Anda di halaman 1dari 37

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang.

Industri penyamakan kulit adalah industri yang mengolah kulit

mentah menjadi kulit jadi. Industri penyamakan kulit merupakan salah

satu industri yang didorong perkembangannya sebagai penghasil devisa

non migas. Potensi penyamakan kulit di Indonesia pada tahun 1994 terdiri

dari 586 jumlah perusahaan ang terdiri dari industri kecil sebesar 489 unit

dan industri menengah sebesar 8 unit, dengan kapasitas produksi sebesar

70,994 ton ( Dirjen industri aneka 1995).

Pada Pelita VI Industri kulit dan produk kulit mempunyai investasi

sebesar 3,746 milyar rupiah dengan penyerapan tenaga kerja 51,399 orang

dengan jumlah Produksi 19,122 milyar rupiah dengan nilai ekspor US

7,354 juta.

Industri Penyamakan kulit sebagai salah satu Industri yang proses

limbah yang masih sering dipermasalahkan, dan mempunyai konsekwen

untuk dapat mencemari lingkungan yang ada disekitarnya baik melalui air,

tanah dan udara. Salah satu contoh kasus terjadinya pencemaran

lingkungan yang disebabkan oleh limbah Industri Kulit yang ada di Garut.

Limbah industri penyamakan kulit di Sungkareng, Kabupaten

Garut, Jawa Barat mencemari lingkungan sejak tahun 1920.PemKab

Kabupaten Garut terus berupaya menekan sekecil mungkin tingkat

pencemaran limbah itu, terutama pencemaran di Sungai Cigulampeng dan

Sungai Ciwalen, yang dapt menyebabkan rasa gatal pada kulit manusia,
disamping itu limbah yang dihasilkan menimbulkan bau yang kurang

sedap dan sangat menyengat

hidung. ( http://www.suarapembaharuan.com.News2004/05/26).

Kasus pencemaran juga terjadi di Sungai Siak Pekanbaru, dimana

terlihat dari tingkat Biologial Oxigen Demand (BOD) maupun Chemical

Oxigen Demandnya (COD) yang amat tinggi. Bila di konversi dalam

hitungan pertahun tingakat BOD-nya mencapai 8.021 ton . Parameter

BOD adalah kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk membusukkan

partikel- partikel organik yang ada di sungai bersangkutan. Adapun tingkat

COD bila di konversi mencapai 18.291 ton pertahun. Pada saat yang

sama sungai yang memiliki rata- rata kedalaman 29 meter tersebut

dibebani oleh limbah lemak yang mencapai 56 ton setiap tahunnya..

Parameter COD adalah kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk

mengoksidasi partikel- partikel non- organik.

Akibar buangan limbah industri yang mencemari Sungai Siak,

tercatat 103 jenis ikan terancam kelestariannya karena spesies- spesies

ikan tersebut sangat sensitif terhadap pencemaran limbah, terutama limbah

kimia.
Peraturan Pemerintah No 82 tahun 2001 tentang pengendalian

Pencemaran Lingkungan, menjelaskan bahwa tidak diperkenangkan

membuang limbah cair kedalam tanah kecuali mendapat izin dari mentri

terkait dan berdasarkan hasil penelitian. Olehnya itu diharapkan bahwa

setiap kegiatan industri yang mengeluarkan limbah harus dilengkapi

dengan instalasi pengolahan air limbah, dengan harapan untuk menekan

dampak yang terjadi, sehingga kelestarian lingkungan dapat teratasi.

Tujuan.

1. Untuk mengetahui sumber dan karateristik limbah cair industri

penyamakan kulit.

2. Untuk mengetahui proses pengolahan limbeh cair pada Industri

Penyamatan kulit.

3. Untuk mengetahui dampak kesehatan yang ditimbulkan dari industri

penyamakan kulit terhadap kesehatan manusia.

4. Untuk mengetahui tekhnik pengendalian pencemaran industri kulit.


BAB II
TINAJUAN PUSTAKA

1. Proses Produksi Industri Penyamakan kulit.


Industri penyamatan kulit adalah industri yang mengolah kulit

mentah (hides atau skins) menjadi kulit jadi atau kulit tersamak (leather)

dengan menggunakan bahan penyamak. Pada proses penyamakan, semua

bagian kulit mentah yang bukan colagen saja yang dapat mengadakan

reaksi dengan zat penyamak.Kulit jadi sangat berbeda dengan kulit mentah

dalam sifat organoleptis, fisis, maupun kimiawi.

Dalam Industri penyamatan kulit, ada tiga pokok tahapan

penyamatan kulit,yaitu:

1. Proses Pengerjaan basah. (beam house).

2. Proses Penyamakan (tanning).

3. Penyelesaian akhir (Finishing).

Masing- masing tahapan ini terdiri dari beberapa macam proses,

setiap proses memerlukan tambahan bahan kimia dan pada umumnya

memerlukan banyak air, tergantung jenis kulit mentah yang dignakan serta

jenis kulit jadi yang dikehendaki.

Secara prinsip, ditinjau dari bahan penyamak yang digunakan,

maka ada beberapa macam penyamakan yaitu:

a. Penyamakan Nabati.

Penyamakan dengan bahan penyamakan nabati yang berasal dari

tumbuhan yang mengandung bahan penyamak misalnya kulit akasia,

sagawe , tengguli, mahoni, dan kayu quebracho, eiken, gambir, the,


buah pinang, manggis, dll. Kulit jadi yang dihasilkan misalnya kulit tas

koper, kulit sol, kulit pelana kuda, kulit ban mesin, kulit sabuk dll.

b. Penyamakan mineral.

Penyamak dengan bahan penyamak mineral , misalnya bahan

penyamak krom. Kulit yang dihasilkan misalnya kulit boks, kulit jaket,

kulit glase, kulit suede, dll. Disamping itu ada pula bahan penyamak

aluminium yang biasanya untuk menghasilkan kulit berwarna putih (

misalnya kulit shuttle cock).

c. Penyamakan minyak.

Penyamak dengan bahan penyamak yang berasal dari minyak ikan hiu

atau ikan lain, biasanya disebut minyak kasar. Kulit yang dihasilkan

misalnya: kulit berbulu tersamak, kulit chamois ( kulit untuk lap kaca)

dll.

Dalam prakteknya untuk mendapatkan sifat fisis tertentu yang lebih

baik, misalnya tahan gosok, tahan terhadap keringat dan basah, tahan

bengkuk, dll, biasanya dilakukan dengan cara kombinasi.

