran sarana air bersih yang responden, didapatkan bahwa responden tertinggi
berisiko, yaitu sebanyak 15 responden (23,8%). Sedangkan dengan kejadian diare mengalami diare dan memiliki
balita dengan presentase risiko pencemaran sarana air kebiasaan mencuci tangan kurang baik terdapat 202
bersih yang tidak berisiko dan menderita diare sebanyak 22 responden (87,8%). Sedangkan hasil dengan responden
responden (34,9%). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tertinggi dengan kejadian diare tidak mengalami diare
nilai P = 0,032 ( P ≤ 0,05 ) maka Ho ditolak, menunjukkan dan memiliki kebiasaan mencuci tangan baik terdapat 5
bahwa ada hubungan antara risiko pencemaran sarana air responden (62,5%). Dan diketahui bahwa hasil Pvalue =
bersih dengan kejadian diare pada balita di Wilayah 0,002 (<0,05). Sehingga dapat dikatakan Ho ditolak dan
Puskesmas Lubuk Basung Tahun 2020.Hasil penelitian Riki Ha diterima, berarti hasil ini menunjukkan bahwa
N.P (2013) pada balita di Kelurahan Sumurejo Kecamatan terdapat hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan
Gunungpati Kota Semarang yang menunjukkan bahwa ada kejadian diare pada balita di Desa Iwul Parung Bogor.
hubungan bermakna antara risiko pencemaran sarana 3. Penyediaan sarana air bersih didapatkan hasil dari 238
sanitasi air bersih dengan kejadian diare pada balita. responden, didapatkan bahwa responden tertinggi
Menurut asumsi peneliti mengapa penelitian ini dengan kejadian diare tidak mengalami diare dan
memiliki hubungan antara faktor Penyediaan sarana air memiliki penyediaan sarana air bersih kurang baik
bersih dengan kejadian diare, yaitu dikarenakan kurangnya terdapat 5 responden (62,5%). Sedangkan hasil dengan
penyediaan sarana air bersih yang menyebabkan banyaknya responden tertinggi dengan kejadian diare mengalami
terjadinya diare pada balita hingga abainya ibu terhadap diare dan memiliki penyediaan sarana air bersih kurang
kebersihan air yang di gunakan baik untuk kegiatan sehari- baik terdapat 219 responden (95,2%). Dan diketahui
10
Volume 9, Nomor 1, Oktober 22 – Maret 23
ISSN: 2442-501x | E-ISSN: 2541-2892
bahwa hasil Pvalue = 0,008 (<0,05). Sehingga dapat Bayi Resiko Tinggi (1st ed.). Yogyakarta: PUSTAKA
dikatakan Ho ditolak dan Ha diterima, berarti hasil ini BARU PRESS.
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh faktor Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu
penyediaan sarana air bersih dengan kejadian diare Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.
pada balita di Desa Iwul Parung Bogor. Notoatmodjo, S. (2012). Promosi kesehatan dan perilak
kesehatan. 1 ed. Rineka cipta, Jakarta.
7. Referensi Notoatmodjo. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan,
Rineka Cipta, Jakarta.
Astutik. (2013). Data Dan Riset Kesehatan Daerah Dasar : ( Nursalam. (2013). Konsep dan Penerapan Metodologi
Dinkes Kabupaten Bogor., (2020), Profil Kesehatan Memengaruhi Kejadian Diare pada Anak. Majority.
Dinkes Kota Bogor., (2020), Profil Dinas Kesehatan Kota Pratiwi, Indah. (2016). Faktor-Faktor Yang Baerhubungan
Dwienda, O. (2014). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Neonatus, Kelurahan Rapak Dalam Samarinda Sebrang.
Farida Utaminingtyas, et al. (2021). Hubungan Pengetahuan Riset Kesehatan Dasar. (2013). Badan Penelitian dan
Dan Sikap Ibu Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Pengembangan Kesehatan, Jakarta: Kementerian
Jurnal Kesehatan Ilmiah Indonesia. 6(2). Rosyidah A.N. (2014). Hubungan Prilaku Cuci Tangan
Fatmawati, T.Y.,et al. (2017). Analisis Penggunaan Air Bersih, Terhadap Kejadia Diare Pada Siswa Di Sekolah Dasar
Grafika, D., Sabilu, Y., & Munandar, S. (2017). Faktor Risiko diakses pada tanggal 10 Agustus 2022 pukul 21.00.
Kurangnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Sjamsunir, Adam. (2008). Hygiene Perorangan. Jakarta :
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Benu-Benua Kota Soedjas, triwibowo. (2011). Bila Anak Sakit. Yogyakarta:
Kesehatan Masyarakat. 56(7), 1–10. Stephany Y. Motto, et al. (2013). Tingkat Pengetahuan Ibu
Irianto. (2012). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung. Tentang Diare Pada Anak Di Puskesmas Bahu Manado.
Kemenkes R.I., (2011), buletin jendela data dan informasi Subakti, Fikri, A. (2015). Pengaruh Pengetahuan, Perilaku
kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Sehat dan Sanitasi Lingkungan terhadap Kejadian Diare
Kemenkes R.I., (2015), Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta : Sidorukun Kecamatan Gresik Kabupaten Gresik. Jurnal
11
Volume 9, Nomor 1, Oktober 22 – Maret 23
ISSN: 2442-501x | E-ISSN: 2541-2892
12
JHE 2 (1) (2017)
Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang,
Indonesia
Abstract
___________________________________________________________________
Background: Diarrhea is the main health problem can cause illness and death for toddler. The goal of this
reasearch is to knows association of knowledge and caretaker’s hand wash habits with diarrhea on a toddler in
Bandarharjo village, Semarang City.
Methods: Method of this research is cross sectional design with 70 toddlers 1-4 years old that ever diarrhea in
Bandarharjo village as a samples. Quesioner is used to instrument fo this research. Data is analytic by
univariate and bivariate (chi-square test with α=0,05 and Prevalalence Risk (PR) analytic).
Results: The result of research is there is significan association between knowledge (ρ = 0,002), caretaker’s
hand wash habit after defecation (p = 0,016), and hand wash habit before preparing cutlery (p = 0,001) with
diarrhea on toddler.
Conclusion: Knowledge, caretaker’s hand wash habit after defecation, and hand wash habit before preparing
cutlery associate with diarrhea on toddler.
Alamat korespondensi: ISSN 2527-4252
Gedung F5 Lantai 2 FIK Unnes
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
E-mail: dyahragil87@gmail.com
39
Dyah Ragil WL & Yunita Dyah PS/ Journal of Health Education 2 (1) (2017)
40
Dyah Ragil WL & Yunita Dyah PS/ Journal of Health Education 2 (1) (2017)
41
Dyah Ragil WL & Yunita Dyah PS/ Journal of Health Education 2 (1) (2017)
Tabel 1. Distribusi Balita dan Responden Berdasarkan Karakteristik Usia, Jenis Kelamin, Tingkat
Pendidikan, Pekerjaan, dan Kejadian Diare pada Balita
Distribusi Frekuensi Total
No Karakteristik Responden
N % N %
Usia Balita
1. 1 Tahun 23 33
2. 2 Tahun 18 26
70 100
3. 3 Tahun 16 16
4. 4 Tahun 13 13
Jenis Kelamin Balita
1. Laki-Laki 32 45,7
70 100
2. Perempuan 38 54,3
Usia Responden
1. 17-25 Tahun 20 28
2. 26-35 Tahun 32 46
70 100
3. 36-45 Tahun 16 23
4. 46-55 Tahun 2 3
Pendidikan Responden
1. Tidak Tamat SD 0 0
2. Tamat SD 18 25,7
3. Tamat SMP 28 40 70 100
4. Tamat SMA 22 31,4
5. Perguruan Tinggi 2 2,9
Pekerjaan Responden
1. Ibu Rumah Tangga 56 80
2. Tani/Buruh 1 1,4
3. Karyawan Swasta 10 14,3 70 100
4. Wirausaha 2 2,9
5. PNS 1 1,4
Kejadian Diare
1. Diare 50 71,4
70 100
2. Tidak Diare 20 28,6
responden dengan jumlah paling sedikit adalah 10 orang (14,3%), wiraswasta 2 orang (2,9%)
antara 46-55 tahun yaitu 2 responden atau dan tani atau buruh masing-masing 1 orang
hanya 3% dari total jumlah responden. Hasil (1,4%). Sementara itu, pada kejadian diare
penelitian menunjukkan gambaran umum diketahui bahwa balita yang diare berjumlah 50
responden adalah rata-rata responden berusia 30 anak (71,4%) dan balita yang tidak mengalami
tahunan, dengan usia minimum responden diare berjumlah 20 anak (28,6%).
