Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

POLIMER

Mata Kuliah Toksikologi Analisis Lingkungan

Kelompok 2 :
Annisa Melianriza (2006559546)
Fahmi Riyanto Hilmy (2006505530)
Febriyana Mustika Dewi S. (2006610691)
Glenzi Fizulmi (2006559810)
Novita Putri Evayanti (1906430604)

KESEHATAN LINGKUNGAN
PASCASARJANA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penggunaan polimer diiringi dengan kebutuhan bahan baku plastik di
Indonesia dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan yang besar. Diprediksi
bahwa laju kebutuhan bahan baku plastik akan terus meningkat, selain itu
perkembangan akan kebutuhan plastik juga meningkat. Menggunakan plastik
sebagai kemasan makanan dan minuman tidak dapat dihindari dalam kehidupan
masyarakat sehari-hari. Plastik adalah bahan polimer sintetis yang murah dan mudah
didapat serta sangat praktis dalam penggunaannya. Namun oleh karena itu dalam proses
produksi plastik berbagai zat yang secara umum disebut plasticizers ditambahkan agar
mendapatkan karakter plastik yang diinginkan seperti bening, kuat, rentang toleransi suhu
yang lebar dan fleksibel.
Polivinil Chlorida (PVC = Polivinil Chlorida) adalah salah satu bahan baku
pembuatan plastik yang bersifat termoplastik. PVC mempunyai salah satu
karakteristik tertentu yang membutuhkan standardisasi atau pemeriksaan khusus
untuk memperoleh PVC yang bermutu baik dan tidak memberikan efek kesehatan
yang buruk pada manusia dan lingkungan.
Salah satu bahan yang tergolong plasticizers ini diantaranya adalah berbagai senyawa
phthalate yang dipakai pada pembuatan plastik jenis polyvinyl chloride (PVC). Senyawa
phthalate dapat mengalami leaching atau terbebas dari plastik dan menguap dengan
mudah. Selain itu, bisphenol-A (BPA), yang digunakan untuk pembuatan plastik jenis
polikarbonat juga telah diidentifikasi dapat terlepas dari plastik dan mencemari makanan
dan minuman.
Zaman kini banyak penelitian in vitro, penelitian pada hewan, maupun penelitian
epidemiologi di Asia, Eropa dan Amerika yang menunjukkkan bahwa BPA dan senyawa
phthalate merupakan bahan kimia yang berpotensi menimbulkan gangguan sistem
endokrin (hormon) atau disebut juga sebagai endocrine-disrupting chemicals (EDC).
Penelitian pada hewan menunjukkan bahwa terjadi feminisasi pada hewan jantan
yang terpapar EDC. Selain itu, menurunnya jumlah dan kualitas sperma saat pubertas
pada remaja di Eropa juga ditemukan berhubungan positif dengan paparan terhadap EDC.
EDC juga diduga berperan pada terjadinya perubahan ke arah keganasan seperti kanker
payudara.
Pada populasi umum bahwa plastik sebagai kemasan makanan dan minuman
merupakan sumber utama paparan BPA dan phthalate. Sebagai negara berkembang
dengan tingkat konsumsi masyarakat yang terus meningkat, masyarakat Indonesia
pastilah terpapar pada kedua senyawa ini. Selain makanan dan minuman kemasan dari
pabrik, pemakaian plastik sehari-hari dalam proses pengolahan dan sebagai wadah
makanan juga berperan dalam paparan BPA dan phthalate. Sebagai contoh, maraknya
plastik impor berharga murah dalam bentuk perkakas dapur seperti papan iris, sendok,
piring, cangkir, panci, teko, dan lain sebagainya, dengan kualitas yang diragukan dan
komposisi kimia yang tidak bisa diverifikasi.
Menurut Scheter bahwa BPA merupakan bahan kimia industri yang diproduksi dalam
jumlah besar untuk digunakan dalam pembuatan polikarbonat, PVC dan produk plastik
lainnya serta pelapis kaleng makanan berbasis resin epoksi. Berbagai kemasan makanan
dari plastik dan kaleng yang berada di pasaran mengandung BPA. Di Amerika Serikat,
kadar BPA urin dapat dideteksi pada lebih dari 90% populasi (Calafat, 2004). Konsumsi
makanan dan minuman kemasan merupakan rute utama paparan terhadap BPA (Rudel,
2011) . Menurut National Toxicology Program-Center for the Evaluation of Risks to
Human Reproduction bahwa BPA dapat berpindah dari kontainer berbahan polikarbonat
ke dalam cairan atau makanan. Pada suhu yang tinggi perpindahan BPA akan
berlangsung lebih banyak .
Menurut Jurewicx dalam International Journal of Occupational Medicine and
Environmental Health dalam penelitian epidemiologi menunjukkan dengan kuat dan
konsisten bahwa paparan phthalate meningkatkan risiko alergi dan asma, berdampak
negatif pada perkembangan saraf anak, mengurangi maskulinitas pada anak laki-laki, dan
gangguan hiperaktifitas dengan defisit atensi. Kemudian, paparan phthalate juga
berhubungan dengan menurunnya kualitas sperma, mempengaruhi kadar hormon
reproduksi, jarak anogenitalia, dan fungsi kelenjar tiroid.
Berdasarkan luasnya dampak plasticizers terhadap kesehatan dan luasnya pemakaian
plastic dengan berbahan baku Polimer berupa PVC (Polivinil Chlorida) dalam pengolahan
dan kemasan makanan oleh masyarakat, maka penulis merasa perlu melakukan
diseminasi informasi berupa edukasi mengenai karakteristik bahan polimer, nilai standar
polimer, klasifikasi bahan polimer, keberadaan bahan polimer di lingkungan, proses
pajanan dan alur masuk pajanan beserta Biomarker dan Environment Marker dengan
berfokus pada Polivynil Chlorida.
B. Rumusan Masalah
Untuk lebih sistematis maka kami akan merumuskan masalah-masalah pokok yang
akan dibahas dalam makalah ini, diantaranya adalah:
1. Jelaskan karakteristik bahan polimer ?
2. Jelaskan nilai standar polimer?
3. Jelaskan klasifikasi bahan polimer?
4. Bagaimana keberadaan polimer di lingkungan?
5. Bagaimana proses pajanan bagan kepada tubuh dan alur masuk pajanan polimer?
6. Jelaskan Biomarker dan Environment Marker ?

