Anda di halaman 1dari 27

Industri Penyamakan Kulit dan

dampaknya terhadap lingkungan


PENDAHULUAN.

A. Latar Belakang.

Industri penyamakan kulit adalah industri yang mengolah kulit mentah


menjadi kulit jadi. Industri penyamakan kulit merupakan salah satu industri yang
didorong perkembangannya sebagai penghasil devisa non migas. Potensi penyamakan
kulit di Indonesia pada tahun 1994 terdiri dari 586 jumlah perusahaan ang terdiri dari
industri kecil sebesar 489 unit dan industri menengah sebesar 8 unit, dengan kapasitas
produksi sebesar 70,994 ton ( Dirjen industri aneka 1995).
Pada Pelita VI Industri kulit dan produk kulit mempunyai investasi sebesar
3,746 milyar rupiah dengan penyerapan tenaga kerja 51,399 orang dengan jumlah
Produksi 19,122 milyar rupiah dengan nilai ekspor US 7,354 juta.
Industri Penyamakan kulit sebagai salah satu Industri yang proses limbah yang
masih sering dipermasalahkan, dan mempunyai konsekwen untuk dapat mencemari
lingkungan yang ada disekitarnya baik melalui air, tanah dan udara. Salah satu contoh
kasus terjadinya pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah Industri Kulit
yang ada di Garut.
Limbah industri penyamakan kulit di Sungkareng, Kabupaten Garut, Jawa
Barat mencemari lingkungan sejak tahun 1920.PemKab Kabupaten Garut terus
berupaya menekan sekecil mungkin tingkat pencemaran limbah itu, terutama
pencemaran di Sungai Cigulampeng dan Sungai Ciwalen, yang dapt menyebabkan
rasa gatal pada kulit manusia, disamping itu limbah yang dihasilkan menimbulkan bau
yang kurang sedap dan sangat menyengat hidung.
( http://www.suarapembaharuan.com.News2004/05/26).
Kasus pencemaran juga terjadi di Sungai Siak Pekanbaru, dimana terlihat dari
tingkat Biologial Oxigen Demand (BOD) maupun Chemical Oxigen Demandnya
(COD) yang amat tinggi. Bila di konversi dalam hitungan pertahun tingakat BOD-nya
mencapai 8.021 ton . Parameter BOD adalah kebutuhan oksigen yang diperlukan
untuk membusukkan partikel- partikel organik yang ada di sungai bersangkutan.
Adapun tingkat COD bila di konversi mencapai 18.291 ton pertahun. Pada saat yang
sama sungai yang memiliki rata- rata kedalaman 29 meter tersebut dibebani oleh
limbah lemak yang mencapai 56 ton setiap tahunnya.. Parameter COD adalah
kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi partikel- partikel non-
organik.
Akibar buangan limbah industri yang mencemari Sungai Siak, tercatat 103
jenis ikan terancam kelestariannya karena spesies- spesies ikan tersebut sangat sensitif
terhadap pencemaran limbah, terutama limbah kimia.
Peraturan Pemerintah No 82 tahun 2001 tentang pengendalian Pencemaran Lingkungan,
menjelaskan bahwa tidak diperkenangkan membuang limbah cair kedalam tanah
kecuali mendapat izin dari mentri terkait dan berdasarkan hasil penelitian. Olehnya itu
diharapkan bahwa setiap kegiatan industri yang mengeluarkan limbah harus
dilengkapi dengan instalasi pengolahan air limbah, dengan harapan untuk menekan
dampak yang terjadi, sehingga kelestarian lingkungan dapat teratasi.

A. Tujuan.

1. Untuk mengetahui sumber dan karateristik limbah cair industri penyamakan kulit.
2. Untuk mengetahui proses pengolahan limbeh cair pada Industri Penyamatan kulit.
3. Untuk mengetahui dampak kesehatan yang ditimbulkan dari industri penyamakan
kulit terhadap kesehatan manusia.
4. Untuk mengetahui tekhnik pengendalian pencemaran industri kulit.
BAB II
TINAJUAN PUSTAKA.

