POLIMER
Kelompok 2 :
Annisa Melianriza (2006559546)
Fahmi Riyanto Hilmy (2006505530)
Febriyana Mustika Dewi S. (2006610691)
Glenzi Fizulmi (2006559810)
Novita Putri Evayanti (1906430604)
KESEHATAN LINGKUNGAN
PASCASARJANA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penggunaan polimer diiringi dengan kebutuhan bahan baku plastik di
Indonesia dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan yang besar. Diprediksi
bahwa laju kebutuhan bahan baku plastik akan terus meningkat, selain itu
perkembangan akan kebutuhan plastik juga meningkat. Menggunakan plastik
sebagai kemasan makanan dan minuman tidak dapat dihindari dalam kehidupan
masyarakat sehari-hari. Plastik adalah bahan polimer sintetis yang murah dan mudah
didapat serta sangat praktis dalam penggunaannya. Namun oleh karena itu dalam proses
produksi plastik berbagai zat yang secara umum disebut plasticizers ditambahkan agar
mendapatkan karakter plastik yang diinginkan seperti bening, kuat, rentang toleransi suhu
yang lebar dan fleksibel.
Polivinil Chlorida (PVC = Polivinil Chlorida) adalah salah satu bahan baku
pembuatan plastik yang bersifat termoplastik. PVC mempunyai salah satu
karakteristik tertentu yang membutuhkan standardisasi atau pemeriksaan khusus
untuk memperoleh PVC yang bermutu baik dan tidak memberikan efek kesehatan
yang buruk pada manusia dan lingkungan.
Salah satu bahan yang tergolong plasticizers ini diantaranya adalah berbagai senyawa
phthalate yang dipakai pada pembuatan plastik jenis polyvinyl chloride (PVC). Senyawa
phthalate dapat mengalami leaching atau terbebas dari plastik dan menguap dengan
mudah. Selain itu, bisphenol-A (BPA), yang digunakan untuk pembuatan plastik jenis
polikarbonat juga telah diidentifikasi dapat terlepas dari plastik dan mencemari makanan
dan minuman.
Zaman kini banyak penelitian in vitro, penelitian pada hewan, maupun penelitian
epidemiologi di Asia, Eropa dan Amerika yang menunjukkkan bahwa BPA dan senyawa
phthalate merupakan bahan kimia yang berpotensi menimbulkan gangguan sistem
endokrin (hormon) atau disebut juga sebagai endocrine-disrupting chemicals (EDC).
Penelitian pada hewan menunjukkan bahwa terjadi feminisasi pada hewan jantan
yang terpapar EDC. Selain itu, menurunnya jumlah dan kualitas sperma saat pubertas
pada remaja di Eropa juga ditemukan berhubungan positif dengan paparan terhadap EDC.
EDC juga diduga berperan pada terjadinya perubahan ke arah keganasan seperti kanker
payudara.
Pada populasi umum bahwa plastik sebagai kemasan makanan dan minuman
merupakan sumber utama paparan BPA dan phthalate. Sebagai negara berkembang
dengan tingkat konsumsi masyarakat yang terus meningkat, masyarakat Indonesia
pastilah terpapar pada kedua senyawa ini. Selain makanan dan minuman kemasan dari
pabrik, pemakaian plastik sehari-hari dalam proses pengolahan dan sebagai wadah
makanan juga berperan dalam paparan BPA dan phthalate. Sebagai contoh, maraknya
plastik impor berharga murah dalam bentuk perkakas dapur seperti papan iris, sendok,
piring, cangkir, panci, teko, dan lain sebagainya, dengan kualitas yang diragukan dan
komposisi kimia yang tidak bisa diverifikasi.
Menurut Scheter bahwa BPA merupakan bahan kimia industri yang diproduksi dalam
jumlah besar untuk digunakan dalam pembuatan polikarbonat, PVC dan produk plastik
lainnya serta pelapis kaleng makanan berbasis resin epoksi. Berbagai kemasan makanan
dari plastik dan kaleng yang berada di pasaran mengandung BPA. Di Amerika Serikat,
kadar BPA urin dapat dideteksi pada lebih dari 90% populasi (Calafat, 2004). Konsumsi
makanan dan minuman kemasan merupakan rute utama paparan terhadap BPA (Rudel,
2011) . Menurut National Toxicology Program-Center for the Evaluation of Risks to
Human Reproduction bahwa BPA dapat berpindah dari kontainer berbahan polikarbonat
ke dalam cairan atau makanan. Pada suhu yang tinggi perpindahan BPA akan
berlangsung lebih banyak .