C. Ruang Lingkup Masalah


Masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah Polimer kaitannya dengan
toksikologi dan analisis lingkungan. Salah satu penelitian pada manusia menunjukkan
adanya korelasi positif antara konsentrasi BPA urin dan prevalensi diabetes, penyakit
jantung, dan toksisitas pada hati (Galloway, 2008).
Menurut Perera pada penelitian longitudinal pada wanita AfroAmerika dan Dominika
juga menunjukkan adanya korelasi antara paparan BPA sewaktu dalam kandungan
dengan perkembangan perilaku pada anak. Oleh karena itu, sebagai pengguna plastik kita
terpapar secara ekstensif terhadap plasticizers yang diproduksi dalam volume besar ini.
Bahwasannya senyawa phthalate tidak berikatan secara kovalen pada matriks plastik,
mudah menguap dan terkonsentrasi pada ruang tertutup, serta dapat terlepas jika
berkontak dengan senyawa lipofilik (Staphles, 1997).
Phthalate pada kemasan makanan dapat terlepas jika makanan mengandung minyak.
Rute paparan senyawa phthalate yang utama adalah melalui makanan, kemudian diikuti
oleh paparan melalui inhalasi udara dalam ruang dan paparan lewat air minum, serta
kontak dengan kulit (Meek, 1994).
Menurut Shea dalam penelitian Pediatric exposure and potential toxicity of phthalate
plasticizers yakni plasticizer utama pada plastik jenis PVC, senyawa phthalate DEHP
yang masuk ke saluran cerna akan diubah oleh enzim lipase pankreas menjadi metabolit
mono-ethylhexyl-phthalate (MEHP) yang bersifat toksik. Enzim glukuronidase di hati
akan mengubah MEHP menjadi senyawa yang larut air sehingga dapat diekskresi melalui
urin.
Penelitian pada hewan menunjukkan bahwa senyawa phthalate bersifat karsinogenik,
menyebabkan kematian pada janin, malformasi, dan toksik terhadap sistem reproduksi,
terutama pada usia imatur seperti janin dan neonatus. Hal ini disebabkan senyawa
phthalate dapat melintasi plasenta dan air susu, belum berfungsinya enzim glukuronidase
hati, dan tingginya kebutuhan bayi terhadap cairan dan asam lemak (sehingga terpapar
pada phthalate dalam air susu ibu). Penelitian pada hewan dewasa menunjukkan bahwa
pada paparan senyawa phthalate secara oral toksisitas utama terjadi pada organ hati,
ginjal, tiroid, dan testis berupa perubahan ke arah keganasan (Shea, 2003).
BAB II
Isi

A. Karakteristik bahan polimer


Polimer adalah suatu bahan yang terdiri dari unit molekul yang disebut monomer.
Jika monomernya sejenis disebut homopolimer, dan jika monomernya berbeda akan
menghasilkan kopolimer. Polimer alam yang telah kita kenal antara lain adalah selulosa,
protein, karet alam dan sejenisnya. Pada mulanya manusia menggunakan polimer alam hanya
untuk membuat perkakas dan senjata, tetapi keadaan ini hanya bertahan hingga akhir abad 19
dan selanjutnya manusia mulai memodifikasi polimer menjadi plastik. Plastik yang pertama
kali dibuat secara komersial adalah nitroselulosa. Material plastik telah berkembang pesat dan
sekarang mempunyai peranan yang sangat penting dibidang elektronika, pertanian, tekstil,
transportasi, furniture, konstruksi, kemasan kosmetik, mainan anak – anak dan produk –
produk industri lainnya (Mujiarto, 2005).
Molekul polimer disusun dalam satu struktur rantai seperti polietilen dan
polipropilen, dalam struktur tiga dimensi dengan ikatan kovalen seperti phenol dan resin
epoksi, dalam struktur hubungan silang seperti karet dimana sebagian molekul rantai terikat
satu sama lain. Sifat-sifat termik dan mekanik dari polimer sangat berbeda tergantung pada
keadaan.
Kebanyakan molekul rantai memberikan sifat termoplastik dengan menaikkan
temperatur, dapat mencair dan mengalir. Bahan tersebut dinamakan polimer termoplastik.
Dilain pihak polimer yang struktur tiga dimensinya terkeraskan karena pemanasan, tidak
bersifat dapat mengalir lagi karena pemanasan. Beberapa diantaranya polimer rantai seperti
polietilena, nylon dan sebagainya mempunyai molekul-molekul yang tersusun secara teratur
membentuk kristal (USU, 2011). Berdasarkan sumbernya polimer dapat dibagi menjadi
polimer alam dan polimer sintetik. Polimer alam adalah polimer yang terjadi melalui proses
alami. Contoh polimer alam anorganik seperti tanah liat, pasir, sol-gel, silika, siloksan.
Sedangkan contoh polimer organik alam adalah karet alam dan selulosa yang berasal dari
tumbuhan, wol dan sutera yang berasal dari hewan serta asbes yang berasal dari mineral.
Polimer sintetik adalah polimer yang dibuat melalui reaksi kimia sepeti karet fiber, nilon,
poliester, polisterena, polietilen. Berdasarkan sifat termal polimer dibagi menjadi dua jenis
yaitu: 1) polimer termoplastik,polimer ini mempunyai sifat fleksibel, dapat melunak bila
dipanaskan dan kaku(mengeras) bila didinginkan, contohnya: polietilena (PE), polipropilena
(PP), polivinilklorida (PVC), nilon, dan poliester, 2)polimer termosetjenis ini mempunyai
berat molekul yang tinggi, tidak melunak, dan sukar larut, contohnya, polimetan sebagai
bahan pengemas dan melamin formaldehida (Jumaidi, 2014).
Berdasarkan fasenya, polimer terdiri dari dua jenis yaitu 1). kristalin, yang
mempunyai susunan antara rantai yang satu dengan rantai yang lain adalah teratur dan
mempunyai titik leleh (melting point), 2)amorf yang mempunyai susunan antara rantai yang
satu dengan yang lain orientasinya acak dan mempunyai temperatur transisi gelas
(Nurhidayat, 2007).

B. Nilai Standar Bahan Polimer


1. Data Toksisitas :
a. LD50 tikus (oral) 500 mg/kg
b. LC50 mencit (terhirup) 130000 bpj / 2 jam

2. Data Mutagenik :
a. Vinil klorida dan beberapa metabolitnya (kloroetilen oksida, kloroasetaldehida dan
kloroetanol) menimbulkan mutasi dalam pengujian terhadap bakteri dan sel hewan.
b. Pada paparan sampai beberapa ribu bpj secara kronis menimbulkan penyakit kulit dan
tulang (acroosteolisis atau vinyl chloride disease), juga kerusakan hati.

3. Batas paparan
a. 10 mg / m 3 (terhirup),
b. 3 mg / m 3 (terhirup).

4. Batas paparan pada pernapasan (NIOSH)


Pada konsentrasi di atas NIOSH REL, atau di mana tidak ada REL, pada konsentrasi yang
dapat dideteksi:
a. (APF = 10.000) Semua alat bantu pernapasan SCBA yang memiliki penutup wajah
penuh dan dioperasikan dalam mode permintaan tekanan atau mode tekanan positif
lainnya.
b. (APF = 10.000) Semua respirator udara yang disediakan yang memiliki penutup wajah
penuh dan dioperasikan dalam mode permintaan-tekanan atau mode tekanan-positif
lainnya dalam kombinasi dengan alat bantu pernapasan bertekanan positif mandiri
mandiri
c. (APF = 50) Semua respirator pemurni udara, penutup wajah penuh (masker gas) dengan
tabung model dagu, dipasang di depan atau belakang yang memberikan perlindungan
terhadap senyawa yang menjadi perhatian. Alat bantu pernapasan mandiri yang cocok
untuk melarikan diri

C. Klasifikasi Bahan Polimer


Polimer dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Berdasarkan Sumber
a. Polimer Alam
Polimer yang terjadi secara alami.
Contoh: karet alam, karbohidrat, protein, selulosa dan wol.
b. Polimer Semi Sintetik
Polimer yang diperoleh dari hasil modifikasi polimer alam dan bahan kimia.
Contoh: selulosa nitrat (yang dikenal lewat misnomer nitroselulosa) yang dipasarkan
dibawah nama - nama “Celluloid” dan “guncotton”.
c. Polimer sintesis
Polimer yang dibuat melalui polimerisasi dari monomer - monomer polimer. Polimer
sintesis sesungguhnya yang pertama kali digunakan dalam skala komersial adalah
dammar Fenol formaldehida. Dikembangkan pada permulaan tahun 1900-an oleh
kimiawan kelahiran Belgia Leo Baekeland (yang telah memperoleh banyak sukses dengan
penemuanya mengenai kertas foto sensitif cahaya), dan dikenal secara komersial sebagai
bakelit. Sampai dekade 1920-an bakelit merupakan salah satu jenis dari produk - produk
konsumsi yang diapakai luas, dan penemunya meraih visisbilitas yang paling mewah,
yakni dimunculkan di cover majalah Time.
2. Berdasarkan Bentuk Susunan Rantainya
a. Polimer Linier
Polimer yang tersusun dengan unit ulang berikatan satu sama lainnya membentuk rantai
polimer yang panjang.