Ada kalanya suatu pabrik penyamkan kulit hanya melaksanakan

proses basah saja, proses penyamakan saja, proses penyelesaian akhir atau

melakukan 2 tahapan atau ketiga- tiganya sekaligus.


Secara Garis Besar Bagab Tahapan Proses Industri Penyamakan

Kulit Sbb:

1. Tahapan Proses Pengerjaan Basah. ( Beam House).


Urutan proses pada tahap proses basah beserta bahan kimia yang

ditambahkan dan limbah yang dikeluarkan dapat dilihat pada bagan 2

berikut ini.

a. Perendaman ( Soaking).

Maksud perendaman ini adalah untuk mengembalikan sifat-

sifat kulit mentah menjadi seperti semula, lemas, lunak dan

sebagainya. Kulit mentah kering setelah ditimbang, kemudian

direndam dalam 800- 1000 % air yang mengandung 1 gram/ liter obat

pembasah dan antiseptic, misalnya tepol, molescal, cysmolan dan

sebagainya selama 1- 2 hari. Kulit dikerok pada bagian dalam

kemudian diputar dengan drum tanpa air selama 1/ 5 jam, agar serat

kulit menjadi longgar sehingga mudah dimasuki air dan kulit lekas

menjadi basah kembali. Pekerjaan perendaman diangap cukup apabila

kulit menjadi lemas, lunak, tidak memberikan perlawanan dalam

pegangan atau bila berat kulit telah menjadi 220- 250% dari berat kulit

mentah kering, yang berarti kadar airnya mendekati kulit segar (60-65

%). Pada proses perendaman ini, penyebab pencemarannya ialah sisa

desinfektan dan kotoran- kotoran yang berasal dari kulit.


b. Pengapuran ( Liming).
Maksud proses pengapuran ialah untuk.

1) Menghilangkan epidermis dan bulu.

2) Menghilangkan kelenjar keringat dan kelenjar lemak.

3) Menghilangkan semua zat-zat yang bukan collagen yang

aktif menghadapi zat-zat penyamak.

Cara mengerjakan pengapuran, kulit direndam dalam larutan yang

terdiri dari 300-400 % air (semua dihitung dari berat kulit setelah

direndam), 6-10 % Kapur Tohor Ca (OH)2, 3-6 % Natrium Sulphida

(Na2S). Perendaman ini memakan waktu 2-3 hari.

Dalam proses pengapuran ini mengakibatkan pencemaran yaitu

sisa- sisa Ca (OH)2, Na2S, zat-zat kulit yang larut, dan bulu yang

terepas.

c. Pembelahan ( Splitting).

Untuk pembuatan kulit atasan dari kulit mentah yang tebal

(kerbau-sapi) kulit harus ditipiskan menurut tebal yang dikehendaki

dengan jalan membelah kulit tersebut menjadi beberapa lembaran dan

dikerjakan dengan mesin belah ( Splinting Machine). Belahan kulit

yang teratas disebut bagian rajah (nerf), digunakan untuk kulit atasan

yang terbaik. Belahan kulit dibawahnya disebut split, yang dapat pula

digunakan sebagai kulit atasan, dengan diberi nerf palsu secara dicetak

dengan mesin press (Emboshing machine), pada tahap penyelesaian

akhir.
Selain itu kulit split juga dapat digunakan untuk kulit sol

dalam, krupuk kulit, lem kayu dll. Untuk pembuatan kulit sol, tidak

dikerjakan proses pembelahan karena diperlukan seluruh tebal kulit.

d. Pembuangan Kapur ( Deliming).

Oleh karena semua proses penyamakan dapat dikatakan berlangsung

dalam lingkungan asam maka kapur didalam kulit harus dibersihkan

sama sekali. Kapur yang masih ketinggalan akan mengganggu proses-

proses penyamakan. Misalnya :

1) Untuk kulit yang disamak nabati, kapur akan bereaksi dengan zat

penyamak menjadi Kalsium Tannat yang berwarna gelap dan keras

mengakibatkan kulit mudah pecah.

2) Untuk kulit yang akan disamak krom, bahkan kemungkinan akan

menimbulkan pengendapan Krom Hidroksida yang sangat

merugikan.

Pembuangan kapur akan mempergunakan asam atau garam asm,

misalnya H2SO4, HCOOH, (NH4)2SO4, Dekaltal dll.


e. Pengikisan Protein ( Bating).

Proses ini menggunakan enzim protese untuk melanjutkan

pembuangan semua zat- zat bukan collagen yang belum terhilangkan

dalam proses pengapuran antara lain:

1) Sisa- sisa akar bulu dan pigment.

2) Sisa- sisa lemak yang tak tersabunkan.

3) Sedikit atau banyak zat- zat kulit yang tidak diperlukan artinya

untuk kulit atasan yang lebih lemas membutuhkan waktu proses

bating yang lebih lama.

4) Sisa kapur yang masih ketingglan.

f. Pengasaman (Pickling).

Proses ini dikerjakan untuk kulit samak dan krom atau kulit

samak sintetis dan tidak dikerjakan untuk kulit samak nabati atau kulit

samak minyak. Maksud proses pengasaman untuk mengasamkan kulit

pada pH 3- 3,5 tetapi kulit kulit dalam keadaan tidak bengkak, agar

kulit dapat menyesuaikan dengan pH bahan penyamak yang akan

dipakai nanti.

Selain itu pengasaman juga berguna untuk:

1) Menghilangkan sisa kapur yang masih tertinggal.

2) Menghilangkan noda- noda besi yang diakibatkan oleh Na2gS,

dalam pengapuran agar kulit menjadi putih bersih.


2. Tahapan Proses Penyamakan ( Tanning).
Proses penyamakan dimulai dari kulit pikel untuk kulit yang akan

disamakkrom dan sintan, sedangkan untuk kulit yang akan disamak nabati

dan disamak minyak tidak melalui proses pickling ( pengasaman).

Bagan proses penyamakan dapat dilihat sbb:

Fungsi masing-masing proses sbb:

a. Penyamakan.