adalah 17 tahun dan usia maksimum responden Berdasarkan tabel 2, diketahui terdapat
adalah 49 tahun. 22 responden (31,4%) memiliki tingkat
Berdasakan hasil, diperoleh bahwa pengetahuan rendah dengan riwayat balita
sebanyak 58% responden berada pada usia 17- pernah menderita diare. 1 responden (1,5%)
30 tahun. Pendidikan respondenpaling banyak memiliki tingkat pengetahuan rendah yang
adalah tamat SMP yaitu berjumlah 28 orang balitanya tidak memiliki riwayat diare. 28 (40%)
(40%) berikutnya adalah tamat SMA sebanyak memiliki tingkat pengetahuan tinggi dengan
22 orang (31,4%), tamat SD sebanyak 18 orang riwayat balita menderita diare. 19 responden
(25,7%) dan paling sedikit adalah tamat (27,1%) memiliki tingkat pengetahuan tinggi
Perguruan Tinggi yaitu hanya 2 orang dengan balita yang tidaak memiliki riwayat
(2,9%).sebagian besar responden bekerja sebagai diare. Hasil uji statistik diketahui bahwa p value
ibu rumah tangga (IRT) yaitu sebanyak 56 = 0,002 maka dapat disimpulkan ada hubungan
orang (80%), sebagai karyawan swasta sebanyak yang signifikan antara pengetahuan pengasuh
42
Dyah Ragil WL & Yunita Dyah PS/ Journal of Health Education 2 (1) (2017)
Tabel 2. Hasil Uji Statistik Hubungan antara Pengetahuan dengan Kejadian Diare pada Balita di
Kelurahan Bandarharjo
Riwayat Diare Balita
Diare Tidak Diare PR 95 % CI p-value
Variabel Bebas
n % n %
Pengetahuan Pengasuh
1. Rendah 22 31,4 1 1,5
1,61 2,48- 18,09 0,002*
2. Tinggi 28 40,0 19 27,1
Kebiasaan Mencuci tangan setelah BAB
1. Ya 38 54,3 20 28,6
1,52 0 0,016
2. Tidak 12 17,1 0 0
Kebiasaan mencuci tangan sebelum bersentuhan dengan balita
1. Ya 1 1,4 4 5,7
5,547 1,690-18,203 0,30
2. Tidak 49 70 16 22,9
Kebiasaan mencuci tangan sebelum menyiapkan alat makan
1. Ya 2 2,8 10 14,3 4,98
0,008-0,220 0,000
2. Tidak 48 68,6 10 14,3
Kebiasaan memberi makan pada balita
1. Ya 24 34,3 18 25,7 1,62
0,021-0,489 0,001
2. Tidak 26 37,1 2 2,9
dengan kejadian diare pada balita di Kelurahan kebiasaan memasak air minum (p-value =
Bandarharjo. 0,000), serta kualitas fisik air minum (p-value =
Hasil analisis diperoleh dari nilai 0,001).
Prevalence ratio (PR) = 1,61 (CI 95% = 2,48- Pada hasil statistik kebiasaan mencuci
18,09) artinya balita usia 1-4 tahun yang tangan setelah BAB diketahui bahwa terdapat
memiliki pengasuh berpengetahuan rendah 38 responden (54,3%) memiliki kebiasaan
mempunyai risiko 1,6 kali lebih besar untuk mencuci tangan setelah buang air besar yang
terkena diare penyakit daripada balita usia 1-4 balitanya terkena diare, 20 responden yang
tahun yang memiliki pengasuh dengan tingkat memiliki kebiasaan mencuci tangan setelah
pengetahuan tinggi. Hasil penelitian tersebut BAB yang balitanya tidak diare (28,6%).
sesuia dengan penelitian Christy (2014) yang Sedangkan 12 responden tidak melakukan cuci
menyatakan bahwa terdapat hubungan antara tangan setelah BAB yang balitanya diare
pengetahuan pengasuh dengan kejadian diare. (17,1%), dan tidak ada responden yang tidak
Hal itu dikarenakan pengetahuan tentang diare cuci tangan yang balitanya tidak diare (0%).
dapat mempengaruhi pengasuh untuk Hasil uji statistik pada p value = 0,016
melakukan tindakan yang tidak berisiko maka dapat disimpulkan ada hubungan yang
menimbulkan kejadian diare pada balita. signifikan antara kebiasaan cuci tangan
Namun, hasil penelitian ini tidak sesuai pengasuh setelah BAB dengan kejadian diare
dengan penelitian Arsyad (2014) di Puskesmas pada balita di Kelurahan Bandarharjo. Hasil
Pallangga Kabupaten Gowa menunjukkan hasil analisis diperoleh dari nilai Prevalence ratio (PR)
bahwa pengetahuan bukan faktor kejadian diare = 1,52 (CI 95% = 0) artinya balita usia 1-4
pada balita (p-value = 0,222). Pada penelitian tahun yang memiliki pengasuh tidak mencuci
tersebut dijelaskan bahwa faktor yang tangan setelah BAB mempunyai risiko 1,5 kali
berhubungan dengan kejadian diare pada balita lebih besar untuk terkena penyakit diare
adalah status imunisasi lengkap (p value= 0,003), daripada balita usia 1-4 tahun yang memiliki
pemberian ASI ekslusif (p-value= 0,0041), pengasuh dengan kebiasaan mencuci tangan
pemberian kolostrum (p-value = 0,029), setelah buang air besar. Hasil ini sesuai dengan
kebiasaan mencuci tangan (p-value = 0,000) penelitian Nugraheni (2012) yang dilakukan di
kebiasaan mencuci botol susu (p-value = 0,000), Kecamatan Semarang utara. Hasil penelitian
43
Dyah Ragil WL & Yunita Dyah PS/ Journal of Health Education 2 (1) (2017)
tersebut menunjukkan ada hubungan antara begitu juga dengan melalui tangan. Apabila
kebiasaan cuci tangan setelah BAB dengan tangan bersentuhan dengan balita selama bukan
kejadian diare (p value = 0,027). menyentuh mulut atau memberi makan secara
Selain itu, penelitian oleh Paramitha et.al langsung, maka tidak menularkan diare karena
(2010) juga menyatakan bahwa orang yang diare tidak dapat menular melalui bersentuhan
tidak mencuci tangan dengan sabun setelah dengan kulit (Haniff et. al 2011).
