A. Latar Belakang.
A. Tujuan.
1. Untuk mengetahui sumber dan karateristik limbah cair industri penyamakan kulit.
2. Untuk mengetahui proses pengolahan limbeh cair pada Industri Penyamatan kulit.
3. Untuk mengetahui dampak kesehatan yang ditimbulkan dari industri penyamakan
kulit terhadap kesehatan manusia.
4. Untuk mengetahui tekhnik pengendalian pencemaran industri kulit.
BAB II
TINAJUAN PUSTAKA.
Industri penyamatan kulit adalah industri yang mengolah kulit mentah (hides
atau skins) menjadi kulit jadi atau kulit tersamak (leather) dengan menggunakan
bahan penyamak. Pada proses penyamakan, semua bagian kulit mentah yang bukan
colagen saja yang dapat mengadakan reaksi dengan zat penyamak. Kulit jadi sangat
berbeda dengan kulit mentah dalam sifat organoleptis, fisis, maupun kimiawi.
Dalam Industri penyamatan kulit, ada tiga pokok tahapan penyamatan
kulit,yaitu:
1. Proses Pengerjaan basah. (beam house).
2. Proses Penyamakan (tanning).
3. Penyelesaian akhir (Finishing).
Masing- masing tahapan ini terdiri dari beberapa macam proses, setiap proses
memerlukan tambahan bahan kimia dan pada umumnya memerlukan banyak air,
tergantung jenis kulit mentah yang dignakan serta jenis kulit jadi yang dikehendaki.
Secara prinsip, ditinjau dari bahan penyamak yang digunakan, maka ada
beberapa macam penyamakan yaitu:
a. Penyamakan Nabati.
Penyamakan dengan bahan penyamakan nabati yang berasal dari tumbuhan yang
mengandung bahan penyamak misalnya kulit akasia, sagawe , tengguli, mahoni,
dan kayu quebracho, eiken, gambir, the, buah pinang, manggis, dll. Kulit jadi
yang dihasilkan misalnya kulit tas koper, kulit sol, kulit pelana kuda, kulit ban
mesin, kulit sabuk dll.
b. Penyamakan mineral.
Penyamak dengan bahan penyamak mineral , misalnya bahan penyamak krom.
Kulit yang dihasilkan misalnya kulit boks, kulit jaket, kulit glase, kulit suede, dll.
Disamping itu ada pula bahan penyamak aluminium yang biasanya untuk
menghasilkan kulit berwarna putih ( misalnya kulit shuttle cock).
c. Penyamakan minyak.
Penyamak dengan bahan penyamak yang berasal dari minyak ikan hiu atau ikan
lain, biasanya disebut minyak kasar. Kulit yang dihasilkan misalnya: kulit berbulu
tersamak, kulit chamois ( kulit untuk lap kaca) dll.
Dalam prakteknya untuk mendapatkan sifat fisis tertentu yang lebih baik,
misalnya tahan gosok, tahan terhadap keringat dan basah, tahan bengkuk, dll,
biasanya dilakukan dengan cara kombinasi.
Ada kalanya suatu pabrik penyamkan kulit hanya melaksanakan proses basah
saja, proses penyamakan saja, proses penyelesaian akhir atau melakukan 2 tahapan
atau ketiga- tiganya sekaligus.
Secara garis besar bagab tahapan proses industri penyamakan kulit sbb:
1. TAHAPAN PROSES PENGERJAAN BASAH. ( BEAM HOUSE).
Urutan proses pada tahap proses basah beserta bahan kimia yang ditambahkan
dan limbah yang dikeluarkan dapat dilihat pada bagan 2 berikut ini.
a. Perendaman ( Soaking).
Maksud perendaman ini adalah untuk mengembalikan sifat- sifat kulit
mentah menjadi seperti semula, lemas, lunak dan sebagainya. Kulit mentah kering
setelah ditimbang, kemudian direndam dalam 800- 1000 % air yang mengandung
1 gram/ liter obat pembasah dan antiseptic, misalnya tepol, molescal, cysmolan
dan sebagainya selama 1- 2 hari. Kulit dikerok pada bagian dalam kemudian
diputar dengan drum tanpa air selama 1/ 5 jam, agar serat kulit menjadi longgar
sehingga mudah dimasuki air dan kulit lekas menjadi basah kembali. Pekerjaan
perendaman diangap cukup apabila kulit menjadi lemas, lunak, tidak memberikan
perlawanan dalam pegangan atau bila berat kulit telah menjadi 220- 250% dari
berat kulit mentah kering, yang berarti kadar airnya mendekati kulit segar (60-
65 %). Pada proses perendaman ini, penyebab pencemarannya ialah sisa
desinfektan dan kotoran- kotoran yang berasal dari kulit.
b. Pengapuran ( Liming).
Maksud proses pengapuran ialah untuk.
1) Menghilangkan epidermis dan bulu.
2) Menghilangkan kelenjar keringat dan kelenjar lemak.
3) Menghilangkan semua zat-zat yang bukan collagen yang aktif menghadapi zat-zat
penyamak.
Cara mengerjakan pengapuran, kulit direndam dalam larutan yang terdiri dari 300-
400 % air (semua dihitung dari berat kulit setelah direndam), 6-10 % Kapur Tohor
Ca (OH)2, 3-6 % Natrium Sulphida (Na2S). Perendaman ini memakan waktu 2-3
hari.
Dalam proses pengapuran ini mengakibatkan pencemaran yaitu sisa- sisa
Ca (OH)2, Na2S, zat-zat kulit yang larut, dan bulu yang terepas.
c. Pembelahan ( Splitting).