Pada tahap penyamakan ini ada beberapa cara yang bisa

dilakukan, yakni:

1) Cara Penyamakan dengan Bahan Penyamakan Nabati.

a). Cara Counter Current

Kulit direndam dalam bak penyamakan yang berisis

larutan ekstrak nabati + 0,50. Be selama 2 hari, kemudian

kepekatan cairan penyamakan dinaikkan secara bertahap

sampai kulit menjadi masak yaitu 3- 4 0Be untuk kulit yang

tipis seperti kulit lapis, kulit tas, kuli pakaian kuda, dll sedang

untuk kulit- kulit yang tebal seperti kulit sol, ban mesin dll a

pada kepekatan 6-8 0 be. Untuk kulit sol yang keras dan baik

biasanya setelah kulit tersanak masak dengan larutan ekstrak,

penyamakan masih dilanjutkan lagi dengan cara kulit ditanam

dalam babakan dan diberi larutan ekstrak pekat selama 2-5

minggu.
b). Sistem samak cepat.

Didahului dengan penyamakan awal menggunakan 200%

air, 3% ekstrak mimosa (Sintan) putar dalam drum selam 4

jam. Putar terus tambahkan zat peyamak hingga masak

diamkan 1 malam dalam drum.

2). Cara Penyamakan dengan Bahan Penyamakan Mineral.

a). Menggunakan bahan penyamak krom

Zat penyamak krom yang biasa digunakan adalah

bentuk kromium sulphat basa. Basisitas dari garam krom dalam

larutan menunjukkan berapa banyak total velensi kroom diikat

oleh hidriksil sangat penting dalam penyamakan kulit. Pada

basisitas total antara 0-33,33%, molekul krom terdispersi dalam

ukuran partikel yang kecil ( partikel optimun untuk

penyamakan). Zat penyamak komersial yang paling banyak

digunakan memunyai basisitas 33,33%. Jika zat penyamak

krom ini ingin difiksasikan didalam substansi kulit, maka

basisitas dari cairan krom harus dinaikkan sehingga

mengakibatkan bertambah besarnya ukuran partikel zat

penyamak krom. Dalam penyamakan diperlukan 2,5- 3,0%

Cr2O3 hanya 25 %, maka dalam pemakainnya diperlukan

100/25 x 2,5 % Cromosol B= 10% Cromosol B.


Obat ini dilautkan dengan 2-3 kali cair, dan direndam

selama 1 malam. Kulit yang telah diasamkan diputar dalam

drum dengan 80- 100%air, 3-4 % garam dapur (NaCl), selma

10-15 menit kemudian bahan penyamak krom dimasukkan sbb:

– 1/3 bagian dengan basisitas 33,3 % putar selama 1 jam.

– 1/3 bagian dengan basisitas 40-45 % putar selama 1

jam.

-1/3 bagian dengan basisitas 50 % putar selama 3 jam

b). Cara penyamakan dengan bahan penyamak aluminium

(tawas putih).

Kulit yang telah diasamkan diputar dengan:

– 40- 50 % air.

– 10% tawas putih.

– 1- 2% garam, putar selama 2-3 jam lu ditumpuk selam 1

malam.

– Esok harinya kulit diputar lagi selama ½ – 1 jam, lalu

gigantung dan dikeringkan pada udara yang

lembabselama 2-3 hari. Kulit diregang dengan tangan

atau mesin sampai cukup lemas.


3). Cara Penyamakan dengan Bahan Penyamakan Minyak.

Kulit yang akan dimasak minyak biasanya telah disamak

pendahuluan dengan formalin. Kulit dicuci untuk

menghilangkan kelebihan formalin kemudian dierah unuk

mengurangi airnya, diputar dengan 20-30 % minyak ikan,

selama 2-3 jam, tumpuk 1 malam selanjutnya digantung dan

diangin- anginkan selam 7-10 hari.

Tanda-tanda kulit yang masak kulit bila ditarikmudah

mulur dan bkas tarikan kelihatan putih. Kulit yang telah masak

dicuci dengan larutan Na2CO3 1%.

B. Pengetaman (Shaving).

Kulit yang telah masak ditumpuk selama 1-2 hari

kemudian diperah dengan mesin atau tangan untuk

menghilangkan sebagian besar airnya, lalu diketam dengan

mesin ketam pada bagian daging guna mengatur tebal kulit agar

rata. Kulit ditimbang guna menentukan jumlah khemikalia yang

akan diperlukan untuk proses- proses selanjutnya, selanutnya

dicuci dengan air mengalir ½ jam.


c. PEMUCATAN ( Bleaching).

Hanya dikerjakan untuk kulit samak nabati dan biasanya

digunakan asam- asam organik dengan tujuan:

1) Menghilangkan lek- flek bsi dari mesin ketam.

2) Menurunkan pH kulit yang berarti memudahkan warna klit.

Cara mengerjakan proses pemucatan, kulit diputar

dengan 150-2005 air hangat (36- 40 0C ). 0,5-1,0 % asam oksalat

selama ½- 1 jam.

D. Penetralan ( Neutralizing).
Hanya dikerjakan untuk kulit samak krom. Kulit samak

krom dilingkungannya sangat asam ( pH 3-4) maka kulit perlu

dinetralkan kembali agar tidak mengganggu dalam proses

selanjutnya. Penetralan biasanya mempergunakan garam alkali

misalnya NaHCO3, Neutrigan dll.

Cara melakukan penetralan, kulit diputar dengan 200%

air hangat 40-600C. 1-2 % NaHCO3 atau Neutrigan. Putar

selama ½- 1 jam.Penetralan dianggap cukup bila ½- ¼

penampang kulit bagian tengah berwarna kunung terhadap

Bromo Cresol Green (BCG) indikator, sedangkan kulit bagian

tepi berwarna biru. Kulit kemudian dicuci kembali.


E. Pengecetan Dasar ( Dyeing).
Tujuan pengecetan dasar ialah untuk memnberikan warna

dasar pada kulit agar pemakaian cat tutup nantinya tidak terlalu

tebal sehingga cat tidak mudah pecah.

Cat dasar yang dipakai untuk kulit ada 3 macam:

1). Cat direct, untuk kulit samak krom.

2). Cat asam, untuk kulit samak krom dan nabati.

3). Cat basa, untuk kulit samak nabati.

F. Peminyakan (Fat Liguoring).


Tujuan proses peminyakan pada kulit antara lain sebagai

berikut:

1). Untuk pelumas serat- serat kulit ag kulit menjadi tahan tarik

dan tahan

getar.

2). Menjaga serat kulit agar tidak lengket satu dengan yang

lainnya.

3). Membuat kulit tahan air.

