Anda di halaman 1dari 6

Bedanya: Ijin pirt, MD/ML, dan SP

(https://dikemas.com/ini-dia-bedanya-p-irt-izin-bpom-md-ml-dan-sp)

Ijin P-IRT

Untuk usaha kecil, boleh jadi mengantongi PIRT pun cukup. PIRT merupakan
singkatan dari Pangan Industri Rumah Tangga. Dikeluarkan olah Dinas Kesehatan di
Kota/ Kabupaten setempat kepada industri pangan skala usaha kecil dan menengah
(UKM) atau rumahan.

Walau hanya dikeluarkan Dinas Kesehatan Kabupaten setempat, PIRT bisa jadi
jaminan bahwa produk tersebut aman loh. Hal ini karena pendaftaran PIRT harus
menyertakan hasil uji laboratorium bahwa produk makanan tersebut aman untuk
dikonsumsi.

Bagaimana Mengurus PIRT?

 Datang ke Dinas Kesehatan, konsultasi produk pangan yang akan dibuat apakah
boleh menggunakan PIRT.
 Kalau sudah di daftarkan, produk yang bisa PIRT ke Dinas Kesehatan.
 Mengikuti Tes PKP (penyuluhan keamanan pangan)
 Apabila tidak bisa PIRT, maka akan diarahkan ijin produk pangan ke Badan POM
RI.
 Setelah mengikuti tes PKP, pelaku usaha mengisi blanko PIRT.
 Berkas yang diminta disiapkan antara lain: Fotocopy KTP (Kartu Tanda
Penduduk), Fotocopy Sertifikat PKP (Penyuluhan Keamanan Pangan), Label Pangan,
Fotocopy Surat Izin Usaha Mikro dari Kecamatan Setempat.
 Setelah berkas masuk, tindak lanjut dari tenaga kesehatan melakukan
visitasi/survei ke tempat produksi sesuai dengan alamat yang didaftarkan. Survei
meliputi: 1) Penilaian / Croscek Administrasi, 2) Pemeriksaan Sarana dan
Lingkungan, 3) Pengambilan Sampel untk dilakukan Uji Laboratorium, 4) Hasil
Sampel akan dikirm ke Labkes.
 Kemudian setelah adanya hasil laboratorium, maka Rekomendasi dan Nomor
PIRT diterbitkan oleh Dinas Kesehatan
 Sertifikat PIRT diterbitkan oleh dinas perijinan, berlaku selama 5 Tahun, dan 3
bulan sebelum habis masa berlakunya, pemilik / produsen melakukan perpanjangan.
PIRT tidak berlaku untuk produk

 Susu dan hasil olahannya.


 Daging, ikan, unggas, dan hasil olahannya yang memerlukan proses dan atau
penyimpanan beku pangan kaleng (PH >4,5).
 Minuman beralkohol.
 Air minum dalam kemasan (AMDK).
 Pangan laiin yang wajib memenuhi persyaratan SNI.

SP (Sertifikasi Penyuluhan)

1
Meski jarang, tapi ada satu lagi surat izin terkait dengan keamanan makanan
kemasan, namanya SP, singkatan dari Sertifikasi Penyuluhan. SP dikeluarkan oleh
Dinas Kesehatan Kabupaten dengan melakukan penyuluhan kepada pengusaha-
pengusaha rumahan kecil dengan modal terbatas dan belum dapat mengajukan
PIRT.

Para pelaku usaha dengan SP biasanya sudah mengikuti penyuluhan yang diberikan
Dinkes Kabupaten. Pengawasan dilakukan melalui sidak-sidak untuk memastikan
proses produksi sesuai standar keamanan pangan.

MD & ML BPOM

MD yang merupakan singkatan dari “Makanan Dalam” adalah nomor izin yang
dikeluarkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk industri makanan
besar dan berasal dari dalam negeri. Walau dalam satu brand makanan, kode MD-
nya bisa berbeda, tergantung lokasi pabrik yang memproduksi produk makanan
tersebut.

ML merupakan singkatan dari “Makanan Luar” adalah nomor izin yang dikeluarkan
dari BPOM untuk industri makanan besar dan berasal dari luar negeri atau impor.
Selain jaminan keamanan makanan yang akan kita konsumsi, Kode ML juga
menandakan bahwa makanan tersebut telah secara legal dan resmi masuk ke
Indonesia.

Selain sidak ke industri rumahan, BPOM juga sidak ke pasar. Apalagi mendekati


momen besar dimana permintaan akan bahan pangan meningkat seperti Ramadan,
Idul Fitri, Idul Adha, Natal dan momentum lain. Untuk itu, pastikan bahwa produk
makanan anda sudah mengantongi ijin sesuai dengan ketentuan.