BAB dan menyentuh botol susu bagian dalam Pada hasil statistik variabel kebiasaan
dapat menyebabkan bakteri sisa defekasi mencuci tangan sebelum menyediakan alat
menempel pada botol susu dan akhirnya makan balita menunjukkan terdapat 2
menyebabkan adanya bakteri E. coli. Kebiasaan responden (2,8%) memiliki kebiasaan mencuci
mencuci tangan setelah BAB menjadi faktor tangan sebelum menyediakan alat makan balita
yang penting dalam menyebabkan diare pada dan balitanya terkena diare, 10 responden yang
anak dikarenakan setelah defekasi, tangan yang memiliki kebiasaan mencuci tangan sebelum
digunakan untuk membersihkan anus akan menyediakan alat makan balita dan balitanya
memiliki kumpulan bakteri sisa feses terutama tidak terkena diare (14,3%). Sedangkan 48
bakteri E. coli. Bakteri E. coli merupakan salah responden tidak melakukan cuci tangan sebelum
satu penyebab diare pada manusia. menyediakan alat makan balita dan balitanya
Pada hasil statistik kebiasaan mencuci terkena diare (68,6%), dan 10 responden tidak
tangan sebelum bersentuhan dengan balita mencuci tangan sebelum menyediakan alat
menunjukkan bahwa terdapat 1 responden makan balita dan balitanya tidak terkena diare
(1,4%) memiliki kebiasaan mencuci tangan (14,3%).
sebelum bersentuhan dengan balita dan Uji statistik diperoleh p value = 0,000
balitanya terkena diare, 4 responden yang dapat disimpulkan ada hubungan antara
memiliki kebiasaan mencuci tangan sebelum kebiasaan cuci tangan pengasuh sebelum
bersentuhan dengan balita dan balitanya tidak menyiapkan alat makan dengan kejadian diare
diare (5,7%). Sedangkan 49 responden tidak pada balita di Kelurahan Bandarharjo. Balita
mencuci tangan sebelum bersentuhan dengan usia 1-4 tahun yang memiliki pengasuh tidak
balita dan balitanya diare (70%%), serta 16 mencuci tangan sebelum menyiapkan alat
responden tidak mencuci tangan sebelum makan mempunyai risiko 4,9 kali lebih besar
bersentuhan dengan balita dan balitanya tidak untuk terkena penyakit diare daripada balita
diare (22,9%). usia 1-4 tahun yang memiliki pengasuh mencuci
Berdasar uji statistik diperoleh pada p tangan sebelum menyiapkan alat makan
value = 0,30 dapat disimpulkan tidak ada (PR=4,98).
hubungan antara kebiasaan cuci tangan Hal tersebut dikarenakan tangan
pengasuh sebelum bersentuhan dengan balita merupakan salah satu media masuknya kuman
dengan kejadian diare pada balita di Kelurahan penyakit ke dalam tubuh. Diare dapat menular
Bandarharjo. Feses yang terkontaminasi oleh melalui makanan dengan perantara tangan yang
bakteri penyebab diare dapat menyebabkan kotor atau terkontaminasi bakteri diare.
diare bagi individu lain melalui jari jemari, Makanan yang diletakkan ditempat yang bersih
cairan, lalat dan jenis lantai yang kemudian akan akan untuk dikonsumsi oleh balita, begitu
masuk ke mulut melalui makanan yang telah juga sebaliknya, tangan yang kotor kemudian
terkontaminasi. menyiapkan alat makan maka kuman akan
Menurut teori diare dapat ditularkan menempel pada tempat makanan dan makanan
melalui air dan tinja dengan transmisi berupa pun akan terkontaminasi oleh bakteri penyebab
makanan. Tinja yang sudah terinfeksi kemudian diare. Untuk itu kebiasaan cuci tangan dilakuk-
dibawa oleh vector seperti lalat yang kemudian an pada saat sebelum menyiapkan makanan
hinggap dimakanan, maka makanan tersebut bagi balita dapat mengurangi risiko penularan
dapat menyebabkan diare bagi individu baru,
44
Dyah Ragil WL & Yunita Dyah PS/ Journal of Health Education 2 (1) (2017)
penyakit diare (Wahyudi 2014; Laksmi et. al tangan yang kotor dapat menyebabkan berbagai
2015). masalah kesehatan termasuk diare pada balita.
Hasil tersebut juga didukung oleh
Wulandari (2010) yang menyatakan bahwa SIMPULAN
faktor risiko terjadinya diare adalah adanya
kontaminasi pada alat makan yang digunakan. Simpulan dari penelitian ini yaitu (1) ada
Kontaminasi peralatan makan dapat terjadi hubungan antara pengetahuan pengasuh dengan
karena higienitas penjamah makanan seperti kejadian diare pada balita di Kelurahan
tidak adanya perilaku mencuci tangan setelah Bandarharjo, (2) ada hubungan antara
memegang benda berisiko menggaruk luka. kebiasaan cuci tangan pengasuh setelah buang
Pada variabel kebiasaan mencuci tangan air besar dengan kejadian diare pada balita di
sebelum memberi makan balita menunjukkan Kelurahan Bandarharjo, (3) ada hubungan
bahwa terdapat 24 responden memiliki antara kebiasaan mencuci tangan pengasuh
kebiasaan mencuci tangan sebelum memberi sebelum menyiapkan alat makan dengan
makan balita dan balitanya terkena diare kejadian diare pada balita di Kelurahan
(34,3%), 18 responden mencuci tangan sebelum Bandarharjo, (4) ada hubungan antara
memberi makan balita dan balitanya tidak kebiasaan kebiasaan cuci tangan pengasuh
terkena diare (25,7%). Sedangkan 26 responden sebelum memberi makan dengan kejadian diare
tidak mencuci tangan sebelum memberi makan pada balita di Kelurahan Bandarharjo dan (4)
balita dan balitanya terkena diare (37,1), serta 2 tidak ada hubungan antara kebiasaan cuci
responden tidak mencuci tangan dan balita tidak tangan pengasuh sebelum bersentuhan dengan
terkena diare (2,9%). balita dengan kejadian diare pada Balita di
Berdasar uji statistik diperoleh nilai p = Kelurahan Bandarharjo.
0,001 sehingga disimpulkan bahwa ada
hubungan antara kebiasaan cuci tangan UCAPAN TERIMA KASIH
pengasuh sebelum memberi makan dengan
kejadian diare pada balita di Kelurahan Ucapan terima kasih peneliti tujukan
Bandarharjo. Sementara itu, pada balita usia 1-4 kepada Kelurahan Bandarharjo, Kota
tahun yang memiliki pengasuh yang tidak Semarang, Puskesmas Bandarharjo serta
mencuci tangan sebelum memberi makan responden sebagai mitra penelitian.
mempunyai risiko 1,6 kali lebih besar untuk
terkena penyakit diare daripada balita usia 1-4 DAFTAR PUSTAKA
tahun yang memiliki pengasuh mencuci tangan
sebelum memberi makan balitanya (PR 1,62). Arsyad, D, S. (2014). Faktor yang Berhubungan dengan
Hal ini sesuai dengan penelitian Kejadian Diare Pada Bayi di Wilayah Kerja
Nugraheni (2012) yang dilakukan di Kecamatan Puskesmas Palangga kabupaten Gowa, jurnal
Semarang utara. Hasil penelitian tersebut yaitu ilmiah Kesmas Unhas, hlm 4-14.
ada hubungan antara kebiasaan cuci tangan Christy, Meivi Yusinta.(2014). Faktor Yang
Berhubungan dengan Kejadian Dehidrasi
sebelum memberi makan dengan kejadian diare
Diare pada Balita di Wilayah Kerja
(p value = 0,027). Tangan merupakan salah satu
Puskesmas Kalijudan. Jurnal Berkala
media masuknya kuman penyakit ke dalam Epidemiologi, 2(3): 297–308.
tubuh. Kebiasaan cuci tangan sebelum memberi Dinas Kesehatan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
makan balita menjadi penting karena hal ini (2015). Rekap Penyakit bidang P2L, DINKES,
dapat memutus rantai penularan diare pada Semarang.
balita. Makanan yang berasal dari tangan bersih Haniff, Nenny Sri Mulyani, dan Susy
dapat membawa dampak baik bagi Kuscithawati.(2011). Faktor Risiko Diare
perkembangan balita sedangkan makanan dari Akut pada Balita. Berita Kedokteran
Masyarakat.27(1):10-17.