Untuk pembuatan kulit atasan dari kulit mentah yang tebal (kerbau-sapi)
kulit harus ditipiskan menurut tebal yang dikehendaki dengan jalan membelah
kulit tersebut menjadi beberapa lembaran dan dikerjakan dengan mesin belah
( Splinting Machine). Belahan kulit yang teratas disebut bagian rajah (nerf),
digunakan untuk kulit atasan yang terbaik. Belahan kulit dibawahnya disebut split,
yang dapat pula digunakan sebagai kulit atasan, dengan diberi nerf palsu secara
dicetak dengan mesin press (Emboshing machine), pada tahap penyelesaian akhir.
Selain itu kulit split juga dapat digunakan untuk kulit sol dalam, krupuk kulit, lem
kayu dll. Untuk pembuatan kulit sol, tidak dikerjakan proses pembelahan karena
diperlukan seluruh tebal kulit.
d. Pembuangan Kapur ( Deliming).
Oleh karena semua proses penyamakan dapat dikatakan berlangsung dalam
lingkungan asam maka kapur didalam kulit harus dibersihkan sama sekali. Kapur
yang masih ketinggalan akan mengganggu proses- proses penyamakan. Misalnya :
1) Untuk kulit yang disamak nabati, kapur akan bereaksi dengan zat penyamak
menjadi Kalsium Tannat yang berwarna gelap dan keras mengakibatkan kulit
mudah pecah.
2) Untuk kulit yang akan disamak krom, bahkan kemungkinan akan menimbulkan
pengendapan Krom Hidroksida yang sangat merugikan.
Pembuangan kapur akan mempergunakan asam atau garam asm, misalnya
H2SO4, HCOOH, (NH4)2SO4, Dekaltal dll.
e. Pengikisan Protein ( Bating).
Proses ini menggunakan enzim protese untuk melanjutkan pembuangan
semua zat- zat bukan collagen yang belum terhilangkan dalam proses pengapuran
antara lain:
1) Sisa- sisa akar bulu dan pigment.
2) Sisa- sisa lemak yang tak tersabunkan.
3) Sedikit atau banyak zat- zat kulit yang tidak diperlukan artinya untuk kulit
atasan yang lebih lemas membutuhkan waktu proses bating yang lebih lama.
4) Sisa kapur yang masih ketingglan.
f. Pengasaman (Pickling).
Proses ini dikerjakan untuk kulit samak dan krom atau kulit samak sintetis
dan tidak dikerjakan untuk kulit samak nabati atau kulit samak minyak. Maksud
proses pengasaman untuk mengasamkan kulit pada pH 3- 3,5 tetapi kulit kulit
dalam keadaan tidak bengkak, agar kulit dapat menyesuaikan dengan pH bahan
penyamak yang akan dipakai nanti.
Selain itu pengasaman juga berguna untuk:
1) Menghilangkan sisa kapur yang masih tertinggal.
2) Menghilangkan noda- noda besi yang diakibatkan oleh Na2gS, dalam
pengapuran agar kulit menjadi putih bersih.
2. TAHAPAN PROSES PENYAMAKAN ( TANNING).
Proses penyamakan dimulai dari kulit pikel untuk kulit yang akan
disamakkrom dan sintan, sedangkan untuk kulit yang akan disamak nabati dan
disamak minyak tidak melalui proses pickling ( pengasaman).
Bagan proses penyamakan dapat dilihat sbb:
Fungsi masing-masing proses sbb:
a. Penyamakan.
Pada tahap penyamakan ini ada beberapa cara yang bisa dilakukan,
yakni:
1) Cara Penyamakan dengan Bahan Penyamakan Nabati.
a). Cara Counter Current
Kulit direndam dalam bak penyamakan yang berisis larutan ekstrak
nabati + 0,50. Be selama 2 hari, kemudian kepekatan cairan penyamakan
dinaikkan secara bertahap sampai kulit menjadi masak yaitu 3- 4 0Be
untuk kulit yang tipis seperti kulit lapis, kulit tas, kuli pakaian kuda, dll
sedang untuk kulit- kulit yang tebal seperti kulit sol, ban mesin dll a pada
0
kepekatan 6-8 be. Untuk kulit sol yang keras dan baik biasanya setelah
kulit tersanak masak dengan larutan ekstrak, penyamakan masih
dilanjutkan lagi dengan cara kulit ditanam dalam babakan dan diberi
larutan ekstrak pekat selama 2-5 minggu.
b). Sistem samak cepat.
Didahului dengan penyamakan awal menggunakan 200% air, 3% ekstrak
mimosa (Sintan) putar dalam drum selam 4 jam. Putar terus tambahkan zat
peyamak hingga masak diamkan 1 malam dalam drum.
2). Cara Penyamakan dengan Bahan Penyamakan Mineral.
a). Menggunakan bahan penyamak krom
Zat penyamak krom yang biasa digunakan adalah bentuk kromium
sulphat basa. Basisitas dari garam krom dalam larutan menunjukkan
berapa banyak total velensi kroom diikat oleh hidriksil sangat penting
dalam penyamakan kulit. Pada basisitas total antara 0-33,33%, molekul
krom terdispersi dalam ukuran partikel yang kecil ( partikel optimun untuk
penyamakan). Zat penyamak komersial yang paling banyak digunakan
memunyai basisitas 33,33%. Jika zat penyamak krom ini ingin
difiksasikan didalam substansi kulit, maka basisitas dari cairan krom harus
dinaikkan sehingga mengakibatkan bertambah besarnya ukuran partikel
zat penyamak krom. Dalam penyamakan diperlukan 2,5- 3,0% Cr2O3
hanya 25 %, maka dalam pemakainnya diperlukan 100/25 x 2,5 %
Cromosol B= 10% Cromosol B. Obat ini dilautkan dengan 2-3 kali cair,
dan direndam selama 1 malam. Kulit yang telah diasamkan diputar dalam
drum dengan 80- 100%air, 3-4 % garam dapur (NaCl), selma 10-15 menit
kemudian bahan penyamak krom dimasukkan sbb:
1/3 bagian dengan basisitas 33,3 % putar selama 1 jam.