A. Proses Produksi Industri Penyamakan kulit.

Industri penyamatan kulit adalah industri yang mengolah kulit mentah (hides
atau skins) menjadi kulit jadi atau kulit tersamak (leather) dengan menggunakan
bahan penyamak. Pada proses penyamakan, semua bagian kulit mentah yang bukan
colagen saja yang dapat mengadakan reaksi dengan zat penyamak. Kulit jadi sangat
berbeda dengan kulit mentah dalam sifat organoleptis, fisis, maupun kimiawi.
Dalam Industri penyamatan kulit, ada tiga pokok tahapan penyamatan
kulit,yaitu:
1. Proses Pengerjaan basah. (beam house).
2. Proses Penyamakan (tanning).
3. Penyelesaian akhir (Finishing).
Masing- masing tahapan ini terdiri dari beberapa macam proses, setiap proses
memerlukan tambahan bahan kimia dan pada umumnya memerlukan banyak air,
tergantung jenis kulit mentah yang dignakan serta jenis kulit jadi yang dikehendaki.
Secara prinsip, ditinjau dari bahan penyamak yang digunakan, maka ada
beberapa macam penyamakan yaitu:
a. Penyamakan Nabati.
Penyamakan dengan bahan penyamakan nabati yang berasal dari tumbuhan yang
mengandung bahan penyamak misalnya kulit akasia, sagawe , tengguli, mahoni,
dan kayu quebracho, eiken, gambir, the, buah pinang, manggis, dll. Kulit jadi
yang dihasilkan misalnya kulit tas koper, kulit sol, kulit pelana kuda, kulit ban
mesin, kulit sabuk dll.
b. Penyamakan mineral.
Penyamak dengan bahan penyamak mineral , misalnya bahan penyamak krom.
Kulit yang dihasilkan misalnya kulit boks, kulit jaket, kulit glase, kulit suede, dll.
Disamping itu ada pula bahan penyamak aluminium yang biasanya untuk
menghasilkan kulit berwarna putih ( misalnya kulit shuttle cock).
c. Penyamakan minyak.
Penyamak dengan bahan penyamak yang berasal dari minyak ikan hiu atau ikan
lain, biasanya disebut minyak kasar. Kulit yang dihasilkan misalnya: kulit berbulu
tersamak, kulit chamois ( kulit untuk lap kaca) dll.
Dalam prakteknya untuk mendapatkan sifat fisis tertentu yang lebih baik,
misalnya tahan gosok, tahan terhadap keringat dan basah, tahan bengkuk, dll,
biasanya dilakukan dengan cara kombinasi.
Ada kalanya suatu pabrik penyamkan kulit hanya melaksanakan proses basah
saja, proses penyamakan saja, proses penyelesaian akhir atau melakukan 2 tahapan
atau ketiga- tiganya sekaligus.
Secara garis besar bagab tahapan proses industri penyamakan kulit sbb:
1. TAHAPAN PROSES PENGERJAAN BASAH. ( BEAM HOUSE).
Urutan proses pada tahap proses basah beserta bahan kimia yang ditambahkan
dan limbah yang dikeluarkan dapat dilihat pada bagan 2 berikut ini.
a. Perendaman ( Soaking).
Maksud perendaman ini adalah untuk mengembalikan sifat- sifat kulit
mentah menjadi seperti semula, lemas, lunak dan sebagainya. Kulit mentah kering
setelah ditimbang, kemudian direndam dalam 800- 1000 % air yang mengandung
1 gram/ liter obat pembasah dan antiseptic, misalnya tepol, molescal, cysmolan
dan sebagainya selama 1- 2 hari. Kulit dikerok pada bagian dalam kemudian
diputar dengan drum tanpa air selama 1/ 5 jam, agar serat kulit menjadi longgar
sehingga mudah dimasuki air dan kulit lekas menjadi basah kembali. Pekerjaan
perendaman diangap cukup apabila kulit menjadi lemas, lunak, tidak memberikan
perlawanan dalam pegangan atau bila berat kulit telah menjadi 220- 250% dari
berat kulit mentah kering, yang berarti kadar airnya mendekati kulit segar (60-
65 %). Pada proses perendaman ini, penyebab pencemarannya ialah sisa
desinfektan dan kotoran- kotoran yang berasal dari kulit.
b. Pengapuran ( Liming).
Maksud proses pengapuran ialah untuk.
1) Menghilangkan epidermis dan bulu.
2) Menghilangkan kelenjar keringat dan kelenjar lemak.
3) Menghilangkan semua zat-zat yang bukan collagen yang aktif menghadapi zat-zat
penyamak.
Cara mengerjakan pengapuran, kulit direndam dalam larutan yang terdiri dari 300-
400 % air (semua dihitung dari berat kulit setelah direndam), 6-10 % Kapur Tohor
Ca (OH)2, 3-6 % Natrium Sulphida (Na2S). Perendaman ini memakan waktu 2-3
hari.
Dalam proses pengapuran ini mengakibatkan pencemaran yaitu sisa- sisa
Ca (OH)2, Na2S, zat-zat kulit yang larut, dan bulu yang terepas.
c. Pembelahan ( Splitting).
Untuk pembuatan kulit atasan dari kulit mentah yang tebal (kerbau-sapi)
kulit harus ditipiskan menurut tebal yang dikehendaki dengan jalan membelah
kulit tersebut menjadi beberapa lembaran dan dikerjakan dengan mesin belah
( Splinting Machine). Belahan kulit yang teratas disebut bagian rajah (nerf),
digunakan untuk kulit atasan yang terbaik. Belahan kulit dibawahnya disebut split,
yang dapat pula digunakan sebagai kulit atasan, dengan diberi nerf palsu secara
dicetak dengan mesin press (Emboshing machine), pada tahap penyelesaian akhir.
Selain itu kulit split juga dapat digunakan untuk kulit sol dalam, krupuk kulit, lem
kayu dll. Untuk pembuatan kulit sol, tidak dikerjakan proses pembelahan karena
diperlukan seluruh tebal kulit.
d. Pembuangan Kapur ( Deliming).
Oleh karena semua proses penyamakan dapat dikatakan berlangsung dalam
lingkungan asam maka kapur didalam kulit harus dibersihkan sama sekali. Kapur
yang masih ketinggalan akan mengganggu proses- proses penyamakan. Misalnya :
1) Untuk kulit yang disamak nabati, kapur akan bereaksi dengan zat penyamak
menjadi Kalsium Tannat yang berwarna gelap dan keras mengakibatkan kulit
mudah pecah.
2) Untuk kulit yang akan disamak krom, bahkan kemungkinan akan menimbulkan
pengendapan Krom Hidroksida yang sangat merugikan.
Pembuangan kapur akan mempergunakan asam atau garam asm, misalnya
H2SO4, HCOOH, (NH4)2SO4, Dekaltal dll.
e. Pengikisan Protein ( Bating).
Proses ini menggunakan enzim protese untuk melanjutkan pembuangan
semua zat- zat bukan collagen yang belum terhilangkan dalam proses pengapuran
antara lain:
1) Sisa- sisa akar bulu dan pigment.
2) Sisa- sisa lemak yang tak tersabunkan.
3) Sedikit atau banyak zat- zat kulit yang tidak diperlukan artinya untuk kulit
atasan yang lebih lemas membutuhkan waktu proses bating yang lebih lama.
4) Sisa kapur yang masih ketingglan.
f. Pengasaman (Pickling).
Proses ini dikerjakan untuk kulit samak dan krom atau kulit samak sintetis
dan tidak dikerjakan untuk kulit samak nabati atau kulit samak minyak. Maksud
proses pengasaman untuk mengasamkan kulit pada pH 3- 3,5 tetapi kulit kulit
dalam keadaan tidak bengkak, agar kulit dapat menyesuaikan dengan pH bahan
penyamak yang akan dipakai nanti.
Selain itu pengasaman juga berguna untuk:
1) Menghilangkan sisa kapur yang masih tertinggal.
2) Menghilangkan noda- noda besi yang diakibatkan oleh Na2gS, dalam
pengapuran agar kulit menjadi putih bersih.
2. TAHAPAN PROSES PENYAMAKAN ( TANNING).
Proses penyamakan dimulai dari kulit pikel untuk kulit yang akan
disamakkrom dan sintan, sedangkan untuk kulit yang akan disamak nabati dan
disamak minyak tidak melalui proses pickling ( pengasaman).
Bagan proses penyamakan dapat dilihat sbb:
Fungsi masing-masing proses sbb:
a. Penyamakan.
Pada tahap penyamakan ini ada beberapa cara yang bisa dilakukan,
yakni:
1) Cara Penyamakan dengan Bahan Penyamakan Nabati.
a). Cara Counter Current
Kulit direndam dalam bak penyamakan yang berisis larutan ekstrak
nabati + 0,50. Be selama 2 hari, kemudian kepekatan cairan penyamakan
dinaikkan secara bertahap sampai kulit menjadi masak yaitu 3- 4 0Be
untuk kulit yang tipis seperti kulit lapis, kulit tas, kuli pakaian kuda, dll
sedang untuk kulit- kulit yang tebal seperti kulit sol, ban mesin dll a pada
0
kepekatan 6-8 be. Untuk kulit sol yang keras dan baik biasanya setelah
kulit tersanak masak dengan larutan ekstrak, penyamakan masih
dilanjutkan lagi dengan cara kulit ditanam dalam babakan dan diberi
larutan ekstrak pekat selama 2-5 minggu.
b). Sistem samak cepat.
Didahului dengan penyamakan awal menggunakan 200% air, 3% ekstrak
mimosa (Sintan) putar dalam drum selam 4 jam. Putar terus tambahkan zat
peyamak hingga masak diamkan 1 malam dalam drum.
2). Cara Penyamakan dengan Bahan Penyamakan Mineral.
a). Menggunakan bahan penyamak krom
Zat penyamak krom yang biasa digunakan adalah bentuk kromium
sulphat basa. Basisitas dari garam krom dalam larutan menunjukkan
berapa banyak total velensi kroom diikat oleh hidriksil sangat penting
dalam penyamakan kulit. Pada basisitas total antara 0-33,33%, molekul
krom terdispersi dalam ukuran partikel yang kecil ( partikel optimun untuk
penyamakan). Zat penyamak komersial yang paling banyak digunakan
memunyai basisitas 33,33%. Jika zat penyamak krom ini ingin
difiksasikan didalam substansi kulit, maka basisitas dari cairan krom harus
dinaikkan sehingga mengakibatkan bertambah besarnya ukuran partikel
zat penyamak krom. Dalam penyamakan diperlukan 2,5- 3,0% Cr2O3
hanya 25 %, maka dalam pemakainnya diperlukan 100/25 x 2,5 %
Cromosol B= 10% Cromosol B. Obat ini dilautkan dengan 2-3 kali cair,
dan direndam selama 1 malam. Kulit yang telah diasamkan diputar dalam
drum dengan 80- 100%air, 3-4 % garam dapur (NaCl), selma 10-15 menit
kemudian bahan penyamak krom dimasukkan sbb:
1/3 bagian dengan basisitas 33,3 % putar selama 1 jam.
1/3 bagian dengan basisitas 40-45 % putar selama 1 jam.
-1/3 bagian dengan basisitas 50 % putar selama 3 jam
b). Cara penyamakan dengan bahan penyamak aluminium (tawas putih).
Kulit yang telah diasamkan diputar dengan:
40- 50 % air.
10% tawas putih.
1- 2% garam, putar selama 2-3 jam lu ditumpuk selam 1 malam.
Esok harinya kulit diputar lagi selama 1 jam, lalu gigantung dan
dikeringkan pada udara yang lembabselama 2-3 hari. Kulit
diregang dengan tangan atau mesin sampai cukup lemas.
3). Cara Penyamakan dengan Bahan Penyamakan Minyak.
Kulit yang akan dimasak minyak biasanya telah disamak pendahuluan
dengan formalin. Kulit dicuci untuk menghilangkan kelebihan formalin
kemudian dierah unuk mengurangi airnya, diputar dengan 20-30 % minyak
ikan, selama 2-3 jam, tumpuk 1 malam selanjutnya digantung dan diangin-
anginkan selam 7-10 hari.
Tanda-tanda kulit yang masak kulit bila ditarikmudah mulur dan bkas
tarikan kelihatan putih. Kulit yang telah masak dicuci dengan larutan Na2CO3
1%.
b. PENGETAMAN (Shaving).
Kulit yang telah masak ditumpuk selama 1-2 hari kemudian diperah
dengan mesin atau tangan untuk menghilangkan sebagian besar airnya, lalu
diketam dengan mesin ketam pada bagian daging guna mengatur tebal kulit
agar rata. Kulit ditimbang guna menentukan jumlah khemikalia yang akan
diperlukan untuk proses- proses selanjutnya, selanutnya dicuci dengan air
mengalir jam.
c. PEMUCATAN ( Bleaching).
Hanya dikerjakan untuk kulit samak nabati dan biasanya digunakan
asam- asam organik dengan tujuan:
1) Menghilangkan lek- flek bsi dari mesin ketam.
2) Menurunkan pH kulit yang berarti memudahkan warna klit.
Cara mengerjakan proses pemucatan, kulit diputar dengan 150-2005
air hangat (36- 40 0C ). 0,5-1,0 % asam oksalat selama - 1 jam.
d. PENETRALAN ( Neutralizing).
Hanya dikerjakan untuk kulit samak krom. Kulit samak krom
dilingkungannya sangat asam ( pH 3-4) maka kulit perlu dinetralkan kembali
agar tidak mengganggu dalam proses selanjutnya. Penetralan biasanya
mempergunakan garam alkali misalnya NaHCO3, Neutrigan dll.
Cara melakukan penetralan, kulit diputar dengan 200% air hangat 40-
600C. 1-2 % NaHCO3 atau Neutrigan. Putar selama - 1 jam.Penetralan
dianggap cukup bila - penampang kulit bagian tengah berwarna kunung
terhadap Bromo Cresol Green (BCG) indikator, sedangkan kulit bagian tepi
berwarna biru. Kulit kemudian dicuci kembali.
e. PENGECETAN DASAR ( Dyeing).
Tujuan pengecetan dasar ialah untuk memnberikan warna dasar pada
kulit agar pemakaian cat tutup nantinya tidak terlalu tebal sehingga cat tidak
mudah pecah.
Cat dasar yang dipakai untuk kulit ada 3 macam:
1). Cat direct, untuk kulit samak krom.
2). Cat asam, untuk kulit samak krom dan nabati.
3). Cat basa, untuk kulit samak nabati.
f. PEMINYAKAN (Fat liguoring).
Tujuan proses peminyakan pada kulit antara lain sebagai berikut:
1). Untuk pelumas serat- serat kulit ag kulit menjadi tahan tarik dan tahan
getar.
2). Menjaga serat kulit agar tidak lengket satu dengan yang lainnya.
3). Membuat kulit tahan air.
Cara mengerjakan peminyakan, kulit setelah dicat dasar, diputar
selama 1jam dengan 150 %- 200% air 40- 60 0C, 4-15% emulsi minyak.
Ditambahkan 0,2- 0,5 % asam formiat untuk memecahkan emulsi minyak.
Minyak akan tertinggal dalam kulit dan airnya dibuang. Kulit ditumpuk pada
kuda- kuda selama 1 malam.
g. PELUMASAN ( Oiling).
Pelumasan hanya dikerjakan untuk kulit sol samak nabati. Tujuan
pelumasan ialah untuk menjaga agar bahan penyamak tidak keluar
kepermukaan kulit sebelum kulit menjadi kering, yang berakibat kulit menjadi
gelap warnanya dan mudah pecah nerfnya bila ditekuk..
Cara pelumasan, kulit sol sebagian airnya diperah kemudian kulit
diulas dengan campuran:
1). 1 bagian minyak parafine.
2). 1 bagian minyak sulfonir.
3). 3 bagian air.
Kulit diulas tipis tetapi rata kedua permukaannya, kemudian
dikeringkan.
h. PENGERINGAN.
Kulit yang diperah airnya dengan mesin atau tangan kemudian
dikeringkan. Proses ini bertujuan untuk menghentikan semua reaksi kimia
didalam kulit. Kadar air pada kulit menjadi 3-14%.
i. KELEMBABAN.
Kulit setelah dikeringkan dibiarkan 1-3 hari pada udara biasa agar
kulit menyesuaikan dengan kelembaban udara sekitarnya. Kulit kemudian
dilembabkan dengan ditanam dalam serbuk kayu yang mengandung air 50-
55 % selama 1 malam, Kulit akan mengambil air dan menjadi basah dengan
merata. Kulit kemudian dikeluarkan dan dibersihkan serbuknya.
j. PEREGANGAN DAN PEMENTANGAN.
Kulit diregang dengan tangan atau mesin regang. Tujuan peregangan
ini ialah untuk menarik kulit sampai mendekati batas kemulurannya, agar
jika dibuat barang kerajinan tidak terlalu mulur, tidak merubah bentuk
ukuran. Setelah diregang sampai lemas kulit kemudian dipentang dan setelah
kering kulit dilepas dari pentangnya, digunting dibagian tepinya sampai
lubang-lubang dan keriput- keriputnya hilang.
3. TAHAPAN PENYELESAIAN AKHIR ( FINISHING).
Penyelesaian akhir bertujuan untuk memperindah penampilan kulit
jadinya, memperkuat warna dasar kulit, mengkilapkan, menghaluskan
penampakan rajah kulit serta menutup cacat-cacat atau warna cat dasar yang
tidak rata.
BAB III
PEMBAHASAN.
A. SUMBER DAN KARAKTERISTIK LIMBAH INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT.
1. Sumber dan Karakteristik Limbah cair.
Menurut David Winter 1984, penggunaan air untuk proses penyamakan kulit dari
tahun ke tahun ada kecenderungan semakin menurun. Dijelaskan pada tahun 1962
pemakaian air 103 l/ kg tahun 1975 sebanyak 71 l/kg tahun 1977 turun menjadi 40 l/kg
kulit yang diproses. David Winter 1984 dan Clonvero 1987 cenderung memilih
penggunaan air untuk proses ini sebanyak 45 l/kg kulit yang diproses.
Di Indonesia sampai saat ini belum ada penelitian khusus tentang penggunaan air
untuk tiap 25 kg kulit namun berdasarkan pengamatan pemakaian air berukuran antara
30-70 l/kg kulit mentah.
Tabel I
Kisaran Pemakaian Air pada Proses Penyamakan Kulit.
Macam Proses Pemakaian air l/kg kulit mentah
Kulit besar (hide) samak krom. 30- 50
Kulit besar (hide) samak nabati. 20- 40
Kulitkecil (skin) 30- 60
Kulit kecil (skin) berbulu tersamak 50- 100
Sumber data: Clanfero 1993
Dilihat dari asal bahan pencemar, maka sumber dan sifat air limbah industri penyamakan
kulit dapat dibedakan pertahapan proses sbb:

a. Perendaman ( Soaking).

Air limbah soaking mengandung sisa daging, darah, bulu, garam, mineral,
debu, dan kotoran lain atau bahkan bakteri antrax. Pada proses perendaman air limbah
cairnya berbau busuk, kotor, dengan kandungan suspended solid 0,05- 0,1 %.
Menurut ESCAP 1982, volume limbah soaking berkisar antara 2,5- 4 l/kg kulit, pH
7,5- 8. Total Solid 8.000- 28.000 mg/l. Suspended Solid 2.500- 4.00 mg/l.
Selain itu UNEP 1991 menambahkan bahwa air limbah soaking juga mengandung
garam dan bahan organic lain yang akan mempengaruhi BOD,COD,SS.

a. Buang bulu dan pengapuran ( Unhairing dan liming).

Air pada proses ini berwarna putih kehijauan dan kotor, berbau menyengat,
pH air limbah pada proses ini berkisar antara 9-10, mengandung kalsium , natrium,
sulfide, albunin, bulu sisa daging, dan lemak. Suspended solid 36%. Menurut CTTE
1979, ESCAP 1982, bahwa air limbah pada proses unhairing mengandung total solid
16.000-45.000 mg/l, suspended solid 4.500-6.500 mg/l. BOD 1.100-2.500 mg/l, pH
berkisar 10-12.5. Dampak yang ditimbulkan akibat buangan dalam proses tersebut
adalah bahwa air limbah berpengaruh tehadap air, tanah, dan udara. Pengaruh
terhadap air terutama pada BOD, COD,SS, alkalinitas, sulphida, N-Organik, N-
ammonia. Adanya gs H2S pada pencemaran ini menyebabkan terjadinya pencemaran
udara.

a. Air limbah buanagan kapur ( Deliming).