45
Dyah Ragil WL & Yunita Dyah PS/ Journal of Health Education 2 (1) (2017)
Laksmi, Ni Putu Anggun, IGA Trisna Windiani, I Widoyono. (2008), Penyakit Tropis Epidemiologi,
Nyoman Budi Hartawan.(2015). Hubungan Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya,
Perilaku Ibu terhadap Kejadian Diare pada Erlangga, Jakarta.
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sukawati Wulandari, Atik Sri.2010. Hubungan Kasus Diare
I Periode Bulan November Tahun 2013.Jurnal dengan Faktor Sosial Ekonomi dan
Medika Udayana.4(7):1-9. Perilaku.Jurnal Kedokteran Kusuma
Nugraheni, D. (2012). Hubungan Kondisi Fasilitas Surabaya.(1)2:1-8.
Sanitasi Dasar dan Personal Hygiene dengan
Kejadian Diare di Kecamatan Semarang
Utara, Jurnal FKM, Semarang.
Paramitha, Galih Wuly, Mutiara Soprima2, Budi
Haryanto.(2011). Perilaku Ibu Pengguna
Botol Susu dengan Kejadian Diare pada
Balita.MAKARA KESEHATAN. 14(1): 46-50
Soebagyo. (2008). Diare Akut pada Anak, Universitas
Sebelas Maret Press, Surakarta.
Wahyudi, Ali.(2014). Hubungan Perilaku Mencuci
Tangan Pengasuh dengan Kejadian Diare
pada Balita di Desa Talaga Kecamatan
Ganding Kabupaten Sumenep. Journal Ilmu
Kesehatan.1(2):1-5.
Wahyuni, Winda.(2016). Hubungan Perilaku
Pengasuhan Balita Terhadap Terjadinya
Diare Akut pada Balita di Kecamatan Delitua
Tahun 2014.Skripsi:Universitas Sumatra
Utara.
46
Jurnal Cendikia Muda
Volume 3, Nomor 3, September 2023
ISSN : 2807-3469
ABSTRAK
Latar Belakang: Diare merupakan buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali dalam
satu hari, dan biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih. Penatalaksanaan diare dapat
dilakukan di rumah tangga yang bertujuan mencegah dehidrasi dan malnutrisi. Kurangnya
pengetahuan tentang pencegahan diare akan mempengaruhi sikap dan perilaku dalam mencegah
terjadinya diare sehingga rentan terkena diare. Tujuan: Menggambarkan penerapan pendidikan
kesehatan penatalaksanaan diare pada anak di rumah. Metode: Menggunakan desain studi kasus.
Subjek yang digunakan adalah 2 keluarga yang memiliki anak usia prasekolah dengan riwayat diare
dan memiliki pengetahuan yang kurang tentang penatalaksanaan diare. Hasil: Tingkat pengetahuan
kedua subyek sebelum dilakukan penerapan pendidikan penatalaksanaan diare subyek I dalam
kategori baik (81 %) dan subyek II dalam kategori sedang (72 %). Tingkat keterampilan kedua
responden mencuci tangan dalam kategori baik (100%). Sikap kedua ibu terhadap penatalaksanaan
diare pada anak dalam kategori baik. Tingkat pengetahuan setelah dilakukan penerapan pendidikan
penatalaksanaan diare terjadi peningkatan kedua ibu menjadi baik (95%). Tingkat keterampilan
kedua responden mencuci tangan dalam kategori baik (100%). Sikap ibu terhadap penatalaksanaan
diare pada anak dalam kategori baik Kesimpulan: Penerapan pendidikan kesehatan tentang
penatalaksanaan diare pada anak usia prasekolah (3-6 tahun) mampu meningkatkan pengetahuan
ibu tentang diare. Bagi orangtua yang mempunyai anak diare agar mampu menerapkan pengetahuan
sehingga ketika anak mengalami diare dapat melakukan penanganan yang tepat yaitu mencuci
tangan dan mencegah dehidrasi dengan pemberian cairan gula garam.
Kata Kunci : Diare, Pendidikan Kesehatan, Prasekolah
ABSTRACT
Background: Diarrhea is defecation in the form of liquid more than three times in one day, and
usually lasts for two days or more. Diarrhea can be managed at home to prevent dehydration and
malnutrition. Lack of knowledge about prevention of diarrhea will affect attitudes and behavior in
preventing diarrhea so that it is susceptible to diarrhea. Objective: To describe the application of
health education for diarrhea management in children at home. Methods: Using a case study design.
The subjects used were 2 families with preschool-aged children with a history of diarrhea and lack
of knowledge about diarrhea management. Results: The level of knowledge of the two subjects prior
to the application of diarrhea management education, subject I was in the good category (81%) and
subject II was in the medium category (72%). The skill level of the two respondents in washing
hands is in the good category (100%). The attitude of mothers towards the management of diarrhea
in children was in the good category. The level of knowledge after the implementation of diarrhea
management education increased of both mothers to be good (95%). The skill level of the two
respondents in washing hands is in the good category (100%). The attitudes of the two mothers
towards the management of diarrhea in children were in the good category. Conclusion: The
application of health education on diarrhea management in preschool children (3-6 years) is able to
increase mother's knowledge about diarrhea. For parents who have children with diarrhea to be able
apply the knowledge they have so that when children have diarrhea the right treatment can be done,
namely washing hands and preventing dehydration by giving salt sugar liquid.
HASIL
1. Karakteristik Subyek Penerapan
Tabel 1 Gambaran Subyek Penerapan
Identitas Subyek I Subyek II
Dari tabel diatas diketahui bahwa kedua ibu memiliki usia dan tingkat pendidikan yang
memiliki anak yang pernah menderita diare berbeda. Subyek I (Ny. J) berusia 33 tahun
karena faktor higienis (tidak cuci tangan dan memiliki tingkat pendidikan D3
sebelum makan). Kedua ibu sama-sama sedangkan subyek II (Ny. M) berusia 39
seorang ibu rumah tangga. Kedua ibu tahun dan memiliki tingkat pendidikan SMA.
2. Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Sebelum dan Sesudah dilakukan Penerapan Pendidikan
Kesehatan
Tabel 2 Gambaran Tingkat Pengetahuan tentang tentang Penatalaksanaan Diare Sebelum Penerapan
Pendidikan Kesehatan
Tabel 3 Gambaran Sikap dan Keterampilan Sebelum dan Setelah Penerapan Pendidikan Kesehatan
Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa .Sikap kedua ibu terhadap penatalaksanaan
setelah dilakukan penerapan pendidikan diare pada anak dalam kategori baik.
kesehatan tentang penatalaksanaan diare
pada ibu menunjukkan sikap dan
keterampilan ibu sudah baik (100%).
Research article
Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diare pada Anak
Agus Tuang1
1
Program Studi Program Kesehatan Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Makassar
Pendahuluan
Penyakit diare menjadi permasalahan utama di negara-negara berkembang termasuk di
Indonesia. Selain sebagai penyebab kematian, diare juga menjadi penyebab utama gizi kurang
yang bisa menimbulkan kematian serta dapat menimbulkan kejadian luar biasa. Beberapa faktor
yang menjadi penyebab timbulnya penyakit diare disebabkan oleh bakteri melalui kontaminasi
makanan dan minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan penderita. Selain
itu, faktor yang paling dominan berkontribusi dalam penyakit diare adalah air, higiene sanitasi
makanan, jamban keluarga, dan air (Melvani et al., 2019).