Gambar 1. Struktur polimer linier


b. Polimer Bercabang
Polimer yang terbentuk jika beberapa unit ulang membentuk cabang pada rantai utama.
Gambar 2. Struktur polimer bercabang
c. Polimer Berikatan Silang (Cross – linking)
Polimer yang terbentuk karena beberapa rantai polimer saling berikatan satu sama lain
pada rantai utamanya. Jika sambungan silang terjadi ke berbagai arah maka akan
terbentuk sambung silang tiga dimensi yang sering disebut polimer jaringan.

Gambar 3. Struktur polimer berikatan silang


Adakalanya pembentukan sambungan silang dilakukan dengan sengaja melaluli proses
industri untuk mengubah sifat polimer, sebagaimana terjadi pada proses vulkanisasi
karet. Banyak sistim polimer sifatnya sangat ditentukan oleh pembentukan jaringan tiga
dimensi, seperti misalnya bakelit yang merupakan damar mengeras – bahang fenol –
metanal. Dalam sistim polimer seperti itu pembentukan sambungan silang tiga dimensi
terjadi pada tahap akhir produksi. Proses ini memberikan sifat kaku dan keras kepada
polimer. Jika tahap akhir produksi melibatkan penggunaan panas, polimer tergolong
mengeras – bahang dan polimer disebut dimatangkan. Akan tetapi, beberapa sistim
polimer dapat dimatangkan pada keadaan dingin dan karena itu tergolong polimer
mengeras – dingin. Polimer lurus (hanya mengandung sedikit sekali sambungan silang,
atau bahkan tidak ada sama sekali) dapat dilunakkan dan dibentuk melalui
pemanasan. Polimer seperti itu disebut polimer lentur – bahang.

3. Berdasarkam Reaksi Polimerisasinya


a. Poliadisi
Polimer yang terjadi karena reaksi adisi. Reaksi adisi atau reaksi rantai adalah reaksi
penambahan (satu sama lain) molekul-molekul monomer berikatan rangkap atau siklis
biasanya dengan adanya suatu pemicu berupa radikal bebas atau ion.
Contohnya dapat dilihat pada reaksi berikut:
b. Polikondensasi
Polimer yang terjadi karena reaksi kondensasi/reaksi bertahap. Mekanisme reaksi
polimer kondensasi identik dengan reaksi kondensasi senyawa bobot molekul rendah
yaitu: reaksi dua gugus aktif dari 2 molekul monomer yang berbeda berinteraksi dengan
melepaskan molekul kecil. Contohnya H2O. Bila hasil polimer dan pereaksi (monomer)
berbeda fase, reaksi akan terus berlangsung sampai salah satu pereaksi habis. Contoh
terkenal dari polimerisasi kondensasi ini adalah pembentukan protein dari asam amino.
Contoh lainnya dapat dilihat pada reaksi berikut:

4. Berdasarkan Jenis Monomer


a. Homopolimer
Polimer yang terbentuk dari penggabungan monomer sejenis dengan unit berulang yang
sama.
b. Kopolimer
Polimer yang terbentuk dari beberapa jenis monomer yang berbeda.
Kopolimer ini dibagi lagi atas empat kelompok yaitu:
 Kopolimer acak.
Dalam kopolimer acak, sejumlah kesatuan berulang yang berbeda tersusun secara
acak dalam rantai polimer.
-A-B-B-A-B-A-A-A-B-A-
 Kopolimer silang teratur.
Dalam kopolimer silang teratur kesatuan berulang yang berbeda berselang – seling
secara teratur dalam rantai polimer.
-A-B-A-B-A-B-A-B-A–B–A–
 Kopolimer blok.
Dalam kopolimer blok kelompok suatu kesatuan berulang berselang - seling dengan
kelompok kesatuan berulang lainnya dalam rantai polimer.
-A-A-A-B-B-B-A-A-A–B–
 Kopolimer cabang/Graft Copolimer.
Kopolimer dengan rantai utama terdiri dari satuan berulang yang sejenis dan rantai
cabang monomer yang sejenis.

5. Berdasarkan Sifat Termal


a. Termoplastik
Polimer yang bisa mencair dan melunak. Hal ini disebabkan karena polimer - polimer
tersebut tidak berikatan silang (linier atau bercabang) biasanya bisa larut dalam beberapa
pelarut.
b. Termoset
Polimer yang tidak mau mencair atau meleleh jika dipanaskan. Polimer - polimer termoset
tidak bisa dibentuk dan tidak dapat larut karena pengikatan silang, menyebabkan kenaikan
berat molekul yang besar. Contohnya dapat dilihat pada table 1 berikut:
Tabel 1 Contoh polimer termoset
Diantara plastik - plastik ini, hanya beberapa jenis epoksi yang dikualifikasi sebagai
plastik - plastik teknik. Polimer – polimer fenol – formaldehida dan urea – formaldehida
dan poliester – poliester tak jenuh menduduki sekitar 90% dari seluruh produksi.
Perbandingan produksi antar termoplastik dan plastik thermoset kira - kira 6 : 1.
6. Berdasarkan Aplikasinya
a. Polimer Komersial
Polimer yang disintesis dengan biaya murah dan diproduksi secara besar - besaran.
Polimer komersial pada prinsipnya terdiri dari 4 jenis polimer utama yaitu: Polietilena,
Polipropilena, Poli(vinil klorida), dan Polisterena. Polietilena dibagi menjadi produk massa
jenis rendah (< 0,94 g/cm3), dan produk massa jenis tinggi (> 0,94 g/cm3). Perbedaan
dalam massa jenis ini timbul dari strukturnya yakni: polietilena massa jenis tinggi secara
esensial merupakan polimer linier dan polietilena massa jenis rendah bercabang. Plastik -
plastik komoditi mewakili sekitar 90% dari seluruh produksi termoplastik dan sisanya
terbagi diantara kopolimer stirena – butadiena, kopolimer akrilonitril – butadiena – stirena
(ABS), poliamida dan poliester.
Contoh plastik - plastik komoditi dan penggunaannya dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Contoh plastic – plastic komoditi dan penggunaannya
b. Polimer Teknik
Polimer yang memiliki sifat unggul tetapi harganya mahal. Konsumsi plastik teknik kimia
hingga akhir tahun 1980-an mencapai kira - kira 1,5 x 10 9 kg/tahun diantaranya poliamida,
polikarbonat, asetal, poli(fenilena oksida) dan poliester mewakili sekitar 99% dari
pemasaran. Yang tidak diperhatikan adalah bahan - bahan berkualitas teknik dari
kopolimer akrilonitril – butadiena – stirena, berbagai polimer terfluorinasi dan sejumlah
kopolimer serta bahan paduan polimer yang meningkat jumlahnya. Ada banyak kesamaan
dalam pasaran plastik - plastik teknik tetapi plastik - plastik ini dipakai terutama dalam
bidang transportasi seperti (mobil, truk, pesawat udara), konstruksi (perumahan, instalasi
pipa ledeng, perangkat keras), barang - barang listrik dan elektronik (mesin bisnis,
komputer), mesin - mesin industri dan barang - barang konsumsi. Selain polimer - polimer
yang telah diperlihatkan, kopolimer dan paduan polimer teristimewa yang disesuaikan
untuk memperbaiki sifat (mutu) semakin bertambah jumlahnya. Pemasaran plastik -
plastik teknik tumbuh dengan cepat dengan proyeksi pemakaian yang meningkat hingga
10% per tahun.
Contoh Polimer teknik yang utama dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Contoh Polimer Teknik
c. Polimer dengan Tujuan Khusus
Polimer yang memiliki sifat spesifik yang unggul dan dibuat untuk keperluan khusus.
Contoh: alat-alat kesehatan seperti termometer/timbangan.
7. Berdasarkan Geometri
a. Bentuk cis-trans
b. Bentuk H-T (Head to Tail dan Head to Head)
c. Taktisitas (isotaktik, sindiotaktik, dan ataktik)
8. Berdasarkan Kristalinitas
a. Polimer kristalin
b. Polimer semikristalin
c. Polimer amorf