Air limbah pada proses deliming mempunyai beban polutan yang lebih kecil
dibanding dengan unhairing dan liming. Menurut CTTE 1979,ESCAP 1982, air
limbah pada proses tersebut mempunyai pH 3-9, total solid 1.200- 12.000 mg/l,
suspended solid 200- 1.200 mg/l dan BOD 1.000- 2.000 mg/l. UNEP menambahkan
bahwa air limbah tersebut akan menyebabkan pencemaran air berupa BOD,COD, DS,
dan N- ammonia. Kemudian adanya ammonia akan menimbulkan pencemaran udara.

a. Air limbah pengikisan Protein (Degreasing).

Pada proses ini air limbah yang dihasilkan pencemaran air yang ditunjukkan
dengan tingginya nilai COD,BOD,DS dan lemak. (UNEP 1991).

a. Air limbah Pikel ( Pickling) dan Krom ( Tanning).

Air limbah dari proses ini akan mengandung bahan protein, sisa garam,
sejumlah kecil mineral dan crome velensi 3 yang apabila tercampur dengan alkali
akan terbentuk chrome hidroksida, pH berkisar antara 3,5-4, suspendid solid 0,01-
0,02 % ( Koziowroski dan Kucharski 1972). Sedangkan CTTE 1979, ESCAP 1982,
membedakan antara air limbah partikel dengan penyamakan chorome sbb:
1). Air limbah pikel volume 2-3 l/kg kulit, pH 2,9-4, total solid 1.6000- 45.000 mg/l,
suspended solid 16.000- 45.000 mg/l, dan BOD 800- 2.2000 mg/l.
2). Air lmbah samak chrome, volume 4-5 l/kg, pH 2,6-3,2, total solid 2.400- 12.000
mg/l, suspended solid 300-1.000 mg/ l dan BOD 800- 1.200 mg/l.
3). Selain yang tersebut diatas UNEP menambahkan bahwa air limbah pikel dan krom
akan menimbulkan pencemaran air berupa BOD, COD, SS, DS,, asam garam
krom, dan sisa samak nabati.
a. Air limbah Gabungan Termasuk Pencucian.

Pada buangan air limbah gabungan ini ESCAP menjelaskan untuk volume air
30-35 l/kg, pH berkisar antara 7.5-10, total solid 10- 25 mg/l, suspended solid 1.250-
6.000 mg/l dan BOD 2.000- 3.000 mg/l.
Untuk lebih jelasnya beban pencemaran air limbah penyamatan kulit dari
beberapa tahapan proses dapat dilihat pada table berikut ini.
Tabel 2
Beban Pencemaran air limbah penyamakan kulit dari beberapa tahapan
proses.
Parameter. COD BOD S CR N.NH3 Lemak TSS pH
Jenis air (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l)
Limbah
Soaking 40.576,48 17.000 991.1. 0 207.68 944 31.204 12
Pengapuran 10.964.64 3.500 448 0 16.35 632 4.154 12
Buang bulu 18.555.36 5.800 86.75 0 57.68 12.547 27.085 5
Pikel 7.454,9 2.400 147.2 6.254 217.28 10.120 17.084 4
Samak Krom
Sunaryo,dkk 1993.
2. Sumber dan Karateristik Limbah Padat.
Didalam proses penyamakan disamping limbah cairjuga menghasilkan limbah
padat sebagai hasil samping. Dikatakan hasil samping karena dimanfaatkan untuk
berbagai keperluan, misalnyasebagai bahan makanan,obat-obatan, kosmetik, pupuk,
kerajinan, dan bahan bangunan lainnya. Bahan padat yang dimaksud antara lainbulu, sisa
trimming,fleshing, sisa split,shaving, buffing, dan Lumpur.
B. PROSES PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT.
Limbah cair industri penyamakan kulit nampak paling menonjol dibandingkan limbah
padat maupun gasnya karena volumenya yang cukup banyak yaitu 30-70 l / kg bahan baku
yang diolah dari awal. Disamping volume yang banyak, zat- zat pencemaran yang terkandung
dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan dampak yang paling cepat
berpengaruh adalah berbau busuk dan kadang- kadang secara visual nampak berbuih banyak.
Secara umum air limbah penyamakan kulit mengandung bagian- bagian dari kulit seperti bulu,
sisa daging, potongan kulit dan bahan kimia sisa dari yang ditambahkan dalam proses
penyamakan kulit.
Seperti yang terjadi pada pada kasus pencemaran Limbah Industri Kulit Sungkareng ,
Kabupaten Garut Jawa Barat., yang mencemari lingkungan sejak tahun 1920.Selain tantangan
untuk meningkatkan kualitas, kuantitas, dan membuka pasar, ada satu hal lagi yang juga
menjadi tantangan sejak tiga dekade terakhir yaitu, limbah. Persoalan limbah sering kali
menjadi isu penting. Sejak digunakannya bahan kimia untuk penyamakan kulit, pada saat itu
pula persoalan limbah muncul. Bahan chroom yang digunakan untuk menyamak kulit
ternyata sangat berbahaya bagi kesehatan, terutama sekali pada kulit manusia. Dampak dari
limbah Sukaregang sangat dirasakan oleh masyarakat di daerah hilir sungai Ciwalen, yang
notabene bukan kalangan penggiat bisnis kulit. Protes pun mulai bermunculan karena
banyaknya warga di daerah hilir yang mengalami gangguan kesehatan kulit.
Untuk mengantisipasi peningkatan jumlah limbah yang dibuang ke sungai, pada awal
1980-an, saat Garut dipimpin oleh Bupati Taufik Hidayat, ada rencana untuk merelokasi
sentra industri kulit Sukaregang, namun tidak terealisasi. Oleh penerusnya, Bupati Toharudin
Gani rencana tersebut kembali dicoba diwujudkan namun tak juga berhasil.
Karena berbagai hambatan itu, akhirnya yang dapat dilaksanakan adalah revitalisasi.
Artinya, lokasi Sukaregang akan ditata sedemikian rupa, termasuk ditetapkannya zona-zona
industri serta pembatasan jumlah industri dengan dilengkapi instalasi pengelolaan air limbah
(IPAL). Untuk revitalisasi ini pemerintah pusat memberi bantuan untuk membangun dua
buah instalasi pengelolaan air limbah (IPAL) pada 1992 agar air dari Sukaregang dapat
kembali bersih saat dialirkan ke sungai. IPAL tersebut baru dapat beroperasi pada 1994,
namun persoalan limbah tidak selesai karena jumlah IPAL yang ada tidak sesuai dengan
jumlah limbah yang dihasilkan industri kulit Sukaregang. Kesadaran masyarakat pengusaha
akan persoalan limbah ini juga kurang mendukung. Hingga kini hanya beberapa yang mau
membangun IPAL sendiri. Padahal, untuk menangani masalah limbah idealnya setiap
perusahaan memiliki satu mesin recovery sendiri. (http://www.pikiran-
rakyat.com/cetak/0104/13/0806.htm).
Untuk lebih jelasnya instalasi Pengolahan Air Limbah Industri Penyamakan kulit dapat
dilaihat pada gambar dibawah ini.
INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI
PENYAMAKAN KULIT

Secara garis besar proses pengolahan limbah cair penyamakan kulit adalah sbb:
Dalam proses produksi Industri penyamakan kulit ada beberapa tahapan proses pengolahan
yaitu:
1. Pemisahan Padatan Kasar.
2. Segresi.
3. Ekualisasi.
4. Koagulasi.
5. Proses pengolahan limbah cair.
Agar supaya setiap tahapan pengolahan dapat berlangsung secara efektif maka sebaiknya
aliran yang khas dan pekat dipisahkan untuk melewati tahap pengolahan terlebih dahulu,
yaitu penghilangan sulfida, penghilangan krom kemudian dijadikan satu dalam bak
ekualisasi, aliran limbah ( efluent) dengan kandungan maupun aliran keluar untuk tahahp
primer.
Dari bak ekualisasi air limbah tersebut diatur pH kemudian ditambahkan larutan penggumpal
dan pengendap yang selanjutnya endapan dapat dilakukan penanganan lumpur ( primer).
Penanganan lumpur harus hati- hati agar tidak terlarut pada proses selanjutnya.
1. Pemisahan Padatan Kasar.
Sebelum diolah air limbah perlu disaring terlebih dahulu untuk menghilangkan
padatan kasar yang dapat menutup pipa, pompa-pompa dan saluran- saluran. Pada
proses ini lebih dari 30% padatan tersuspensi total dalam cairan air limbah dapat
dihilangkan dengan saringan.
2. Segresi.
Pada tahap ini dilakukan pemisahan cairan-cairan limbah yang mempunyai sifat
khas dan memerlukan perlakuan tertentu untuk menangani zat pencemar agar nanti
setelah dicampur dengan cairan limbah yang lain tidak menimbulkan kontradiksi yang
merugikan. Adapun cairan- cairan limbah dari proses penyamakan kulit yang perlu
dipisahkan adalah:

a. Cairan limbah pengapuran (buang bulu).