1/3 bagian dengan basisitas 40-45 % putar selama 1 jam.
-1/3 bagian dengan basisitas 50 % putar selama 3 jam
b). Cara penyamakan dengan bahan penyamak aluminium (tawas putih).
Kulit yang telah diasamkan diputar dengan:
40- 50 % air.
10% tawas putih.
1- 2% garam, putar selama 2-3 jam lu ditumpuk selam 1 malam.
Esok harinya kulit diputar lagi selama 1 jam, lalu gigantung dan
dikeringkan pada udara yang lembabselama 2-3 hari. Kulit
diregang dengan tangan atau mesin sampai cukup lemas.
3). Cara Penyamakan dengan Bahan Penyamakan Minyak.
Kulit yang akan dimasak minyak biasanya telah disamak pendahuluan
dengan formalin. Kulit dicuci untuk menghilangkan kelebihan formalin
kemudian dierah unuk mengurangi airnya, diputar dengan 20-30 % minyak
ikan, selama 2-3 jam, tumpuk 1 malam selanjutnya digantung dan diangin-
anginkan selam 7-10 hari.
Tanda-tanda kulit yang masak kulit bila ditarikmudah mulur dan bkas
tarikan kelihatan putih. Kulit yang telah masak dicuci dengan larutan Na2CO3
1%.
b. PENGETAMAN (Shaving).
Kulit yang telah masak ditumpuk selama 1-2 hari kemudian diperah
dengan mesin atau tangan untuk menghilangkan sebagian besar airnya, lalu
diketam dengan mesin ketam pada bagian daging guna mengatur tebal kulit
agar rata. Kulit ditimbang guna menentukan jumlah khemikalia yang akan
diperlukan untuk proses- proses selanjutnya, selanutnya dicuci dengan air
mengalir jam.
c. PEMUCATAN ( Bleaching).
Hanya dikerjakan untuk kulit samak nabati dan biasanya digunakan
asam- asam organik dengan tujuan:
1) Menghilangkan lek- flek bsi dari mesin ketam.
2) Menurunkan pH kulit yang berarti memudahkan warna klit.
Cara mengerjakan proses pemucatan, kulit diputar dengan 150-2005
air hangat (36- 40 0C ). 0,5-1,0 % asam oksalat selama - 1 jam.
d. PENETRALAN ( Neutralizing).
Hanya dikerjakan untuk kulit samak krom. Kulit samak krom
dilingkungannya sangat asam ( pH 3-4) maka kulit perlu dinetralkan kembali
agar tidak mengganggu dalam proses selanjutnya. Penetralan biasanya
mempergunakan garam alkali misalnya NaHCO3, Neutrigan dll.
Cara melakukan penetralan, kulit diputar dengan 200% air hangat 40-
600C. 1-2 % NaHCO3 atau Neutrigan. Putar selama - 1 jam.Penetralan
dianggap cukup bila - penampang kulit bagian tengah berwarna kunung
terhadap Bromo Cresol Green (BCG) indikator, sedangkan kulit bagian tepi
berwarna biru. Kulit kemudian dicuci kembali.
e. PENGECETAN DASAR ( Dyeing).
Tujuan pengecetan dasar ialah untuk memnberikan warna dasar pada
kulit agar pemakaian cat tutup nantinya tidak terlalu tebal sehingga cat tidak
mudah pecah.
Cat dasar yang dipakai untuk kulit ada 3 macam:
1). Cat direct, untuk kulit samak krom.
2). Cat asam, untuk kulit samak krom dan nabati.
3). Cat basa, untuk kulit samak nabati.
f. PEMINYAKAN (Fat liguoring).
Tujuan proses peminyakan pada kulit antara lain sebagai berikut:
1). Untuk pelumas serat- serat kulit ag kulit menjadi tahan tarik dan tahan
getar.
2). Menjaga serat kulit agar tidak lengket satu dengan yang lainnya.
3). Membuat kulit tahan air.
Cara mengerjakan peminyakan, kulit setelah dicat dasar, diputar
selama 1jam dengan 150 %- 200% air 40- 60 0C, 4-15% emulsi minyak.
Ditambahkan 0,2- 0,5 % asam formiat untuk memecahkan emulsi minyak.
Minyak akan tertinggal dalam kulit dan airnya dibuang. Kulit ditumpuk pada
kuda- kuda selama 1 malam.
g. PELUMASAN ( Oiling).
Pelumasan hanya dikerjakan untuk kulit sol samak nabati. Tujuan
pelumasan ialah untuk menjaga agar bahan penyamak tidak keluar
kepermukaan kulit sebelum kulit menjadi kering, yang berakibat kulit menjadi
gelap warnanya dan mudah pecah nerfnya bila ditekuk..
Cara pelumasan, kulit sol sebagian airnya diperah kemudian kulit
diulas dengan campuran:
1). 1 bagian minyak parafine.
2). 1 bagian minyak sulfonir.
3). 3 bagian air.
Kulit diulas tipis tetapi rata kedua permukaannya, kemudian
dikeringkan.
h. PENGERINGAN.