Cara mengerjakan peminyakan, kulit setelah dicat dasar,

diputar selama ½ – 1jam dengan 150 %- 200% air 40- 60 0C, 4-

15% emulsi minyak. Ditambahkan 0,2- 0,5 % asam formiat

untuk memecahkan emulsi minyak. Minyak akan tertinggal

dalam kulit dan airnya dibuang. Kulit ditumpuk pada kuda- kuda

selama 1 malam.
G. Pelumasan ( Oiling).

Pelumasan hanya dikerjakan untuk kulit sol samak

nabati. Tujuan pelumasan ialah untuk menjaga agar bahan

penyamak tidak keluar kepermukaan kulit sebelum kulit menjadi

kering, yang berakibat kulit menjadi gelap warnanya dan mudah

pecah nerfnya bila ditekuk..

Cara pelumasan, kulit sol sebagian airnya diperah

kemudian kulit diulas dengan campuran:

1). 1 bagian minyak parafine.

2). 1 bagian minyak sulfonir.

3). 3 bagian air.

Kulit diulas tipis tetapi rata kedua permukaannya,

kemudian dikeringkan.

H. Pengeringan.

Kulit yang diperah airnya dengan mesin atau tangan

kemudian dikeringkan. Proses ini bertujuan untuk

menghentikan semua reaksi kimia didalam kulit. Kadar air

pada kulit menjadi 3-14%.


I. Kelembaban.
Kulit setelah dikeringkan dibiarkan 1-3 hari pada udara

biasa agar kulit menyesuaikan dengan kelembaban udara

sekitarnya. Kulit kemudian dilembabkan dengan ditanam

dalam serbuk kayu yang mengandung air 50- 55 % selama 1

malam, Kulit akan mengambil air dan menjadi basah dengan

merata. Kulit kemudian dikeluarkan dan dibersihkan

serbuknya.

J. Peregangan Dan Pementangan.


Kulit diregang dengan tangan atau mesin regang.

Tujuan peregangan ini ialah untuk menarik kulit sampai

mendekati batas kemulurannya, agar jika dibuat barang

kerajinan tidak terlalu mulur, tidak merubah bentuk ukuran.

Setelah diregang sampai lemas kulit kemudian dipentang dan

setelah kering kulit dilepas dari pentangnya, digunting

dibagian tepinya sampai lubang-lubang dan keriput-

keriputnya hilang.

3. Tahapan Penyelesaian Akhir ( Finishing).


Penyelesaian akhir bertujuan untuk memperindah

penampilan kulit jadinya, memperkuat warna dasar kulit,

mengkilapkan, menghaluskan penampakan rajah kulit serta

menutup cacat-cacat atau warna cat dasar yang tidak rata.


BAB III
PEMBAHASAN

A. SUMBER DAN KARAKTERISTIK LIMBAH INDUSTRI


PENYAMAKAN KULIT.
1. Sumber dan Karakteristik Limbah cair.

Menurut David Winter 1984, penggunaan air untuk proses

penyamakan kulit dari tahun ke tahun ada kecenderungan semakin

menurun. Dijelaskan pada tahun 1962 pemakaian air 103 l/ kg tahun 1975

sebanyak 71 l/kg tahun 1977 turun menjadi 40 l/kg kulit yang diproses.

David Winter 1984 dan Clonvero 1987 cenderung memilih penggunaan air

untuk proses ini sebanyak 45 l/kg kulit yang diproses.

Di Indonesia sampai saat ini belum ada penelitian khusus tentang

penggunaan air untuk tiap 25 kg kulit namun berdasarkan pengamatan

pemakaian air berukuran antara 30-70 l/kg kulit mentah.

Tabel I
Macam Proses Pemakaian air l/kg kulit mentah
Kulit besar (hide) samak krom. 30- 50
Kulit besar (hide) samak nabati. 20- 40
Kulitkecil (skin) 30- 60
Kulit kecil (skin) berbulu tersamak 50- 100
Kisaran Pemakaian Air pada Proses Penyamakan Kulit.
Sumber data: Clanfero 1993
Dilihat dari asal bahan pencemar, maka sumber dan sifat air limbah

industri penyamakan kulit dapat dibedakan pertahapan proses sbb:

1. Perendaman ( Soaking).

Air limbah soaking mengandung sisa daging, darah, bulu,

garam, mineral, debu, dan kotoran lain atau bahkan bakteri antrax. Pada

proses perendaman air limbah cairnya berbau busuk, kotor, dengan

kandungan suspended solid 0,05- 0,1 %. Menurut ESCAP

1982, volume limbah soaking berkisar antara 2,5- 4 l/kg kulit, pH 7,5-

8. Total Solid 8.000- 28.000 mg/l. Suspended Solid 2.500- 4.00 mg/l.

Selain itu UNEP 1991 menambahkan bahwa air limbah soaking juga

mengandung garam dan bahan organic lain yang akan mempengaruhi

BOD,COD,SS.

2. Buang bulu dan pengapuran ( Unhairing dan liming).

Air pada proses ini berwarna putih kehijauan dan kotor, berbau

menyengat, pH air limbah pada proses ini berkisar antara 9-10,

mengandung kalsium , natrium, sulfide, albunin, bulu sisa daging, dan

lemak. Suspended solid 36%. Menurut CTTE 1979, ESCAP 1982, bahwa

air limbah pada proses unhairing mengandung total solid 16.000-45.000

mg/l, suspended solid 4.500-6.500 mg/l. BOD 1.100-2.500 mg/l, pH

berkisar 10-12.5. Dampak yang ditimbulkan akibat buangan dalam proses

tersebut adalah bahwa air limbah berpengaruh tehadap air, tanah, dan

udara.
Pengaruh terhadap air terutama pada BOD, COD,SS, alkalinitas,

sulphida, N-Organik, N- ammonia. Adanya gs H2S pada pencemaran ini

menyebabkan terjadinya pencemaran udara.

3. Air limbah buanagan kapur ( Deliming).

Air limbah pada proses deliming mempunyai beban polutan yang

lebih kecil dibanding dengan unhairing dan liming. Menurut CTTE

1979,ESCAP 1982, air limbah pada proses tersebut mempunyai pH 3-9,

total solid 1.200- 12.000 mg/l, suspended solid 200- 1.200 mg/l dan BOD

1.000- 2.000 mg/l. UNEP menambahkan bahwa air limbah tersebut akan

menyebabkan pencemaran air berupa BOD,COD, DS, dan N- ammonia.

Kemudian adanya ammonia akan menimbulkan pencemaran udara.

4. Air limbah pengikisan Protein (Degreasing).


Pada proses ini air limbah yang dihasilkan pencemaran air yang

ditunjukkan dengan tingginya nilai COD,BOD,DS dan lemak. (UNEP

1991).