Menurut Jurewicx dalam International Journal of Occupational Medicine and
Environmental Health dalam penelitian epidemiologi menunjukkan dengan kuat dan
konsisten bahwa paparan phthalate meningkatkan risiko alergi dan asma, berdampak
negatif pada perkembangan saraf anak, mengurangi maskulinitas pada anak laki-laki, dan
gangguan hiperaktifitas dengan defisit atensi. Kemudian, paparan phthalate juga
berhubungan dengan menurunnya kualitas sperma, mempengaruhi kadar hormon
reproduksi, jarak anogenitalia, dan fungsi kelenjar tiroid.
Berdasarkan luasnya dampak plasticizers terhadap kesehatan dan luasnya pemakaian
plastic dengan berbahan baku Polimer berupa PVC (Polivinil Chlorida) dalam pengolahan
dan kemasan makanan oleh masyarakat, maka penulis merasa perlu melakukan
diseminasi informasi berupa edukasi mengenai karakteristik bahan polimer, nilai standar
polimer, klasifikasi bahan polimer, keberadaan bahan polimer di lingkungan, proses
pajanan dan alur masuk pajanan beserta Biomarker dan Environment Marker dengan
berfokus pada Polivynil Chlorida.
B. Rumusan Masalah
Untuk lebih sistematis maka kami akan merumuskan masalah-masalah pokok yang
akan dibahas dalam makalah ini, diantaranya adalah:
1. Jelaskan karakteristik bahan polimer ?
2. Jelaskan nilai standar polimer?
3. Jelaskan klasifikasi bahan polimer?
4. Bagaimana keberadaan polimer di lingkungan?
5. Bagaimana proses pajanan bagan kepada tubuh dan alur masuk pajanan polimer?
6. Jelaskan Biomarker dan Environment Marker ?
2. Data Mutagenik :
a. Vinil klorida dan beberapa metabolitnya (kloroetilen oksida, kloroasetaldehida dan
kloroetanol) menimbulkan mutasi dalam pengujian terhadap bakteri dan sel hewan.
b. Pada paparan sampai beberapa ribu bpj secara kronis menimbulkan penyakit kulit dan
tulang (acroosteolisis atau vinyl chloride disease), juga kerusakan hati.
3. Batas paparan
a. 10 mg / m 3 (terhirup),
b. 3 mg / m 3 (terhirup).
Tertera logo daur ulang (terkadang berwarna merah) dengan angka 3 di tengahnya, serta
tulisan V —V itu berarti PVC (polyvinyl chloride), yaitu jenis plastik yang paling sulit didaur
ulang
Poli Vinil chlorida (PVC) memiliki Sifat Kuat dan keras sifat monomernya Vinil Chlorida
(CH2=CHCI)
Kegunaanya dalam keseharian biasa terdapat pada Pipa, pelapis lantai, selang
a. PVC dan Lingkungan Hidup
Telah menjadi mitos bahwa khususnya pembakaran sampah PVC memberikan
kontribusi yang besar terhadap terjadinya dioxin. Dioxin dapat dihasilkan dari pembakaran
bahan-bahan organoklorin, yang sebenarnya banyak terdapat di alam (dedaunan, pepohonan).
Suatu penelitian yang dilakukan oleh New York Energy Research and Development
Authority pada tahun 1987 menyimpulkan bahwa ada atau tidaknya sampah PVC tidak
berpengaruh terhadap banyaknya dioxin yang dihasilkan dalam proses insinerasi/pembakaran
sampah. Kontribusi terbesar bagi terjadinya dioxin adalah kebakaran hutan, hal yang justru
tidak banyak diekspos.