D. Keberadaan bahan polimer di lingkungan.


Polimer buatan dapat berupa polimer regenerasi dan polimer sintetis. Polimer
regenerasi adalah polimer alam yang dimodifikasi. Contohnya rayon, yaitu serat sintetis yang
dibuat dari kayu (selulosa). Polimer sintetis adalah polimer yang dibuat dari molekul
sederhana (monomer) dalam pabrik atau polimer yang dibuat dari bahan baku kimia disebut
polimer sintetis seperti polyetena, polipropilena, poly vynil chlorida (PVC), dan nylon.
Kebanyakan polimer ini sebagai plastik yang digunakan untuk berbagai keperluan baik
untuk rumah tangga, industri, atau mainan anak-anak. Polimer sintetis yang pertama kali yang
dikenal adalah bakelit yaitu hasil kondensasi fenol dengan formaldehida, yang ditemukan
oleh kimiawan kelahiran Belgia Leo Baekeland pada tahun 1907. Bakelit merupakan salah
satu jenis dari produk-produk konsumsi yang dipakai secara luas.
Beberapa contoh polimer yang buat oleh pabrik adalah nylon dan poliester, kantong
plastik dan botol, pita karet, dan masih banyak produk lain yang ada pada kehidupan sehari-
hari. Berdasarkan sifatnya terhadap panas, polimer dapat dibedakan atas polimer termoplastik
(tidak tahan panas, seperti plastik) dan polimer termosting (tahan panas, seperti melamin).
Klasifikasi polimer ini dibedakan menjadi dua, yaitu polimer termoplastik dan polimer
termoseting
1) Polimer Termoplastik Polimer termoplastik adalah polimer yang mempunyai sifat
tidak tahan terhadap panas. Jika polimer jenis ini dipanaskan, maka akan menjadi
lunak dan didinginkan akan mengeras. Proses tersebut dapat terjadi berulang kali,
sehingga dapat dibentuk ulang dalam berbagai bentuk melalui cetakan yang
berbeda untuk mendapatkan produk polimer yang baru. Polimer yang termasuk
polimer termoplastik adalah jenis polimer plastik. Jenis plastik ini tidak memiliki
ikatan silang antar rantai polimernya, melainkan dengan struktur molekul linear
atau bercabang. Polimer termoplastik memiliki sifat – sifat khusus sebagai berikut.
a) Berat molekul kecil
b) Tidak tahan terhadap panas
c) Jika dipanaskan akan melunak.
d) Jika didinginkan akan mengeras.
e) Mudah untuk diregangkan
f) Fleksibel.
g) Titik leleh rendah.
h) Dapat dibentuk ulang (daur ulang).
i) Mudah larut dalam pelarut yang sesuai.
j) Memiliki struktur molekul linear/bercabang
Contoh plastik termoplastik sebagai berikut.
1. Polietilena (PE) = Botol plastik, mainan, bahan cetakan, ember, drum, pipa
saluran, isolasi kawat dan kabel, kantong plastik dan jas hujan.
2. Polivinilklorida (PVC) = pipa air, pipa plastik, pipa kabel listrik, kulit sintetis, ubin
plastik, piringan hitam, bungkus makanan, sol sepatu, sarung tangan dan botol
detergen.
3. Polipropena (PP) = karung, tali, botol minuman, serat, bak air, insulator, kursi
plastik, alat-alat rumah sakit, komponen mesin cuci, pembungkus tekstil, dan
permadani.
4. Polistirena = Insulator, sol sepatu, penggaris, gantungan baju.
2) PVC
Polivinil klorida (IUPAC: Poli(kloroetanadiol)), biasa disingkat PVC, adalah polimer
termoplastik urutan ketiga dalam hal jumlah pemakaian di dunia, setelah polietilena dan
polipropilena. Di seluruh dunia, lebih dari 50% PVC yang diproduksi dipakai dalam
konstruksi. Sebagai bahan bangunan, PVC relatif murah, tahan lama, dan mudah dirangkai.
PVC bisa dibuat lebih elastis dan fleksibel dengan menambahkan plasticizer, umumnya ftalat.
PVC yang fleksibel umumnya dipakai sebagai bahan pakaian, perpipaan, atap, dan insulasi
kabel listrik.
PVC diproduksi dengan cara polimerisasi monomer vinil klorida (CH2=CHCl).
Karena 57% massanya adalah klor, PVC adalah polimer yang menggunakan bahan baku
minyak bumi terendah di antara polimer lainnya. Proses produksi yang dipakai pada
umumnya adalah polimerisasi suspensi. Pada proses ini, monomer vinil klorida dan air
diintroduksi ke reaktor polimerisasi dan inisiator polimerisasi, bersama bahan kimia tambahan
untuk menginisiasi reaksi. Kandungan pada wadah reaksi terus-menerus dicampur untuk
mempertahankan suspensi dan memastikan keseragaman ukuran partikel resin PVC.
Reaksinya adalah eksotermik, dan membutuhkan mekanisme pendinginan untuk
mempertahankan reaktor pada temperatur yang dibutuhkan. Karena volume berkontraksi
selama reaksi (PVC lebih padat daripada monomer vinil klorida), air secara kontinu ditambah
ke campuran untuk mempertahankan suspensi.
Ketika reaksi sudah selesai, hasilnya, cairan PVC, harus dipisahkan dari kelebihan
monomer vinil klorida yang akan dipakai lagi untuk reaksi berikutnya. Lalu cairan PVC yang
sudah jadi akan disentrifugasi untuk memisahkan kelebihan air. Cairan lalu dikeringkan
dengan udara panas dan dihasilkan butiran PVC. Pada operasi normal, kelebihan monomer
vinil klorida pada PVC hanya sebesar kurang dari 1 PPM. Proses produksi lainnya, seperti
suspensi mikro dan polimerisasi emulsi, menghasilkan PVC dengan butiran yang berukuran
lebih kecil, dengan sedikit perbedaan sifat dan juga perbedaan aplikasinya.
Produk proses polimerisasi adalah PVC murni. Sebelum PVC menjadi produk akhir,
biasanya membutuhkan konversi dengan menambahkan heat stabilizer, UV stabilizer,
pelumas, plasticizer, bahan penolong proses, pengatur termal, pengisi, bahan penahan api,
biosida, bahan pengembang, dan pigmen pilihan. PVC biasanya digunakan dalam mainan,
kemasan blister, pembungkus plastik, atau botol deterjen. PVC atau vinil sempat menjadi
plastik yang paling banyak digunakan kedua di dunia setelah golongan plastik polyethylene.
Namun kemudian diketahui bahwa PVC menyebabkan risiko kesehatan yang serius.
Pasalnya, plastik ini mengandung berbagai bahan kimia beracun, seperti bisphenol A
(BPA), ftalat, timbal, dioksin, merkuri, dan kadmium yang dapat memicu kanker. Masalah
lain seperti gejala alergi pada anak-anak dan gangguan sistem hormon manusia juga mungkin
timbul. PVC sulit untuk didaur ulang, jadi sebaiknya penggunaan plastik ini harus dihindari
sama sekali.
PVC biasanya digunakan dalam mainan, kemasan blister, pembungkus plastik, atau
botol deterjen. PVC atau vinil sempat menjadi plastik yang paling banyak digunakan kedua di
dunia setelah golongan plastik polyethylene. Namun kemudian diketahui bahwa PVC
menyebabkan risiko kesehatan yang serius.
Gambar 2.1 Stuktur PVC