5. Air limbah Pikel ( Pickling) dan Krom ( Tanning).

Air limbah dari proses ini akan mengandung bahan protein, sisa

garam, sejumlah kecil mineral dan crome velensi 3 yang apabila

tercampur dengan alkali akan terbentuk chrome hidroksida, pH berkisar

antara 3,5-4, suspendid solid 0,01-0,02 % ( Koziowroski dan Kucharski

1972). Sedangkan CTTE 1979, ESCAP 1982, membedakan antara air

limbah partikel dengan penyamakan chorome sbb:


1). Air limbah pikel volume 2-3 l/kg kulit, pH 2,9-4, total solid 1.6000-

45.000 mg/l, suspended solid 16.000- 45.000 mg/l, dan BOD 800-

2.2000 mg/l.

2). Air lmbah samak chrome, volume 4-5 l/kg, pH 2,6-3,2, total solid

2.400- 12.000 mg/l, suspended solid 300-1.000 mg/ l dan BOD 800-

1.200 mg/l.

3). Selain yang tersebut diatas UNEP menambahkan bahwa air limbah

pikel dan krom akan menimbulkan pencemaran air berupa BOD, COD,

SS, DS,, asam garam krom, dan sisa samak nabati.

6. Air limbah Gabungan Termasuk Pencucian.

Pada buangan air limbah gabungan ini ESCAP menjelaskan untuk

volume air 30-35 l/kg, pH berkisar antara 7.5-10, total solid 10- 25 mg/l,

suspended solid 1.250- 6.000 mg/l dan BOD 2.000- 3.000 mg/l.

Untuk lebih jelasnya beban pencemaran air limbah penyamatan

kulit dari beberapa tahapan proses dapat dilihat pada table berikut ini.

Tabel 2
Beban Pencemaran air limbah penyamakan kulit

Parameter. COD BOD S CR N.NH3 Lemak TSS


Jenis air Limbah (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l) pH
Soaking
Pengapuran
Buang bulu 40.576,48 17.000 991.1. 0 207.68 944 31.204 12
Pikel 10.964.64 3.500 448 0 16.35 632 4.154 12
Samak 18.555.36 5.800 86.75 0 57.68 12.547 27.085 5
Krom 7.454,9 2.400 147.2 6.254 217.28 10.120 17.084 4
dari beberapa tahapan proses.
Sunaryo,dkk 1993.
2. Sumber dan Karateristik Limbah Padat.

Didalam proses penyamakan disamping limbah cairjuga

menghasilkan limbah padat sebagai hasil samping. Dikatakan hasil

samping karena dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, misalnyasebagai

bahan makanan,obat-obatan, kosmetik, pupuk, kerajinan, dan bahan

bangunan lainnya. Bahan padat yang dimaksud antara lainbulu, sisa

trimming,fleshing, sisa split,shaving, buffing, dan Lumpur.

B. PROSES PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI PENYAMAKAN


KULIT.
Limbah cair industri penyamakan kulit nampak paling menonjol

dibandingkan limbah padat maupun gasnya karena volumenya yang cukup

banyak yaitu 30-70 l / kg bahan baku yang diolah dari awal. Disamping

volume yang banyak, zat- zat pencemaran yang terkandung dapat

menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan dampak yang paling

cepat berpengaruh adalah berbau busuk dan kadang- kadang secara visual

nampak berbuih banyak. Secara umum air limbah penyamakan kulit

mengandung bagian- bagian dari kulit seperti bulu, sisa daging, potongan kulit

dan bahan kimia sisa dari yang ditambahkan dalam proses penyamakan kulit.

Seperti yang terjadi pada pada kasus pencemaran Limbah Industri Kulit

Sungkareng , Kabupaten Garut Jawa Barat., yang mencemari lingkungan sejak

tahun 1920.Selain tantangan untuk meningkatkan kualitas, kuantitas, dan

membuka pasar, ada satu hal lagi yang juga menjadi tantangan sejak tiga

dekade terakhir yaitu, limbah. Persoalan limbah sering kali menjadi isu
penting. Sejak digunakannya bahan kimia untuk penyamakan kulit, pada saat

itu pula persoalan limbah muncul. Bahan chroom yang digunakan untuk

menyamak kulit ternyata sangat berbahaya bagi kesehatan, terutama sekali

pada kulit manusia. Dampak dari limbah Sukaregang sangat dirasakan oleh

masyarakat di daerah hilir sungai Ciwalen, yang notabene bukan kalangan

penggiat bisnis kulit. Protes pun mulai bermunculan karena banyaknya warga

di daerah hilir yang mengalami gangguan kesehatan kulit.

Untuk mengantisipasi peningkatan jumlah limbah yang dibuang ke

sungai, pada awal 1980-an, saat Garut dipimpin oleh Bupati Taufik Hidayat,

ada rencana untuk merelokasi sentra industri kulit Sukaregang, namun tidak

terealisasi. Oleh penerusnya, Bupati Toharudin Gani rencana tersebut kembali

dicoba diwujudkan namun tak juga berhasil.

Karena berbagai hambatan itu, akhirnya yang dapat dilaksanakan

adalah revitalisasi. Artinya, lokasi Sukaregang akan ditata sedemikian rupa,

termasuk ditetapkannya zona-zona industri serta pembatasan jumlah industri

dengan dilengkapi instalasi pengelolaan air limbah (IPAL). Untuk revitalisasi

ini pemerintah pusat memberi bantuan untuk membangun dua buah instalasi

pengelolaan air limbah (IPAL) pada 1992 agar air dari Sukaregang dapat

kembali bersih saat dialirkan ke sungai. IPAL tersebut baru dapat beroperasi

pada 1994, namun persoalan limbah tidak selesai karena jumlah IPAL yang

ada tidak sesuai dengan jumlah limbah yang dihasilkan industri kulit

Sukaregang. Kesadaran masyarakat pengusaha akan persoalan limbah ini juga


kurang mendukung. Hingga kini hanya beberapa yang mau membangun IPAL

sendiri. Padahal, untuk menangani masalah limbah idealnya setiap perusahaan

memiliki satu mesinrecovery sendiri. (http://www.pikiran-

rakyat.com/cetak/0104/13/0806.htm).