Kandungan klor (Cl) dalam PVC diketahui memberikan sifat-sifat yang unik bagi
bahan ini. Tidak seperti umumnya bahan plastik yang merupakan 100% turunan dari minyak
bumi, sekitar 50% berat PVC adalah dari komponen klor-nya, yang menjadikannya sebagai
bahan plastik yang paling sedikit mengkonsumsi minyak bumi dalam proses pembuatannya.
Relatif rendahnya komponen minyak bumi dalam PVC menjadikannya secara ekonomis lebih
tahan terhadap krisis minyak bumi yang akan terjadi di masa datang serta menjadikannya
sebagai salah satu bahan yang paling ramah lingkungan
Walaupun PVC merupakan bahan plastik dengan volume pemakaian kedua terbesar
di dunia, sampah padat di negara-negara maju yang paling banyak menggunakan PVC-pun
hanya mengandung 0,5% PVC. Hal ini dikarenakan volume pemakaian terbesar PVC adalah
untuk aplikasi-aplikasi berumur panjang, seperti pipa dan kabel. Sampah PVC juga dapat
diolah secara konvensional, seperti daur-ulang, ditanam dan dibakar dalam insinerator
(termasuk pembakaran untuk menghasilkan energi).
PVC juga dianggap menguntungkan untuk aplikasi sebagai pembungkus (packaging).
Suatu studi pada tahun 1992 tentang pengkajian daur-hidup berbagai pembungkus/wadah dari
gelas, kertas kardus, kertas serta berbagai jenis bahan plastik termasuk PVC menyimpulkan
bahwa PVC ternyata merupakan bahan yang memerlukan energi produksi terendah, emisi
karbon dioksida terendah, serta konsumsi bahan bakar dan bahan baku terendah diantara
bahan plastik lainnya. Bahkan sebuah kelompok pecinta lingkungan Norwegia, Bellona,
menyimpulkan bahwa pengurangan penggunaan bahan PVC secara umum akan
memperburuk kualitas lingkungan hidup.
Rangkaian proses pajanan polimer kepada tubuh dan alur masuk pajanan yakni Fokus
Polimernya berupa bahan baku pembuatan plastik yaitu PVC (Polivynil Chlorida) . Adapun
proses akan dijelaskan terkait alur dari Toksikokinetik dan Toksikodinamik.
1. TOKSIKOKINETIK
Menurut Klassen bahwa Toksikokinetik adalah studi kuantitatif dari
pergerakan sebuah zat kimia yang dimulai dari masuknya zat kimia ke dalam tubuh,
pendistribusiannya ke organ dan jaringan melalui sirkulasi darah dan disposisi
terakhir dengan biotransformasi serta eksresi. Konsep dari toksikokinetik adalah
absorpsi, distribusi, metabolsime dan eksresi (ADME)
a) Absorpsi
Sebelum zat kimia membuat dampak kesehatan kepada tubuh manusia, zat kimia
tersebut harus masuk ke dalam tubuh. Peristiwa masuknya zat kimia ke dalam
tubuh disebut dengan absorpsi. Secara umum, rute masuk zat kimia dalam
absorpsi terdiri dari 3 rute yaitu inhalasi, dermal dan ingesti.
Inhalasi : merupakan jalur utama dari pajanan di tempat kerja karena
banyak zat kimia yang dapat masuk langsung ke paru-paru melalui jalur
inhalasi seperti debu, asap, uap, kabut dan gas. Zat kimia tersebut masuk
ke dalam paru yang memiliki luas sekitar 140 m 2 sehingga memudahkan
untuk absorpsi.
Dermal : Kontak kulit adalah rute kedua yang terpenting dalam absorpsi.
Kulit memiliki total luas sekitar 2 m2 dengan kemampuan untuk
mengabsorpsi zat kimia terutama yang berbentuk cairan seperti KOH
ataupun aerosol seperti pestisida.