2
Sudah Tahu Produk Yang Boleh dan Tidak Boleh Mengantongi Izin P-IRT
Dinkes?

(https://bisnisukm.com/produk-yang-boleh-dan-tidak-boleh-mengantongi-izin-p-
irt.html)

Siapa yang masih suka bingung bagaimana cara ngurus izin P-IRT Dinkes?
Produkmu itu boleh dapat izin P-IRT atau nggak ya? Kami memenuhi keinginan para
pelaku usaha makanan dan minuman yang masih bingung perihal jenis perizinan ini.
Bisa jadi produkmu nggak perlu pakai P-IRT, tapi malah izin yang lain.

Kali ini BisnisUKM mendapatkan kesempatan ketiga kalinya untuk mewawancarai


kembali Bapak Gunanto yang mana beliau adalah Pembina sekaligus
Pendamping pelaku UMKM Pangan (Kasi Farmasi & Kesehatan Kabupaten Sleman).
Dalam kasus ini yang ditangani adalah seksi farmasi dan kesehatan makanan
minuman. Kami mewawancarai untuk mengetahui lebih lengkap mengenai Izin P-IRT
dan yang berhubungan dengan perizinan tersebut.

Produk Yang Tidak Boleh Didaftarkan Izin P-IRT Dinkes

Produk yang memiliki izin P-IRT sebenarnya sangat banyak. Artinya hampir semua
jenis pangan. Produk yang boleh memiliki izin P-IRT adalah pangan yang pada
dasarnya memiliki sifat awet dan disimpan dalam suhu ruang.

Lalu ada beberapa produk yang tidak diperbolehkan didaftarkan PIRT. Nah kira-kira
apa saja? Langsung kita bahas saja, diantaranya sebagai berikut :

Pangan Dengan Proses Beku

Pertama yang akan kita bahas adalah pangan yang tidak boleh didaftarkan P-IRT.
Produk yang tidak bisa didaftarkan P-IRT yakni Frozen Food atau pangan yang
memerlukan proses dan penyimpanan beku. Seperti sosis, nugget, bakso dan lain
sebagainya. Untuk frozen food bukannya tidak boleh didaftarkan namun
pendaftarannya harus ke BPOM karena termasuk pangan yang beresiko tinggi
terhadap kerusakan.

Untuk Diet dan Keperluan Medis

Kedua Pangan yang digunakan untuk diet dan keperluan medis khusus. Atau
mengkhususkan konsumen pangan ini adalah sekelompok tertentu atau sekelompok
orang dengan spesifikasi tertentu. Contoh makanannya adalah makanan untuk diet
gula. Khusus untuk orang diabetes, atau makanan khusus untuk bayi. Nah itu adalah
makanan – makanan untuk keperluan khusus.

3
Klaim Gizi dan Khasiat

Makanan yang memiliki klaim, baik gizi maupun khasiat. Jadi klaim adalah makanan
yang bisa menambah stamina, menyembuhkan penyakit dsb. Nah ini adalah klaim
yang tidak boleh dicantumkan di pangan. Atau klaim gizi zat – zat tertentu didalam
pangan yang memiliki daya ungkit kesehatan tertentu.

Seperti di klaim mengandung vitamin A, D, E dan K. Atau mengandung DHA itu juga
tidak boleh didaftarkan sebagai P-IRT. Memang untuk dicantumkan klaim harus ada
bukti, uji yang representatif.

Hal seperti itu dilakukan oleh BPOM dan untuk pangan P-IRT belum sampai disana.
Untuk klaim gizi berbeda dengan klaim nilai gizi, jadi kalau dari teman – teman mau
mencantumkan klain nilai gizi bisa saja. Jikalau klaim gizi adalah yang mengkalim
kandungan oksidan, vitamin dsb.

Jikalau klaim nilai gizi adalah hasil dari analisa produk itu baru diambil hasil lab atas
analisa nilai gizi. Misalnya untuk protein sekian persen, lemak sekian persen dsb
boleh dicantumkan sepanjang pencantumannya juga sesuai dengan aturan.

Proses Sterilisasi Komersial

Keempat yang tidak boleh didaftarkan P-IRT adalah pangan – pangan yang melalui
proses sterilisasi komersial. Beberapa jenis makanan seperti kemasan kaleng, jadi
nanti makanan apapun yang outputnya makanan kaleng itu nanti izinnya ke BPOM.

Kemudian pangan yang mengalami pangan yang melalui proses sterilisasi komersial.
Seperti susu, yang nanti outputnya berupa makanan kaleng. Satu lagi berupa
minuman yang dikemas baik itu yang ada atau tidak ada padatannya. Dimana yang
pada akhirnya nanti konsumen ketika mengkonsumsi langsung dibuka diminum.
Contoh misalnya natta de coco, carica, dan lain sebagainya.