Secara garis besar proses pengolahan limbah cair penyamakan kulit adalah

sbb:

Dalam proses produksi Industri penyamakan kulit ada beberapa tahapan proses

pengolahan yaitu:

1. Pemisahan Padatan Kasar.

2. Segresi.

3. Ekualisasi.

4. Koagulasi.

5. Proses pengolahan limbah cair.

Agar supaya setiap tahapan pengolahan dapat berlangsung secara

efektif maka sebaiknya aliran yang khas dan pekat dipisahkan untuk

melewati tahap pengolahan terlebih dahulu, yaitu penghilangan sulfida,

penghilangan krom kemudian dijadikan satu dalam bak ekualisasi, aliran

limbah ( efluent) dengan kandungan maupun aliran keluar untuk tahahp

primer.
Dari bak ekualisasi air limbah tersebut diatur pH kemudian ditambahkan

larutan penggumpal dan pengendap yang selanjutnya endapan dapat

dilakukan penanganan lumpur ( primer). Penanganan lumpur harus hati- hati

agar tidak terlarut pada proses selanjutnya.

1. Pemisahan Padatan Kasar.

Sebelum diolah air limbah perlu disaring terlebih dahulu untuk

menghilangkan padatan kasar yang dapat menutup pipa, pompa-pompa

dan saluran- saluran. Pada proses ini lebih dari 30% padatan tersuspensi

total dalam cairan air limbah dapat dihilangkan dengan saringan.

2. Segresi.

Pada tahap ini dilakukan pemisahan cairan-cairan limbah yang

mempunyai sifat khas dan memerlukan perlakuan tertentu untuk

menangani zat pencemar agar nanti setelah dicampur dengan cairan

limbah yang lain tidak menimbulkan kontradiksi yang merugikan.

Adapun cairan- cairan limbah dari proses penyamakan kulit yang perlu

dipisahkan adalah:

1. Cairan limbah pengapuran (buang bulu).

Cairan limbah ini banyak mengandung Sulfida dari Na2S atau

NaHS sisa dari proses buang bulu sebagai agensia perontok bulu/

rambut. Sebelum proses pengolahan segresi air limbah pada proses

buang bulu berwarna putih kehijauan dan kotor, dengan konsntrasi pH

10-12,5 dengan total solid 16.000- 45.000 mg/l.


Namun setelah proses pengolahan dapat menetralisir asam, serta

kandungan slfida yang terkandung didalamnya dapat teratasi. Hal ini

dapat dilakukan dengan dua cara:

1) Oksidasi Katalitik Sulfida, yaitu dengan aerasi dan pemberian

mangan sebagai katalisator. Seharusnya hal ini dilakukan setiap hari

untuk menghindari bau busuk (H2S) dari air limbah tampungan.

Aerasi dapat dilakukan pada tang ki yang memanjang keatas

(tinggi) dan udara dihembuskan dari bagian dasar melalaui difusir

atau dapat juga memakai aerator.

2). Pengendapan Langsung.

Fero sulfat dan feri klorida dapat digunakan untuk

menghilangkan sulfida dari larutan denganpengendapan.

Pengolahan ini akan menurunkan pH karena hidroksidanya

mengendap.

2. Cairan limbah Krom.

Pengendapan krom relatif mudah dilakukan, pengendapan limbah krom

dapat mempengaruhi biaya produksi/ pengolahan limbahnya. Pada

pengolahan ini menghasilkan cairan supernatan yang hampir bebas

krom dan juga dapat menurunkan BOD.


3. Ekualisasi.

Proses pengolahan pada bak ekualisasi bertujuan untuk

penghilangan sulfida dan krom agar dapat menghemat air yang dapat

mengencerkan limbah kapran dan cairan limbah krom sebelum diolah lebih

lanjut.

Pada tahapan ini juga meningkatkan efisiensi pengolahan dan untuk

menghindari rancangan baik yang diantisipasi untuk aliran puncak ( peak

Flow) maka dilakukan sistem pengaturan laju aliran dan pencampuran

seluruh air limbah.

Praktek pencampuran ini meberi kesempatan terjadinya proses

netralisasi dan pengendapan. Oleh karena itu sebaiknya air limbah

dicampur dengan baik dan intensif, misalnya dengan mixer atau blower

mengingat dalam bak ini padatan tersuspensinya dijaga jangan samapai

mengendap dan kondisi air limbahnya harus aerobik, hal ini dapat dicapai

dengan menghembuskan udara dari dasar bak melaluai beberapa difuser

untuk memasok O2 yang intensif. Tenaga yang diperlukana untuk

mengaduk kira- kira 30 watt/m2 air limbah. Jika dilakukan injeksi udara

pada bak sedalam 2-4 m, aliran udara optimalnya 3-4 m3/jam per m2

permukaan bak. Dalam bak ekualisasi dapat dilakukan pergantian garam-

garam aluminium maka penghilangan Nitrogen melalui proses nitrifikasi/

denitrifikasi perlu dilakukan.


Pada tahapan ini untuk meningkatkan efisiensi pengolahan dan

untuk menghindari rancangan baik yang diantisipasi untuk aliran puncak (

peak Flow) maka dilakukan sistem pengaturan laju aliran dan pencampuran

seluruh air limbah.

4. Koagulasi.

Pada tahapan ini dilakukan perlakuan fisiko kimiawi untuk

menghilangkan BOD dan padatan. Dengan perlakuan fisiko kimiawi yang

relatif mudah dan sederhana dapat menghilangkan > 95 % padatan

tersuspensi dan BOD sekitar 70%. Untuk menghilangkan BOD

sepenuhnya dapat dilakukan dalam pengolahan proses biologis selanjutnya.

Perlakuan fisiko kimia terhadap air limbah penyamakan kulit terdiri

dari perlakuan awal dengan pemberian penggumpal yang dilanjutkan

dengan pemberian pengendap sampai dengan pemisahan lumpurannya

untuk dibuang.

Efesiensi penggumpalan dapat diperoleh dengan penambahan

larutan pengendap yang berupa larutan polyelektrolit anionik rantai

panjang dengan konsentrasi 1-10 mg/l.


Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Skema pengolahan limbah
cair dengan Proses Fisika Kimiawi.
5. Pengolahan Limbah Cair dengan Proses Biologis.

Dalam persyaratan baku mutu air limbah, maka perlu adanya

pegolahan sekunder. Pilihan cara pengolahan sekunder untuk air limbah

penyamakan kulit sbb:

1. Filter biologis.

Filter biologis dalam pengolahan limbah penyamakan kulit

sering tidak dipertimbangkan.