Tertera logo daur ulang (terkadang berwarna merah) dengan angka 3 di tengahnya, serta
tulisan V —V itu berarti PVC (polyvinyl chloride), yaitu jenis plastik yang paling sulit didaur

ulang

Gambar 2.2 Plastik yang termasuk dalam jenis Polyvinyl Chloride

Poli Vinil chlorida (PVC) memiliki Sifat Kuat dan keras sifat monomernya Vinil Chlorida
(CH2=CHCI)
Kegunaanya dalam keseharian biasa terdapat pada Pipa, pelapis lantai, selang
a. PVC dan Lingkungan Hidup
Telah menjadi mitos bahwa khususnya pembakaran sampah PVC memberikan
kontribusi yang besar terhadap terjadinya dioxin. Dioxin dapat dihasilkan dari pembakaran
bahan-bahan organoklorin, yang sebenarnya banyak terdapat di alam (dedaunan, pepohonan).
Suatu penelitian yang dilakukan oleh New York Energy Research and Development
Authority pada tahun 1987 menyimpulkan bahwa ada atau tidaknya sampah PVC tidak
berpengaruh terhadap banyaknya dioxin yang dihasilkan dalam proses insinerasi/pembakaran
sampah. Kontribusi terbesar bagi terjadinya dioxin adalah kebakaran hutan, hal yang justru
tidak banyak diekspos.
Kandungan klor (Cl) dalam PVC diketahui memberikan sifat-sifat yang unik bagi
bahan ini. Tidak seperti umumnya bahan plastik yang merupakan 100% turunan dari minyak
bumi, sekitar 50% berat PVC adalah dari komponen klor-nya, yang menjadikannya sebagai
bahan plastik yang paling sedikit mengkonsumsi minyak bumi dalam proses pembuatannya.
Relatif rendahnya komponen minyak bumi dalam PVC menjadikannya secara ekonomis lebih
tahan terhadap krisis minyak bumi yang akan terjadi di masa datang serta menjadikannya
sebagai salah satu bahan yang paling ramah lingkungan
Walaupun PVC merupakan bahan plastik dengan volume pemakaian kedua terbesar
di dunia, sampah padat di negara-negara maju yang paling banyak menggunakan PVC-pun
hanya mengandung 0,5% PVC. Hal ini dikarenakan volume pemakaian terbesar PVC adalah
untuk aplikasi-aplikasi berumur panjang, seperti pipa dan kabel. Sampah PVC juga dapat
diolah secara konvensional, seperti daur-ulang, ditanam dan dibakar dalam insinerator
(termasuk pembakaran untuk menghasilkan energi).
PVC juga dianggap menguntungkan untuk aplikasi sebagai pembungkus (packaging).
Suatu studi pada tahun 1992 tentang pengkajian daur-hidup berbagai pembungkus/wadah dari
gelas, kertas kardus, kertas serta berbagai jenis bahan plastik termasuk PVC menyimpulkan
bahwa PVC ternyata merupakan bahan yang memerlukan energi produksi terendah, emisi
karbon dioksida terendah, serta konsumsi bahan bakar dan bahan baku terendah diantara
bahan plastik lainnya. Bahkan sebuah kelompok pecinta lingkungan Norwegia, Bellona,
menyimpulkan bahwa pengurangan penggunaan bahan PVC secara umum akan
memperburuk kualitas lingkungan hidup.

E. Proses pajanan Polimer kepada tubuh dan alur masuk pajanan

Rangkaian proses pajanan polimer kepada tubuh dan alur masuk pajanan yakni Fokus
Polimernya berupa bahan baku pembuatan plastik yaitu PVC (Polivynil Chlorida) . Adapun
proses akan dijelaskan terkait alur dari Toksikokinetik dan Toksikodinamik.

1. TOKSIKOKINETIK
Menurut Klassen bahwa Toksikokinetik adalah studi kuantitatif dari
pergerakan sebuah zat kimia yang dimulai dari masuknya zat kimia ke dalam tubuh,
pendistribusiannya ke organ dan jaringan melalui sirkulasi darah dan disposisi
terakhir dengan biotransformasi serta eksresi. Konsep dari toksikokinetik adalah
absorpsi, distribusi, metabolsime dan eksresi (ADME)
a) Absorpsi
Sebelum zat kimia membuat dampak kesehatan kepada tubuh manusia, zat kimia
tersebut harus masuk ke dalam tubuh. Peristiwa masuknya zat kimia ke dalam
tubuh disebut dengan absorpsi. Secara umum, rute masuk zat kimia dalam
absorpsi terdiri dari 3 rute yaitu inhalasi, dermal dan ingesti.
 Inhalasi : merupakan jalur utama dari pajanan di tempat kerja karena
banyak zat kimia yang dapat masuk langsung ke paru-paru melalui jalur
inhalasi seperti debu, asap, uap, kabut dan gas. Zat kimia tersebut masuk
ke dalam paru yang memiliki luas sekitar 140 m 2 sehingga memudahkan
untuk absorpsi.
 Dermal : Kontak kulit adalah rute kedua yang terpenting dalam absorpsi.
Kulit memiliki total luas sekitar 2 m2 dengan kemampuan untuk
mengabsorpsi zat kimia terutama yang berbentuk cairan seperti KOH
ataupun aerosol seperti pestisida.
 Ingesti . Walaupun sedikit, jalur ingesti juga dapat menjadi jalur masuk
zat kimia yang berbahaya (Klaassen 2008). Jalur ingesti merupakan jalur
pencenaan yang dimulai dari mulut, kerongkongan, dan lambung. Zat
kimia yang masuk dalam jalur ini biasanya terjadi karena
ketidaksengajaan seperti dalam kasus keracunan.
o Pada Polimer PVC (Polyvinil chlorida) bahwa proses pertama
pajanan pada tubuh yakni berasal dari konsumsi makanan dan
minuman (jalur ingesti, melalui pencernaan) kemasan merupakan
rute utama paparan terhadap BPA (Rudel, 2011). BPA dapat
berpindah dari kontainer berbahan polikarbonat ke dalam cairan
atau makanans serta menurut National Toxicology Program-
Center for the Evaluation of Risks to Human Reproduction pada
suhu yang tinggi perpindahan BPA akan berlangsung lebih
banyak.
o Menurut Meek bahwa rute paparan senyawa phthalate yang
utama adalah melalui makanan, kemudian diikuti oleh paparan
melalui inhalasi udara dalam ruang dan paparan lewat air minum,
serta kontak dengan kulit.