Nah itu aturan terbaru tentang PERKA BPOM no 22 tahun 2018 memang disetarakan
dengan air minum dalam kemasan atau air mineral. Sehingga minuman dalam bentuk
tersebut pendaftarannya ke BPOM. Nah itu untuk beberapa jenis olahan makanan
yang tidak bisa didaftarkan P-IRT.

Pangan Impor

Produk yang tidak bisa didaftarkan izin P-IRT Dinkes selanjutnya adalah pangan
impor. Entah itu sebagai bahan utama maupun bahan tambahan apabila diolah
sebagai makanan P-IRT pun tidak bisa didaftarkan. Seperti thai tea, ada cokleat dan
masih masuk dalam produk impor itu tidak boleh didaftarkan sebagai P-IRT.

Pangan Yang Sudah Terdaftar BPOM

Nah untuk makanan jika sudah punya izin BPOM kemudian didaftarkan P-IRT itu juga
tidak boleh. Jadi terdaftarnya hanya boleh salah satu saja, dan apabila sudah

4
terdaftar di BPOM tidak perlu didaftarkan di P-IRT. Malah jika sudah terdaftar BPOM
levelnya sudah tinggi. Sehingga jangan diturunkan menjadi P-IRT, jikalau mau
dikemas kembali memakai BPOM.

Untuk yang selanjutnya kita akan bahas makanan dan minuman yang boleh
didaftarkan ke P-IRT. Nah untuk produk yang boleh didaftarkan P-IRT adalah pangan
yang diutamakan hasil produksi sendiri, yang memiliki expired lebih dari 7 hari. Itu
adalah yang wajib, untuk yang memiliki kadaluarsa 3 hari juga bisa didaftarkan pula
namun tidak wajib. Biasanya berupa makanan kering.

Jenis Pangan Yang Diizinkan Memperoleh Izin P-IRT Dinkes

Ada beberapa jenis makanan atau minuman yang tidak perlu menggunakan Izin P-
IRT. Nah dibawah ini adalah beberapa daftar makanan dan minuman yang harus
menggunakan Izin P-IRT.

1. Hasil olahan daging kering


2. Hasil olahan ikan kering
3. Olahan unggas kering
4. Olahan Sayur
5. Hasil olahan kelapa
6. Tepung dan hasil olahannya
7. Minyak dan lemak
8. Selai, jeli dan sejenisnya
9. Gula, kembang gula dan madu
10. Kopi dan teh kering
11. Bumbu
12. Rempah
13. Minuman serbuk
14. Hasil olahan buah
15. Hasil olahan biji – bijian, kacang – kacangan dan umbi.

P-IRT itu diterbitkan untuk teman – teman yang ingin melakukan pengemasan
kembali. Syarat untuk pencantuman P-IRT produk repacking, pangan (produk)
tersebut harus sudah memiliki P-IRT.

Nah apabila dari sananya belum terdaftar P-IRT kemudian mau dikemas kembali
menggunakan P-IRT tidak bisa karena legalitas dari sana memang belum ada.
Bahkan jaminan dari tempat asal belum ada. Produk yang boleh didaftarkan P-IRT
selaku pengemas memang dari tempat asal memang sudah punya P-IRT dan lazim
dijual dalam ukuran besar.

Sehingga tidak sekedar mengganti merk atau menempel merk baru pada kemasan
yang sama. Istilahnya stok barang dalam jumlah besar kemudian dikemas kembali
syaratnya harus punya P-IRT dari sananya dan memang lazim dibongkar dari
kemasan yang ukurannya besar.

Bahan Baku Tidak Bolehkan Didaftarkan PIRT

5
Ketentuan dari bahan baku yang tidak boleh digunakan untuk didaftarkan P-IRT yang
kaitannya dengan farmatologi. Dalam hal ini adalah obat tradisional, yakni ketika
bahan yang digunakan sudah memiliki efek farmasetis. Atau bahan yang digunakan
mengandung narkotika, psikotropika.

Atau bahan yang digunakan adalah hewan maupun tumbuhan yang dilindungi.
Contohnya disini ada di Peraturan BPOM no 7 tahun 2018 tentang bahan baku yang
dilarang dalam pangan olahan. Disini ada biji saga, daun sirsak, ganja, daun tapak
doro, jati belanda, alang – alang, buah zaitun, delima dan akar brotowali. Nah ini
adalah kelompok jenis bahan alam yang tidak boleh dikemas dan dijadikan bahan
pangan industri rumah tangga.

Nah itu tadi adalah penjelasan dari Bapak Gunanto yang menjelaskan mengenai izin
P-IRT Dinkes. Semoga bermanfaat dan membantu memberikan wawasan dan
pengetahuan bagi para pengusaha sekalian. Jangan lupa tonton video channel
youtube TVBisnis terbaru lainnya, subscribe dan share guys. Terima kasih.

Anda mungkin juga menyukai