2. Lumpur aktif (kolam oksidasi).

Pengolahan lumpur aktif pada prinsipnya adalah

mempertemukan antara air limbah yang mengandung bahan

pengencer organik dengan sejumlah besar bakteri aerob dan

mokroorganisme lain yang terkandung dalam lumpur biologis (lumpur

aktif). Pengolahan dengan lumpur aktif berbeban ringan sangat sesuai

untuk air limbah penyamakan kulit. Cara ini dikenal deng oksidasi

kolam PASVEER.

3 Lumpur aktif konvensional.


Jika dibandingkan dengan cara konvensional yang berbeban
berat, maka waktu yang diperlukan adalah 2-4 hari dan beban organik
yang ringan lebih mudah menahan variasi keadaan air limbah dan
beban mendadak yang menjadi proses penyamakan kulit, dengan
demikian lumpur yang dihasilkan berkurang. Kolam oksidasi
PASVEER relatif lebih murah, dan pemeliharaannya mudah, juka
dioprasikan sebagaimana mestinya dapat menghasilkan air limbah
terolah dengan BOD , 20 mg/l.
Pengolah dengan lumpur aktif konvensional ( bebn berat) dapat

dipilih dengan cara pegolahan sekundernya jika lahan yang ada sangat

tebatas. Oksidasi berlangsung terus menerus dalam bk aerasi karena itu

kebutuhan aerasinya juga agak intensif ( sampai kra- kira 1 Kw/ kg

BOD). Waktu tingga l yang diperlukan hanya 6-12 jam sudah cukup.

1. Lagun (kolam) .

Ada pendekatan lain bagi daerah pedesaan atau yang memiliki

lahan luas, yaitu kolam dapat dibuat dengan biaya rendah dan

perawatan pengolahan juga sangat mudah. Ada beberapa pilihannya :

1) Kolam aerob

Dapat mengurangi sampai > 85 % BOD dalam waktu 10 hari,

namun biasanya kolam tersebut mengeluarkan pencemaran udara dan

memungkinkan terbentuknya kembali sulfida bersamaan dengan

terlepasnya gas H2S. Hal ini sesuai bila hanya untukpemanfaatan

ruang/ ahan dan biaya kolam-kolam tersebut rendah, sedangkan yang

diperlukan hanya membuat kedalaman 3 meter.

2) Kolam Fakultatif.

Dengan 2 lapisan (zone) pengolahan yaitu lapisan aerob

(yang ada di atas, berhubungan dengan udara) dal lapisan anaerob

(zone di bawahnya). Biasanya berukuran lebih besar dari an aerob

dan kurangefektif.Kolam ini lebih mengandalkan kekuatn

fotosintetik dengan demikian tergantung pada perubahan musim dan

tidak dapat diperiksa/ dipantau dengan baik.


3) Kolam Aerasi

Kolam ini sudah banyak dioperasikan di banyak perusahaan

dan membutuhkan tenaga 10 – 30 w/m3 yang biasanya digunakan

adalah aerator permukaan mekanik.

DAMPAK INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT TERHADAP


KESEHATAN MANUSIA.
Didalam Industri Penyamakan kulit menggunakan bahan- bahan

pembantu yang tersusun dari senyawa- senyawa kimia. Ada yang

berwujud bubuk, kristal, maupun cair, semi liguid yang berbahaya

terhadap kesehatan manusia. Bahan- bahan kimia tersebut akan kontak

dengan pekerja Industri Penyamakan Kulit dengan berbagai macam

cara, yaitu melalui kontak dengan kulit atau dengan cara penghirupan

dalam bentuk gas atau uap..

Bahan – bahan yang bersifat korosif dapat menyebabkan

kerusakan pada bagian tubuh yang terkena tumpahan ke kulit, mata atau

juga bisa terminum, tertelan, maupun terhirup ke paru- paru.

Dibawah ini akan dijelaskan akibat yang ditimbulkan apabila

kontak dengan bahan- bahan yang bersifat korosif/ beracun.

1. Natrium Sulfida (Na2S), berfungsi pada buangan bulu pada industri

penyamakan kulit. Berupa kristal putih atau kekuningan. Bereaksi

dengan karbon. Bersifat tidak stabil, sehingga dalam proses

penyimpanannya harus dijaga agar terhindar dari pemanasan karena

dapat meledak.
2. Asam Sulfida (H2SO4), bersifat korosif dan bersifat racun terhadap

jaringn kulit. Kontak dengan kulit menyebabkan terbakar, sehingga

merusak jaringan. Penghisapan kabut/ uap asam sulfat dapat

menyebabkan inflamasi pada tenggorokan bagian atas sehingga

menyebabkan bronkitis, dan bila kontak dengan konsentrasi tinggi

dapat menyebabkan kolaps.

3. Asam Klorida (HCL), bahan ini merupakan bahan pengoksidasi yang

sangat kuat.Berbahaya jika terkena panas. Pengaruhnya terhadap

kesehatan manusia yang akan menghasilkan methemoglobin dalam

darah serta akan merusak butir- butir darah merah pada akhirnya akan

merusak buah ginjal juga otot- otot hati.

4. Asam Format ( HCCOH), bahan mudah terbakar dapat menyebabkan

iritasi pada kulit, mata, membran mukosa.

5. Amonium Hidroksida (NH4OH), suatu bahan apbila dipanaskan akan

mengeluarkan racun yang berbahaya bagi kesehata, uapnya bersifat

racun.

6. Natrium Hidroksida (NaOH), berbentuk padat atau larutan bersifat

korosif pada kulit manusia apabila kontak terlalu lama, dapat

menyebabkan kerusakan jaringan tubuh manusia. Penghisapan pada

hidung dapat menyebabkan iritasi pada membran mukosa.


7. Senyawa Benzidin (NH2 C6 H4 NH2), apabila kontak dengan kulit

dapat menyebabkan iritasi, dapat menyebabkan kerusakan pada darah

(hemolisis), apabila terhisap menyebabkan mual, muntah-muntah dan

pada akhirnya diikuti dengan kerusakan hati.

8. Kalium Permanganat (KMNO4), sangat iritasif, debu KMNO4 sangat

beracun, dapat terhisap melalui pori-pori, dapat menyebabkan

kerusakan pada paru-paru, pernafasan pada bagian atas .

9. Formalin (HCHO)., iritasi pada kulit mata membran mukosa apabila

tertelan dapat menyebabkan muntah, diare, kolaps. Bersifat

karsinogenik terhadap paru-paru.