Ingesti . Walaupun sedikit, jalur ingesti juga dapat menjadi jalur masuk
zat kimia yang berbahaya (Klaassen 2008). Jalur ingesti merupakan jalur
pencenaan yang dimulai dari mulut, kerongkongan, dan lambung. Zat
kimia yang masuk dalam jalur ini biasanya terjadi karena
ketidaksengajaan seperti dalam kasus keracunan.
o Pada Polimer PVC (Polyvinil chlorida) bahwa proses pertama
pajanan pada tubuh yakni berasal dari konsumsi makanan dan
minuman (jalur ingesti, melalui pencernaan) kemasan merupakan
rute utama paparan terhadap BPA (Rudel, 2011). BPA dapat
berpindah dari kontainer berbahan polikarbonat ke dalam cairan
atau makanans serta menurut National Toxicology Program-
Center for the Evaluation of Risks to Human Reproduction pada
suhu yang tinggi perpindahan BPA akan berlangsung lebih
banyak.
o Menurut Meek bahwa rute paparan senyawa phthalate yang
utama adalah melalui makanan, kemudian diikuti oleh paparan
melalui inhalasi udara dalam ruang dan paparan lewat air minum,
serta kontak dengan kulit.
b) Distribusi
Ketika zat kimia diabsopsi ke dalam aliran darah, maka zat kimia tersebut dapat
diangkut ke seluruh tubuh. Proses ini disebut “distribusi” yang merupakan proses
reversibel yaitu zat kimia dapat masuk ke dalam sel dari darah ataupun bisa
masuk ke darah dari sel. Pengiriman zat kimia ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu aliran darah, permeabilitas kapiler, kekuatan dari pengikatan dari zat
kimia ke darah ataupun jaringan protein dan solubilitas relative dari molekul zat
kimia (Terms n.d.).
Pada Polimer PVC (Polyvinil chlorida) bahwa proses kedua yakni
distribusi pajanan pada tubuh yakni setelah senyawa phthalate masuk ke
dalam tubuh lewat saluran cerna, BPA berdistribusi diangkut ke seluruh
tubuh masuk ke dalam sel dari darah ataupun bisa masuk ke darah dari
sel.
c) Metabolisme
Untuk mempermudah eksresi, zat kimia harus melalui proses metabolisme
terlebih dahulu. Proses metabolisme bisa berlangsung di hati atau ginjal baik
dengan perubahan struktur zat kimia ataupun dengan perubahan kimiawi dari zat
kimia.
Metabolisme dari zat kimia dapat bervariasi antar grup populasi. Genetik menjadi
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi enzim untuk memproses zat kimia.
Umur menjadi faktor lain yang mempengaruhi karena semakin tua seseorang
makan semakin kecil toleransinya terhadap zat kimia(Terms n.d.).
Pada Polimer PVC (Polyvinil chlorida) bahwa proses ketiga yakni
metabolisme pajanan pada tubuh yakni setelah senyawa phthalate BPA
dengan cepat berikatan dengan asam glukuronat menjadi BPA-
glukuronida. Proses ini disebut glukuronidasi yang dilakukan oleh enzim
di hati (National Toxicology Program-Center for the Evaluation of Risks
to Human Reproduction, 2008)
Sebagai plasticizer utama pada plastik jenis PVC, senyawa phthalate
DEHP yang masuk ke saluran cerna akan diubah oleh enzim lipase
pankreas menjadi metabolit mono-ethylhexyl-phthalate (MEHP) yang
bersifat toksik. Enzim glukuronidase di hati akan mengubah MEHP
menjadi senyawa yang larut air. (Shea, 2003)
Menurut Vandenberg bahwa senyawa phthalate BPA berinteraksi dengan
reseptor estrogen, memiliki aktifitas antagonis reseptor hormon tiroid,
dan target seluler lainnya, serta berlaku sebagai antagonis reseptor
androgen. BPA juga menghambat aktifitas aromatase, enzim yang
mengubah testosteron menjadi estradiol
d) Eksresi
Pengeluaran secara keseluruhan zat kimia dari dalam tubuh disebut dengan
eksresi (Terms n.d.). Ginjal dan organ pencernaan menjadi bagian penting dalam
proses eksresi ini. Selain itu, air susu ibu,keringat, rambut, kuku dan air ludah
juga dapat menjadi organ yang melakukan proses eksresi (Trush 2008)
Pada Polimer PVC (Polyvinil chlorida) bahwa proses keempat yakni
eksresi pajanan pada tubuh yakni setelah senyawa phthalate BPA Enzim
glukuronidase di hati akan mengubah MEHP menjadi senyawa yang larut
air sehingga dapat diekskresi melalui urin (Shea, 2003).