Kulit yang diperah airnya dengan mesin atau tangan kemudian
dikeringkan. Proses ini bertujuan untuk menghentikan semua reaksi kimia
didalam kulit. Kadar air pada kulit menjadi 3-14%.
i. KELEMBABAN.
Kulit setelah dikeringkan dibiarkan 1-3 hari pada udara biasa agar
kulit menyesuaikan dengan kelembaban udara sekitarnya. Kulit kemudian
dilembabkan dengan ditanam dalam serbuk kayu yang mengandung air 50-
55 % selama 1 malam, Kulit akan mengambil air dan menjadi basah dengan
merata. Kulit kemudian dikeluarkan dan dibersihkan serbuknya.
j. PEREGANGAN DAN PEMENTANGAN.
Kulit diregang dengan tangan atau mesin regang. Tujuan peregangan
ini ialah untuk menarik kulit sampai mendekati batas kemulurannya, agar
jika dibuat barang kerajinan tidak terlalu mulur, tidak merubah bentuk
ukuran. Setelah diregang sampai lemas kulit kemudian dipentang dan setelah
kering kulit dilepas dari pentangnya, digunting dibagian tepinya sampai
lubang-lubang dan keriput- keriputnya hilang.
3. TAHAPAN PENYELESAIAN AKHIR ( FINISHING).
Penyelesaian akhir bertujuan untuk memperindah penampilan kulit
jadinya, memperkuat warna dasar kulit, mengkilapkan, menghaluskan
penampakan rajah kulit serta menutup cacat-cacat atau warna cat dasar yang
tidak rata.
BAB III
PEMBAHASAN.
A. SUMBER DAN KARAKTERISTIK LIMBAH INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT.
1. Sumber dan Karakteristik Limbah cair.
Menurut David Winter 1984, penggunaan air untuk proses penyamakan kulit dari
tahun ke tahun ada kecenderungan semakin menurun. Dijelaskan pada tahun 1962
pemakaian air 103 l/ kg tahun 1975 sebanyak 71 l/kg tahun 1977 turun menjadi 40 l/kg
kulit yang diproses. David Winter 1984 dan Clonvero 1987 cenderung memilih
penggunaan air untuk proses ini sebanyak 45 l/kg kulit yang diproses.
Di Indonesia sampai saat ini belum ada penelitian khusus tentang penggunaan air
untuk tiap 25 kg kulit namun berdasarkan pengamatan pemakaian air berukuran antara
30-70 l/kg kulit mentah.
Tabel I
Kisaran Pemakaian Air pada Proses Penyamakan Kulit.
Macam Proses Pemakaian air l/kg kulit mentah
Kulit besar (hide) samak krom. 30- 50
Kulit besar (hide) samak nabati. 20- 40
Kulitkecil (skin) 30- 60
Kulit kecil (skin) berbulu tersamak 50- 100
Sumber data: Clanfero 1993
Dilihat dari asal bahan pencemar, maka sumber dan sifat air limbah industri penyamakan
kulit dapat dibedakan pertahapan proses sbb:
a. Perendaman ( Soaking).
Air limbah soaking mengandung sisa daging, darah, bulu, garam, mineral,
debu, dan kotoran lain atau bahkan bakteri antrax. Pada proses perendaman air limbah
cairnya berbau busuk, kotor, dengan kandungan suspended solid 0,05- 0,1 %.
Menurut ESCAP 1982, volume limbah soaking berkisar antara 2,5- 4 l/kg kulit, pH
7,5- 8. Total Solid 8.000- 28.000 mg/l. Suspended Solid 2.500- 4.00 mg/l.
Selain itu UNEP 1991 menambahkan bahwa air limbah soaking juga mengandung
garam dan bahan organic lain yang akan mempengaruhi BOD,COD,SS.
Air pada proses ini berwarna putih kehijauan dan kotor, berbau menyengat,
pH air limbah pada proses ini berkisar antara 9-10, mengandung kalsium , natrium,
sulfide, albunin, bulu sisa daging, dan lemak. Suspended solid 36%. Menurut CTTE
1979, ESCAP 1982, bahwa air limbah pada proses unhairing mengandung total solid
16.000-45.000 mg/l, suspended solid 4.500-6.500 mg/l. BOD 1.100-2.500 mg/l, pH
berkisar 10-12.5. Dampak yang ditimbulkan akibat buangan dalam proses tersebut
adalah bahwa air limbah berpengaruh tehadap air, tanah, dan udara. Pengaruh
terhadap air terutama pada BOD, COD,SS, alkalinitas, sulphida, N-Organik, N-
ammonia. Adanya gs H2S pada pencemaran ini menyebabkan terjadinya pencemaran
udara.
Air limbah pada proses deliming mempunyai beban polutan yang lebih kecil
dibanding dengan unhairing dan liming. Menurut CTTE 1979,ESCAP 1982, air
limbah pada proses tersebut mempunyai pH 3-9, total solid 1.200- 12.000 mg/l,
suspended solid 200- 1.200 mg/l dan BOD 1.000- 2.000 mg/l. UNEP menambahkan
bahwa air limbah tersebut akan menyebabkan pencemaran air berupa BOD,COD, DS,
dan N- ammonia. Kemudian adanya ammonia akan menimbulkan pencemaran udara.
Pada proses ini air limbah yang dihasilkan pencemaran air yang ditunjukkan
dengan tingginya nilai COD,BOD,DS dan lemak. (UNEP 1991).