Cairan limbah ini banyak mengandung Sulfida dari Na2S atau NaHS sisa dari
proses buang bulu sebagai agensia perontok bulu/ rambut. Sebelum proses
pengolahan segresi air limbah pada proses buang bulu berwarna putih kehijauan dan
kotor, dengan konsntrasi pH 10-12,5 dengan total solid 16.000- 45.000 mg/l. Namun
setelah proses pengolahan dapat menetralisir asam, serta kandungan slfida yang
terkandung didalamnya dapat teratasi. Hal ini dapat dilakukan dengan dua cara:
1) Oksidasi Katalitik Sulfida, yaitu dengan aerasi dan pemberian mangan sebagai
katalisator. Seharusnya hal ini dilakukan setiap hari untuk menghindari bau busuk
(H2S) dari air limbah tampungan. Aerasi dapat dilakukan pada tang ki yang
memanjang keatas (tinggi) dan udara dihembuskan dari bagian dasar melalaui
difusir atau dapat juga memakai aerator.
2). Pengendapan Langsung.
Fero sulfat dan feri klorida dapat digunakan untuk menghilangkan sulfida
dari larutan denganpengendapan. Pengolahan ini akan menurunkan pH karena
hidroksidanya mengendap.

a. Cairan limbah Krom.

Pengendapan krom relatif mudah dilakukan, pengendapan limbah krom dapat


mempengaruhi biaya produksi/ pengolahan limbahnya. Pada pengolahan ini
menghasilkan cairan supernatan yang hampir bebas krom dan juga dapat menurunkan
BOD.
3. Ekualisasi.
Proses pengolahan pada bak ekualisasi bertujuan untuk penghilangan sulfida dan
krom agar dapat menghemat air yang dapat mengencerkan limbah kapran dan cairan
limbah krom sebelum diolah lebih lanjut.
Pada tahapan ini juga meningkatkan efisiensi pengolahan dan untuk menghindari
rancangan baik yang diantisipasi untuk aliran puncak ( peak Flow) maka dilakukan sistem
pengaturan laju aliran dan pencampuran seluruh air limbah.
Praktek pencampuran ini meberi kesempatan terjadinya proses netralisasi dan
pengendapan. Oleh karena itu sebaiknya air limbah dicampur dengan baik dan intensif,
misalnya dengan mixer atau blower mengingat dalam bak ini padatan tersuspensinya
dijaga jangan samapai mengendap dan kondisi air limbahnya harus aerobik, hal ini dapat
dicapai dengan menghembuskan udara dari dasar bak melaluai beberapa difuser untuk
memasok O2 yang intensif. Tenaga yang diperlukana untuk mengaduk kira- kira 30
watt/m2 air limbah. Jika dilakukan injeksi udara pada bak sedalam 2-4 m, aliran udara
optimalnya 3-4 m3/jam per m2 permukaan bak. Dalam bak ekualisasi dapat dilakukan
pergantian garam- garam aluminium maka penghilangan Nitrogen melalui proses
nitrifikasi/ denitrifikasi perlu dilakukan.Pada tahapan ini untuk meningkatkan efisiensi
pengolahan dan untuk menghindari rancangan baik yang diantisipasi untuk aliran puncak
( peak Flow) maka dilakukan sistem pengaturan laju aliran dan pencampuran seluruh air
limbah.
4. Koagulasi.
Pada tahapan ini dilakukan perlakuan fisiko kimiawi untuk menghilangkan BOD
dan padatan. Dengan perlakuan fisiko kimiawi yang relatif mudah dan sederhana dapat
menghilangkan > 95 % padatan tersuspensi dan BOD sekitar 70%. Untuk menghilangkan
BOD sepenuhnya dapat dilakukan dalam pengolahan proses biologis selanjutnya.
Perlakuan fisiko kimia terhadap air limbah penyamakan kulit terdiri dari
perlakuan awal dengan pemberian penggumpal yang dilanjutkan dengan pemberian
pengendap sampai dengan pemisahan lumpurannya untuk dibuang.
Efesiensi penggumpalan dapat diperoleh dengan penambahan larutan pengendap
yang berupa larutan polyelektrolit anionik rantai panjang dengan konsentrasi 1-10 mg/l.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Skema pengolahan limbah cair dengan
Proses Fisika Kimiawi.
5. Pengolahan Limbah Cair dengan Proses Biologis.
Dalam persyaratan baku mutu air limbah, maka perlu adanya pegolahan sekunder.
Pilihan cara pengolahan sekunder untuk air limbah penyamakan kulit sbb:

a. Filter biologis.

Filter biologis dalam pengolahan limbah penyamakan kulit sering tidak


dipertimbangkan.

a. Lumpur aktif (kolam oksidasi).


Pengolahan lumpur aktif pada prinsipnya adalah mempertemukan antara air
limbah yang mengandung bahan pengencer organik dengan sejumlah besar bakteri
aerob dan mokroorganisme lain yang terkandung dalam lumpur biologis (lumpur
aktif). Pengolahan dengan lumpur aktif berbeban ringan sangat sesuai untuk air
limbah penyamakan kulit. Cara ini dikenal deng oksidasi kolam PASVEER.

a. Lumpur aktif konvensional.

Jika dibandingkan dengan cara konvensional yang berbeban berat, maka


waktu yang diperlukan adalah 2-4 hari dan beban organik yang ringan lebih mudah
menahan variasi keadaan air limbah dan beban mendadak yang menjadi proses
penyamakan kulit, dengan demikian lumpur yang dihasilkan berkurang. Kolam
oksidasi PASVEER relatif lebih murah, dan pemeliharaannya mudah, juka
dioprasikan sebagaimana mestinya dapat menghasilkan air limbah terolah dengan
BOD , 20 mg/l.
Pengolah dengan lumpur aktif konvensional ( bebn berat) dapat dipilih dengan
cara pegolahan sekundernya jika lahan yang ada sangat tebatas. Oksidasi berlangsung
terus menerus dalam bk aerasi karena itu kebutuhan aerasinya juga agak intensif
( sampai kra- kira 1 Kw/ kg BOD). Waktu tingga l yang diperlukan hanya 6-12 jam
sudah cukup.

a. Lagun (kolam) .

Ada pendekatan lain bagi daerah pedesaan atau yang memiliki lahan luas,
yaitu kolam dapat dibuat dengan biaya rendah dan perawatan pengolahan juga sangat
mudah. Ada beberapa pilihannya :
1) Kolam aerob
Dapat mengurangi sampai > 85 % BOD dalam waktu 10 hari, namun
biasanya kolam tersebut mengeluarkan pencemaran udara dan memungkinkan
terbentuknya kembali sulfida bersamaan dengan terlepasnya gas H2S. Hal ini
sesuai bila hanya untukpemanfaatan ruang/ ahan dan biaya kolam-kolam tersebut
rendah, sedangkan yang diperlukan hanya membuat kedalaman 3 meter.
2) Kolam Fakultatif.
Dengan 2 lapisan (zone) pengolahan yaitu lapisan aerob (yang ada di atas,
berhubungan dengan udara) dal lapisan anaerob (zone di bawahnya). Biasanya
berukuran lebih besar dari an aerob dan kurang efektif.Kolam ini lebih
mengandalkan kekuatn fotosintetik dengan demikian tergantung pada perubahan
musim dan tidak dapat diperiksa/ dipantau dengan baik.
3) Kolam Aerasi
Kolam ini sudah banyak dioperasikan di banyak perusahaan dan
membutuhkan tenaga 10 30 w/m3 yang biasanya digunakan adalah aerator
permukaan mekanik.