Penyakit diare merupakan penyebab utama kematian kedua pada anak di bawah lima
tahun dan mengakibatkan kematian sekitar 525.000 anak setiap tahunnya. Diare dapat
berlangsung beberapa hari dan dapat mengakibatkan dehidrasi air dan garam yang diperlukan
untuk bertahan hidup. Di masa lalu, bagi kebanyakan orang, dehidrasi berat dan kehilangan cairan
adalah penyebab utama kematian. Sekarang, penyebab lain seperti infeksi bakteri septik
kemungkinan akan menyebabkan peningkatan proporsi kematian terkait diare. Anak-anak yang
kekurangan gizi atau memiliki kekebalan yang terganggu serta orang yang hidup dengan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) paling berisiko mengalami diare yang mengancam jiwa (WHO,
2017).
Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2019, prevalensi diare berdasarkan
diagnosis tenaga Kesehatan sebesar 6,8% dan berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan atau gejala
yang pernah dialami sebesar 8%.Kelompok umur dengan prevalensi diare (berdasarkan diagnosis
tenaga Kesehatan) tertinggi yaitu pada kelompok umur 1-4 tahun sebesar 11,5% dan pada bayi
sebesar 9%. Prevalensi diare terendah di Provinsi Kepulauan Riau sebanyak 5,1% dan dan
tertinggi di Provinsi Sumatera Utara sebanyak 14,2% (Kementerian Kesehatan RI, 2020).
Pemetaan jumlah penderita diare menurut Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan tahun
2019 menunjukkan bahwa perkiraan diare sebanyak 236.099 kasus, adapun diare yang ditangani
sebanyak 146.958 kasus (62,24%), dimana kejadian terbesar di Kota Makassar dengan jumlah
yang ditangani dilaporkan sebanyak 19.592 kasus (Dinkes Prov. Sulawesi Selatan, 2020).
Kasus diare yang ditemukan dan ditangani yang dilaporkan oleh 46 puskesmas se Kota
Makassar sampai dengan desember 2016 sebanyak 22.052 dengan Angka Kesakitan (Incidence
Rate/IR) yaitu 15.21 per 1.000 penduduk menurun dibandingkan tahun 2015 sebanyak 28.257
kasus dengan Angka Kesakitan (Incidence Rate/IR) yaitu 20,07 per 1.000 penduduk dan
meningkat dari tahun 2014 yaitu 26.485 kasus dengan Angka Kesakitan (Incidence Rate/IR) yaitu
19,34 per 1.000 penduduk (Dinkes Kota Makassar, 2017).
Diare adalah suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti
biasanya. Perubahan yang terjadi berupa perubahan peningkatan volume, keenceran, dan
frekuensi dengan atau tanpa lendir darah, seperti lebih dari 3 kali/hari dan pada neonatus lebih
dari 4 kali/hari (Selviana et al., 2017). Tingginya angka kejadian diare disebabkan oleh banyak
faktor diantaranya makanan dan minuman yang terkontaminasi akibat kebersihan yang buruk,
infeksi virus dan bakteri (Rahmah et al., 2016).
Banyak faktor resiko yang diduga menyebabkan terjadinya penyakit diare. Salah satu
faktor antara lain adalah sanitasi lingkungan yang kurang baik, persediaan air yang tidak
hiegienis, dan kurangnya pengetahuan. Selain itu, faktor hygiene perorangan yang kurang baik
dapat menyebabkan terjadinya diare seperti kebiasaan cuci tangan yang buruk, kepemilikan
jamban yang tidak sehat (Rahman et al., 2016).
Berdasarkan hasil penelitian Fatmawati et al., (2017), menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara perilaku cuci tangan dan kejadian diare (ρ=0,000 < 0,001), dimana responden
yang memiliki perilaku cuci tangan yang tidak baik mempunyai peluang 36 kali mengalami diare
(OR=36,364). Terdapat hubungan antara perilaku makan dengan kejadian diare (ρ=0,000 <
0,001), dimana responden yang memiliki perilaku makan yang tidak baik mempunya peluang 23
kali mengalami diare (OR=23, 125). Terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan
kejadian diare (ρ=0,000 < 0,001), dimana responden yang memiliki status gizi kurang (kurus)
mempunyai peluang 71 kali mengalami diare (OR=71,111).
535
Agus Tuang. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan………..
Penelitian lain yang telah dilakukan oleh Prabowo et al., (2017), mengemukakan bahwa
ada hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian diare (ρ value 0,034), ada hubungan hygiene
makanan dengan kejadian diare (ρ value 0,001) dan ada hubungan perilaku cuci tangan dengan
kejadian diare (ρ value 0,001). Dan hasil analisis multivariat dengan koefisien regresi logistik
berganda, variabel cuci tangan memiliki pengaruh paling dominan terhadap kejadian diare dengan
nilai OR sebesar 6,985 dengan ρ value sebesar 0,001.
Berdasarkan data dari Puskesmas Pampang Kota Makassar, didapatkan bahwa jumlah
anak yang mengalami diare meningkat pada tahun 2018 sebanyak 890 anak, meningkat pada
tahun 2019 sebanyak 928 anak, dan menurun pada tahun 2029 sebanyak 447 anak. Sedangkan
jumlah anak yang menderita diare di wilayah kerja puskesmas dari bulan Januari sampai Maret
2021 sebanyak 80 kasus, dimana 24 kasus pada bulan Januari, 24 kasus pada Februari dan 32
kasus pada bulan Maret (Data Sekunder Puskesmas Pampang Kota Makassar, 2021).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan
kejadian diare pada anak di Wilayah Kerja Puskesmas Pampang Kota Makassar.
Metode
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif menggunakan observasi analitik
dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kerja
Puskesmas Pampang Kota Makassar. Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak usia
sekolah (6-12 tahun) yang berada di Wilayah Kerja Puskesmas Pampang Kota Makassar sebanyak
80 anak dengan jumlah sampel sebanyak 66 anak menggunakan purposive sampling. Kriteria
sampel dalam penelitian ibu yang memiliki anak usia sekolah (6-12 tahun) dan membawa anak
berkunjung di Puskesmas. Variabel independen dalam penelitian ini adalah kejadian diare pada
anak usia sekolah, sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah ketersediaan air
bersih, kebiasaan cuci tangan, sanitasi makanan, ketersediaan jamban sehat, dan pengelolaan
sampah. Pengumpula data menggunakan data primer yang mencakup kuesioner ketersediaan
ketersediaan air bersih, kebiasaan cuci tangan, sanitasi makanan, ketersediaan jamban sehat,
pengelolaan sampah, dan kejadian diare pada anak usia sekolah. Analsis data menggunaka uji chi-
square test pada software SPSS 20 dengan tingkat kesalahan α=(0,05).
Berdasarkan tabel 1 menunjukkan hasil uji statistik dengan Chi-square diperoleh nilai
ρ=0,001, karena nilai ρ<α (0,05), maka hipotesis alternatif diterima. Interpretasi ada hubungan
ketersediaan air bersih dengan kejadian diare pada anak di Wilayah Kerja Puskesmas Pampang
Kota Makassar, karena responden yang ketersediaan air bersihnya memenuhi syarat lebih
cenderung anaknya tidak mengalami diare.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Romeo et al.,
(2021), mengemukakan bahwa ada hubungan antara faktor ketersediaan air bersih dengan diare
pada balita di wilayah Puskesmas Panite Kecamatan Amanuban Selatan, Kabupaten Timor
Tengah Selatan. Hasil Odds Ratio sebesar 4,01 yang artinya ketersediaan air bersih yang
mencukupi mempunyai kemungkinan 4,01 kali lebih besar tidak mengalami diare pada balita
536
Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada
Volume 10 Nomor 2 Desember 2021
dibandingkan dengan ketersediaan air bersih yang tidak mencukupi. Penelitian lain yang telah
dilakukan oleh Afriani (2017), juga mengemukakan bahwa adanya hubungan yang bermakna
antara ketersedian sarana air bersih dengan kejadian diare di Kelurahan Talang Jawa Wilayah
Kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung.
