FAKULTAS PETERNAKAN
MINAT TEKNOLOGI HASIL TERNAK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Telur merupakan salah satu bahan pangan hasil ternak yang memiliki nilai gizi
yang cukup tinggi. Lengkapnya kandungan gizi pada telur sehingga menjadikan telur
banyak dikonsumsi dan juga diolah menjadi produk-produk olahan lainnya yang berbahan
dasar telur. Menurut Azizah, dkk (2018), satu butir telur mengandung protein yang
mempunyai mutu yang tinggi karena memiliki susunan asam amino esensial yang
lengkap, sehingga telur dijadikan patokan untuk menentukan mutu protein dari bahan
pangan lainnya. Selain memiliki kandungan protein tinggi, telur juga mengandung
vitamin, lemak, mineral, dan memiliki kalori yang rendah. Telur memiliki fungsi sebagai
preparasi makanan, yaitu sebagai bahan pengembang (leaven), pengemulsi, mempertebal
dan mengikat produk makanan, serta menambah warna pada makanan (Putri, dkk. 2016).
Kuning telur merupakan bagian terpenting dari telur karena mengandung zat yang
bernutrisi tinggi. Menurut Cornelia, dkk (2014), telur yang segar kuning telurnya berada
di tengah karena terdapat khalaza yang berfungsi untuk menahan posisi kuning telur agar
tetap berada di tengah. 35Z% nilai gizi pada telur terdapat pada kuning telur, 15-16% nya
merupakan protein. Kuning telur juga kaya akan vitamin A dimana vitamin pdi dalam
kuning telur tersebut bersifat larut dalam lemak (Bakhtra, dkk. 2016). Lemak didalam
kuning telur tidak bersifat bebas, namun berbentuk partikel lipoprotein. Lipoprotein pada
kuning telur terdiri atas 85% lemak dan 15% protein. Lemak dari lipoprotein terdiri atas
20% fosfolipid (lesin, fosfatidil serin), 60% lemak netral (trigeliserida) dan 5% kolestrol
(Juwita dan Kusnadi. 2015).
Emulsi merupakan suatu disperse dimana fase terdispersi yang terdiri dari
bulatan-bulatan kecil zat cair yang terdistribusi keseluruhan, pembawanya tidak
tercampur. Emulsifier memberikan elastisitas yang lebih besar pada lapisan protein
disekeliling gelembung gas (Juwita dan Kusnadi. 2015). Kuning telur merupakan bahan
pengemulsi yang sangat baik. Namun, menurut Gao, et al (2019), pada konsentrasi
protein rendah, stabilitas pengemulsi protein kuning telur buruk. Kuning telu dapat
diawetkan dengan menggunakan metode spray drying, pasteurisasi, dan freezing, namun
karena sifat fungsionalnya, sehingga kandungan nutrisi pada kuning telur dapat
terpengaruh. Pasteurisasi merupakan metode yang paling ringan, tetapi kuning telur
sensitive terhadap perlakuan panas maupun panas yang ringan (65oC) dimana kuning
telurcenderung membentuk agregat yang akan mempengaruhi sifat fungsionalnya.
Pada kuning telur memiliki kemampuan sebagai emulsifier karena daya
pengemulsi pada kuning telur kuat yang disebabkan oleh lesitin. Lesitin yang berkaitan
dengan protein kuning telur membentuk kompleks lesitoprotein (Siregar, dkk. 2012).
Lesitin pertama kali diidentifikasi oleh Maurice Gobley tahun 1846 yang merupakan
nama untuk campuran fosfolipid, komponen penting dari produk makanan. Lesitin dapat
ditemukan pada kuning telur, ikan, biji-bijian, kacangkacangan, gandum, dan sebagainya.
Menurut Rusalim, dkk (2017), pada kuning telur mengandung lesitin dan lesitoprotein
yang bersifat surface active sehingga dapat berperan sebagai emulsifier. Lesitin dalam
kuning telur berfungsi sebagai emulsifier yang memiliki kemampuan mengikat air dan
lemak karena lesitin memiliki dua gugus yang berbeda yaitu ikatan hidrofilik dan
hidrofobik. Selain itu lesitin kuning telur juga digunakan dalam farmasi dan industri
kosmetik sebagai pengemulsi, dan bukan sebagai biasa digunakan dalam makanan seperti
lesitin kedelai, karena komersialnya ketersediaan dan properti fungsional yang tidak
dikenal
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuannya adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa itu lesitin.
2. Untuk mengetahui analisis SWOT pada industri lesitin.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Lesitin
Azizah, N., Djaelani, M. A., dan Mardiati, S. M. 2018. Kandungan Protein, Indeks Putih
Telur (IPT) dan Haugh Unit (HU) Telur Itik Setelah Perendaman dengan Larutan
Daun Jambu Biji (Psidium guajava) yang Disimpan pada Suhu 270C. Buletin
Anatomi dan Fisiologi. Vol. 3 (1): 46-55.
Bakhtra, D. D. A., Rusdi., dan Mardiah, A. 2016. Penetapan Kadar Protein dalam Telur
Unggas Melalui Analisis Nitrogen Menggunakan Metode Kjeldahl. Jurnal
Farmasi Higea. Vol. 8 (2): 143-150.
Cornelia, A., Suada, I. K., dan Rudyanto, M. D. 2014. Perbedaan Daya Simpan Telur Ayam
Ras yang Dicelupkan dan Tanpa Dicelupkan Larutan Kulit Manggis. Indonesia
Medicus Veterinus. Vol. 3 (2): 112-119.
Gao, Y., Li, J., Chang, C., Wang, C., Yang, Y., Su, Y. 2019. Effect of Enzymatic Hydrolysis
on Heat Stability and Emulsifying Properties of Egg Yolk. Food Hydrocolloids.
Vol. 97: 1-7.
Juwita, A. T. A., dan Kusnadi, J. 2015. Pembuatan Biskuit Beras Parboiled (Kajian Proporsi
Tepung Beras Parboiled dengan Tepung Tapioka dan Penambahan Kuning
Telur). Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol. 3 (4): 1711-1721.
Meysiana, Y.R. 2010. Strategi Pengembangan Industri Kecil Tahu di Kecamatan Sragen
Kabupaten Sragen [skripsi]. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Putri, D. A. M., Djaelani, M. A., dan Mardiati, S. M. 2016. Bobot, Indeks Kuning Telur
(IKT), dan Haugh Unit (Hu) Telur Ayam Ras Setelah Perlakuan dengan
Pembungkusan Pasta Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhizaRoxb). Bioma.
Vol. 18 (1): 7-13.
Rusalim, M. M., Tamrin dan Gusnawaty. 2017.Analisis Sifat Fisik Mayonnaise Berbahan
Dasar Putih Telur dan Kuning Telur dengan Penambahan Berbagai Jenis Minyak
Nabati. Jurnal Sains dan Teknologi Pangan. Vol. 2 (5): 770-778.
Siregar, R. F., Hintono, A., dan Mulyani, S. 2012. Perubahan Sifat Fungsional Telur Ayam
Ras Pasca Pasteurisasi. Animal Agriculture Journal. Vol. 1 (1): 521- 528