Air limbah dari proses ini akan mengandung bahan protein, sisa garam,
sejumlah kecil mineral dan crome velensi 3 yang apabila tercampur dengan alkali
akan terbentuk chrome hidroksida, pH berkisar antara 3,5-4, suspendid solid 0,01-
0,02 % ( Koziowroski dan Kucharski 1972). Sedangkan CTTE 1979, ESCAP 1982,
membedakan antara air limbah partikel dengan penyamakan chorome sbb:
1). Air limbah pikel volume 2-3 l/kg kulit, pH 2,9-4, total solid 1.6000- 45.000 mg/l,
suspended solid 16.000- 45.000 mg/l, dan BOD 800- 2.2000 mg/l.
2). Air lmbah samak chrome, volume 4-5 l/kg, pH 2,6-3,2, total solid 2.400- 12.000
mg/l, suspended solid 300-1.000 mg/ l dan BOD 800- 1.200 mg/l.
3). Selain yang tersebut diatas UNEP menambahkan bahwa air limbah pikel dan krom
akan menimbulkan pencemaran air berupa BOD, COD, SS, DS,, asam garam
krom, dan sisa samak nabati.
a. Air limbah Gabungan Termasuk Pencucian.
Pada buangan air limbah gabungan ini ESCAP menjelaskan untuk volume air
30-35 l/kg, pH berkisar antara 7.5-10, total solid 10- 25 mg/l, suspended solid 1.250-
6.000 mg/l dan BOD 2.000- 3.000 mg/l.
Untuk lebih jelasnya beban pencemaran air limbah penyamatan kulit dari
beberapa tahapan proses dapat dilihat pada table berikut ini.
Tabel 2
Beban Pencemaran air limbah penyamakan kulit dari beberapa tahapan
proses.
Parameter. COD BOD S CR N.NH3 Lemak TSS pH
Jenis air (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l)
Limbah
Soaking 40.576,48 17.000 991.1. 0 207.68 944 31.204 12
Pengapuran 10.964.64 3.500 448 0 16.35 632 4.154 12
Buang bulu 18.555.36 5.800 86.75 0 57.68 12.547 27.085 5
Pikel 7.454,9 2.400 147.2 6.254 217.28 10.120 17.084 4
Samak Krom
Sunaryo,dkk 1993.
2. Sumber dan Karateristik Limbah Padat.
Didalam proses penyamakan disamping limbah cairjuga menghasilkan limbah
padat sebagai hasil samping. Dikatakan hasil samping karena dimanfaatkan untuk
berbagai keperluan, misalnyasebagai bahan makanan,obat-obatan, kosmetik, pupuk,
kerajinan, dan bahan bangunan lainnya. Bahan padat yang dimaksud antara lainbulu, sisa
trimming,fleshing, sisa split,shaving, buffing, dan Lumpur.
B. PROSES PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT.
Limbah cair industri penyamakan kulit nampak paling menonjol dibandingkan limbah
padat maupun gasnya karena volumenya yang cukup banyak yaitu 30-70 l / kg bahan baku
yang diolah dari awal. Disamping volume yang banyak, zat- zat pencemaran yang terkandung
dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan dampak yang paling cepat
berpengaruh adalah berbau busuk dan kadang- kadang secara visual nampak berbuih banyak.
Secara umum air limbah penyamakan kulit mengandung bagian- bagian dari kulit seperti bulu,
sisa daging, potongan kulit dan bahan kimia sisa dari yang ditambahkan dalam proses
penyamakan kulit.
Seperti yang terjadi pada pada kasus pencemaran Limbah Industri Kulit Sungkareng ,
Kabupaten Garut Jawa Barat., yang mencemari lingkungan sejak tahun 1920.Selain tantangan
untuk meningkatkan kualitas, kuantitas, dan membuka pasar, ada satu hal lagi yang juga
menjadi tantangan sejak tiga dekade terakhir yaitu, limbah. Persoalan limbah sering kali
menjadi isu penting. Sejak digunakannya bahan kimia untuk penyamakan kulit, pada saat itu
pula persoalan limbah muncul. Bahan chroom yang digunakan untuk menyamak kulit
ternyata sangat berbahaya bagi kesehatan, terutama sekali pada kulit manusia. Dampak dari
limbah Sukaregang sangat dirasakan oleh masyarakat di daerah hilir sungai Ciwalen, yang
notabene bukan kalangan penggiat bisnis kulit. Protes pun mulai bermunculan karena
banyaknya warga di daerah hilir yang mengalami gangguan kesehatan kulit.
Untuk mengantisipasi peningkatan jumlah limbah yang dibuang ke sungai, pada awal
1980-an, saat Garut dipimpin oleh Bupati Taufik Hidayat, ada rencana untuk merelokasi
sentra industri kulit Sukaregang, namun tidak terealisasi. Oleh penerusnya, Bupati Toharudin
Gani rencana tersebut kembali dicoba diwujudkan namun tak juga berhasil.
Karena berbagai hambatan itu, akhirnya yang dapat dilaksanakan adalah revitalisasi.
Artinya, lokasi Sukaregang akan ditata sedemikian rupa, termasuk ditetapkannya zona-zona
industri serta pembatasan jumlah industri dengan dilengkapi instalasi pengelolaan air limbah
(IPAL). Untuk revitalisasi ini pemerintah pusat memberi bantuan untuk membangun dua
buah instalasi pengelolaan air limbah (IPAL) pada 1992 agar air dari Sukaregang dapat
kembali bersih saat dialirkan ke sungai. IPAL tersebut baru dapat beroperasi pada 1994,
namun persoalan limbah tidak selesai karena jumlah IPAL yang ada tidak sesuai dengan
jumlah limbah yang dihasilkan industri kulit Sukaregang. Kesadaran masyarakat pengusaha
akan persoalan limbah ini juga kurang mendukung. Hingga kini hanya beberapa yang mau
membangun IPAL sendiri. Padahal, untuk menangani masalah limbah idealnya setiap
perusahaan memiliki satu mesin recovery sendiri. (http://www.pikiran-
rakyat.com/cetak/0104/13/0806.htm).