Ketersediaan air bersih untuk masyarakat memengaruhi kesehatan masyarakat,
produktifitas ekonomi dan kualitas kehidupan. Kondisi kesehatan bergantung pada kualitas air,
dimana air berfungsi sebagai media penyebaran penyakit (water borne disease) akibat air bersih
terkontaminasi mikroorganisme (Salmonella sp, Campylobacter jejuni, Stafilococcus aureus,
Bacillus cereus, Cryptosporidium dan Enterohemorrhagic Escherichia coli) (Padji &
Sudarmadji, 2017).
Peran air dalam terjadinya penyakit menular dapat berupa, air sebagai penyebar mikroba
patogen, sarang insekta penyebar penyakit penyakit, bila jumlah air bersih tidak mencukupi,
sehingga orang tidak membersihkannya dirinya dengan baik, dan air sebagai sarang hospes
sementara penyakit. Untuk mencegah terjadinya diare, maka air bersih harus diambil dari yang
terlindungi atau tidak terkontaminasi (Lestari, 2016).
Menurut asumsi peneliti, ketersediaan air bersih merupakan faktor mempengaruhi
kejadian diare pada anak. Karena anak yang ketersediaan air bersihnya memenuhi syarat lebih
cenderung anaknya tidak mengalami diare, begitu juga anak yang ketersediaan air bersihnya tidak
memenuhi syarat lebih cenderung anaknya mengalami diare. Jadi dapat disimpukan bahwa
semakin buruk ketersediaan air bersih di rumah, maka semakin tinggi risiko terjadi diare pada
anak.
Tabel 2
Hubungan kebiasaan cuci tangan dengan kejadian diare pada anak (n=66)
Kejadian Diare
Total
Kebiasaan Cuci Tangan Tidak diare Diare ρ
n % n % n %
Baik 28 77,8 8 22,2 36 100,0
Kurang 13 43,3 17 56,7 30 100,0 0,004
Total 41 62,1 25 37,9 66 100,0
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan hasil uji statistik dengan Chi-square diperoleh nilai
ρ=0,004, karena nilai ρ<α (0,05), maka hipotesis alternatif diterima. Interpretasi ada hubungan
kebiasaan cuci tangan dengan kejadian diare pada anak di Wilayah Kerja Puskesmas Pampang
Kota Makassar, karena responden yang kebiasaan cuci tangannya baik lebih cenderung anaknya
tidak mengalami diare.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Rosyidah (2019),
mengemukakan bahwa ada hubungan antara variabel perilaku cuci tangan dengan variabel
kejadian diare (ρ=0,015). Dimana perilaku yang baik maka kemungkinan terkena diare kecil,
sedangkan perilaku yang kurang baik maka semakin besar kemungkinan untuk terkena diare.
Penelitian lain yang telah dilakukan oleh Afriani (2017), juga mengemukakan bahwa sebagian
besar responden mempunyai kebiasaan cuci tangan yang baik lebih cenderung anaknya tidak
mengalami diare. Jadi disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan cuci
tangan dengan kejadian diare balita.
Mencuci tangan adalah kegiatan yang sering dianggap sepeleh namun banyak memiliki
manfaat bagi kesehatan. Untuk hasil yang maksimal disarankan mencuci tangan dengan baik,
tidak terburu-buru, serius dan teliti yaitu minimal dilakukan selama 20 detik. Dengan melakukan
pencucian tangan yang bersih dan teratur dapat menjauhkan kita dari virus, bakteri dan kuman
penyebab penyakit (Mubarak, 2015). Cuci tangan sangat berguna untuk membunuh kuman
penyakit yang ada ditangan. Tangan yang bersih akan mencegah penyakit seperti diare, kolera
disentrik, thypus, kecacingan, penyakit kulit, ISPA, flu burung atau Severe Acute Respiratory
537
Agus Tuang. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan………..
Sindrome (SARS). Dengan mencuci tangan, maka tangan menjadi bersih dan bebas dari kuman
(Proverawati & Rahmawati, 2012).
Pendapat WHO (2009) dalam Firdaus (2018), mencuci tangan dengan sabun telah
terbukti mengurangi kejadian penyakit diare. Mencuci tangan disini lebih ditekankan pada saat
sebelum makan maupun sesudah buang air besar. Cuci tangan menjadi salah satu intervensi yang
paling efektif untuk mengurangi kejadian diare pada anak. Kebiasaan cuci tangan, perilaku cuci
tangan yang buruk berhubungan erat dengan peningkatan kejadian diare dan penyakit lainnya.
Perilaku cuci tangan yang baik dapat menghindarkan diri dari diare. Cuci tangan merupakan
sebuah kunci penting dalam pencegahan penyakit, dimana kebiasaan mencuci tangan yang baik
berpengaruh terhadap kesehatan anak.
Menurut asumsi peneliti, kebiasaan cuci tangan merupakan faktor mempengaruhi
kejadian diare pada anak. Karena anak atau ibu yang kebiasaan cuci tangannya baik lebih
cenderung tidak mengalami diare, begitu juga anak atau ibu yang kebiasaan cuci tangannya
kurang lebih cenderung mengalami diare. Jadi dapat disimpukan bahwa semakin buruk kebiasaan
cuci tangan, maka semakin tinggi risiko terjadi diare pada anak.
Tabel 3
Hubungan sanitasi makanan dengan kejadian diare pada anak (n=66)
Kejadian Diare
Total
Sanitasi Makanan Tidak diare Diare ρ
n % n % n %
Baik 28 73,7 10 26,3 38 100,0
Kurang 13 46,4 15 53,6 28 100,0 0,024
Total 41 62,1 25 37,9 66 100,0
Berdasarkan tabel 3 menunjukkan hasil uji statistik dengan Chi-square diperoleh nilai
ρ=0,024, karena nilai ρ<α (0,05), maka hipotesis alternatif diterima. Interpretasi ada hubungan
sanitasi makanan dengan kejadian diare pada anak di Wilayah Kerja Puskesmas Pampang Kota
Makassar, karena responden yang sanitasi makanannya baik lebih cenderung anaknya tidak
mengalami diare.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Siregar et al.,
(2019), mengemukakan bahwa ada hubungan sanitasi makanan dengan kejadian diare, dimana
cara pengolahan makanan, cara penyajian makanan, dan cara penggunaan peralatan makan
merupakan faktor sanitasi yang berkaitan dengan kejadian diare. Penelitian lain yang telah
dilakukan oleh Maharani et al., (2020), juga mengemukakan bahwa ada hubungan sanitasi
makanan dengan kejadian diare pada anak. Nilai koefisien regresi negatif ini dapat diartikan
bahwa semakin baik sanitasi makanan diterapkan di dalam keluarga responden maka akan
semakin menurun kejadian diare.
Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang menitikberatkan kegiatan dan
tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat
mengganggu atau masalah kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama dalam
proses pegolahan, penyimpanan, pengangkutan, sampai pada saat di mana makanan dan minuman
tersebut siap untuk dikonsumsikan keada masyarakat atau konsumen. Sanitasi makanan ini
bertujuan untuk menjamin kemurnian makanan, mencegah konsumen dari penyakit, mencegah
penjualan makanan yang akan merugikan pembeli mengurangi kerusakan, atau pemborosan
makanan (Sumantri, 2015).