b) Distribusi
Ketika zat kimia diabsopsi ke dalam aliran darah, maka zat kimia tersebut dapat
diangkut ke seluruh tubuh. Proses ini disebut “distribusi” yang merupakan proses
reversibel yaitu zat kimia dapat masuk ke dalam sel dari darah ataupun bisa
masuk ke darah dari sel. Pengiriman zat kimia ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu aliran darah, permeabilitas kapiler, kekuatan dari pengikatan dari zat
kimia ke darah ataupun jaringan protein dan solubilitas relative dari molekul zat
kimia (Terms n.d.).
 Pada Polimer PVC (Polyvinil chlorida) bahwa proses kedua yakni
distribusi pajanan pada tubuh yakni setelah senyawa phthalate masuk ke
dalam tubuh lewat saluran cerna, BPA berdistribusi diangkut ke seluruh
tubuh masuk ke dalam sel dari darah ataupun bisa masuk ke darah dari
sel.

c) Metabolisme
Untuk mempermudah eksresi, zat kimia harus melalui proses metabolisme
terlebih dahulu. Proses metabolisme bisa berlangsung di hati atau ginjal baik
dengan perubahan struktur zat kimia ataupun dengan perubahan kimiawi dari zat
kimia.
Metabolisme dari zat kimia dapat bervariasi antar grup populasi. Genetik menjadi
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi enzim untuk memproses zat kimia.
Umur menjadi faktor lain yang mempengaruhi karena semakin tua seseorang
makan semakin kecil toleransinya terhadap zat kimia(Terms n.d.).
 Pada Polimer PVC (Polyvinil chlorida) bahwa proses ketiga yakni
metabolisme pajanan pada tubuh yakni setelah senyawa phthalate BPA
dengan cepat berikatan dengan asam glukuronat menjadi BPA-
glukuronida. Proses ini disebut glukuronidasi yang dilakukan oleh enzim
di hati (National Toxicology Program-Center for the Evaluation of Risks
to Human Reproduction, 2008)
 Sebagai plasticizer utama pada plastik jenis PVC, senyawa phthalate
DEHP yang masuk ke saluran cerna akan diubah oleh enzim lipase
pankreas menjadi metabolit mono-ethylhexyl-phthalate (MEHP) yang
bersifat toksik. Enzim glukuronidase di hati akan mengubah MEHP
menjadi senyawa yang larut air. (Shea, 2003)
 Menurut Vandenberg bahwa senyawa phthalate BPA berinteraksi dengan
reseptor estrogen, memiliki aktifitas antagonis reseptor hormon tiroid,
dan target seluler lainnya, serta berlaku sebagai antagonis reseptor
androgen. BPA juga menghambat aktifitas aromatase, enzim yang
mengubah testosteron menjadi estradiol

d) Eksresi
Pengeluaran secara keseluruhan zat kimia dari dalam tubuh disebut dengan
eksresi (Terms n.d.). Ginjal dan organ pencernaan menjadi bagian penting dalam
proses eksresi ini. Selain itu, air susu ibu,keringat, rambut, kuku dan air ludah
juga dapat menjadi organ yang melakukan proses eksresi (Trush 2008)
 Pada Polimer PVC (Polyvinil chlorida) bahwa proses keempat yakni
eksresi pajanan pada tubuh yakni setelah senyawa phthalate BPA Enzim
glukuronidase di hati akan mengubah MEHP menjadi senyawa yang larut
air sehingga dapat diekskresi melalui urin (Shea, 2003).
 Proses glukuronidasi membuat BPA lebih larut air sehingga dapat
dieliminasi melalui urin (National Toxicology Program-Center for the
Evaluation of Risks to Human Reproduction, 2008)

2. TOKSIKODINAMIK
Toksiko dinamik berarti dampak molekuler, biokimia dan fisiologis dari
toksikan atau metabolitnya dalam sistem biologik. Dampak ini terjadi sebagai hasil
dari interaksi antara dosis yang efektif secara biologis dari bentuk terakhir toksikan
di dalam target molekulernya (Trush, 2008).
Pada konsep toksikodinamik, bahwa seseorang bisa menjadi sakit dimulai
dari perubahan di dalam molekulernya yang berlanjut hingga respons dari
organismenya. Perubahan ini dapat berubah kembali ke kondisi awal baik dengan
perbaikan ataupun tidak. Namun, tidak semua perubahan organisme dapat berubah
kembali ke kondisi awal. Berikut dampak yang terjadi dari pajanan senyawa
phthalate BPA
 Penelitian pada hewan yang terpapar BPA pada dosis rendah, yang
menyerupai tingkat paparan pada manusia, menunjukkan terjadinya
perubahan neural dan perilaku, lesi prekanker pada kelenjar prostat
dan payudara, terganggunya perkembangan prostat dan saluran
kemih, dan onset pubertas dini pada hewan betina (National
Toxicology Program-Center for the Evaluation of Risks to Human
Reproduction, 2008).
 Menurut Kavlock pada manusia, populasi yang rentan terhadap efek
toksik dari senyawa phthalate adalah wanita hamil, bayi, dan anak.
Phthalate diduga sebagai bahan kimia dengan efek gangguan
endokrin (endocrine disrupting chemical/EDC). Gangguan endokrin
dapat terjadi pada proses produksi, sekresi, transportasi, metabolism,
ikatan reseptor, mediasi efek, dan ekskresi hormon alami yang
mengatur proses perkembangan dan mempertahankan keadaan
endokrin yang setimbang dalam tubuh.
 Dalam penelitian epidemiologi menunjukkan dengan kuat dan
konsisten bahwa paparan phthalate meningkatkan risiko alergi dan
asma, berdampak negatif pada perkembangan saraf anak, mengurangi
maskulinitas pada anak laki-laki, dan gangguan hiperaktifitas dengan
defisit atensi. Selain itu, paparan phthalate juga berhubungan dengan
menurunnya kualitas sperma, mempengaruhi kadar hormon
reproduksi, jarak anogenitalia, dan fungsi kelenjar tiroid (Jurewicz,
2011)
3. Bagan Proses Alur Pajanan Pada Tubuh

 Inhalasi
 Dermal
Absorpsi  Ingesti

Senyawa phthalate masuk ke dalam tubuh lewat


Distribusi
saluran cerna, BPA berdistribusi diangkut ke
seluruh tubuh masuk ke dalam sel dari darah

Toksikokinetik Senyawa phthalate DEHP yang masuk ke saluran


Metabolismecerna akan diubah oleh enzim lipase pankreas menjadi
metabolit mono-ethylhexyl-phthalate (MEHP) yang
bersifat toksik. Enzim glukuronidase di hati akan
mengubah MEHP menjadi senyawa yang larut air
Eksresi
Proses glukuronidasi membuat BPA lebih larut air
sehingga dapat dieliminasi melalui urin

Efek
Risiko alergi dan asma, berdampak negatif pada
Toksikodinamik Dampak
perkembangan saraf anak, mengurangi maskulinitas
pada anak laki-laki, dan gangguan hiperaktifitas
dengan defisit atensi, gangguan endokrin.