Untuk lebih jelasnya instalasi Pengolahan Air Limbah Industri Penyamakan kulit dapat
dilaihat pada gambar dibawah ini.
INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI
PENYAMAKAN KULIT
Secara garis besar proses pengolahan limbah cair penyamakan kulit adalah sbb:
Dalam proses produksi Industri penyamakan kulit ada beberapa tahapan proses pengolahan
yaitu:
1. Pemisahan Padatan Kasar.
2. Segresi.
3. Ekualisasi.
4. Koagulasi.
5. Proses pengolahan limbah cair.
Agar supaya setiap tahapan pengolahan dapat berlangsung secara efektif maka sebaiknya
aliran yang khas dan pekat dipisahkan untuk melewati tahap pengolahan terlebih dahulu,
yaitu penghilangan sulfida, penghilangan krom kemudian dijadikan satu dalam bak
ekualisasi, aliran limbah ( efluent) dengan kandungan maupun aliran keluar untuk tahahp
primer.
Dari bak ekualisasi air limbah tersebut diatur pH kemudian ditambahkan larutan penggumpal
dan pengendap yang selanjutnya endapan dapat dilakukan penanganan lumpur ( primer).
Penanganan lumpur harus hati- hati agar tidak terlarut pada proses selanjutnya.
1. Pemisahan Padatan Kasar.
Sebelum diolah air limbah perlu disaring terlebih dahulu untuk menghilangkan
padatan kasar yang dapat menutup pipa, pompa-pompa dan saluran- saluran. Pada
proses ini lebih dari 30% padatan tersuspensi total dalam cairan air limbah dapat
dihilangkan dengan saringan.
2. Segresi.
Pada tahap ini dilakukan pemisahan cairan-cairan limbah yang mempunyai sifat
khas dan memerlukan perlakuan tertentu untuk menangani zat pencemar agar nanti
setelah dicampur dengan cairan limbah yang lain tidak menimbulkan kontradiksi yang
merugikan. Adapun cairan- cairan limbah dari proses penyamakan kulit yang perlu
dipisahkan adalah:
Cairan limbah ini banyak mengandung Sulfida dari Na2S atau NaHS sisa dari
proses buang bulu sebagai agensia perontok bulu/ rambut. Sebelum proses
pengolahan segresi air limbah pada proses buang bulu berwarna putih kehijauan dan
kotor, dengan konsntrasi pH 10-12,5 dengan total solid 16.000- 45.000 mg/l. Namun
setelah proses pengolahan dapat menetralisir asam, serta kandungan slfida yang
terkandung didalamnya dapat teratasi. Hal ini dapat dilakukan dengan dua cara:
1) Oksidasi Katalitik Sulfida, yaitu dengan aerasi dan pemberian mangan sebagai
katalisator. Seharusnya hal ini dilakukan setiap hari untuk menghindari bau busuk
(H2S) dari air limbah tampungan. Aerasi dapat dilakukan pada tang ki yang
memanjang keatas (tinggi) dan udara dihembuskan dari bagian dasar melalaui
difusir atau dapat juga memakai aerator.
2). Pengendapan Langsung.
Fero sulfat dan feri klorida dapat digunakan untuk menghilangkan sulfida
dari larutan denganpengendapan. Pengolahan ini akan menurunkan pH karena
hidroksidanya mengendap.
a. Filter biologis.
a. Lagun (kolam) .
Ada pendekatan lain bagi daerah pedesaan atau yang memiliki lahan luas,
yaitu kolam dapat dibuat dengan biaya rendah dan perawatan pengolahan juga sangat
mudah. Ada beberapa pilihannya :
1) Kolam aerob
Dapat mengurangi sampai > 85 % BOD dalam waktu 10 hari, namun
biasanya kolam tersebut mengeluarkan pencemaran udara dan memungkinkan
terbentuknya kembali sulfida bersamaan dengan terlepasnya gas H2S. Hal ini
sesuai bila hanya untukpemanfaatan ruang/ ahan dan biaya kolam-kolam tersebut
rendah, sedangkan yang diperlukan hanya membuat kedalaman 3 meter.
2) Kolam Fakultatif.
Dengan 2 lapisan (zone) pengolahan yaitu lapisan aerob (yang ada di atas,
berhubungan dengan udara) dal lapisan anaerob (zone di bawahnya). Biasanya
berukuran lebih besar dari an aerob dan kurang efektif.Kolam ini lebih
mengandalkan kekuatn fotosintetik dengan demikian tergantung pada perubahan
musim dan tidak dapat diperiksa/ dipantau dengan baik.
3) Kolam Aerasi
Kolam ini sudah banyak dioperasikan di banyak perusahaan dan
membutuhkan tenaga 10 30 w/m3 yang biasanya digunakan adalah aerator
permukaan mekanik.
1. Pemisahan Krom.
Krom dapat dipisahkan dari cairan buangan dengan jalan penyaringan yang
kemudian di daur ulang dengan cara sbb : Air buangan dari penyamakan kromdan air
pencucian (sebanyak 2 x 100 % air) yang sudah bebas dari padatan diberi larutan
magnesium hidroksida, dan diendapkan kira-kira 10 jam, yang kemudian cairan
dipindahkan ke bak lain (dengan pipa penyedot, tetapi jangan sampai endapannya ikut
tersedot). Cairan tersebut bila benar-benar bebas dari endapan akan mengandung
krom kurang dari 2 ppm sehingga bias langsung dibuang atau dipakai untuk daur
ulang.