Sanitasi makanan rumah tangga yang efektif mengikuti 6 prinsip hygiene sanitasi
makanan yaitu, pemilihan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, pengolahan makanan,
penyimpanan makanan matang, pengangkutan makanan, dan penyajian makanan. Apabila 6
prinsip pengelolaan makanan minuman diterapkan dirumah tangga, dapat mencegah terjadinya
penyakit diare (Monica et al., 2021).
538
Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada
Volume 10 Nomor 2 Desember 2021
Menurut asumsi peneliti, sanitasi makanan merupakan faktor mempengaruhi kejadian
diare pada anak. Karena anak yang sanitasi makanannya baik lebih cenderung anaknya tidak
mengalami diare, begitu juga anak yang sanitasi makanannya kurang lebih cenderung anaknya
mengalami diare. Jadi dapat disimpukan bahwa semakin buruk sanitasi makanan rumah tangga,
maka semakin tinggi risiko terjadi diare pada anak.
Tabel 4
Hubungan ketersediaan jamban dengan kejadian diare pada anak (n=66)
Kejadian Diare
Total
Ketersediaan Jamban Tidak diare Diare ρ
n % n % n %
Memenuhi syarat 32 94,1 2 5,9 34 100,0
Tidak memenuhi syarat 9 28,1 23 71,9 32 100,0 0,000
Total 41 62,1 25 37,9 66 100,0
Berdasarkan tabel 4 menunjukkan hasil uji statistik dengan Chi-square diperoleh nilai
ρ=0,000, karena nilai ρ<α (0,05), maka hipotesis alternatif diterima. Interpretasi ada hubungan
ketersediaan jamban dengan kejadian diare pada anak di Wilayah Kerja Puskesmas Pampang
Kota Makassar, karena responden yang ketersediaan jambannya memenuhi syarat lebih
cenderung anaknya tidak mengalami diare.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Rohmah &
Syahrul (2017), mengemukakan bahwa ada hubungan antara penggunaan jamban sehat dengan
kejadian diare pada balita, namun kekuatan hubungan pada kategori ini rendah. Berdasarkan
penghitungan prevalence ratio, didapatkan nilai PR sebesar 2,05 yang berarti nilai PR > 1.
Artinya, penggunaan jamban sehat merupakan faktor risiko terhadap timbulnya penyakit diare.
Penelitian lain yang telah dilakukan oleh Kasman & Ishak (2020), juga mengemukakan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara kepemilikan jamban dan kondisi jamban dengan
kejadian diare di Kota Banjarmasin Provinsi Kalimantan Selatan.
Fungsi jamban dari aspek kesehatan lingkungan antara lain dapat mencegah
berkembangnya berbagai penyakit yang disebabkan oleh kotoran manusia. Sementara dampak
serius membuang kotoran di sembarang tempat menyebabkan pencemaran tanah, air dan udara
karena menimbulkan bau. Tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan
meningkatkan risiko terjadinya diare sebesar 2,55 kali lipat dibandingkan dengan keluarga yang
membuang tinjanya secara saniter (Ifandi, 2017).
Kondisi jamban keluarga yang belum memenuhi syarat, dapat menyebabkan timbulnya
kejadian diare pada balita responden yang disebabkan kotoran tinja yang tidak terkubur rapat akan
mengundang lalat maupun tikus yang akan berdampak terhadap kesehatan lingkungan. Suatu
penyakit timbul akibat interaksi satu sama lain yaitu lingkungan, agen dan host. Jika kemampuan
agen meningkat maka dapat menginfeksi manusia serta mengakibatkan penyakit pada manusia.
Perubahan lingkungan yang buruk juga dapat menyebabkan meningkatnya perkembangan agen.
Tempat pembuangan tinja juga merupakan sarana sanitasi yang penting dalam mempengaruhi
kejadian diare. Membuang tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi dapat mencemari
lingkungan pemukiman, tanah dan sumber air (Utama et al., 2019).
Menurut asumsi peneliti, ketersediaan jamban merupakan faktor mempengaruhi kejadian
diare pada anak. Karena anak yang ketersediaan jambannya memenuhi syarat lebih cenderung
anaknya tidak mengalami diare, begitu juga anak yang ketersediaan jambannya tidak memenuhi
syarat lebih cenderung anaknya mengalami diare. Jadi dapat disimpukan bahwa semakin buruk
ketersediaan jamban, maka semakin tinggi risiko terjadi diare.
539
Agus Tuang. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan………..
Tabel 5
Hubungan pengelolaan sampah dengan kejadian diare pada anak (n=66)
Kejadian Diare
Total
Pengelolaan Sampah Tidak diare Diare ρ
n % n % n %
Memenuhi syarat 35 72,9 13 27,1 48 100,0
Tidak memenuhi syarat 6 33,3 12 66,7 18 100,0 0,003
Total 41 62,1 25 37,9 66 100,0
Berdasarkan tabel 5 menunjukkan hasil uji statistik dengan Chi-square diperoleh nilai
ρ=0,003, karena nilai ρ<α (0,05), maka hipotesis alternatif diterima. Interpretasi ada hubungan
pengelolaan sampah dengan kejadian diare pada anak di Wilayah Kerja Puskesmas Pampang Kota
Makassar, karena responden yang pengelolaan sampahnya memenuhi syarat lebih cenderung
anaknya tidak mengalami diare.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Yarmaliza &
Marniati (2017), mengemukakan bahwa ada hubungan pengelolaan sampah dengan penyakit
diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Cot Kuta Kecamatan Suka Makmue Kabupaten
Nagan Raya Tahun 2015 di mana OR = 7.8 dan 95% CI (1.9-31.1) artinya pengelolaan sampah
merupakan faktor risiko. Responden yang menyatakan pengelolaan sampah kurang baik akan 7,8
kali mengalami terjadinya penyakit diare pada balita dibandingkan responden yang menyatakan
pengelolaan sampah yang baik. Penelitian lain yang telah dilakukan oleh Afriani (2017), juga
mengemukakan bahwa Ada hubungan antara pengelolaan sampah rumah tangga dengan kejadian
diare di RW 04 Kelurahan Barombong Kota Makassar, dimana responden yang pengelolaan
sampahnya memenuhi syarat cenderung lebih kecil kemungkinan menderita diare dibandingkan
dengan responden yang pengelolaan sampahnya tidak memenuhi syarat.
Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh
manusia, atau benda padat yang sudah tidak digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan
dibuang. Kejadian diare pada seseorang erat kaitannya dengan pengelolaan sampah rumah tangga
yang buruk dan tidak memenuhi syarat. Pengelolaan sampah yang baik dalam mencegah
penularan penyakit berbasis lingkungan. Jika masih ada masyarakat yang melakukan kebiasaan
buruk dalam mengelola sampah akan timbul potensi yang lebih besar terkena wabah penyakit
berbasis lingkungan (Nurhaedah, 2019).
Pengelolaan sampah sangat penting untuk mencegah penularan penyakit, dan dapat
menurunkan insidensi kasus penyakit menular yang erat hubungannya dengan sampah.
Pengelolaan sampah perlu untuk mencegah terjadinya sarang vektor penyakit dan terjadinya
penyakit. Pengelolaan sampah yang benar terdiri dari tahap pengumpulan dan penyimpanan,
pengangkutan dan pemusnahan (Oktora, 2018).
Menurut asumsi peneliti, pengelolaan sampah merupakan faktor mempengaruhi kejadian
diare pada anak. Karena anak yang pengelolaan sampahnya memenuhi syarat lebih cenderung
anaknya tidak mengalami diare, begitu juga anak yang pengelolaan sampahnya tidak memenuhi
syarat lebih cenderung anaknya mengalami diare. Jadi dapat disimpukan bahwa semakin buruk
pengelolaan sampah di rumah maupun lingkungan, maka semakin tinggi risiko terjadi diare pada
anak.