F. Biomarker dan Environment Marker


A. Pengertian Biomarker
Istilah “biomarker” yaitu gabungan kata dari “biological marker” mengacu pada luasnya sub
katagori dari tanda medis, yaitu indikasi medis secara objektif yang diobservasi diluar pasien,
yang dapat diukur secara akurat. Pada tahun 1998, National Institutes of Health mendefinisikan
biomarker sebagia karakteristik yang objektif yang diukur dan dievaluasi sebagai indikator
proses biologis nomal, patologis, atau respon farmakologis dari interfensi terapi. WHO dalam
kordinasi PBB dan organisasi buruh internasional, mendefinisikan biomarker sebagai “setiap
subtansi, struktur, atau proses yang dapat diukur dalam tubuh atau hasil dari proses tersebut
yang mempengaruhi atau memprediksi kejadian hasil atau penyakit” (Strimbu, 2010).
Biomarker merupakan suatu karakteristik yang secara obyektif dapat diukur dan dievaluasi
sebagai indikator normal terhadap proses biologi, patologi dan respon farmakologi terhadap
intervensi terapeutik (Donne et al, 2006).
Sederhananya biomarker dapat didefinisikan sebagai respon biologis dari suatu organisme
terhadap bahan pencemar atau tekanan lingkungan. Biomarker digunakan sebagai substitusi
dalam monitoring lingkungan yang mengandalkan pendekatan klasik berbasis pada informasi
konsentrasi bahan-bahan kimia yang ada di lingkungan (Khusnul, 2019)
B. Biomarker
Vinil klorida dalam udara yang dihembuskan dapat digunakan sebagai penanda biologis dari
paparan baru-baru ini, tetapi kegunaannya terbatas untuk paparan tingkat rendah.
Kadar asam tiodiglikolat dalam urin, suatu metabolit utama vinil klorida, telah digunakan untuk
memantau paparan vinil klorida di tempat kerja, tetapi tidak spesifik untuk paparan vinil klorida.
VCM telah diklasifikasikan oleh IARC sebagai karsinogen grup I. Untuk beberapa individu,
ekspresi protein yang diubah secara konformasional ini menginduksi respon imun, sehingga
menyebabkan adanya antibodi anti-p53 yang bersirkulasi pada pasien kanker (Trivers dkk
1995). Polimorfisme metabolik sebelumnya telah terlibat dalam efek kesehatan yang
berhubungan dengan paparan bahan kimia. Sebuah studi hewan sebelumnya telah mencatat
bahwa VCM terutama dimetabolisme di hati oleh CYP2E1 menjadi CEO aktif dan CAA (el
Ghissassi, 1998), keduanya mungkin reaktif dengan DNA untuk membentuk DNA adduct
(Guengerich, 1992). Selain itu, enzim detoksifikasi untuk metabolit reaktif VCM seperti
ALDH2 dan GST juga dapat memodulasi pembentukan DNA adduct (Whysner, 1996).
C. Biomarker Lingkungan Menurut ATSDR:
1. Udara
Rata-rata <1 ppb di udara perkotaan, data dari tahun 1999. <1–34 ppb di dekat fasilitas
manufaktur. Hingga 400 ppb di dekat lokasi limbah berbahaya
2. Sedimen dan Tanah
Tidak ada data yang tersedia untuk tingkat vinil klorida dalam tanah
3. Air
<10 ppb dalam waktu kurang dari 1% dari pasokan air tanah yang diuji di A.S. pada tahun
1982.
D. Vinyl Klorida di Lingkungan
1. Vinil klorida dapat dilepaskan ke lingkungan (terutama udara) selama produksi atau
penggunaannya. Di udara, ia terdegradasi melalui reaksi dengan radikal hidroksil yang
dihasilkan secara fotokimia; waktu paruhnya sekitar 18 jam. Vinil klorida cair mudah
menguap.
2. Vinil klorida dalam air atau tanah menguap dengan cepat jika berada di dekat permukaan.
3. Vinil Klorida dapat berpindah ke air tanah. Pada airtanah anaerobik, degradasi terjadi secara
perlahan. Vinil klorida juga dapat bergerak di tanah dan rentan terhadap pencucian.
4. Vinil klorida tidak terakumulasi pada tumbuhan atau hewan.
BAB III
KESIMPULAN
1. Karakteristik bahan polimer bahwasannya dapat terjadi melalui proses alami dan
sintetik. Contoh polimer alam anorganik seperti tanah liat, pasir, sol-gel, silika,
siloksan. Sedangkan contoh polimer organik alam adalah karet alam dan selulosa
yang berasal dari tumbuhan, wol dan sutera yang berasal dari hewan serta asbes yang
berasal dari mineral. Polimer sintetik adalah polimer yang dibuat melalui reaksi
kimia sepeti karet fiber, nilon, poliester, polisterena, polietilen. Berdasarkan sifat
termal polimer dibagi menjadi dua jenis yaitu: 1) polimer termoplastik dan polimer
termosetjenis ini mempunyai berat molekul yang tinggi, tidak melunak, dan sukar
larut.
2. Nilai standar polimer dari data toksisitas yakni LD 50 tikus (oral) 500 mg/kg dan LC
50 mencit (terhirup) 130000 bpj / 2 jam. Data mutagenic menimbulkan mutase dan
3 3
penyakit kulit dan tulang. Batas paparan 10mg / m (terhirup) dan 3 mg / m
(
terhirup). Batas paparan pada pernapasan (NIOSH) dengan APF = 10.000 (alat bantu
pernapasan SCBA), APF = 10.000 (semua respirator udara yang disediakan), APF =
50 semua respirator pemurni udara, penutup wajah.
3. Klasifikasi bahan polimer berdasarkan sumber yakni polimer alam, polimer semi
sintetik, dan polimer sintesis. Berdasarkan bentuk susunan rantainya yakni polimer
linier, polimer bercabang, dan polimer berikatan silang. Berdasarkan reaksi
polimerisasinya yakni poliadisi dan polikondensasi. Berdasarkan jenis monomernya
yakni monomer dan kopolimer. Berdasarkan sifat termal yakni termoplastik dan
thermoset. Berdasarkan aplikasinya yakni polimer komersial dan polimer Teknik.
Berdasarkan geometri yakni bentuk cis-trans, H-T, dan Taktisitas. Berdasarkan
kristalinitas yakni polimer kristalin, semikristalin, dan amorf.
4. Keberadaan polimer di lingkungan sebagai plastik yang digunakan untuk berbagai
keperluan baik untuk rumah tangga, industri, atau mainan anak-anak. PVC biasanya
digunakan dalam mainan, kemasan blister, pembungkus plastik, atau botol deterjen.
PVC atau vinil sempat menjadi plastik yang paling banyak digunakan kedua di dunia
setelah golongan plastik polyethylene. Namun kemudian diketahui bahwa PVC
menyebabkan risiko kesehatan yang serius.
5. Proses pajanan bagan kepada tubuh dan alur masuk pajanan polimer dengan senyawa
phthalate yakni dengan tahapan toksikokinetik dan toksikodinamik. Toksikokinetik
pada tahap pertama yaitu absorpsi (inhalasi, ingesti, dan dermal), kedua distribusi
yakni BPA berdistribusi diangkut ke seluruh tubuh masuk ke dalam sel dari darah
ataupun bisa masuk ke darah dari sel, ketiga metabolisme yakni senyawa phthalate
BPA dengan cepat berikatan dengan asam glukuronat menjadi BPA-glukuronida.
Proses ini disebut glukuronidasi yang dilakukan oleh enzim di hati, keempat yaitu
ekskresi yakni senyawa yang larut air sehingga dapat diekskresi melalui urin.
Toksikodinamik yakni paparan phthalate meningkatkan risiko alergi dan asma,
berdampak negatif pada perkembangan saraf anak, mengurangi maskulinitas pada
anak laki-laki, dan gangguan hiperaktifitas dengan defisit atensi.
6. Biomarker terkait Vinil klorida dalam udara yang dihembuskan dapat digunakan
sebagai penanda biologis dari paparan baru-baru ini, tetapi kegunaannya terbatas
untuk paparan tingkat rendah. Kadar asam tiodiglikolat dalam urin, suatu metabolit
utama vinil klorida, telah digunakan untuk memantau paparan vinil klorida di tempat
kerja, tetapi tidak spesifik untuk paparan vinil klorida. Vinil klorida dapat dilepaskan
ke lingkungan (terutama udara) selama produksi atau penggunaannya. Di udara, ia
terdegradasi melalui reaksi dengan radikal hidroksil yang dihasilkan secara
fotokimia; waktu paruhnya sekitar 18 jam. Vinil klorida cair mudah menguap.Vinil
klorida dalam air atau tanah menguap dengan cepat jika berada di dekat permukaan.