Endapan yang terjadi kemudian ditambah asam sulphat yang sesuai, endapan
tersebut akan larut dalam waktu sekitar 15 menit dan akan memberikan suatu larutan
krom sebesar 50 gram krom oksida/liter. Pada daur ulang proses selanjutnya masih
membutuhkan penambahan krom kira-kira sejumlah 30 %.
Teknologi Bersih Beam house Penyamakan Kulit
Teknologi Bersih Beam House Penyamakan Kulit
heru budi sausanto
PENDAHULUAN
Pada saat ini usaha perlindungan terhadap lingkungan yang disebabkan oleh aktifitas
industri penyamakan kulit masih ditekankan pada usaha-usaha penanganan limbah yang
terbentuk (end of pipe treatment). Pengendalian terhadap dampak lingkungan dengan cara
diatas ditemukan beberapa kelemahan, diantaranya :
- Dalam pengolahan limbah didapat hasil samping berupa limbah padat (sludge)
ataupun gas yang bersifat polutan juga, sehingga seolah-olah hanya merubah bentuk
limbah cair menjadi padat yang dalam penanganannya memerlukan beaya lagi.
- penghematan bahan baku, energi dan sumber daya lainnya seperti air
Definisi teknologi bersih menurut KLH adalah strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat
preventif, terpadu mulai dan diterapkan secara terus menerus pada setiap kegiatan dari hulu
kehilir yang terkauit dengan proses produksi, produk dan jasa untuk meningkatkan efisiensi
penggunaan sumber daya alam, mencegah terjadinya pencemaran lingkungan dan
mengurangi terbentuknya limbah pada sumber sehingga dapat meminimisasi resiko terhadap
kesehatan dan keselamatan manusia dankerusakan lingkungan.
Kebijakan nasional penerapan teknologi bersih dituangkan dalam lima prinsip pokok strategi
dalam 5 R yaitu :
- Rethink : upaya berpikir ulang bagi manajemen untuk memperbaiki semua proses produksi
agar efisien, aman bagi manusia dan lingkungannya.
- Reduction : Upaya untuk mengurangi limbah yang dihasilkan dari suatu kegiatan.
- Reuse : Upaya yang memungkinkan suatu limbah dapat digunakan kembali tanpa perlakuan
fisik, kimia ataupun biologi.
- Recycle : Upaya daur ulang limbah untuk memanfaatkan limbah dengan memprosesnya
kembali keproses semula
- Recovery : Upaya mengambil bahan yang masih mempunyai nilai ekonomi tinggi dari suatu
limbah kemudian dikembalikan dalam proses produksinya tanpa perlakuan
fisika, kimia, biologi.
Industri penyamakan kulit yang akrab lingkungan dapat diwujudkan dengan penerapan
teknologi yang mampu meminimisasi limbah tanpa mengurangi kualitas kulit yang dihasilkan.
Langkah sederhana yang dapat diterapkan dalam proses produksi bersih adalah dengan
pengaturan ketatalaksanaan rumah tangga yang baik (Good House Keeping), penghematan
penggunaan air dan bahan kimia, ataupun dengan mengganti dengan perbaikan
proses/modifikasi proses yang dapat meminimisasi produksi limbah.
Penataan dan penempatan barang/bahan yang digunakan harus rapi dan teratur untuk
memudahkan pemakaian dan mengurangi kerusakan karena umur pakai, merupakan faktor
yang sangat penting dalam mencegah terjadinya pencemaran lingkungan baik yang
disebabkan oleh adanya pembusukan dari sisa-sisa kulit maupun oleh tumpahan bahan kimia
yang digunakan, disamping kebersihan tempat kerja dalam proses produksi juga harus rapi
dan teratur , diperkirakan bahwa kebersihan tempat kerja dapat mengurangi beban
pencemaran sampai 5 10 %.
Industri penyamakan kulit merupakan industri yang menggunakan banyak jenis maupun
jumlah bahan kimia , penghematan panggunaan bahan kimia dapat dilakukan dengan
menggunakan bahan kimia yang high exhaustion, sehingga dengan penggunaan yang sedikit
tetap diperoleh hasil yang bermutu sama.
Proses penyamakan kulit merupakan suatu proses yang menggunakan air dalam jumlah yang
cukup besar/banyak, sebagai gambaran untuk menyamak 1 ton kulit mentah diperlukan 25
100 ton air ( 25.000 -100.000 l). Untuk menekan atau membatasi penggunaan air dapat
dilakukan diantaranya dengan cara :
Tujuan pengawasan pemakaian air adalah untuk menghemat sumber air dan mengurangi
beaya pengolahan limbah. Pengawasan air yang digunakan dapat dilakukan dengan cara :
Mengikuti resep secara tepat, Memasang flow meter pada alat yang menggunakan air,
memperbaiki pipa atau kran yang bocor/rusak.
Beberapa proses penyamakan kulit menghasilkan limbah cair yang masih relatif bersih dan
dapat didaur ulang untuk digunakan pada proses-proses yang kurang begitu kritis misalnya :
- air cucian sesudah bating , neutralisasi dan pencucian lain dapat didaur ulang untuk
proses perendaman/dirt soaking.
- Air bekas pikel dan tanning dapat digunakan untuk perendaman, pikling atau
tanning.
Pada recycling dengan air pencucian terakhir dari proses pengapuran untuk dirt soaking
diperoleh keuntungan lain yaitu sisa alkalinitas air cucian tersebut akan mempercepat
proses dirt soaking.
1. Proses Perendaman
Proses perendaman merupakan proses awal penyamakan kulit dengan tujuan untuk :
- Mengembalikan kandungan air dalam kulit yang hilang selama proses pengawetan
dan penyimpanan.
- Menghilangkan kotoran tanah, pasir, darah dan kotoran hewan dari kulit mentahnya
Limbah yang dihasilkan dari proses perendaman adalah garam pengawet,sisa darah,
kotoran, disinfektan dan surfactan ataupun deterjen. Proses perendaman menggunakan
teknologi bersih dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
- Penggunaan kembali air bekas perendaman dapat menghemat air proses sekitar 40-
50 %, biasanya digunakan air soaking ke II dan ke III untuk soaking I dan soaking II,
sedangkan air bekas soaking I langsung dibuang ke Unit Pengolahan Air Limbah
(UPAL).
2. Proses Pengapuran.
Proses pengapuran ini dinegara lain lebih dikenal dengan proses unhairing, karena perubahan
yang tampak setelah proses ini adalah kulit menjadi tidak berbulu, factor utama yang
berpengaruh dalam proses liming adalah temperature, jika temperatur tinggi maka kapur akan
sulit larut, temperature tinggi ini dikarenakan adanya putaran drum yang terlalu lama pada
proses pengapuran menggunakan drum. Factor lain adalah adanya bagian kulit yang tidak
terendam air akan mengakibatkan terjadinya noda pada kulit karena akan terjadi lime blast yaitu
kapur didalam kulit bereaksi dengan udara menjadi endapan CaCO3 yang mengeras didalam kulit.
Pada proses liming/pengapuran biasanya menggunakan kapur, Na2S, NaSH beberapa garam
amine seperti dimetil amin, enzime dan lain-lain serta bahan pembantu mempercepat
pembengkakan kulit seperti NaOH, Na2CO3 ataupun ammonia. Sedangkan peralatan yang
digunakan dapat berupa bak, drum maupun paddle tergantung metode yang digunakan.
Limbah yang dihasilkan adalah rontokan bulu, sulfida (S=), kapur, bahan organik. Untuk menekan
limbah yang digunakan biasanya menggunakan teknologi sebagai berikut :
3. Deliming
Kapur atapun alkali ada yang terikat maupun yang bebas didalam kulit, kapur/alkali
bebas dapat dihilangkan dengan proses pencucian, sedangkan kapur/alkali yang terikat
dapat dihilangkan dengan bahan kimia yang ditambahkan pada proses deliming. Cara
proses teknologi bersih yang dapat dilakukan pada proses deliming adalah :
Proses ini baiasanya dilakukan secara enzimatis menggunakan enzyme protease baik yang
berasal dari hewan, tumbuhan maupun mikroorganisme yang telah diproduksi dan
dipatenkan oleh pabrik bahan kimia. Pengikisan protein dilakukan untuk menghilangkan
protein non serat. Disamping itu pengikisan protein bartujuan untuk :
- menghilangkan zat-zat kulit yang tidak diperlukan seperti keratin, proteoglikan, elastin dll.
a. Temperatur : suhu yang terlalu tinggi dapat mempercepat pemecahan atau perusakan
enzyme, sebaliknya semakin tinggi temperature (sampai batas
tertentu) semakin aktif enzim tersebut.
b. pH : Biasanya enzim mempunyai daerah kerja (kisaran pH) yang disebut pH optimum
yang umumnya antara 4 8 tergantung dari enzim tersebut termasuk
golongan apa.
c. Garam : Kadar elektrolit yang tinggi umumnya akan mempengaruhi kelarutan protein,
biasanya garam dari ammonium sulfat sering digunakan untuk
fraksinasi dan isolasi enzim, karena sifat kelarutannya dalam air tinggi
dan tidak mengganggu bentuk dan fungsi enzim.
Proses bating ini akan menghasilkan limbah berupa bahan organik, NH3-N, untuk
mengurangi pencemaran bahan tersebut biasanya bahan bating yang digunakan hanya dari
bahan aktifnya saja (enzime proteolitik) tanpa buffer dari garam amonium. Dengan cara ini
kandungan beban pencemar NH3-N turun sekitar 40-70 % dengan kulit tampak lebih putih.
- Lemak dapat menghalangi membukanya kolagen dan masuknya bahan kimia kedalam kulit
- Lemak bereaksi dengan garam krom membentuk sabun-Cr dan akan terbentuk gemuk
(grease) selama penyamakan dan retanning.
- Lemak dapat bercampur dengan cat dasar menyebabkan noda warna gelap pada kulit
krasnya.
- Lemak akan mengurangi daya adesi larutan finishing sehingga sulit menempel ataupun tidak
rata cat tutupnya.
- Hidrolisa menggunakan enzime lipase yang akan menghidrolisa lemak menjadi gliserin dan
asam lemak sehingga dapat dicuci keluar dari kulit.
- Penggunaan solven untuk melarutkan lemak juga dapat digunakan, metode ini hasilnya
sangat baik akan tetapi sangat mahal dan sangat polutan pada limbahnya.
Untuk mengurangi beban pencemar pada proses degreasing biasanya digunakan nonionik
surfaktan pada proses degreasing karena biodegradabel, misalnya NPE (Nonyl Phenol Oxide)
yang dalam air akan terdegradasi menjadi nonyl phenol dan molekul lain dengan rantai
pendek. Degreasing dapat juga menggunakan lipase ataupun Biosurfaktan yang ramah
lingkungan.
5. Pengasaman.