540
Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada
Volume 10 Nomor 2 Desember 2021
Daftar Rujukan
Afriani, B. (2017). Peranan petugas kesehatan dan ketersedian sarana air bersih dengan kejadian
diare. Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan, 2(2), 117–122.
https://doi.org/10.30604/jika.v2i2.53
Dinkes Kota Makassar. (2017). Profil Kesehatan Kota Makassar Tahun 2016. Dinas Kesehatan
Kota Makassar. https://makassarkota.go.id/
Dinkes Prov. Sulawesi Selatan. (2020). Profil kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2019.
Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan. http://dinkes.sulselprov.go.id
Fatmawati, Arbianingsih, & Musdalifah. (2017). Faktor yang mempengaruhi kejadian diare anak
usia 3-6 tahun di TK Raudhatul Athfal Alauddin Makassar. Jounal of Islamic Nursing,
1(1), 21–32. https://doi.org/10.24252/join.v1i1.3509
Firdaus, A. F. (2018). Analisis usia dan perilaku cuci tangan dengan kejadian diare di SDN
Rangkah 1 Surabaya. Prosiding Seminar Nasional GERMAS, 1(1), 30–38.
https://conferences.unusa.ac.id/index.php/SNG18/article/view/349
Ifandi, S. (2017). Hubungan penggunaan jamban dan sumber air dengan kejadian diare pada balita
di Kecamatan Sindue. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 2(2), 38–44.
https://afiasi.unwir.ac.id/index.php/afiasi/article/view/45
Kasman, & Ishak, N. I. (2020). Kepemilikan jamban terhadap kejadian diare pada balita di Kota
Banjarmasin. Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat Indonesia, 7(1), 28–33.
https://doi.org/10.20527/jpkmi.v7i1.8790
Kementerian Kesehatan RI. (2020). Profil kesehatan Indonesia tahun 2019. Kementerian
Kesehatan RI. https://pusdatin.kemkes.go.id
Lestari, T. (2016). Asuhan keperawatan anak. Nuha Medika.
Maharani, B., Indriyati, & Istiqori. (2020). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare
pada balita di Dukuh Pilang Kelurahan Ketitang Kecamatan Nogosari. Jurnal Ilmu
Keperawatan, 13(2), 36–52.
http://jurnal.usahidsolo.ac.id/index.php/JIKI/article/view/651
Melvani, R. P., Zulkifli, H., & Faizal, M. (2019). Analisis faktor yang berhubungan dengan
kejadian diare balita di Kelurahan Karyajaya Kota Palembang. Jurnal Ilmiah Penelitian
Kesehatan, 4(1), 57–68. https://doi.org/10.30829/jumantik.v4i1.4052
Monica, D. Z., Ahyanti, M., & Prianto, N. (2021). Hubungan penerapan 5 pilar sanitasi total
berbasis masyarakat (STMB) dan kejadian diare di Desa Taman Baru Kecamatan
Penengahan Kabupaten Lampung Selatan. Ruwa Jurai: Jurnal Kesehatan Lingkungan,
14(2), 71–77. https://doi.org/10.26630/rj.v14i2.2183
Mubarak, W. I. (2015). Buku ajar ilmu keperawatan dasar. Salemba Medika.
Nurhaedah. (2019). Hubungan antara sanitasi lingkungan dengan kejadian diare pada lanjut usia.
Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 9(1), 1413–1415.
https://doi.org/10.35816/jiskh.v9i1.97
Oktora, B. (2018). Hubungan pengelolaan sampah rumah tangga dengan kejadian diare pada
balita di Kelurahan Sindang Barang Kota Bogor. Jurnal Ilmiah Wijaya, 10(1), 47–58.
https://doi.org/10.46508/jiw.v10i1.10
Padji, H. M., & Sudarmadji. (2017). Curah hujan, kelembapan, kecepatan angin ketersediaan air
bersih dan kasus diare di daerah kering Kupang. BKM Journal of Community Medicine
and Public Health, 33(10), 475–482. https://doi.org/10.22146/bkm.25005
541
Agus Tuang. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan………..
Prabowo, E., Puspitasari, & Agustiana, L. (2017). Faktor pemicu kejadian diare pada anak usia
1-5 tahun di Puskesmas Kalibaru Kulon Kabupaten Banyuwangi tahun 2017. Jurnal
Ilmiah Kesehatan Rustida, 4(1), 424–436. https://www.akesrustida.ac.id/e-
journal/index.php/jikr/article/view/4
Proverawati, A., & Rahmawati, E. (2012). PHBS (Perilaku Hidup Bersih & Sehat). Nuha Medika.
Rahmah, Firmawati, E., & Dwi Lestari, N. (2016). Penatalaksanaan diare berbasis komunitas
dengan pendekatan manajemen terpadu balita sakit di Kecamatan Ngampilan. Jurnal
Inovasi Dan Penerapan Ipteks, 4(2), 106–111. https://doi.org/10.18196/bdr.4211
Rahman, H. F., Widoyo, S., Siswanto, H., & Biantoro. (2016). Faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian diare di Desa Solor Kecamatan Cermee Bondowoso. NurseLine
Journal, 1(1), 24–35. https://jurnal.unej.ac.id/index.php/NLJ/article/view/3826
Rohmah, N., & Syahrul, F. (2017). Hubungan kebiasaan cuci tangan dan penggunaan jamban
sehat dengan kejadian diare balita. Jurnal Berkala Epidemiologi, 5(1), 95–106.
https://doi.org/10.20473/jbe.v5i12017.95-106
Romeo, P., Landi, S., & Boimau, A. (2021). Hubungan antara faktor perilaku hidup sehat dan
ketersediaan air bersih dengan kejadian diare pada balita (Studi kasus kejadian diare di
Puskesmas Panite Kecamatan Amanuban Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan).
Jurnal Pangan, Gizi Dan Kesehatan, 10(1), 48–54.
https://doi.org/10.51556/ejpazih.v10i1.135
Rosyidah, A. N. (2019). Hubungan perilaku cuci tangan terhadap kejadian diare pada siswa di
Sekolah Dasar Negeri Ciputat 02. Jurnal Ilmiah Keperawatan Orthopedi, 3(1), 10–15.
https://doi.org/10.46749/jiko.v3i1.25
Selviana, Trisnawati, E., & Munawarah, S. (2017). Faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian diare pada anak usia 4-6 Tahun. Jurnal Vokasi Kesehatan, 3(1), 28–34.
https://doi.org/10.30602/jvk.v3i1.78
Siregar, W. W., Saragih, N. T., Sihotang, S. H., Munthe, N. B. G., Handayani, D., & Ritonga, N.
J. (2019). Hubungan pemberian makanan pendamping ASI dan sanitasi makanan pada
bayi usia kurang dari 6 bulan dengan kejadian diare. Jurnal Penelitian Kebidanan &
Kespro, 2(1), 1–5. https://doi.org/10.36656/jpk2r.v2i1.93
Sumantri, A. (2015). Kesehatan lingkungan. Prenada Media Group.
Utama, S. Y. A., Inayati, A., & Sugiarto. (2019). Hubungan kondisi jamban keluarga dan sarana
air bersih dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Arosbaya
Bangkalan. Dinamika Kesehatan Jurnal Kebidanan Dan Keperawatan, 10(2), 820–832.
https://doi.org/10.33859/dksm.v10i2
WHO. (2017). Diarrhoeal disease. World Health Organization. https://www.who.int/news-
room/fact-sheets/detail/diarrhoeal-disease
Yarmaliza, & Marniati. (2017). Pengaruh lingkungan terhadap kejadian diare pada balita.
Seminar Nasional Kemaritiman Aceh, 1(1), 487–493.
http://ojs.serambimekkah.ac.id/semnas/article/view/422
542