DAFTAR PUSTAKA
Agency for Toxic Substances and Disease Registry (ATSDR). 2006. Toxicological Profile for Vinyl
Chloride (Update). Atlanta, GA: U.S. Department of Health and Human Services, Public Health
Services.

Calafat AM, Ye X, Wong LY, Reidy JA, Needham LL. 2008. Exposure of the U.S. population to
bisphenol A and 4- tertiary-octylphenol: 2003-2004. Environmental Health Perspective. 116:39-44.

el Ghissassi, F., Barbin, A., and Bartsch, H. Metabolic activation of vinyl chloride by rat liver
microsomes: low-dose kinetics and involvement of cytochrome P450 2E1. Biochem. Pharmacol., 55:
1445–1452, 1998.

Guengerich, F. P. Roles of the vinyl chloride oxidation products 1-chlorooxirane and 2-


chloroacetaldehyde in the in vitro formation of etheno adducts of nucleic acid bases. Chem. Res.
Toxicol., 5: 2–5, 1992.

IARC. Overall evaluations of Carcinogenicity: An Updating of IARC Monographs, Vols. 1–42.


Monographs on the evaluation of carcinogenic risks to humans, pp. 373–376. Lyon, France: IARC,
Suppl. 7: 1987

Ilmiawati C, Reza M, Rahmatini, Rustam E. 2017. Edukasi Pemakaian Plastik Sebagai Kemasan
Makanan Dan Minuman Serta Risikonya Terhadap Kesehatan Pada Komunitas Di Kecamatan Bungus
Teluk Kabung, Padang. Jurnal Ilmiah Pengabdian kepada Masyarakat. Vol 1(1): 20-28

Jurewicz J, Hanke W. 2011. Exposure to phthalates: Reproductive outcomes and children health.
International Journal of Occupational Medicine and Environmental Health. 24 (2):115-141. 14.
Institute for Agriculture and Trade Policy (IATP). 2008. Smart plastics guide - Healthier food uses of
plastics. http://www.iatp.org/documents/smartplastics-guide Diakses tanggal 16 November 2020.

Kavlock RJ, Daston GP, DeRosa C, Fenner-Crisp P, Gray LE, et al. 1996. Research needs for the risk
assessment of health and environmental effects of endocrine disruptors: A report of the US EPA-
sponsored workshop. Environmental Health Perspective. 104:715-740.

Labrecque, S., Naor, N., Thomson, D., and Matlashewski, G. Analysis of the anti-p53 antibody
response in cancer patients. Cancer Res., 53: 3468–3471, 1993.

Lang IA, Galloway TS, Scarlett A, Henley WE, Depledge M, Wallace RB, Melzer D. 2008.
Association of urinary bisphenol A concentration with medical disorders and laboratory abnormalities
in adults. Journal of the American Medical Association. 300:1303-1310.

Meek ME, Chan PKL. 1994. Bis(2- ethylhexyl)phthalate: evaluation of risks to health from
environmental exposure in Canada. Environmental Carcinogens and Ecotoxicology Review. C12:179-
194.
National Toxicology Program-Center for the Evaluation of Risks to Human Reproduction (NTP-
CERHR). 2008. Monograph on bisphenol-A. U.S. Department of Health and Human Service.

divide: A Review of controversies in the field of endocrine disruption. Endocrine Review. 30(1):75-
95.

Perera F, Vishnevetsky J, Herbstman JB, Calafat AM, Xiong W, Rauh V, Wang S. 2012. Prenatal
bisphenol A exposure and child behavior in an inner-city cohort. Environmental Health Perspective.
120(8):1190-1194.

Rudel RA, Gray JM, Engel CL, Rawsthorne TW, Dodson RE, Ackerman JM, Rizzo J, Nudelman JL,
Brody JG. 2011. Food packaging and bisphenol A and bis(2-ethyhexyl) phthalate exposure: Findings
from a dietary intervention. Environmental Health Perspective. 119:914-920.

Schecter A, Malik N, HAffner D, Smith S, Harris TR, Paepke O, et al. 2010. Bisphenol A (BPA) in
U.S. Food. Environmental Science and Technology. 44:9425-9430.

Schenk, L., 2011. Setting occupational exposure limits Practices and outcomes of toxicological risk
assessment, Stockholm.

Shea KM, Committee on Environmental Health. 2003. Pediatric exposure and potential toxicity of
phthalate plasticizers. Pediatrics. 111:1467-1474.

Terms, K.E.Y., Pharmacokinetics : The Absorption , Distribution , and Excretion of Drugs. , pp.27–
40.

Trivers, G. E., Cawley, H. L., DeBenedetti, V. M., Hollstein, M., Marion, M. J., Bennett, W. P.,
Hoover, M. L., Prives, C. C., Tamburro, C. C., and Harris, C. C. Anti-p53 antibodies in sera of
workers occupationally exposed to vinyl chloride. J. Natl. Cancer Inst., 87: 1400–1407, 1995

Trush, M.A., 2008. Absorption, Distribution, and Excretion. John Hopkins Bloomberg School of
Public Health. Available at:
http://ocw.jhsph.edu/courses/publichealthtoxicology/PDFs/Lecture1_Trush.pdf. Diakses pada 12
November 2020

Whysner, J., Conaway, C. C., Verna, L., and Williams, G. M. Vinyl chloride mechanistic data and
risk assessment: DNA reactivity and cross-species quantitative risk extrapolation. Pharmacol. Ther.,
71: 7–28, 1996

Yaqin, Khusnul. (2019). Petunjuk praktis aplikasi biomarker sederhana.

Anda mungkin juga menyukai