Proses glukuronidasi membuat BPA lebih larut air sehingga dapat
dieliminasi melalui urin (National Toxicology Program-Center for the
Evaluation of Risks to Human Reproduction, 2008)
2. TOKSIKODINAMIK
Toksiko dinamik berarti dampak molekuler, biokimia dan fisiologis dari
toksikan atau metabolitnya dalam sistem biologik. Dampak ini terjadi sebagai hasil
dari interaksi antara dosis yang efektif secara biologis dari bentuk terakhir toksikan
di dalam target molekulernya (Trush, 2008).
Pada konsep toksikodinamik, bahwa seseorang bisa menjadi sakit dimulai
dari perubahan di dalam molekulernya yang berlanjut hingga respons dari
organismenya. Perubahan ini dapat berubah kembali ke kondisi awal baik dengan
perbaikan ataupun tidak. Namun, tidak semua perubahan organisme dapat berubah
kembali ke kondisi awal. Berikut dampak yang terjadi dari pajanan senyawa
phthalate BPA
Penelitian pada hewan yang terpapar BPA pada dosis rendah, yang
menyerupai tingkat paparan pada manusia, menunjukkan terjadinya
perubahan neural dan perilaku, lesi prekanker pada kelenjar prostat
dan payudara, terganggunya perkembangan prostat dan saluran
kemih, dan onset pubertas dini pada hewan betina (National
Toxicology Program-Center for the Evaluation of Risks to Human
Reproduction, 2008).
Menurut Kavlock pada manusia, populasi yang rentan terhadap efek
toksik dari senyawa phthalate adalah wanita hamil, bayi, dan anak.
Phthalate diduga sebagai bahan kimia dengan efek gangguan
endokrin (endocrine disrupting chemical/EDC). Gangguan endokrin
dapat terjadi pada proses produksi, sekresi, transportasi, metabolism,
ikatan reseptor, mediasi efek, dan ekskresi hormon alami yang
mengatur proses perkembangan dan mempertahankan keadaan
endokrin yang setimbang dalam tubuh.
Dalam penelitian epidemiologi menunjukkan dengan kuat dan
konsisten bahwa paparan phthalate meningkatkan risiko alergi dan
asma, berdampak negatif pada perkembangan saraf anak, mengurangi
maskulinitas pada anak laki-laki, dan gangguan hiperaktifitas dengan
defisit atensi. Selain itu, paparan phthalate juga berhubungan dengan
menurunnya kualitas sperma, mempengaruhi kadar hormon
reproduksi, jarak anogenitalia, dan fungsi kelenjar tiroid (Jurewicz,
2011)
3. Bagan Proses Alur Pajanan Pada Tubuh
Inhalasi
Dermal
Absorpsi Ingesti
Efek
Risiko alergi dan asma, berdampak negatif pada
Toksikodinamik Dampak
perkembangan saraf anak, mengurangi maskulinitas
pada anak laki-laki, dan gangguan hiperaktifitas
dengan defisit atensi, gangguan endokrin.
DAFTAR PUSTAKA
Agency for Toxic Substances and Disease Registry (ATSDR). 2006. Toxicological Profile for Vinyl
Chloride (Update). Atlanta, GA: U.S. Department of Health and Human Services, Public Health
Services.
Calafat AM, Ye X, Wong LY, Reidy JA, Needham LL. 2008. Exposure of the U.S. population to
bisphenol A and 4- tertiary-octylphenol: 2003-2004. Environmental Health Perspective. 116:39-44.
el Ghissassi, F., Barbin, A., and Bartsch, H. Metabolic activation of vinyl chloride by rat liver
microsomes: low-dose kinetics and involvement of cytochrome P450 2E1. Biochem. Pharmacol., 55:
1445–1452, 1998.