A. DAMPAK INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT TERHADAP KESEHATAN


MANUSIA.

Didalam Industri Penyamakan kulit menggunakan bahan- bahan pembantu


yang tersusun dari senyawa- senyawa kimia. Ada yang berwujud bubuk, kristal,
maupun cair, semi liguid yang berbahaya terhadap kesehatan manusia. Bahan- bahan
kimia tersebut akan kontak dengan pekerja Industri Penyamakan Kulit dengan
berbagai macam cara, yaitu melalui kontak dengan kulit atau dengan cara
penghirupan dalam bentuk gas atau uap..
Bahan bahan yang bersifat korosif dapat menyebabkan kerusakan pada
bagian tubuh yang terkena tumpahan ke kulit, mata atau juga bisa terminum, tertelan,
maupun terhirup ke paru- paru.
Dibawah ini akan dijelaskan akibat yang ditimbulkan apabila kontak dengan
bahan- bahan yang bersifat korosif/ beracun.
1. Natrium Sulfida (Na2S), berfungsi pada buangan bulu pada industri penyamakan
kulit. Berupa kristal putih atau kekuningan. Bereaksi dengan karbon. Bersifat
tidak stabil, sehingga dalam proses penyimpanannya harus dijaga agar terhindar
dari pemanasan karena dapat meledak.
2. Asam Sulfida (H2SO4), bersifat korosif dan bersifat racun terhadap jaringn kulit.
Kontak dengan kulit menyebabkan terbakar, sehingga merusak jaringan.
Penghisapan kabut/ uap asam sulfat dapat menyebabkan inflamasi pada
tenggorokan bagian atas sehingga menyebabkan bronkitis, dan bila kontak dengan
konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kolaps.
3. Asam Klorida (HCL), bahan ini merupakan bahan pengoksidasi yang sangat
kuat.Berbahaya jika terkena panas. Pengaruhnya terhadap kesehatan manusia yang
akan menghasilkan methemoglobin dalam darah serta akan merusak butir- butir
darah merah pada akhirnya akan merusak buah ginjal juga otot- otot hati.
4. Asam Format ( HCCOH), bahan mudah terbakar dapat menyebabkan iritasi pada
kulit, mata, membran mukosa.
5. Amonium Hidroksida (NH4OH), suatu bahan apbila dipanaskan akan
mengeluarkan racun yang berbahaya bagi kesehata, uapnya bersifat racun.
6. Natrium Hidroksida (NaOH), berbentuk padat atau larutan bersifat korosif pada
kulit manusia apabila kontak terlalu lama, dapat menyebabkan kerusakan jaringan
tubuh manusia. Penghisapan pada hidung dapat menyebabkan iritasi pada
membran mukosa.
7. Senyawa Benzidin (NH2 C6 H4 NH2), apabila kontak dengan kulit dapat
menyebabkan iritasi, dapat menyebabkan kerusakan pada darah (hemolisis),
apabila terhisap menyebabkan mual, muntah-muntah dan pada akhirnya diikuti
dengan kerusakan hati.
8. Kalium Permanganat (KMNO4), sangat iritasif, debu KMNO4 sangat beracun,
dapat terhisap melalui pori-pori, dapat menyebabkan kerusakan pada paru-paru,
pernafasan pada bagian atas .
9. Formalin (HCHO)., iritasi pada kulit mata membran mukosa apabila tertelan dapat
menyebabkan muntah, diare, kolaps. Bersifat karsinogenik terhadap paru-paru.
10. Arsen (AS), arsen bila tdapat terhisap melaluerhisap maka dapat menimbulkan
menyebabkan muntah, mual dapat terhisap melalui maka dapat menimbulkan
menyebabkan muntah, mual, diare. Kerusakan arsen menyebabkan kelainan
sistem syaraf , kerusakan hati, gangguan sistem pembuluh darah, pigmentasi kulit
serta dapat menyebabkan kanker.
11. Naftol (C10HOH), apabila terhisap dapat menyebabkan mual, muntah, diare,
bahkan anemia. Naftol dapat diserap oleh kulit.
12. Phenol (C6H3OH), penyerapan larutan phenol pada kulit terjadi dengan cepat.
Kontak dengan larutan phenol selama 30 menit sampai beberapa jam dapat
menyebabkan kematian, untuk kontak dengan kulit seluas 64 inchi. Gejala yang
timbul apabila seseorang keracunan phenol yaitu pusing, otot lemah, pandangan
kabur, telinga berdengung, napas terengah-engah.
13. Krom (Cr), yang bersifat asam sangat bersifat korosif pada kulit serta membran
mukasid (selaput lendir). Kontak dengan Cr secara langsung dan terus menerus
bagi kulit yang sensitif akan menyebabkan koreng (ulcer) selebar ujung pensil di
sekitar kuku maupun punggung tangan.
A. TEKHNIK PENGENDALIAN LIMBAH INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT.

1. Penerapan Cleaner Production.


Produksi bersih adalah strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat
pereventif dan terpadu yang perlu dilaksanakan secara terus menerus pada proses
produksi sehingga mengurangi risiko negative terhadap manusia dan lingkungan.
Produksi bersih pada proses produksi berarti meningkatkan efisiensi dan
efektifitas pengguanaan bahan baku, energi, dan sumber daya lainnya, serta
mengganti atau mengurangi jumlah dan toksitas seluruh emisi dan limbah sebelum
keluar dari proses. Pencegahan, pengurangan, dan penghilangan limbah atau bahan
pencemaran pada sumbernya merupakan elemen utama di produksi bersih. Kegiatan
yang merupakan produksi bersih adalah:
a. Penghematan pemakaian air pencucian/ pembilasan.
b. Penghematan penggunaan zat kimia misalnya penyamakan dengan menggunakan
garam krom dengan kadar larutan cuku dengan 8% tidak perlu dipakai 12%.
c. Modifikasi proses, seperti pada proses pengapuran menggunakan drum dengan
jumlah bahan-bahan yang dipakai dapat dikurang ( air, kapur, sulfida) atau dengan
pemisahan cairan pada proses buang bulu dan pengpuran.
d. Pemakaian tekhnologi dan peralatan yang tepat.

1. Pemisahan Krom.

Krom dapat dipisahkan dari cairan buangan dengan jalan penyaringan yang
kemudian di daur ulang dengan cara sbb : Air buangan dari penyamakan kromdan air
pencucian (sebanyak 2 x 100 % air) yang sudah bebas dari padatan diberi larutan
magnesium hidroksida, dan diendapkan kira-kira 10 jam, yang kemudian cairan
dipindahkan ke bak lain (dengan pipa penyedot, tetapi jangan sampai endapannya ikut
tersedot). Cairan tersebut bila benar-benar bebas dari endapan akan mengandung
krom kurang dari 2 ppm sehingga bias langsung dibuang atau dipakai untuk daur
ulang.
Endapan yang terjadi kemudian ditambah asam sulphat yang sesuai, endapan
tersebut akan larut dalam waktu sekitar 15 menit dan akan memberikan suatu larutan
krom sebesar 50 gram krom oksida/liter. Pada daur ulang proses selanjutnya masih
membutuhkan penambahan krom kira-kira sejumlah 30 %.
Teknologi Bersih Beam house Penyamakan Kulit
Teknologi Bersih Beam House Penyamakan Kulit
heru budi sausanto

PENDAHULUAN

Pada saat ini usaha perlindungan terhadap lingkungan yang disebabkan oleh aktifitas
industri penyamakan kulit masih ditekankan pada usaha-usaha penanganan limbah yang
terbentuk (end of pipe treatment). Pengendalian terhadap dampak lingkungan dengan cara
diatas ditemukan beberapa kelemahan, diantaranya :

- Limbah tetap terbentuk yang memungkinkan untuk pengembangan unit pengolahan


limbah, sehingga usaha mereduksi limbah pada sumbernya tidak dilaksanakan

- Dalam pengolahan limbah didapat hasil samping berupa limbah padat (sludge)
ataupun gas yang bersifat polutan juga, sehingga seolah-olah hanya merubah bentuk
limbah cair menjadi padat yang dalam penanganannya memerlukan beaya lagi.

Kelemahan-kelemahan tersebut dapat diatasi dengan mengembangkan upaya preventif atau


pencegahan dengan menerapkan sistem produksi bersih (cleaner production), yaitu suatu
langkah preventif dan kuratif untuk mengurangi produksi limbah dan pencemaran lingkungan.
Upaya ini difokuskan pada alur proses produksi dari mulai penanganan bahan baku hingga
pemasaran produk dan penangannan limbah. Penekanan aktifitas dititik beratkan pada sumber
kegiatan proses produksi yang menghasilkan limbah.

Adapun prinsip dalam strategi produksi bersih antara lain :

- penghematan bahan baku, energi dan sumber daya lainnya seperti air

- minimalisasi limbah, baik limbah cair, padat maupun gas

- daur ulang (recycling)

- penggunaan kembali bahan yang masih dapat dipergunakan/reuse

- pengambilan kembali bahan yang masih bernilai dari bahan buangan/recovery

Definisi teknologi bersih menurut KLH adalah strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat
preventif, terpadu mulai dan diterapkan secara terus menerus pada setiap kegiatan dari hulu
kehilir yang terkauit dengan proses produksi, produk dan jasa untuk meningkatkan efisiensi
penggunaan sumber daya alam, mencegah terjadinya pencemaran lingkungan dan
mengurangi terbentuknya limbah pada sumber sehingga dapat meminimisasi resiko terhadap
kesehatan dan keselamatan manusia dankerusakan lingkungan.

Kebijakan nasional penerapan teknologi bersih dituangkan dalam lima prinsip pokok strategi
dalam 5 R yaitu :

- Rethink : upaya berpikir ulang bagi manajemen untuk memperbaiki semua proses produksi
agar efisien, aman bagi manusia dan lingkungannya.
- Reduction : Upaya untuk mengurangi limbah yang dihasilkan dari suatu kegiatan.

- Reuse : Upaya yang memungkinkan suatu limbah dapat digunakan kembali tanpa perlakuan
fisik, kimia ataupun biologi.

- Recycle : Upaya daur ulang limbah untuk memanfaatkan limbah dengan memprosesnya
kembali keproses semula

- Recovery : Upaya mengambil bahan yang masih mempunyai nilai ekonomi tinggi dari suatu
limbah kemudian dikembalikan dalam proses produksinya tanpa perlakuan
fisika, kimia, biologi.

Industri penyamakan kulit yang akrab lingkungan dapat diwujudkan dengan penerapan
teknologi yang mampu meminimisasi limbah tanpa mengurangi kualitas kulit yang dihasilkan.
Langkah sederhana yang dapat diterapkan dalam proses produksi bersih adalah dengan
pengaturan ketatalaksanaan rumah tangga yang baik (Good House Keeping), penghematan
penggunaan air dan bahan kimia, ataupun dengan mengganti dengan perbaikan
proses/modifikasi proses yang dapat meminimisasi produksi limbah.

a. Good house keeping

Penataan dan penempatan barang/bahan yang digunakan harus rapi dan teratur untuk
memudahkan pemakaian dan mengurangi kerusakan karena umur pakai, merupakan faktor
yang sangat penting dalam mencegah terjadinya pencemaran lingkungan baik yang
disebabkan oleh adanya pembusukan dari sisa-sisa kulit maupun oleh tumpahan bahan kimia
yang digunakan, disamping kebersihan tempat kerja dalam proses produksi juga harus rapi
dan teratur , diperkirakan bahwa kebersihan tempat kerja dapat mengurangi beban
pencemaran sampai 5 10 %.

b. Penghematan air dan bahan kimia

Industri penyamakan kulit merupakan industri yang menggunakan banyak jenis maupun
jumlah bahan kimia , penghematan panggunaan bahan kimia dapat dilakukan dengan
menggunakan bahan kimia yang high exhaustion, sehingga dengan penggunaan yang sedikit
tetap diperoleh hasil yang bermutu sama.

Proses penyamakan kulit merupakan suatu proses yang menggunakan air dalam jumlah yang
cukup besar/banyak, sebagai gambaran untuk menyamak 1 ton kulit mentah diperlukan 25
100 ton air ( 25.000 -100.000 l). Untuk menekan atau membatasi penggunaan air dapat
dilakukan diantaranya dengan cara :

1. Perngawasan pemakaian air

Tujuan pengawasan pemakaian air adalah untuk menghemat sumber air dan mengurangi
beaya pengolahan limbah. Pengawasan air yang digunakan dapat dilakukan dengan cara :
Mengikuti resep secara tepat, Memasang flow meter pada alat yang menggunakan air,
memperbaiki pipa atau kran yang bocor/rusak.

2. Pencucian sintem batch.


Pencucian sistem batch adalah suatu sistem pencucian kulit dalam drum dengan cara
mengalirkan air kedalam drum dengan jumlah/volume yang terukur dan drum diputar dalam
waktu tertentu/terukur. Bila pencucian selesai air dibuang dan lakukan sesuai kebutuhan.
Pencucian sistem ini akan menghemat pemakaian air sampai 50 %.

3. Daur ulang air limbah

Beberapa proses penyamakan kulit menghasilkan limbah cair yang masih relatif bersih dan
dapat didaur ulang untuk digunakan pada proses-proses yang kurang begitu kritis misalnya :

- air cucian sesudah bating , neutralisasi dan pencucian lain dapat didaur ulang untuk
proses perendaman/dirt soaking.

- Air cucian pengapuran dapat digunakan untuk proses pengapuran lagi.

- Air bekas pikel dan tanning dapat digunakan untuk perendaman, pikling atau
tanning.

Pada recycling dengan air pencucian terakhir dari proses pengapuran untuk dirt soaking
diperoleh keuntungan lain yaitu sisa alkalinitas air cucian tersebut akan mempercepat
proses dirt soaking.

c. Perbaikan proses/modifikasi proses.

Perbaikan/modifikasi proses dapat dilakukan pada proses-proses tertentu yang berpotensi


menghasilkan limbah berbahaya ataupun pada seluruh alur proses sebagai berikut :

1. Proses Perendaman

Proses perendaman merupakan proses awal penyamakan kulit dengan tujuan untuk :

- Mengembalikan kandungan air dalam kulit yang hilang selama proses pengawetan
dan penyimpanan.

- Mengembalikan kulit dalam kondisi seperti kulit segar

- Menghilangkan kotoran tanah, pasir, darah dan kotoran hewan dari kulit mentahnya

- Menghilangkan bahan pengawet dan bahan antiseptik yang diberikan dalam


pengawetan kulit

- Menghilangkan protein terlarut.

Limbah yang dihasilkan dari proses perendaman adalah garam pengawet,sisa darah,
kotoran, disinfektan dan surfactan ataupun deterjen. Proses perendaman menggunakan
teknologi bersih dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

- Penghilangan garam pengawet (desalting) sebelum proses perendaman dapat


dilakukan secara manual maupun mekanik akan mengurangi berat sekitar 8 % dari
berat kulit mentahnya sehingga penggunaan air dan bahan kimia juga berkurang.
Desaling sebelum soaking ini akan dapat menurunkan total padatan terlarut sekitar
30-40 %, yaitu menjadi sekitar 1500-2500 mg/l dari sekitar 3000-7000 mg/l untuk
tanpa desaling.

- Penggunaan enzim untuk proses soaking dapat mengurangi beban pencemaran


mengingat enzim merupakan bahan yang biodegradable.

- Penggunaan kembali air bekas perendaman dapat menghemat air proses sekitar 40-
50 %, biasanya digunakan air soaking ke II dan ke III untuk soaking I dan soaking II,
sedangkan air bekas soaking I langsung dibuang ke Unit Pengolahan Air Limbah
(UPAL).

2. Proses Pengapuran.

Proses pengapuran ini dinegara lain lebih dikenal dengan proses unhairing, karena perubahan
yang tampak setelah proses ini adalah kulit menjadi tidak berbulu, factor utama yang
berpengaruh dalam proses liming adalah temperature, jika temperatur tinggi maka kapur akan
sulit larut, temperature tinggi ini dikarenakan adanya putaran drum yang terlalu lama pada
proses pengapuran menggunakan drum. Factor lain adalah adanya bagian kulit yang tidak
terendam air akan mengakibatkan terjadinya noda pada kulit karena akan terjadi lime blast yaitu
kapur didalam kulit bereaksi dengan udara menjadi endapan CaCO3 yang mengeras didalam kulit.

Tujuan dari proses pengapuran adalah :

- menghilangkan epidermis dan bulu

- menghilangkan kelenjar-kelenjar keringat dan lemak

- menghilangkan zat-zat kulit yang tidak diperlukan

- menghilangkan atau mempermudah melepasnya lapisan subkutis dari kutisnya.

Pada proses liming/pengapuran biasanya menggunakan kapur, Na2S, NaSH beberapa garam
amine seperti dimetil amin, enzime dan lain-lain serta bahan pembantu mempercepat
pembengkakan kulit seperti NaOH, Na2CO3 ataupun ammonia. Sedangkan peralatan yang
digunakan dapat berupa bak, drum maupun paddle tergantung metode yang digunakan.

Limbah yang dihasilkan adalah rontokan bulu, sulfida (S=), kapur, bahan organik. Untuk menekan
limbah yang digunakan biasanya menggunakan teknologi sebagai berikut :

- Menggunakan cairan bekas proses pengapuran dapat dilakukan setelah dilakukan


proses penyaringan untuk memisahkan rontokan bulu dan kotoran lainnya, kemudian
ditambahkan air dan bahan kimia sesuai kebutuhan, baru digunakan untuk proses
buang bulu. Proses ini dapat mengurangi penggunaan kapur sekitar 93 % ( 41 kg/ton
kulit menjadi 28 kg/ton) dan mengurangi limbah sulfida sekitar 70 % ( dari 24 kg
menjadi 7 kg/ton kulit)
- Pemanfaatan enzim proteolitik sebagai bahan buang bulu akan dapat menggantikan
penggunaan Na2S dan dapat menurunkan Chemical Oxygen Demand (COD) 23-50 %
dan Biological Oxygen Demand (BOD) hingga 60 %

- Penghilangan bulu dengan cara painting dapat memudahkan penanganan limbahnya


dan mengurangi limbah sulfida dalam UPAL.

3. Deliming

Proses deliming atau buang kapur bertujuan untuk :

- Mengurangi kebengkakan kulit karena proses pengapuran.

- Menghilangkan kapur ataupun alkali yang ditambahkan pada proses pengapuran

- Menurunkan pH sehingga sesuai dengan pH optimum dari enzim yang digunakan


pada saat proses bating.

Kapur atapun alkali ada yang terikat maupun yang bebas didalam kulit, kapur/alkali
bebas dapat dihilangkan dengan proses pencucian, sedangkan kapur/alkali yang terikat
dapat dihilangkan dengan bahan kimia yang ditambahkan pada proses deliming. Cara
proses teknologi bersih yang dapat dilakukan pada proses deliming adalah :

- Menggunakan bahan bebas amonium dapat dilakukan untuk mengurangi beban


polusi NH3-N dan SO4= , biasanya menggunakan produk komersial yang berdasarkan
pada asam organik dan asam anorganik (asam laktat, asam sitrat, asam klorida dan
lain-lain) bisa juga ester dari asam karboksilat. Dengan cara ini kandungan beban
pencemar NH3-N dan SO4= akan turun dengan kulit yang dihasilkan lebih putih.

- Deliming menggunakan CO2 dapat mengurangi polusi oleh gas amonia,


menurunkan beban pencemar amonia dan nitrogen pada limbah cair. Kelarutan CO2
dipengaruhi oleh suhu dan tekanan, pada suhu rendah dan tekanan tinggi kelarutan
CO2 sangat besar, jika penambahan volume CO2 cukup selama proses deliming maka
CO2 akan bereaksi dengan kapur (Ca(OH)2) menjadi Ca(HCO3)2 yang larut sehingga
dapat dicuci, pH akhir dari proses ini adalah sekitar 6 -7.

4. Pengikisan Protein (Bating)

Proses ini baiasanya dilakukan secara enzimatis menggunakan enzyme protease baik yang
berasal dari hewan, tumbuhan maupun mikroorganisme yang telah diproduksi dan
dipatenkan oleh pabrik bahan kimia. Pengikisan protein dilakukan untuk menghilangkan
protein non serat. Disamping itu pengikisan protein bartujuan untuk :

- menghilangkan pigmen kulit

- menghilangkan sisa lemak yang tidak tersabunkan

- menghilangkan daya perasa kulit agar tidak mudak berkontraksi


- menghilangkan sisa kapur yang mungkin masih tertinggal

- menghilangkan zat-zat kulit yang tidak diperlukan seperti keratin, proteoglikan, elastin dll.

Faktor yang berpengaruh pada proses bating adalah :

a. Temperatur : suhu yang terlalu tinggi dapat mempercepat pemecahan atau perusakan
enzyme, sebaliknya semakin tinggi temperature (sampai batas
tertentu) semakin aktif enzim tersebut.

b. pH : Biasanya enzim mempunyai daerah kerja (kisaran pH) yang disebut pH optimum
yang umumnya antara 4 8 tergantung dari enzim tersebut termasuk
golongan apa.

c. Garam : Kadar elektrolit yang tinggi umumnya akan mempengaruhi kelarutan protein,
biasanya garam dari ammonium sulfat sering digunakan untuk
fraksinasi dan isolasi enzim, karena sifat kelarutannya dalam air tinggi
dan tidak mengganggu bentuk dan fungsi enzim.

Proses bating ini akan menghasilkan limbah berupa bahan organik, NH3-N, untuk
mengurangi pencemaran bahan tersebut biasanya bahan bating yang digunakan hanya dari
bahan aktifnya saja (enzime proteolitik) tanpa buffer dari garam amonium. Dengan cara ini
kandungan beban pencemar NH3-N turun sekitar 40-70 % dengan kulit tampak lebih putih.

5. Penghilangan lemak (degreasing)

Lemak alami kulit harus dihilangkan karena :

- Lemak dapat menghalangi membukanya kolagen dan masuknya bahan kimia kedalam kulit

- Lemak bereaksi dengan garam krom membentuk sabun-Cr dan akan terbentuk gemuk
(grease) selama penyamakan dan retanning.

- Lemak dapat bercampur dengan cat dasar menyebabkan noda warna gelap pada kulit
krasnya.

- Lemak akan mengurangi daya adesi larutan finishing sehingga sulit menempel ataupun tidak
rata cat tutupnya.

Metode degreasing dapat dilakukan secara saponifikasi, emulsifying, hidrolisa


maupun pelarutan lemak dengan solven.

- Saponifikasi biasanya menggunakan alkali, sehingga lemak akan terhidrolisa menjadi


gliserin dan asam lemak, lalu asam lemak akan tersabunkan. Cara ini murah akan tetapi
hanya lemak permukaan yang tersabunkan, sedang bagian dalam tidak, di upal akan timbul
busa.
- Emulsifying adalah menggunakan surfaktan untuk mengemulsikan lemak sehingga
teremulsi kedalam air, biasanya digunakan hydrophilik surfaktan untuk mendispersikan
lemak ini.

- Hidrolisa menggunakan enzime lipase yang akan menghidrolisa lemak menjadi gliserin dan
asam lemak sehingga dapat dicuci keluar dari kulit.

- Penggunaan solven untuk melarutkan lemak juga dapat digunakan, metode ini hasilnya
sangat baik akan tetapi sangat mahal dan sangat polutan pada limbahnya.

Untuk mengurangi beban pencemar pada proses degreasing biasanya digunakan nonionik
surfaktan pada proses degreasing karena biodegradabel, misalnya NPE (Nonyl Phenol Oxide)
yang dalam air akan terdegradasi menjadi nonyl phenol dan molekul lain dengan rantai
pendek. Degreasing dapat juga menggunakan lipase ataupun Biosurfaktan yang ramah
lingkungan.

5. Pengasaman.

- Proses pengasaman biasanya menggunakan garam dapur sebagai buffer untuk


mencegah kebengkakan kulit, akibatnya beban garam dalam limbah tinggi, untuk itu
dapat dilakukan proses pengasaman tanpa garam yaitu menggunakan asam yang
tidak menyebabkan kebengkakan kulit. Seperti asam sulfonat organik, asam naftalene
sulfon dan asam hidroksi aromatik adalah merupakan asam yang umum dipakai pada
proses pengasaman tanpa garam.

Anda mungkin juga menyukai