10. Arsen (AS), arsen bila tdapat terhisap melaluerhisap maka dapat

menimbulkan menyebabkan muntah, mual dapat terhisap melalui maka

dapat menimbulkan menyebabkan muntah, mual, diare. Kerusakan

arsen menyebabkan kelainan sistem syaraf , kerusakan hati, gangguan

sistem pembuluh darah, pigmentasi kulit serta dapat menyebabkan

kanker.

11. Naftol (C10HOH), apabila terhisap dapat menyebabkan mual, muntah,

diare, bahkan anemia. Naftol dapat diserap oleh kulit.

12. Phenol (C6H3OH), penyerapan larutan phenol pada kulit terjadi

dengan cepat. Kontak dengan larutan phenol selama 30 menit sampai

beberapa jam dapat menyebabkan kematian, untuk kontak dengan kulit

seluas 64 inchi. Gejala yang timbul apabila seseorang keracunan


phenol yaitu pusing, otot lemah, pandangan kabur, telinga berdengung,

napas terengah-engah.

13. Krom (Cr), yang bersifat asam sangat bersifat korosif pada kulit serta

membran mukasid (selaput lendir). Kontak dengan Cr secara langsung

dan terus menerus bagi kulit yang sensitif akan menyebabkan koreng

(ulcer) selebar ujung pensil di sekitar kuku maupun punggung tangan.

TEKHNIK PENGENDALIAN LIMBAH INDUSTRI

PENYAMAKAN KULIT.

1. Penerapan Cleaner Production.

Produksi bersih adalah strategi pengelolaan lingkungan yang

bersifat pereventif dan terpadu yang perlu dilaksanakan secara terus

menerus pada proses produksi sehingga mengurangi risiko negative

terhadap manusia dan lingkungan.

Produksi bersih pada proses produksi berarti meningkatkan

efisiensi dan efektifitas pengguanaan bahan baku, energi, dan sumber

daya lainnya, serta mengganti atau mengurangi jumlah dan toksitas

seluruh emisi dan limbah sebelum keluar dari proses. Pencegahan,

pengurangan, dan penghilangan limbah atau bahan pencemaran pada

sumbernya merupakan elemen utama di produksi bersih.


Kegiatan yang merupakan produksi bersih adalah:

a. Penghematan pemakaian air pencucian/ pembilasan.

b. Penghematan penggunaan zat kimia misalnya penyamakan dengan

menggunakan garam krom dengan kadar larutan cuku dengan 8% tidak

perlu dipakai 12%.

c. Modifikasi proses, seperti pada proses pengapuran menggunakan drum

dengan jumlah bahan-bahan yang dipakai dapat dikurang ( air, kapur,

sulfida) atau dengan pemisahan cairan pada proses buang bulu dan

pengpuran.

d. Pemakaian tekhnologi dan peralatan yang tepat.

Pemisahan Krom.
Krom dapat dipisahkan dari cairan buangan dengan jalan
penyaringan yang kemudian di daur ulang dengan cara sbb : Air
buangan dari penyamakan kromdan air pencucian (sebanyak 2 x 100 %
air) yang sudah bebas dari padatan diberi larutan magnesium
hidroksida, dan diendapkan kira-kira 10 jam, yang kemudian cairan
dipindahkan ke bak lain (dengan pipa penyedot, tetapi jangan sampai
endapannya ikut tersedot). Cairan tersebut bila benar-benar bebas dari
endapan akan mengandung krom kurang dari 2 ppm sehingga bias
langsung dibuang atau dipakai untuk daur ulang.
Endapan yang terjadi kemudian ditambah asam sulphat yang
sesuai, endapan tersebut akan larut dalam waktu sekitar 15 menit dan
akan memberikan suatu larutan krom sebesar 50 gram krom
oksida/liter. Pada daur ulang proses selanjutnya masih membutuhkan
penambahan krom kira-kira sejumlah 30 %.
BAB IV
PENUTUP.
A.KESIMPULAN.
1. Sumber dan karateristik limbah industri penyamakan kulit ditentukan oleh

masing- masing tahapan dalam proses produksi, yang diawali dengan

proses perendaman, buang bulu dan pengapuran, deliming, degresing,

pickling dan tanning serta proses gabungan air limbah pencucian.

2. Proses pengolahan limbah industri penyamakan kulit terdiri dari 5 tahapan

yaitu pemisahan padatan kasar, segresi, ekualisasi, koagulasi, dan proses

pengolahan limbah cair dengan proses biologis.

3. Dampak industri penyamakan kulit terhadap Kesehatan disebabkan

kontak dengan bahan- bahan kimia yang digunakan dalam proses

produksi.

4. Teknik pengendalian industri penyamakan kulit dapat dilakukan dengan

penerapan produksi bersih dan pemisahan krom.

B. SARAN.

1. Setiap industri yang menghasilkan limbah yang berbahaya baik terhadap

kesehatan manusia maupun lingkungan, harus melakukan pengendalian

dan pengolahan limbah sesuai dengan jenis dan karakteristik limbahnya.

2. Perlu diberikan sanksi hukum dengan tegas bagi pihak industri yang

melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang

berlaku.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1996. Teknologi Pengendalian Dampak Lingkungan Industri


Penyamakan Kulit, Bapedal, Jakarta.
Anonim, 1999. Kurus Pengelolaan Kualitas Air. Proyek PCI, Jakarta.
Jhony Wahyudi, 1996. Dampak Industri Penyamakan Kulit. Jakarta.
Anonim. Industri Pengolahan Air Limbah Industri Penyamakan Kulit.
http:wwwkimpraswil.go.id/balitbang. Diakses 3 oktober 2005.
Anonim. Limbah Industri Kulit Garut Cemari Lingkungan Sejak
1920. http:www.suarapembaharuan.com diakses 26 Oktober 2005.
Anonim. Pengolahan dan Pemanfaatan Industri Penyamakan Kulit.
http:www. Kompas.com cetak 0302/06., diakses 26 Oktober 2005.
Anonim. Pemerintah Kota Pekanbaru Panggil Pengusaha Pencemaran
Sungai Siak.http:///rds.yahoo.com/ylt=AjxOaAgN, diakses 4
November 2005.
Udin Djabu, dkk. 1990. Pedoman Bidang Studi Pembuangan Tinja dan Air
Limbah. Pusdiknakes, Jakarta.
by zaenab
Wijayadi Swarnam. 2005. Teknologi Limbah Edisi Spesial. Pusat
Pengembangan Teknologi Limbah Cair. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai