Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

DI BALAI EMBRIO TERNAK (BET) CIPELANG BOGOR

Disusun Oleh :
Saepul Anwar
200110130172

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2016

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobilalamin, puji dan syukur penulis ucapkan atas


kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Balai
Embrio Ternak (BET) Cipelang Kabupaten Bogor. Penulisan laporan Praktik
Kerja Lapangan ini merupakan salah satu syarat untuk kelengkapan akademis bagi
mahasiswa Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini tidak lepas dari
bantuan semua pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir Husmy Yurmiati, MS., Dekan Fakultas Peternakan Universitas


Padjadjaran.
2. Indrawati Yudha Asmara, S.Pt., Msi, PH D., Wakil Dekan Fakultas
Peternakan Universitas Padjadjaran.
3. Dr. Ir. Lia Budimulyati Salman, MP., Koordinator Praktik Kerja Lapangan
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.
4. An An Nurmeidiansyah, S.Pt., M.S., Sekretaris Koordinator Praktik Kerja
Lapangan Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.
5. Dr. Heni Indrijani, S.Pt. M.S., Pembimbing Praktik Kerja Lapangan Fakultas
Peternakan Universitas Padjadjaran.
6. Ir. Tri Harsi, MP. Kepala Balai Embrio Ternak Cipelang, Kabupaten Bogor.
7. Anton Supriyadi, S.Pt. Kepala Seksi Informasi dan Penyebaran Hasil Balai
Embrio Ternak Cipelang, Kabupaten Bogor.
8. Septaria Jodiansyah, S.Pt. Fungsional Paramedik Veteriner Balai Embrio
Ternak Cipelang, Kabupaten Bogor.
9. Seluruh karyawan dan Staff Balai Embrio Ternak Cipelang Bogor.
10. Kepada rekan-rekan satu tim selama kegiatan Praktik Kerja Lapangan dari
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran yang telah bekerja sama dalam
Praktik Kegiatan Lapangan.

1
11. Kepada rekan-rekan mahasiswa Fakultas Peternakan, Universitas Sebelas
Mare surakarta dan Institut Pertanian Bogor yang telah bekerja sama dalam
pelaksanaan kegiatan ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini tidak lepas dari

berbagai kekurangan, sehingga penulis sangat mengharapkan saran dan kritik

yang bersifat membangun demi kebaikan di masa yang akan datang.

Semoga Laporan Praktik Kerja Lapangan ini dapat bermanfaat khususnya

bagi penulis dan bagi pihak yang memerlukannya.

Sumedang, April 2016

Penulis

2
DAFTAR ISI

Bab Halaman
KATA PENGANTAR................................................................ i

DAFTAR ISI.............................................................................. v

DAFTAR ILUSTRASI.............................................................. vii

DAFTAR LAMPIRAN.............................................................. viii

I. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN


I.1. Identitas dan Sejarah Perusahaan......................................... 1
I.2. Lokasi Perusahaan................................................................ 2
I.3. Visi dan Misi Perusahaan..................................................... 2
I.4. Struktur Organisasi Perusahaan............................................ 3
I.5. Bidang Usaha........................................................................ 4
I.6. Manajemen Pemeliharaan Rutin Komoditas........................ 6
II. HUBUNGAN SOSIAL PETERNAKAN CINTARAJA FARM DI PT
SUKAHATI GROUP TASIKMALAYA DENGAN MASYARAKAT
SEKITAR
II.1.................................................................................. Abstrak
.............................................................................................9
II.2.......................................................................... Pendahuluan
.............................................................................................9
II.3................................................................................... Tujuan
...........................................................................................10
II.4.............................................................. Metode Pengamatan
...........................................................................................10
II.4.1. Objek Pengamatan..................................................... 10
II.4.2. Alat Pegamatan.......................................................... 10
II.4.3. Metode Pengambilan Data......................................... 11
II.5.......................................................... Hasil dan Pembahasan
...........................................................................................12
II.5.1. Hubungan Sosial........................................................ 12
II.5.2. Masalah Peternakan dengan Masyarakat................... 12
II.5.3. Penyelesaian Masalah................................................ 13

3
II.6...........................................................Kesimpulan dan Saran
...........................................................................................16
II.6.1. Kesimpulan................................................................ 16
II.6.2. Saran.......................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA................................................................. 17
LAMPIRAN............................................................................... 18

4
DAFTAR ILUSTRASI

Nomor
Halaman

1. Struktur Organisasi Perusahaan................................................ 3


2. Tata Kerja Sukahati Chicken Processing.................................. 4
3. Proses Produksi Area Lanjutan................................................ 5
4. Proses Produksi Area Bersih..................................................... 5
5. Proses Produksi Area Kotor..................................................... 5

5
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor
Halaman

1. Ayam Untuk Kompensasi................................................... 18


2. Penyembelihan Ayam.......................................................... 18
3. Karung Berisi Ayam Hasil Penyembelihan......................... 19

6
1

I
KEADAAN UMUM BALAI EMBRIO TERNAK (BET) CIPELANG
KABUPATEN BOGOR

1.1 Identitas dan Sejarah Pendirian BET Cipelang


Nama Perusahaan : Balai Embrio Ternak
Bentuk Perusahaan : Balai
Kepala Perusahaan : Ir. Tri Harsi, MP
Komoditi : Sapi
Alamat : Desa. Cipelang Kec. Cijeruk Kab. Bogor
Kode Pos : 16004
E-mail : bet.cipelang@pertanian.go.id
Nomor Telepon : (0251) 8211555, 8211988
Nomor Fax : (0251) 8211555

Pembentukan Balai Pembibitan Ternak Hijauan Makanan Ternak (BPT-


HMT) di dirikan dalam rangka menunjang pelaksanaan pembangunan sub sektor
peternakan, dalam upaya meningkatkan daya guna hasil pembibitan ternak unggul
maka pada tahun 1978 Menteri Pertanian melalui surat keputusan
No.313/Kpts/Org/s/1978 mengeluarkan keputusannya. Mengenai kedudukan,
tugas, dan fungsi Balai pembibitan Ternak Hijauan Makanan Ternak (BPT-HMT).
Pada awalnya kegiatan BPT-HMT berlokasi di Cisarua Bogor, dengan luas
lahan 27,6 Ha, dan kegiatannya di bidang ternak unggas dan aneka ternak (kelinci
dan tikus putih) untuk percobaan laboratorium dan makanan burung hantu.
Semakin pesatnya perkembangan teknologi di bidang peternakan, menyebabkan
fungsi-fungsi unit pelaksana teknis tidak mampu untuk memenuhi tuntutan
pembangunan sekarang, karena memerlukan kelembagaan dan alat-alat yang bisa
menyediakan barang dan jasa sesuai kebutuhan yang lebih cepat dan cermat. Hal
ini dapat dicapai apabila operasionalnya mampu memanfaatkan teknologi, oleh
sebab itu BPT-HMT melakukan perubahan nama dan tugas setelah dilakukan
pemindahan ke daerah Cipelang Bogor pada tahun 1994.
Akibat keterbatasan yang dimilki oleh BPT-HMT Cisarua terutama dalam
bidang lahan serta kebebasan ruang gerak dalam melaksanakan tugas yang berasal
2

dari akibat ketentuan peraturan baru yang dibuat pemerintah, khususnya pengguna
wilayah puncak sebagai kawasan wisata, mengharuskan terjadinya pemindahan
BPT-HMT Cisarua ke lokasi yang lain sesuai dengan persyaratan yang diperlukan
untuk mengembangkan tugasnya. Tanah seluas 90 Ha di Desa Cipelang,
Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, merupakan lokasi pengganti BPT-HMT
Cisarua, pemilihan lokasi tersebut ditunjuk setelah dilakukan peninjauan oleh
Departemen Pertanian dan dinyatakan memenuhi kriteria teknis bagi
pengembangan pembibitan ternak khususnya sapi, setelah dipindahkan dari
Cisarua BPT-HMT merubah nama menjadi Balai Embrio Ternak (BET) Cipelang
pada tahun 1994, hal ini didorong karena terjadi perubahan fungsi dan tugasnya.

1.2 Lokasi BET Cipelang


Lokasi Balai Embrio Ternak Cipelang Bogor terletak di lereng Gunung
Salak, Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa
Barat. Secara administrastif Desa Cipelang berbatasan dengan Desa Tanjungsari
(Utara), Desa Cijeruk (Selatan) Desa Cibalung (Timur), dan Kabupaten Sukabumi
(Barat), lokasi BET Cipelang dapat ditempuh melalui dua jalan utama yaitu dari
Ciawi dengan jarak kurang lebih 20 Km dan melalui Batu tulis dengan jarak
kurang lebih 15 Km.
BET Cipelang terletak pada ketinggian 600-1300 meter diatas permukaan
laut (mDPL), bentuk topografi lahan berbukit dengan kemiringan mencapai 8-
50%. Jenis tanah dominan latosol dan andosol, tekstur tanaha halus sampai
sedang dengan kedalaman efektif lebih dari 9 cm dan keasaman tanah (pH 4.37-
4.72), suhu rata-rata di Cipelang Bogor 18-22 oC dan kelembaban 70-80% dengan
rata-rata bulan basah 7-9 bulan. Berdasarkan lokasinya BET Cipelang termasuk
kedalam iklim tropis tipe B, berada dalam pengaruh angin musim, dimana musim
penghujan berlangsung pada bulan Oktober sampai April, dan musim kemarau
berlangsung pada bulan Mei sampai bulan September.
Luas bangunan di Balai Embrio Ternak Cipelang Bogor meliputi gedung
dan kandang kurang lebih 21,5 Ha yang terbagi atas ; kantor, perumahan pegawai,
3

aula, masjid, gudang pakan, laboratorium in vivo dan in vitro, dan klinik hewan,
serta perkandangan yang terdiri dari; kandang ternak donor (kandang utama dan
kandang rearing), kandang ternak khusus resipien (kandnag sukhoi), kandang
ternak laktasi (kandang utama), kandang pejantan, kandang lelang, kandang
isolasi, dan kandang afkir. Bangunan kandang membujur dari arah utara ke selatan
dengan sistem perkandangan yang dipakai adalah sistem koloni, luas lahan
hijauan pakan ternak kurang lebih 20 Ha, tersebar di seluruh wilayah Balai
Embrio Ternak dengan luas tanah secara keseluruhan kurang lebih 90 Ha.

1.3 Visi dan Misi BET Cipelang


VISI
Menjadi Sumber Benih dan Bibit Ternak Unggul Nasional.
MISI
1. Meningkatkan populasi ternak donor untuk optimalisasi produksi embrio.
2. Optimalisasi ternak resipien guna meningkatkan kelahiran hasil Transfer
Embrio (TE) untuk penyediaan benih dan bibit sapi unggul.
3. Meningkatkan pemanfaatan sapi lokal sebagai sumber benih, bibit dan
pelestarian plasma nutfah.
4. Meningkatkan kualitas pelayanan, penyebaran informasi, pemasaran
produk, monitoring dan evaluasi serta kerjasama dalam penyediaan benih
dan bibit sapi unggul.
5. Meningkatkan sumberdaya manusia yang profesional melalui pendidikan
dan pelatihan, seminar, workshop, apresiasi sesuai dengan kompetensi dan
kebutuhan pengembangan profesi.
6. Meningkatkan akuntabilitas kinerja dengan tertib adminstrasi,
perencanaan, keuangan, koordinasi, komunikasi dan kolaborasi.
1.4 Struktur Organisasi dan Tata Usaha BET Cipelang
Landasan Organisasi Balai Embrio Ternak adalah Surat Keputusan
Menteri Pertanian Nomor : 286/Kpts/OT.220/4/2002 tanggal 16 April 2002
tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Embrio Ternak. Kemudian
disempurnakan kembali dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor ;
57/Permentan/OT.140/5/2013 tanggal 24 Mei 2013 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Balai Embrio Ternak Cipelang, susunan orgaisasi terdiri dari:
1. Kepala Balai;
4

2. Subbagian Tata Usaha ;


3. Seksi Pelayanan Teknik Pemeliharaan Ternak;
4. Seksi Pelayanan Teknik Produksi dna Aplikasi;
5. Seksi Informasi dan Penyebaran Hasil;
6. Kelompok Jabatan Fungsional.

Kepala Balai Embrio


Ternak - Cipelang

Subbagian
Tata Usaha

Seksi Pelayanan Seksi pelayanan Seksi Informasi


Teknik Pemeliharaan Teknik Produksi dan Penyebaran
Ternak dan Aplikasi Hasil

Kelompok Jabatan Fungsional


1. Medik Veteriner
2. Wasbitnak
3. Paramedik veteriner
4. Fungsional Umum

Ilustrasi 1. Struktur Organisasi Balai Embrio Ternak Cipelang Bogor


Balai Embrio Ternak Cipelang Bogor merupakan instansi unit pelaksana
teknis di bidang peternakan dan kesehatan hewan. Berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan
dan secara teknis dibina oleh Direktur Perbibitan Ternak, dengan tugas
melaksanakan produksi, pengembangan dan distribusi embrio ternak. Dalam
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud di atas, Balai Embrio Ternak
Cipelang Menyelengarakan fungsi:
1. Penyusunan program, rencana kerja, dan anggaran, pelakasanaan kerja sama,
serta penyiapan evaluasi dan pelaporan;
2. Pelaksanaan pemeliharaan ternak donor, ternak resipien dan bibit ternak;
5

3. Pelaksanaan penyiapan ternak donor, superovulasi, inseminasi buatan, panen


atau flushing, dan seleksi atau klasifikasi embrio;
4. Pelaksanaan pemeliharaan embrio;
5. Pelaksanaan penyiapan ternak resipien dan transfer embrio;
6. Pemantauan dan evaluasi hasil embrio;
7. Pelaksanaan registrasi bibit hasil transfer embrio;
8. Pemeliharaan, pemeriksaan kesehatan hewan, dan pelaksanaan diagnosa
penyakit hewan;
9. Penyediaan pakan ternak dan pengelolaan hijauan pakan ternak;
10. Pemberian pelayanan pengujian mutu embrio;
11. Pemberian bimbingan teknis pemeliharaan ternak donor, ternak resipien, bibit
ternak, produksi, dan transfer embrio;
12. Pemberian pelayanan teknis pemeliharaan ternak donor, ternak resipien, bibit
ternak, dan kesehatan hewan;
13. Pemberian pelayanan teknis produksi dan aplikasi transfer embrio;
14. Pemberian informasi, dokumentasi, dan penyebaran embrio, hasil transfer
embrio, dan bibit ternak;
15. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Balai Embrio Ternak.

1.5 Bidang Usaha

Komoditi ternak yang ada di Balai Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor
meliputi, ternak sapi perah dan sapi potong dengan bangsa sapi yang terdiri dari :
Sapi Bali, Freinds Holland, Simmental, Limousin, Wagyu, Angus, Brangus,
Brahman, Madura, Sumba onggole, dan Peranakan Onggole. Jumlah populasi
keseluruhan baik sapi penjantan, pedet dan betina sampai dengan tanggal 05
februari sebanyak 218 ekor. Produk yang dihasilkan di Balai Embrio Ternak
Cipelang ialah bibit sapi unggul dan embrio siap transfer, setiap tahun dilakukan
pendistribusian ke setiap propinsi yang ada di Indonesia, dengan jumlah embrio
yang disebarkan berbeda setiap tahunnya sesuai dengan keputusan yang
dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian.

1.6 Manajemen Pemeliharan Rutin Komoditas


6

Manajemen pemeliharaan di BET Cipelang meliputi dari manajemen


pakan, kandang dan manajemen kesehatan. Di Balai Embrio Ternak Cipelang
kegiatan manajemen pakan dan kandang dilakukan mulai pukul 07.00 WIB.
Setiap petugas kandang akan melakukan pembersihan sisa pakan yang kemudian
dikumpulkan di tempat pembuangan sisa pakan, pembersihan bak air minum,
pembersihan lantai kandang serta memandikan sapi. B Setelah kegiatan tersebut
dilakukan, maka petugas kandang akan memberikan pakan pada pukul 09.00-
10.30 di sesuaikan dengan datangnya pakan hijauan yang dibawa oleh petugas di
bagian penyediaan hijauan.

Pakan hijauan dan konsentrat diolah di tempat yang terpisah dari kandang
namun jaraknya tidak jauh dari lokasi kandang utama. Pembuatan konsentrat
dilakukan sekali dalam sehari dengan jumlah produksi sebanyak 29 ton,
konsentrat yang dibuat berbeda komposisi disesuaikan dengan ternak, baik untuk
pedet, resipien, dan sapi donor, hal tersebut dilakukan untuk memenuhi semua
kebutuhan sapi yang ada. Pakan Hijauan di BET Cipelang diberikan sehari dua
kali dengan produksi setiap harinya berbeda-beda, tetapi dengan rata-rata
pencoperan sebanyak 21 ton untuk semua kandang. Hijauan atau rumput di BET
Cipelang didapatkan dari hasil menanam sendiri dan membeli dari luar Balai
dengan sistem pembelian dua minggu sekali denganpembelian sebanyak 20 ton
dalam sekali membeli.

Kegiatan produksi seperti pemerahan dilakukan hanya pada sapi yang


sudah melahirkan, tetapi yang dipisahkan dari anaknya dan di tempatkan di
kandang terpisah yaitu, berada dikandang utama A, namun dekat dengan pedet
yang ada. Pemerahan dilakukan dua kali dalam sehari pagi dan sore hari, hasil
pemerahan berupa susu diberikan langsung ke pedet sebagai asupan makananya.
7

II
PENANGANAN PASCA PANEN EMBRIO (FLUSHING) DI BALAI
EMBRIO TERNAK CIPELANG KABUPATEN BOGOR

Saepul Anwar
200110130172

2.1 Abstrak
Penanganan hasil panen embrio (flushing) yang dilakukan di BET Cipelang
harus melewati beberapa tahapan evaluasi embrio, dimulai dari proses penerimaan
media hasil flushing, penyaringan, searching, koleksi, seleksi, grading,
pengkodean, loading dan freezing. Tujuan evaluasi embrio yaitu untuk
mendapatkan embrio yang berkualitas baik dengan cara menilai embrio dibawah
mikroskop mengenai perkembangan sel dan kualitas embrio yang dihasilkan.
Kualitas embrio dibagi kedalam empat kelas yaitu kualitas 1 (excellent/good),
kualitas 2 (Fair), kualitas 3 (Poor), dan kualiatas 4 (Dead/Degeneration). Kualitas
tersebut ditentukan dari keadaan sel hidup embrio dan fase yang sedang terjadi,
untuk kualitas 1 dan 2 embrio dibekukan, untuk kualitas 3 akan dilakukan transfer
embrio secara segar, dan untuk kualitas 4 embrio tidak digunakan karena embrio
sudah mati. Metode yang dilakukan yaitu dengan metode observasi serta
wawancara yang dilakukan dengan petugas laboratorium in vivo dan in vitro.

Keywords : flushing, embrio, kualitas embrio

2.2 Pendahuluan
Beberapa tahun terakhir ini, kebutuhan pangan produk peternakan di
Indonesia terus mengalami peningkatan yang sangat cepat. Meningkatnya
kebutuhan tersebut dapat terlihat dari permintaan masyarakat akan ketersediaan
daging yang berkualitas, terutama berasal dari ternak ruminansia besar, akan tetapi
permasalahan yang dihadapi untuk memenuhi kebutuhan tersebut masih
terkendala dengan rendahnya produktivitas dan mutu genetik ternak. Dalam
upaya mendukung usaha pemerintah dalam memenuhi kebutuhan sumber protein
hewani untuk masyarakat di Indonesia, maka dibutuhkan suatu teknologi dalam
menunjang ketersediaan kualitas ternak unggul, salah satu teknologi yang dapat
8

dengan diterapkan ialah transfer embrio. Transfer embrio merupakan salah satu
teknologi di bidang peternakan yang mempunyai keunggulan untuk peningkatan
kualitas ternak sapi perah dan potong melalui percepatan ketersediaan ternak
unggul sehingga membantu ketersediaan bahan pangan yang berkualitas baik,
menunjang upaya permuliaan dan pemurnian ternak lokal (Plasma Nutfah), dan
pemenuhan calon pejantan untuk BIB Nasional atau Daerah.

2.3 Tujuan
Tujuan penulisan laporan ini adalah :
1. Mengetahui secara khusus cara penanganan pasca panen embrio
(flushing).
2. Mengetahui secara khusus mengenai penentuan kualitas embrio.

2.4 Metode Pengamatan


Metode Pengamatan yang dilakukan dalam praktek kerja lapangan adalah
sebagai berikut :
1. Melakukan observasi langsung di lapangan dengan mengamati hal hal yang
dikerjakan oleh petugas laboratorium.
2. Wawancara dan diskusi dengan petugas laboratorium.
3. Terlibat langsung dalam kegiatan evaluasi embrio di laboratorium maupun
pemeliharaan ternak di kandang.

2.5 Hasil dan Pembahasan


2.5.1 Seleksi Sapi Donor
Seleksi sapi donor yaitu salah satu tahapan dari program produksi embrio,
sapi donor bisa berasal dari jenis ternak apa saja yang penting memiliki catatan
yang jelas, di Balai Embrio Ternak Cipelang sapi donor yang diprogram adalah
sapi Freinsd Holstein, Simmental, Limousin, Angus, Brangus, Ongole, Sumba
Ongole, Peranakan Ongole, dan Wagyu. Calon sapi donor diseleksi dengan cara
melakukan palpasi rectal tujuannya untuk mengetahui kondisi organ reproduksi
9

apa sehat atau tidak, dan agar dapat mengetahui status reproduksi (fase folikuler
atau fase luteal). Kriteria sapi donor untuk produksi embrio adalah :
1. Memiliki genetika unggul (Genetik Superiority).
2. Mempunyai catatan data individu dan riwayat hidup meliputi tanggal dan
lamanya birahi atau siklus birahi.
3. Bebas dari penyakit berbahaya dan menular.
4. Mempunyai kemampuan reproduksi yang tinggi dan sehat.
5. Telah mengalami kelahiran minimal sekali.
6. Umur tidak terlalu tua.

2.5.2 Sinkronisasi Estrus


Sinkronisasi estrus adalah proses manipulasi estrus dengan cara
pemasangan device progesterone intravaginal, tujuan dari sinkronisasi estrus
untuk menyeragamkan waktu estrus pada sapi donor dengan sapi resipien.
Metode sinkronisasi estrus yang digunakan di BET adalah metode double dosis
dengan penyutikan prostaglandin (PGF2) sebanyak dua kali dalam selang waktu
sebelas hari, jika mengalami estrus maka akan dilakukan inseminasi buatan. Sapi
donor membutuhkan waktu 2-5 hari untuk memberikan respon berahi setelah
pemberian prostaglandin.
Proses sinkronisasi dengan menggunakan hormon PGF2 akan
menyebabkan regresi corpus luteum (CL) akibat luteolitk, secara alami hormon
tersebut dihasilkan oleh uterus hewan yang tidak bunting pada hari ke-16 sampai
hari ke-18 siklus yangt berfungsi menghancurkan corpus luteum (Hunurizzal.
2008). Timbulnya berahi akibat PGF2 disebabkan lisisnya Corpus Luteum oleh
kerja vasokontriksi PGF2 sehingga aliran darah menuju CL menurun secara
drastis, akibatnya kadar progesteron merangsang hipofisa anterior melepaskan
FSH dan LH, hormon yang dihasilkan bertanggung jawab dalam proses
folikulogenesis dan ovulasi, sehingga terjadi pertumbuhan dan pematangan
folikel. Folikel-folikel tersebut pada akhirnya menghasilkan hormon estrogen
yang memanifestasikan gejala berahi.
2.5.3 Superovulasi
Sapi betina secara alami dapat melepaskan satu sel telur pada saat berahi,
namun agar didapatkan embrio dengan jumlah banyak maka dilakukan teknik
10

superovulasi, dengan pemberian hormon secara eksogen sapi betina akan


melepaskan lebih dari satu sel telur saat sedang berahi. Untuk mendapatkan sel
telur lebih dari satu pada waktu yang bersamaan maka dilakukan superovulasi
dengan menyuntikan hormon Gonadotropin (FSH), sel telur yang dapat dihasilkan
20-100 ova pada sekali berahi.
Tahapan dilakukannya superovulasi dalam program produksi embrio di
Balai Embrio Ternak Cipelang yaitu pertama persiapan hormon, FSH dilarutkan
dengan pelarut 20 ml untuk mematangkan folikel sampai tahapan folikel primer,
folikel sekunder, dan folikel tersier yang kemudian dilakukan penyutikan PGF2
pada hari ke-3 sehingga akan terjadi estrus. Penyuntikan PGF2 pada folikel
yang telah matang akan mempercepat terjadinya estrus dan ovulasi, setelah 12 jam
mengalami berahi maka dilakukan IB. Penyuntikan FSH di BET Cipelang
dilakukan dengan cara bertahap menurun atau dari dosis besar sampai terkecil
selama empat hari berturut-turut dengan pemberian 2 kali sehari pagi dan sore.

2.5.4 Inseminasi Buatan (IB)


Inseminasi buatan dilakukan pada sapi donor yang sedang menunjukkan
tanda-tanda estrus atau mengikuti sesuai dengan program superovulasi yang
digunakan, sapi donor di IB dengan semen beku yang sebelumnya telah
malakukan penyuntikan PGF2 pada saat memperlihatkan gejalas estrus. Di
BET sendiri inseminasi dilakukan tiga kali dengan tujuan agar fertilitas menjadi
lebih tinggi dan ovum yang dilepaskan dapat terbuahi oleh sperma, cara yang
digunakan setelah berahi tersebut, kedua inseminasi pada sore harinya, dan ketiga
pada pagi berikutnya.

2.5.5 Embrio
Embrio adalah hasil fertilisasi dan penyatuan inti dari sel telur dan sperma
baik melalui proses in vivo atau in vitro, embrio hidup bebas di dalam tuba fallopii
atau uterus induk dan selama beberapa hari berkembang mencapai tahapan
11

morula sampai blastosis expand (Soeparna, 2014). Dalam uterus makanan embrio
diperoleh dari sekresi kelenjar-kelenjar uterus diantaranya bikarbonat, pyruvat dan
oksigen. Setelah implantasi embrio baru memperoleh makanan yang berasal dari
induknya lewat saluran darah induk.
Semua pembagian sel bersifat mitosis sehingga setiap sel embrio
mengandung kromosom diploid (2n), sejumlah besar DNA disintesa selama
clevage. Pada tingkatan 16 sampai 32 sel, selsel berkumpul menjadi satu
kelompok di dalam zona pellucida, pada tahap perkembangan embrio ini disebut
dengan tahapan morula dan diperkirakan butuh waktu 6 hari (Toliehere, 1979).
Pada waktu jumlah sel dalam zona pellucida mencapai 32 buah, embrio disebut
morulla. Cairan mulai terlihat terkumpul diantara beberapa sel dan berbentuk
rongga bagian dalam disebut blastosel, sedangkan embrio kini disebut blastocyst,
implantasi sapi terjadi pada hari ke 11-40 hari (Damayanti, 2014).

2.5.6 Panen Embrio


Pelaksanaan panen embrio di BET Cipelang Bogor sudah terjadwal, sapi
donor dilakukan flushing setiap 4 bulan sekali sehingga dalam satu tahun dapat
dilakukan empat kali pemanenan. Kemudian sapi donor akan diistirahatkan dari
periode produksi embrio dengan cara membuntingkan sapi donor tersebut atau
dengan tidak dilakukan produksi embrio selama minimal enam bulan, tujuannya
adalah untuk mengembalikan fungsi hormonal sapi donor dan menjaga kesehatan
organ reproduksinya agar bisa menghasilkan embrio yang bagus pada proses
produksi selanjutnya.
Metode pemanenan embrio ada dua yaitu metode dengan operasi adalah
sapi akan dilakukan operasi untuk mendapatkan embrio, metode ini merpakan
metode pertama kali yang sukses dalam pemanenan embrio, dan metode non
operasi yaitu metode dengan cara lebih efisien dan aman karena sapi tidak perlu
dilakukan operasi terlebih dahulu. Balai Embrio Ternak sendiri menggunakan
metode non operasi karena dengan metode tersebut ternak tidak perlu di operasi
terlebih dahulu, efisiensi waktu, ketepatan dalam pemanen lebih baik dan ternak
bisa terus melakukan siklus produksi dengan teratur. Panen atau flushing pada sapi
12

donor dilakukan pada hari ke-7 sampai hari ke-8 setelah birahi dimana sebagian
besar embrio sudah memasuki ujung kornua uteri pada keadaan tersebut.

Hari sesudah ovulasi Untuk :


Spesies 2-sel 8-sel Masuk ke uterus Blastocyst Partus
Sapi 1 3 4-5 6-8 276-290
Kuda 1 3 4-5 6 335-345
Domba 1 2 1/2 3 6-7 145-156

Tabel 1. Perkembangan embrio setelah ovulasi (Toliehere, 1979).

Pemanenan embrio tidak dilakukan lebih awal karena dapat menurunkan


efisiensi koleksi embrio dengan metode non bedah, sebelum hari ke-4 yaitu pada
hari ke-1 sampai hari ke-3 semua embrio berada di oviduk yang dipisahkan dari
uterus oleh utero-tubal juction yang hanya masih memiliki 2-8 sel. Pada hari ke-4
sampai hari ke-5 setelah estrus embrio akan berpindah dari oviduk menuju uterus,
pemanenan dilakukan pada hari ke-6 sampai hari ke-7 hal ini dikarenakan embrio
sudah berada di daerah uterus dan bisa untuk dipemanen secara optimal. Apabila
embrio dilakukan pemanenan lebih dari hari ke-8 maka dapat menyebabkan
kerusakan embrio, karena tahapan embrio sudah mengalami tahapan
perkembangan berikutnya dan embrio sudah keluar dari zona pellucida, sehingga
memungkikan saat dipanen embrio sudah implantasi atau embrio menjadi rusak.
Menurut Feradis, (2010) Panen embrio sapi biasanya dilakukan pada hari
ke-6 sampai ke-8 setelah estrus (hari estrus = hari ke-0) menghasilkan embrio
dengan tingkat perkembangan fase yang cocok untuk ditransfer segar atau
dibekukan, pada hari ke-6 seluruh ovum yang di ovulasikan telah berada di bagian
ujung anterior tanduk uterus. Sapi donor dalam satu kali pemanenan dapat
menghasilkan banyak embrio dengan jumlah rata-rata 10-20 embrio, tetapi banyak
faktor yang mempengaruhi dari hasil panen embrio diantaranya, sapi donor yang
sudah tua, tidak adanya respon yang baik pada organ reproduksi sapi donor, tidak
13

tepat dalam pengamatan birahi sehingga untuk melakukan inseminasi buatan


menjadi telat, dan kesalahan saat dilakukan pemanenan.

2.5.7 Media Hasil Panen Embrio (Flushing)


Setelah kegiatan panen embrio (fluhsing) selesai dilakukan, kemudian
akan dilakukan evaluasi dari hasil tersebut dimana media sebagai wadah atau
tempat sementara embrio setelah keluar dari ovarium. Media tersebut
mengandung bahan-bahan yang dapat membuat embrio tetap bertahan hidup
karena sudah disesuaikan dengan keadaan yang ada dalam ovarium, media yang
digunakan di Balai Embrio Ternak Cipelang ada 3 macam:
1. Media Flushing adalah media yang digunakan saat pemanenan embrio.
2. Media Handling adalah media yang digunakan saat evaluasi embrio dan
pembersihan embrio sebelum dibekukan.
3. Media Freezing adalah media yang digunakan untuk embrio di bekukan dan
disimpan dalam kontainer straw dengan waktu penyimpanan yang cukup
lama.
Media yang digunakan untuk flushing dan sesudah flushing pada dasarnya
sama, bahan yang digunakan berupa ringer laktat (NaCl Fisiologis). Media
flushing disiapkan terlebih dahulu dengan cara ringer laktat direndam air panas
dan suhu disesuaikan dengan tubuh ternak tujuannya agar tidak terjadi cold shock.
Sebelum digunakan ringer laktat ditambahkan calf serum dan antibiotik dengan
dosis kurang lebih 5 ml untuk setiap 500 ml ringer laktat. Media handling yaitu
PBS ditambah dengan 20% calf serum sedangkan untuk media pembekuan PBS
ditambah 20% calf serum, sukrosa, glyserol 10% dan ethylene glykol,
penggunaan ringer laktat (NaCl Fisiologis) sebagai media tujuannya untuk
pengganti makanan embrio sementara dan media yang sama dengan cairan yang
ada dalam uteri.
Bahan- bahan Media Panen dan Pasca Panen Embrio
Bahan-bahan Media Flushing:
1. Ringer Laktat (NaCl Fisiologis)
2. Antibiotik (Steptomycin+Penicillin)
3. Calf Serum
14

Bahan-bahan Media Handling:


1. Phosphate Buffered Saline (PBS)
2. 20% Calf Serum (CS)
Bahan-bahan Media Pembekuan:
1. PBS + 20% Calf Serum (CS)
2. Glyserol 10% (dalam PBS + 20% CS)
3. Ethylene glykol
4. Sukrosa (dalam PBS + 20% CS)

2.5.8 Evaluasi dan Klasifikasi


Evaluasi embrio merupakan faktor yang menentukan keberhasilan
program transfer embrio, evaluasi morfologi embrio telah terbukti berguna
memprediksi angka kebuntingan bagi ternak yang dilakukan trasnfer embrio.
Kualitas embrio dapat dinilai berdasarkan morfologi seperti bentu, warna,
kepadatan sitoplasma, dan area yang mengalami degenerasi. Tahapan
perkembangan embrio harus sesuai dengan jumlah hari setelah estrus sapi donor
terjadi, sehingga kualitas embrio bisa diketahui dengan baik.
Media hasil flushing sebaiknya harus ditangani dengan cepat agar embrio
tetap hidup, karena media hasil flushing bukan hanya berisi media tetapi terdapat
juga lendir uteri dan darah, hal ini bisa mengakibatkan turunnya daya hidup
maupun kualitas embrio. Embrio yang sudah ditemukan harus segera
dipindahkan ke media penyimpanan yang segar dan dicuci beberapa kali, seluruh
proses evaluasi embrio ini harus tetap bersih dan ditangani dengan tepat (Satio,
1990). Evaluasi dan pengklasifikasi embrio sangat penting dalam penentuan
transfer embrio, karena embrio yang baik akan di transfer ke sapi resipien yang
baik pula dengan tujuan agar dapat terus berkembang sehingga embrio tersebut
menjadi anak dan menjadi ternak unggul yang berkualitas.

1. Filtrasi
Filtrasi merupakan proses penyaringan hasil panen dan merupakan salah
satu tahapan dari evaluasi embrio, sebelum melakukan filtrasi harus terlebih
dahulu menyiapkan alat-alat dan bahan untuk tahapan ini. Setelah alat-alat dan
15

bahan disiapkan maka petugas akan mengambil botol hasil flushing dan
memastikan tertulis kode donor dan posisi kornua pada botol, kemudian petugas
akan menuliskan kode donor dan posisi kornua pada dinding samping petridsh
kotak bergaris. Sebelum melakukan penyaringan dilakukan pencatatan pada buku
catatan embrio sebagai data balai, tujuannya untuk evaluasi dari hasil pemanen
serta pengkodean embrio sehingga program embrio dapat menjadi lebih baik lagi..
Media hasil flushing yang pertama akan diambil yaitu bagian lendir atau
runtuhan dinding kornua yang terdapat pada cairan hasil flushing, dengan cara
menggunakan pipet yang terhubung dengan balon, tujuan dari pengambilan lendir
pada langkah pertama penyaringan ini adalah agar embrio yang ada pada media
tidak tertutupi oleh bagian lendiri yang ukurannya lebih besar sehingga tidak akan
memaksimalkan saat pencarian. Lendir yang telah diambil dimasukan ke dalam
petridish kotak, selanjutnya dilakukan penyaringan hasil fluhsing dengan filter
embrio sampai cairan dalam botol habis, kemudian botol penampung dibilas
sebanyak tiga kali dengan media yang baru, tujuannya agar embrio yang masih
menempel pada dinding botol dapat terbawa ke filter.
Pada filter media cairan disisakan kurang lebih seperempat hal ini
dimaksudkan cairan yang nanti dipindahkan ke petridish kotak tidak terlalu
penuh, sebelum dipindahkan dasar filter embrio ditiup-tiup tanpa menyentuh
bagian dasar tujuannya agar embrio yang berada didasar filter embrio tidak
menempel, sehingga saat dipindahkan ke petridish kotak dapat berpindah semua.
Sesudah dipindahkan media flushing menghasilkan gelembung-gelembung diatas
permukaan cairan, maka untuk menghilangkan gelembung tersebut digunakan
pematik tujuan pematikan yaitu untuk memudahkan petugas dalam melakukan
proses pencarian, tetapi dalam tahapan pematikan harus dilakukan dengan cepat
dan tepat, hal ini menghindari panas yang dihasilkan dari pematikan yang
digunakan tidak mengenai embrio yang berada dalam media.

2. Searching dan Colletion


16

Tahapan penyaringan sudah selesai dilakukan selanjutnya adalah pencarian


embrio pada petridish kotak bergaris, proses pencarian dilakukan secara berurutan
pada semua kotak petridish dibawah mikroskop stereo dengan perbesaran paling
kecil (50-60 kali perbesaran). Jika petugas menemukan embrio maka akan diambil
menggunakan pipet pasteur yang dihubungkan dengan selang penyedot, kemudian
dipindahkan ke petridish bulat, dan dilakukan koleksi. Koleksi adalah
pengumpulan dan penyimpanan embrio hasil dari proses pencarian dari 3 botol
hasil flushing, setiap satu petridish bulat digunakan untuk 1 ekor sapi donor atau
minimal 3 botol hasil flushing sapi donor tersebut.

3. Selection dan Grading


Tahapan setelah pencarian dan koleksi maka petugas akan melakukan
proses seleksi pada embrio, seleksi dilakukan dengan tujuan untuk memudahkan
tahapan selanjutnya dan mengevaluasi hasil dari flushing. Embrio dipisahkan
menjadi tiga kelompok yaitu, degeneratif/dead ialah embrio yang awalnya hidup
namun tidak mengalami perkembangan lagi sehingga menjadi mati, kemudian
unfertilized yaitu embrio yang dibuahi tetapi tidak berkembang dan hidup, dan
kelompok fertil ialah embrio yang hidup tetapi memiliki fase perkembangan yang
berbeda, dan sehingga menentukan kualitas yang berbeda pula.
Kualitas embrio dinilai berdasarkan fase perkembangan dan kualitas
embrio, dengan mengacu pada standar penilaian yang ditetapkan oleh
International Embryo Transfer Society (IETS ). Adapun daftar kode fase untuk
penilaian perkembangan embrio sebagai berikut:
Fase 1: Unfertilized
Fase 2: Embrio dengan 2 s/d 12 sel
Fase 3: Early Morulla
Fase 4: Morulla
Fase 5. Early Blastocysts
Fase 6: Blastocysts
Fase 7: Expanded Blastocysts
Fase 8: Hatched Blastocysts
Fase 9: Expanded Hatched Blastocysts
17

Gambar 1. Berbagai
Tahapan Perkembangan
Embrio

Selain tahapan
perkembangan embrio
adapula untuk
menentukan kualitas
embrio maka dilakukan
pengkodean Excellent
dan Good (kode 1), Fair
(kode 2), Poor (kode 3),
Dead dan Degeneratif
(kode 4) dengan
melakukan identifikasi
melalui pemeriksaan
morfologi embrio,
sedangkan untuk kriteria klasifikasi kualitas embrio diuraikan sebagai berikut:
Kualitas Excellent/Good (kode 1):
1. Bentuk embrio simetris dan bulat seperti bola, dengan blastomare yang
seragam baik pada ukuran, warna, tekstur dan kepadatan.
2. Embrio harus memiliki bentuk yang konsisten dengan perkiraan fase
perkembangan embrio itu sendiri.
3. Zona pellucida harus bulat mulus, tidak menempel pada cawan petri atau
pipet.
4. Memiliki minimal 85% muterial seluler dalam keadaan intact dan masa
embrio hidup.

Kualitas Fair (kode 2):


1. Secara umum memiliki bentuk yang tidak teratur dengan kategori sedang
dalam hal embrio, ukuran, warna dan kepadatan sel-sel individual.
2. Sedikit blastomer tertekan dan sel mengalami degenerasi (10-30% tidak
beraturan).
18

3. Memiliki sel intact dan massa embrio hidup minimal 60%.

Kualitas Poor (kode 3):


1. Banyak blastomer yang tertekan.
2. Sel mengalami degenerasi.
3. Memiliki ukuran sel bervariasi.
4. Banyak terdapat gelembung dengan ukuran besar.
5. Memiliki sel intact dan massa embrio yang hidup 30-50%.

Kualitas Dead dan Degeneratif (kode 4):


1. Embrio degenerasi.
2. Tidak terjadi pembelahan sel lagi.
3. Embrio satu sel tidak hidup.
Embrio yang layak transfer dan dapat dilakukan pembekuan adalah embrio
yang berkembang pada fase 4 yaitu, morulla sampai dengan fase 8 yaitu hatched
blastocyst, dan memiliki kualitas 1 (Excellent/Good) dan kualitas 2 (Fair). Untuk
embrio yang bisa ditransfer segar adalah embrio yang memiliki fase 9 expand
hatched blastocyst dengan kualitas 3 (Poor), sedangkan untuk kualitas 4
(Dead/Degeneratif) embrio tidak digunakan karena sudah mati.
2.5.9 Labeling dan Loading
Pengkodean straw menggunakan mesin labeling dengan sistem penulisan
berdasarkan urutan informasi yang diuraikan sebagai berikut:
1. Pemilik Donor atau Isntansi
2. Nomor Donor
3. Nomor Semen Pejantan
4. Tanggal Produksi
5. Fase (Stage) Embrio
6. Kualitas (Grade) Embrio
7. Nomor urut produksi embrio dari satu donor
Susunan identitas pada baris pertama memuat informasi kode produsen
(pemilik donor atau instansi), identitas betina donor, dan nomor urut embrio, baris
kedua memuat informasi identitas pejantan atau semen yang digunakan, dan
tanggal produksi (pembekuan).

Kode Produsen Nomor Betina Nomor Urut Embrio

Nomor Pejantan Tanggal Produksi


19

BET 80172
1.6.5
Gambar 2. Labeling Embrio
200LM309

Setelah dilakukan grading maka embrio akan disimpan sebelum


melakukan tahapan penyimpanan embrio yang layak untuk disimpan atau
dibekukan adalah dengan kode 1 dan 2 saja, sedangkan kode 3 jika dibekukan
kualitas embrio akan turun dan tidak bisa digunakan. Media yang digunakan
untuk pembekuan embrio yaitu PBS yang mengandung 10% EG (Ethylene
Glycol), Calf serum 20% dan antibiotik (terdiri dari antibiotik Penicillin 100.000
IU dan Streptomycin 100 mg setiap liter media). Straw yang digunakan untuk
kemasan embrio berukuran 0.25 ml, warna Straw disesuaikan berdasarkan bangsa
sapi. Straw dihubungkan dengan syringe 1 ml melalui konektor, sedot sejumlah
kecil media kemudian buang, dengan tujuan membilas dan mengecek kondisi
straw, aat memasukkan embrio ke dalam straw (loading), posisikan media, rongga
udara serta embrio dalam posisi bergantian, seperti tampak pada ilustrasi berikut :

a b c b c d c b c b e
Gambar 3. Loading embrio kedalam straw
(a: seal/powder; b: media; c: rongga udara; d: media+embrio; e: cotton plug).
Embrio yang berkualitas 1 atau 2 dimasukkan ke dalam straw, masing-masing
straw berisi 1 (satu) embrio.

2.5.10 Freezing Embrio (Pembekuan)


Freezing adalah pembekuan embrio dan prsoes terakhir dalam tahapan
penanganan pasca panen embrio, sebelum embrio disimpan dalam container straw
untuk jangka waktu tertentu. Prosedur pembekuan embrio adalah sebagai berikut:
1. Turunkan suhu dalam freezer programable dari suhu kamar sampai mencapai
temperatur -7C,
20

2. Setelah suhu mencapai -7C, masukkan straw yang telah berisi embrio
kedalam mesin freezer yang berisi Metanol.
3. Dua menit kemudian, dilakukan seeding dengan tujuan membekukan media
di dalam straw
4. Dengan forsep dingin, jepit straw dibagian atas ( agak jauh dari posisi
embrio) sampai terbentuk kristal es (seeding), biarkan selama + 8 menit (total
pada titik seeding selama 10 menit).
5. Dinginkan lebih lanjut dengan kecepatan -0.3 C tiap menit sampai mencapai
suhu -30C. Sementara itu, Container yang berisi nitrogen cair diletakkan di
dekat freezer,
6. Setelah kurang lebih 1 jam 17 menit, tercapai suhu -30C pindahkan straw ke
dalam container tadi (-196C) dengan cepat untuk penyimpanan.
2.6 Kesimpulan dan Saran
2.6.1 Kesimpulan
1. Pelaksanaan panen embrio di BET Cipelang Bogor sudah terjadwal, sapi
donor akan dilakukan flushing setiap 3-4 bulan sekali sehingga dalam satu
tahun dapat dilakukan minimal tiga kali pemanenan.
2. Embrio adalah hasil fertilisasi dan penyatuan inti dari sel telur dan sperma
baik melalui proses in vivo atau in vitro, hidup bebas di dalam tuba fallopii
atau uterus induk dan selama beberapa hari berkembang mencapai tahapan
morula sampai blastocyst expand.
3. Kualitas embrio dibagi kedalam empat kelas kualitas (quality) yaitu,
kualitas 1 (excellent/good) yang memiliki 85% material seluler dalam
keadaan intact, kualitas 2 (Fair) yang memiliki sel intact dan massa
embrio hidup 60%, kualitas 3 (Poor) yang memiliki sel intact dan massa
embrio hidup 30-55%, dan kualiatas 4 (Dead/Degeneration) embrio yang
tidak berkembang lagi dan mati.

2.6.2 Saran
1. Untuk mendapatkan kualitas embrio yang baik harus lebih diperhatikan
kembali pakan yang diberikan, pengamatan siklus birahi sapi donor, dan
waktu inseminasi buatan yang dilakukan oleh inseminator.
21

2. Untuk meningkatkan daya simpan embrio penanganan pasca panen harus


dilakukan lebih cepat dan cermat agar kualitas embrio dapat terus terjaga.

2.7 Daftar Pustaka

BET. 2015. Prosedur Kerja Balai Embrio Ternak Cipelang Bogor. Balai Embrio
Ternak Cipelang. Bogor
Tita. Damayanti. L dan Ismudiono.2014. Ilmu Reproduksi Ternak. Airlangga
Univeristy Press. Surabaya. Hal 108
Feradis. 2010. Bioteknologi Reproduksi Pada Ternak. Alfabeta. Bandung. Hal 135
Husnurrizal. 2008. Sinkronisasi Birahi Dengan Preparat Hormon Prostaglandin
(PGF2). Universitas Syiah Kuala. Malaysia
Norio. S. 1991. Manual of Embryo Transfer dan in vitro Fertilization in Cattle
National Livestock Breeding Center. Japan. Hal 29
Soeparna dan Nurcolidah. S. 2014. Ilmu Reproduksi Ternak. IPB Press Printing.
Bogor
Mozaes. Toliehere. R. 1979. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Angkasa.
Bandung. Hal 247
22

LAMPIRAN

Lampiran 1. Alat-alat Panen Embrio

Lampiran 2. Media Hasil Panen Embrio (Flushing)


23

Lampiran 3. Penyaringan Embrio dan Pencarian Embrio

Anda mungkin juga menyukai