Ilmiawati C, Reza M, Rahmatini, Rustam E. 2017. Edukasi Pemakaian Plastik Sebagai Kemasan
Makanan Dan Minuman Serta Risikonya Terhadap Kesehatan Pada Komunitas Di Kecamatan Bungus
Teluk Kabung, Padang. Jurnal Ilmiah Pengabdian kepada Masyarakat. Vol 1(1): 20-28
Jurewicz J, Hanke W. 2011. Exposure to phthalates: Reproductive outcomes and children health.
International Journal of Occupational Medicine and Environmental Health. 24 (2):115-141. 14.
Institute for Agriculture and Trade Policy (IATP). 2008. Smart plastics guide - Healthier food uses of
plastics. http://www.iatp.org/documents/smartplastics-guide Diakses tanggal 16 November 2020.
Kavlock RJ, Daston GP, DeRosa C, Fenner-Crisp P, Gray LE, et al. 1996. Research needs for the risk
assessment of health and environmental effects of endocrine disruptors: A report of the US EPA-
sponsored workshop. Environmental Health Perspective. 104:715-740.
Labrecque, S., Naor, N., Thomson, D., and Matlashewski, G. Analysis of the anti-p53 antibody
response in cancer patients. Cancer Res., 53: 3468–3471, 1993.
Lang IA, Galloway TS, Scarlett A, Henley WE, Depledge M, Wallace RB, Melzer D. 2008.
Association of urinary bisphenol A concentration with medical disorders and laboratory abnormalities
in adults. Journal of the American Medical Association. 300:1303-1310.
Meek ME, Chan PKL. 1994. Bis(2- ethylhexyl)phthalate: evaluation of risks to health from
environmental exposure in Canada. Environmental Carcinogens and Ecotoxicology Review. C12:179-
194.
National Toxicology Program-Center for the Evaluation of Risks to Human Reproduction (NTP-
CERHR). 2008. Monograph on bisphenol-A. U.S. Department of Health and Human Service.
divide: A Review of controversies in the field of endocrine disruption. Endocrine Review. 30(1):75-
95.
Perera F, Vishnevetsky J, Herbstman JB, Calafat AM, Xiong W, Rauh V, Wang S. 2012. Prenatal
bisphenol A exposure and child behavior in an inner-city cohort. Environmental Health Perspective.
120(8):1190-1194.
Rudel RA, Gray JM, Engel CL, Rawsthorne TW, Dodson RE, Ackerman JM, Rizzo J, Nudelman JL,
Brody JG. 2011. Food packaging and bisphenol A and bis(2-ethyhexyl) phthalate exposure: Findings
from a dietary intervention. Environmental Health Perspective. 119:914-920.
Schecter A, Malik N, HAffner D, Smith S, Harris TR, Paepke O, et al. 2010. Bisphenol A (BPA) in
U.S. Food. Environmental Science and Technology. 44:9425-9430.
Schenk, L., 2011. Setting occupational exposure limits Practices and outcomes of toxicological risk
assessment, Stockholm.
Shea KM, Committee on Environmental Health. 2003. Pediatric exposure and potential toxicity of
phthalate plasticizers. Pediatrics. 111:1467-1474.
Terms, K.E.Y., Pharmacokinetics : The Absorption , Distribution , and Excretion of Drugs. , pp.27–
40.
Trivers, G. E., Cawley, H. L., DeBenedetti, V. M., Hollstein, M., Marion, M. J., Bennett, W. P.,
Hoover, M. L., Prives, C. C., Tamburro, C. C., and Harris, C. C. Anti-p53 antibodies in sera of
workers occupationally exposed to vinyl chloride. J. Natl. Cancer Inst., 87: 1400–1407, 1995
Trush, M.A., 2008. Absorption, Distribution, and Excretion. John Hopkins Bloomberg School of
Public Health. Available at:
http://ocw.jhsph.edu/courses/publichealthtoxicology/PDFs/Lecture1_Trush.pdf. Diakses pada 12
November 2020
Whysner, J., Conaway, C. C., Verna, L., and Williams, G. M. Vinyl chloride mechanistic data and
risk assessment: DNA reactivity and cross-species quantitative risk extrapolation. Pharmacol. Ther.,
71: 7–28, 1996