PENGEMBANGAN
Oleh:
ARIFAL 1KHFA MAU LAN A
D0A017109
ii
LAPORAN PRAKTIK KERJA
Oleh :
ARIFAL IKHFA MAULANA
D0A017109
iii
~ 4 AUG 2021
iv
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Ning Iriyanti, M.P. Prof.Dr. Ir Eliy Tugiyanti, M.P.
NIP. 196403111989903 2 002 NIP. 19640109 198703 2 001
Mengetahui,
v
SURAT PERNYATAAN
NIM : D0A017109
Angkatan : 2017
Dengan ini
saya menyatakan bahwa dalam penyusunan laporan praktik kerja tidak terdapat karya orang
lain yang pernah diajukan untuk keperluan penulisan ilmiah di suatu perguruan tinggi, kecuali
secara tertulis saya ajukan dalam naskah ini dan saya sebutkan dalam Daftar Pustaka.
Demikian surat pernyataan ini saya buat secara sadar dan sebenar-benarnya. Apabila
dala pembuatan persyaratan ini ada yang tidak benar saya bersedia menerima sanksi yang
berlaku.
Yang menyatakan,
vi
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
Ternak (BPPT) Unggas Jatiwangi. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah membantu pelaksanaan praktik kerja lapangan dan penyusunan laporan,
kepada:
1. Kedua orangtua tercinta, Bapak Harsono dan Ibu Luwes Muniroh yang telah memberikan
Prof.Dr.lsmoyowati. S.pt. M,p. yang telah memberikan izin serta dukungan dalam
3. Novie Andri Setianto, S.Pt., M.Sc., Ph.D. selaku Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas
4. Prof.Dr.lr.Ning Iriyanti, M.P dan Prof.Dr.Ir.Elly Tugiyanti, M.P selaku dosen pembimbing
praktik kerja yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam praktik kerja
Loji, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat yang telah memberikan izin dan sarana
sekelompok praktik kerja lapangan Afif Dwi Laksono, Sutarti, Laeli Fariqoh, Mahesya Ika
Ningrum, Nafal Fata Nabila terima kasih atas kerjasama dan kebersamaannya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan praktik kerja lapangan masih
terdapat kekurangan dan jauh dari sempurna. Semoga laporan praktik kerja lapangan dapat
bermanfaat khususnya untuk penulis dan untuk pembaca yang memerlukan pengetahuan
Penulis
vi
DAFTAR ISi
Halaman
SURAT PERNYATAAN.................................................................................................................iv
PRAKATA....................................................................................................................................v
DAFTAR ISI.................................................................................................................................vi
DAFTAR TABEL..........................................................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................................................xi
RINGKASAN..............................................................................................................................xii
L PENDAHULUAN.............................................................................................................13
1.2 Tujuan............................................................................................................................14
1.3 Kegunaan.........................................................................................................................14
2.1. Materi............................................................................................................................15
2.2.1 Diskusi..........................................................................................................................16
2.3 Cara Kerja........................................................................................................................16
3.3 Perkandangan.................................................................................................................20
3.5 Vaksinasi.........................................................................................................................27
4.1. Kesimpulan....................................................................................................................40
4.2 Saran...............................................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................42
LAMPIRAN...............................................................................................................................44
Tabel Halaman
IX
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Lampiran Halaman
Jatiwangi................................................................................................................................ 44
Praktik kerja merupakan salah satu kegiatan praktik lapangan yang wajib dilakukan oleh
mahasiswa. Praktik kerja tentang Manajemen Reproduksi Ayam Sentul di UPDT
Pengembangan dan Pembibitan Ayam Sentul Jatiwangi Majalengka Jawa Barat dilaksanakan
mulai tanggal 11 Februari 2020 sampai dengan tanggal 11 Maret 2020. Tujuan dari kerja
praktik adalah untuk mengetahui kondisi yang ada dilapangan atau di perusahaan peternakan
yang ada.
Ayam sentul merupakan ayam khas Indonesia, ayam ini banyak terdapat didaerah jawa
barat khususnya di daerah Ciamis. Sistem perkandangan menggunakan kandang postal dan
koloni.Kegiatan yang dilakukan yaitu pemeliharaan mulai dari DOC (Periode awal), Grower
(Periode Pertumbuhan), dan Layer (parent stock atau periode produksi)yang menghasilkan
telur dan akan ditetaskan menjadi DOC. Balai pengembangan perbibitan ternak unggas
jatiwangi ini juga bergerak dalam bidang hachering (penetasan). Ternak ayam sentul yang ada
di balai merupakan hasil ternak ayam yang ditetaskan sendiri oleh balai, dan sebagian
dikeluarkan untuk masyarakat sekitar Jwa Barat.
Jenis ayam yang dipelihara adalah ayam sentul kelabu dan ayam sentul debu. Ayam
bibit yang dipelihara merupakan induk dari DOC ayam buras petelur (final stock). DOC yang
dihasilkan merupakan hasil dari penetasan yang dilakukan oleh balai itu sendiri. Kegiatan rutin
yang dilakukan, yaitu (1) pemberian pakan yang dilakukan dua kali dalam sehari yaitu pada
pagi dan siang hari, (2) pemberian minum yang dilakukan secara ad iibitum, (3) Biosecurity
yang dilakukan ada dua macam yaitu biosecurity untuk kendaraan dan biosecurity untuk
manusia, (4)Penimbangan Bobot Badan ayam uji perfomans dilakukan seminggu sekali untuk
melihat pertumbuhan bobot badan ayam , (6) Penggantian Sekam (7) vaksinasi dilakukan
setiap seminggu sekali yaitu di hari selasa. Kegiatan insidental, yaitu, (8) Bedah bangkai
dilakukan ketika terdapat wabah penyakit yang terjadi atau untuk mengetahui penyakit apa
yang menyerang ternak. Kegiatan Penunjang yang dilakukan, yaitu (9) Diskusi dan (10)
Presentasi.Candling dilakukan dua kali, yaitu pada hari ke 7 (satu minggu) dan selanjutnya
pada hari ke 15. Telur dari kandang di bagi menjadi tiga golongan yaitu telur tetas, telur
konsumsi dan telur busuk.
Bibit ayam sentul yang digunakan adalah ayam sentul jenis debu yang memiliki warna
bulu putih keemasan dan ayam kelabu dengan warna abu-abu pudar. Pakan yang dugunakan
untuk ayam sentul setiap fasenya berbeda-beda fase starter menggunakan pakan dengan kode
CP-531Y, fase grower atau pertumbuhan dengan kode pakan CP-532Y, sedangkan untuk ayam
fase layer menggunakan kode pakan CP-534BY.kandang yang digunakan untuk periode starter
dan pertumbuhan adalah kandang postal sedangkan untuk periode layer menggunakan
kandang koloni. Kandang untuk ternak jantan dan betina dipisahkan. Vaksin yang dilakukan
untuk periode pertumbuhan adalah vaksin ND-IB-SHS-EDS.
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ayam lokal di Indonesia adalah kekayaan alam yang merupakan aset nasional yang tidak
ternilai harganya. Ayam sangat disukai oleh masyarakat baik daging maupun telur, selain
produk yang dihasilkan, feses ayam juga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik bagi
tanaman. Usaha peternakan ayam lokal mempunyai prospek yang menjanjikan, baik secara
ekonomi maupun sosial, karena produk berupa daging dan telur merupakan bahan pangan
bergizi tinggi, serta permintaan pasar yang cukup banyak. Peranan peternakan unggas dalam
tombak dalam pemenuhan kebutuhan akan konsumsi hewani, saat ini ayam memberikan
Ayam lokal yaitu ayam Sentul yang merupakan jenis ayam lokal khas Ciamis yang
berpotensi sebagai penghasil telur dan daging. Ayam Sentul memiliki karakteristik berupa
pertumbuhan bobot badan yang lebih cepat, lebih tahan terhadap penyakit, dan produksi
telur yang relatif lebih tinggi apabila dibandingkan dengan ayam buras lainnya. Selain itu,
ayam Sentul memiliki performans yang baik dalam tingkat produktifitasnya (daging dan telur),
bahkan lebih baik dibandingkan dengan beberapa rumpun ayam lokal pada umumnya,
Ayam Sentul memiliki beberapa jenis yaitu Sentul debu, Sentul kelabu, Sentul emas,
Sentul geni dan Sentul batu. Masing-masing ayam Sentul memiliki karakteristik
14
atau ciri khas. Ayam Sentul kelabu memiliki bulu abu agak tua, Sentul debu berwarna seperti
debu, Sentul emas berwarna abu kunir keemasan, Sentul geni berwarna abu kemerah-
merahan, Sentul batu memiliki bulu abu keputihan. Ayam Sentul memiliki warna bulu yang di
dominasi abu-abu dengan sedikit warna merah dan keemasan, jantan berjengger rata-rata
tipe single comb, produksi telur tinggi dibandingkan ayam lokal lainnya.
1.2 Tujuan
2. Mengadakan evaluasi keberhasilan kegiatan usaha pemeliharaan ayam sentul ditinjau dari
3. Sebagai salah satu syarat kurikuler Program Diploma III Program Studi Produksi
1.3 Kegunaan
3. Sebagai sarana latihan yang digunakan sebagai bekal jika terjun ke dunia kerja.
2.1. Materi
Materi yang di gunakan dalam praktik kerja di UPTD BPPTU adalah ayam sentul, pakan,
Peternakan ayam Sentul di UPTD BPPTU dengan populasi 17.000, menggunakan strain
2.1.2 Pakan
Pakan yang digunakan yaitu pakan komplit komersial berdasarkan periode starter, grower
dan layer. Data kandungan nutrisi pada pakan di peroleh dari data sekunder.
2.1.3 Kandang
Kandang yang digunakan di UPTD BPPTU berupa open housed yang terbagi menjadi 9
kandang yaitu 6 kandang untuk periode layer tipe koloni dan postal, 2 kandang di gunakan
untuk periode grower tipe postal, 1 kandang untuk periode starter tipe postal.
2.1.4 Air
Air yang di gunakan berasal dari mata air pegunungan yang kemudian ditampung di
2.2 Metode
Proses pengamatan dilakukan langsung ketika melakukan kegiatan kerja praktik di
lapangan dengan melakukan kegiatan rutin, kegiatan insidental, dan kegiatan penunjang serta
2.2.1 Diskusi
Kegiatan diskusi merupakan bagia dari kegiatan penunjang yang dilakukan guna
mencari data tambahan yang tidak didapatkan langsung di lapangan. Kegiatan diskusi biasa
dilakukan bersama Maya Fitriati, S.Pt. selaku petugas bagian pemurnian dan pemaparan tugas
Kegiatan rutin adalah kegiatan yang dilakukan secara teratur dan tidak berubah-ubah.
Kegiatan rutin yang dilakukan di UPTD BPPTU kegiatan rutin yang dilaksanakan meliputi
pemberian pakan, pemberian air minum, kegiatan culling, pengambilan telur, penimbangan
bobot badan, seleksi telur, kegiatan candling, pemotongan paruh dan vaksinasi.
UPTD BPPTU yaitu mutasi ternak, kegiatan vaksin, dan pengambilan sampel darah.
2.3.3 Kegiatan Penunjang
informasi serta pengetahuan tambahan. Kegiatan penunjang yang dilakukan di UPTD BPPTU
BPPTU, Jalan Raya Loji km 35 kecamatan Jatiwangi Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Praktik
kerja lapangan dilaksanakan selama 1 bulan, mulai tanggal 10 Februari 2020 sampai 10 Maret
2020.
ili. KEGIATAN DAN PEMBAHASAN
km. 35 Jatiwangi Kabupaten Majalengka. Kecamatan jatiwangi merupakan kecamatan yang berada
diwilayah kabupaten Majalengka dengan ketinggian 50 mdpl diatas permukaan laut. Keseluruhan
wilayah Jatiwangi berupa daratan rendah dengan total luas 215 hektar. Kecamatan Jatiwangi secara
geografis terletak di antara 108°16' - 108°19' bujur timur dan antara 6°45; -6°50' lintang selatan,
dengan batas-batas wilayah sebelah barat dengan kecamatan Dawuan dan Kecamatan Kasokandel,
sebelah timur dengan Kecamatan Palasah, sebelah utara dengan Kecamatan Ligung dan sebelah
selatan dengan Kecamatan Cingasong dan Kecamatan Sukahaji (BPS Kabupaten Majengka, 2018).
Keadaan topografi adalah bergelombang dan berbukit landai dengan kemiringan antara 5-60°
dan ketinggian 20-100 m dari permukaan laut. Iklim tergolong daerah kering dengan curah hujan
antara 6 bulan kering dan 6 bulan basah. Temperatur berkisar antara 24-35°C dengan kelembaban
45-60%. Hal tersebut sesuai dengan Anjakaiye, dkk., (2011) suhu nyaman untuk ayam di daerah
tropis berkisar antara 18 - 28°C dengan kelembaban nyaman yaitu <70 dan Heat Stress lndex yang
masih mampu ditolerir ayam adalah 160. Jenis tanah pada umumnya pasir dan lempung dengan pH
antara 6,5-7,0.
17
Luas wilayah yang dimiliki oleh balai pengembangan perbibitan ternak unggas (BPPTU) adalah
dengan luas lahan tanah ± 16,5 ha yang status lahan milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan
sertifikat hak guna pakai No. 324 Tahun 1989.Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Unggas
Jatiwangi terdapat dipinggir jalan raya, jarak kandang dengan jalan raya cukup jauh sekitar 200
meter.
Lokasi peternakan berada 200 meter dari pemukiman penduduk, tepatnya berada persis
samping jalan raya lintas provinsi. Lokasi peternakan yang demikian dapat berpengaruh pada
kualitas produksi ternak, sehingga dalam pemilihan lokasi penting diperhatikan untuk menjaga
kualitasnya. Selain itu, lokasi peternakan ayam sentul tersebut juga dinilai terlalu dekat dengan
peternakan lain, yaitu sekitar 50 meter ke arah timur terdapat peternakan itik yang juga masih milik
Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Unggas (BPPTU) Jatiwangi berdiri sejak tahun 1952
dengan nama Taman Ternak, kemudian pada Tahun 1980 berganti nama menjadi Balai Pembibitan
Ternak dan Hijauan Makanan Ternak (BPT-HMT) Jatiwangi sampai dengan tahun 1999 dengan
ternak yang dikembangkan adalah ternak Ruminansia. Selanjutnya, pada tanggal 7 September 1999
kembali berganti menjadi Balai Pembibitan Ternak (BPT) Unggas Jatiwangi sesuai dengan Surat
Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor 40 Tahun 1999 tanggal 7
September 1999. Akhirnya, pada tahun 2002 Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2002 diubah
menjadi UPTD Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Unggas Jatiwangi.
Balai Pengembangan Pembibitan Ternak Unggas Jatiwangi ditetapkan dalam Peraturan
Gubernur Jawa Barat Nomor 113 tahun 2009 tentang Organisasidan Tata Kerja Unit Pelaksana
Teknis Dinas dan Badan di Lingkungan Pemerintah Povinsi Jawa Barat (Berita Daerah tahun 2009
18
nomor 186 seri D) yang diperbaharui dengan Peraturan Gubernur Nomor 81 tahun 2017 tentang
Tugas Pokok, Fungsi, Rincian Tugas Unit dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Daerah di Lingkungan
Struktur organisasi UPTD Balai Pengembangan Pembibitan Ternak Unggas Jatiwangi pada
tahun 2020, dipimpin oleh bapak drh. Suprijanto yang menjabat sebagai kepala balai BPPT Unggas
Jatiwangi. Kemudian jabatan Kepala Sub Bagian Tata Usaha dipegang oleh bapak Uan Ridwan
Sapruloh, S.Pt., sedangkan Kasi (Kepala Divisi) Pembibitan dijabat oleh Gilang Christian A., S.Pt,
M.Si., serta Kepala Divisi Distribusi dan Informasi dijabat oleh bapak Asep Saepudin. S.Pt,. MM. dan
jabatan selanjutnya merupakan jabatan kelompok fungsional yang melibatkan staff divisi, petugas
kandang, petugas kesehatan, dan petugas keamanan. Struktur Organisasi dapat dilihat pada
(Lampiran ).
ternak unggas;
UnggasJatiwangi; dan
19
Ayam sentul yang dipelihara di Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Unggas Jatiwangi yaitu
ayam Sentul debu dan ayam Sentul kelabu. Pemeliharaan antara Sentul debu dan kelabu dipisah
mulai dari DOC. Seleksi pada DOC juga dilakukan untuk mengetahui secara dini, ternak mana yang
sehat dan dapat berproduksi nantinya dengan baik. DOC yang berkualitas baik mempunyai ukuran
yang seragam dan pusarnya sudah kering dan menutup dengan baik, selain itu, bobot DOC yang baik
30 gram.
Manajemen pemeliharaan yang paling utama diterapkan pada sebuah peternakan dibantu
dengan manajemen dari perkandangan, pakan, kesehatan dan lainnya. Manajemen pemeliharaan
ayam lokal dengan melakukan pemeliharaan secara intensif sehingga dapat mengontrol
menjadi mudah dilakukan, dengan cara melakukan desinfeksi lingkungan kandang dan vaksinasi
ayam, dengan demikian ayam kesehatannya dapat terjaga dan diharapkan peternak dapat terhindar
Pemeliharaan di BPPTU dilakukan juga seleksi ternak guna mencapai produktivitas ternak yang
maksimal. Seleksi dilakukan secara berkala dengan sifat kualitatif dan kuantitatif. Seleksi dilakukan
mulai dari umur 6 minggu, lalu 12 minggu dan 18 minggu sampai afkir. Seleksi melalui sifat kualitatif
yaitu warna mata, shank, bulu, paruh, dan jengger, sedangkan sifat kuantitatif yaitu bobot badan
dan deplesi pakan. Umur 18 minggu lebih mengutamakan sifat kuantitatif yaitu populasi, bobot
Seleksi ayam umur 6 minggu (perpindahan dari fase starter) seleksi dengan bobot badan
20
minimal 300 gram dengan keseragaman 80%. Menurut Kustiningrurn (2004) menyatakan
pertambahan bobot badan adalah pengukuran berat badan pada unggas yang dilakukan seminggu
sekali. Pertambahan bobot badan digunakan untuk menilai pertumbuhan respon ternak terhadap
berbagai jenis pakan, lingkungan serta tata laksana pemeliharaan yang diterapkan.
3.3 Perkandangan
Kandang merupakan aspek dalam pemeliharaan unggas yang sangat penting untuk
diperhatikan untuk menunjang produksi dan kenyamanan. Kandang yang ada di Balai
Pengembangan Pembibitan Unggas Jatiwangi yaitu kandang jenis postal dan kandang koloni.
Kandang postal digunakan untuk memelihara ayam pada periode starter dan grower (Gambar 4),
Sedangkan kandang koloni digunakan untuk memelihara ayam periode layer atau produksi (Gambar
Kandang untuk fase starter umur 1-6 minggu, menggunakan piringan bak berbahan dasar seng
yang dibuat sendiri dengan diameter 2.5 m untuk 200 ekor. Penyediaan ruang kandang yang
nyaman dengan tingkat kepadatan yang sesuai berdampak pada performa produksi yang akan
dicapai. Ayam baru bisa mengatur suhu tubuhnya secara optimal sejak umur 2 minggu, oleh karena
itu, peran brooder (pemanas) sangat penting untuk menjaga suhu kandang tetap dalam zona
21
nyaman ayam. Pemanas yang digunakan yaitu semawar dengan kapasitas 500-600 ekor dan lampu
10-20 lux/ 100 ekor/ 200 watt selama 3-4 minggu. Suhu brooder 0-1 minggu 32-33°C, 1-2 minggu
31-32°C dan 2-3 minggu 26-28°C dengan kelembaban 50-75%. Hal tersebut sesuai dengan Setia wan
& Sujana (2009) Pemeliharaan periode brooding adalah 14 hari, dengan pengaturan suhu 30-32°C ,
Konstruksi kandang untuk semua ternak menggunakan litter dengan ketebalan 8-12 cm dan
daya tampung yang berbeda untuk setiap umur >3 minggu 40 ekor/m2 dan 3-6 minggu 20
ekor/m2. Litter yang digunakan yaitu sekam padi, dengan menggunakan bahan tersebut ditujukan
untuk penyerapan air yang baik sehingga lantai tidak becek. Sebelum sekam padi ditebarkan,
terlebih dahulu ditaburi kapur dolomit untuk mengurangi bau kotoran ternak. Keuntungan dari
kandang sistem litter adalah penggelolaan kandang lebih mudah dan dapat member kehangatan
pada anak ayam. Hal ini sesuai dengan pernyataan Putri et al, (2017) bahwa kandang dari sistem
1. 1-6 30
2. 6-12 20
3. 12-18 10
4. >18 7
Sumber: Permentan (2014)
Kandang ayam yang ada di Balai Pengembangan Pembibitan Unggas Jatiwangi adalah kandang
dengan sistem terbuka (Open House). Kelebihan kandang sistem terbuka yaitu udara segar akan
23
mudah masuk, semakin banyak bagian kandang yang terbuka, semakin baik pula pergantian udara
didalamnya. Kontruksi kandang yang di gunakan yakni terbuat dari bahan kayu dengan atap
genteng, dan bahan seng dari mulai dinding hingga atap. Dinding pada kandang kandang bagian
bawah terbuat dari seng dan menggunakan ram. Menurut Fadilah et al, (2007), semua bentuk
kandang yang dibuat ditujukan untuk ayam bisa hidup dengan nyaman dan aman dari lingkungan,
sehingga ayam dapat berproduksi dengan optimal. Konstruksi kandang meliputi, atap, dinding,
Atap kandang adalah bagian dari bangunan kandang yang berfungsi untuk menaungi bagian
dalam kandang dari panas matahari dan curah hujan. Bahan yang digunakan sebagai atap perlu
dipilih dari jenis bahan yang ringan, tahan panas, tidak menyerap atau menghantar panas, tidak
mudah bocor. Balai Pembibitan Unggas Jatiwangi menggunakan atap jenis monitor dan gable roof.
Kandang sistem monitor ini di terpakan pada fase layer karena pada fase ini ayam harus merasa
nyaman dan cukup udara untuk produksi, gambar atap monitor pada (Gambar 3). Menurut
pendapat Rasyaf (2003), atap sistem monitor dapat meningkatkan fungsi ventiiasi. Ventilasi yang
baik akan membuat ayam nyaman sehingga produksi yang dihasilkan bisa optimal.
Bangunan kandang pada periode starter dan grower akan dilengkapi dengan tirai yang
24
berfungsi untuk mengatur suhu udara didalam kandang terlihat pada (Gambar 4). Dinding kandang
berfungsi sebagai pelindung keberadaan ayam dari gangguan luar dan penghalang ayam agar tetap
berada dalam kandang dengan tenang. Dinding kandang terdiri atas kawat monitor dan beton yang
dilapisi dengan tirai yang terbuat dari terpal tirai yang berfungsi untuk membantu penerangan dan
Perkandangan untuk fase grower menggunakan kandang postal yang diberi alas litter seperti
pada (Gambar 5), dengan daya tampung 6-18 minggu 10 ekor/m2 dan umur >14 minggu 6 ekor/m2
yang sudah sesuai pada (Tabel 1). Kandang postal pengontrolan kesehatannya lebih mudah dan
karena populasi ayam dalam satu kandang lebih sedikit. Kapasitas 1 feeder 1 kg/ 50 ekor dan 1
drinker 7 liter/ 50 ekor. Jumlah feeder dalam satu kandang postal pada fase Grower berisi 4feeder
dan 2 drinker air minum, (Gambar 5). (Widyasworo & S, 2016), Kekurangan kandang postai ternak
banyak melakukan aktivitas, sedikit makan sehingga energi yang di serap tubuh banyak yang
terbuang untuk melakukan aktivitas.
25
Kandang periode layer atau produksi kandang yang digunakan yaitu kandang koloni. Kandang
koloni untuk ayam periode layer pada UPTD Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Unggas
Jatiwangi kepadatannya sudah sesuai yaitu untuk 5-6 ekor ayam dengan kandang seperti cage yang
terbuat dari kawat dengan ukuran 1x1 m. Kelebihan sistem kandang koloni yaitu aktivitas ayam
untuk bergerak tentu saja kurang dibandingkan dengan sitem kandang postai, maka energi ayam
yang di perlukan bisa dikurangi dan Kandang dengan sistem koloni lebih mudah terjadi penularan
penyakit, terjadinya kanibalisme dan sulit melakukan pengontrolan, selain itu pada sistem ini juga
lebih sulit dilakukan pengontrolan tingkat produksi, konsumsi pakan, maupun kondisi kesehatan
masing-masing ayam.
kontaminasi mikroba pada ternak, sehingga ternak dapat berproduksi secara optimal. Program
biosecurity di Balai Perbibitan Unggas Jatiwangi dilakukan mulai dari pintu masuk Balai dan kandang.
karyawan atau staff, pengunjung atau tamu, lingkungan kandang, dan lingkungan peternakan. Hal
ini sesuai dengan pendapat Adjid dkk., (2006) yang menyatakan bahwa biosecurity merupakan
upaya agar agen tidak masuk atau keluar dari area peternakan yang didukung oleh komponen
Sanitasi didefinisikan sebagai usaha pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau
mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dalam rantai perpindahan penyakit dalam suatu
peternakan. Sanitasi merupakan cara yang digunakan dalam memberantas atau mengontrol
mikroorganisme yang mempunyai pengaruh yang berbahaya terhadap kesehatan ternak. Hal ini
sesuai dengan pendapat Ustomo, (2016) sanitasi bertujuan untuk mencegah berkembangnya atau
Kegiatan biosecurity di Balai Perbibitan Unggas Jatiwangi berawal dari luar area peternakan.
Kendaraan yang memasuki area peternakan dan area kandang dilakukan kegiatan biosecurity yang
berupa kolam Dipping dan Biosekurity yang dilakukan sebelum masuk kandang, yaitu dengan cara
mencelupkan sepatu booth kedalam kolam yang berisi campuran kapur, air dan larutan pristam. Hal
ini sesuai dengan pendapat Suprijatna, (2005) Biosecurity merupakan upaya pencegahan
penyebaran wabah penyakit dengan cara pengontrolan dan pembatasan aktivitas keluar masuknya
makhluk hidup maupun peralatan serta kendaraan yang diduga akan menjadi sumber pembawa
27
wabah penyakit.
3.5 Vaksinasi
Faktor yang mendukung keberhasilan dalam memelihara ayam adalah vaksinasi.
Vaksin merupakan mikroorganisme bibit penyakit yang telah dilemahkan atau dimatikan yang
diberikan pada ternak yang dapat merangsang pembentukan zat kebal sesuai dengan jenis
vaksinnya. Program vaksinasi merupakan program yang terjadwal di Balai Perbibitan Unggas
Jatiwangi sebagai penunjang keberhasilan dan menghasilakan kekebalan tubuh pada ayam. Hal ini
sesuai dengan pendapat Suprijatna (2005) Vaksinasi bertujuan untuk menghasilkan kekebalan tubuh
tinggi dari penyakit pada ayam dengan kombinasi pemberian beberapa jenis vaksin untuk beberapa
Vaksinansi yang rutin dilaksanakan oleh Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Unggas
Jatiwangi yaitu vaksinasi Al dan ND. Vaksinasi ND dan Al pada fase grower dilakukan pada umur 12
minggu untuk vaksin A! dan umur 10 serta 12 minggu untuk vaksin ND dengan dosis 0,5 cc
menggunakan metode drink water. Sebelum dilakukan vaksinasi, ayam terlebih dahulu dipuasakan
dan setelah 2 jam pemberian vaksin, ayam diberikan pakan, dengan vaksin harus dihabiskan kurang
dari 2 jam. Pengoperasian vaksin air minum dibersihkan tangki air dengan menguras air yang
28
dibutuhkan, kemudian tambahkan vaksin sesuai dosis dengan air seperti pada
Sistem pemeliharaan secara tradisional, tingkat kematian ayam lokal sangat tinggi. Pada anak
ayam dapat mencapai 100 %. Kematian ayam kampung sampai umur 6 minggu dapat mencapai 68,5
% dan pada ayam dewasa 7 %. Anak ayam yang dipelihara terkurung dan divaksin serta diberi
ransum sesuai kebutuhan sampai umur 6 mingu, maka pada saat dipelihara secara umbaran
menunjukkan tingkat kematian yang menurun dan laju pertumbuhan yang meningkat. Hal ini sesuai
dengan pendapat Rahmawanty et al, (2010) yang menyatakan bahwa pertumbuhan anak ayam yang
di pelihara secara intensif dan di beri vaksin akan mempengaruhi laju pertumbuhan dan akan
Jenis penyakit yang ditimbulkan oleh virus, bakteri dan parasit di Balai Pengembangan
Perbibitan Ternak Unggas Jatiwangi yaitu CRD (Chronic Respiratory Disease) dan penyakit
cacingan. Pengobatan penyakit CRD dilakukan pengosongan kandang minimal 14 hari setelah
kandang dibersihkan dan pengontrolan lalu lintas dengan mengontrol kendaraan yang keluar
masuk lokasi peternakan dan dilakukan penyemprotan desinfektan. Pemberian vaksin marex juga
di laksanakan terhadap anak ayam DOC setelah turun dari penetasan dan vaksin ND+AI Killed saat
Perlakuan yang dilakukan guna menangani penyakit yang timbul pada ternak, mulai dari
pencegahan oleh Vaksinasi, pengobatan ternak yang sakit (medikasi), hingga menghilangkannya
Culling adalah pemisahan atau pengafkiran ayam yang dilihat secara ekterior dan dinilai
potensinya yang mungkin berpengaruh terhadap produksinya. Culling biasanya dilakukan yaitu
mulai dari starter, grower, dan layer dengan cara pemisahan ayam yang lemah, cacat, dan tidak
sehat.
Limbah ternak merupakan hasil buangan dari suatu kegiatan pemeliharaan ternak, limbah
merupakan salah satu penyebab pencemaran lingkungan jika tidak ditangani dengan baik (Setiawan,
2013). Penanganan limbah dapat dijadikan sebagai sebuah tolak ukur keberhasilan dalam sebuah
peternakan. Limbah sisa produksi diantaranya yaitu sekam yang sudah tidak terpakai, feses atau
Penanganan bangkai ayam mati di Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Unggas Jatiwangi
ini adalah dengan menggunakan alat yang disebut incinerator , berfungsi sebagai tempat
pembakaran bangkai ternak dan limbah penetasan dengan bertujuan untuk menghindari
peneyebaran penyakit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fadillah, (2005), Ayam mati dengan cara
dibakar merupakan yang paling disarankan karena penyebaran penyakit dapat dihindari.
Mesin incinerator di Balai Perbibitan Ternak Unggas Jatiwangi menggunakan bahan bakar
solar. Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Unggas Jatiwangi mempunyai dua mesin incinerator
dengan suhu panas 500°C dan 700°C. Kotoran ayam atau feses bisa menjadi sumber penyakit dan
tempat perkembangbiakan bakteri, cacing, protozoa, dan lalat. Balai Perbibitan Ternak Unggas
Jatiwangi menjual feses yang banyak di gunakan untuk pupuk pertanian. Hal ini sesuai dengan
Fadillah dan Polana, (2011) Feses ayam dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kandang atau sumber
energi.
31
yang diberikan tidak sesuai dengan kebutuhan makan akan menghasilkan produk yang kurang
baik. Pakan dimanfaatkan oleh ayam sebagai sumber energi untuk berproduksi serta menjalankan
hidup pokoknya. Pakan yang yang digunakan senantiasa memenuhi kebutuhan untuk
Pemberian pakan di UPTD BPPTU Jatiwangi dilakukan sebanyak dua kali dalam sehari, yaitu
di pagi hari pukul 08.00 WIB dan disiang hari pukul 13.30 WIB. Pemberian pakan diusahakan harus
selalu tepat waktu agar ayam tidak stres dan dapat tumbuh dengan baik. Hal ini sesuai dengan
Irawan (2009) pakan merupakan kebutuhan mutlak yang harus selalu diperhatikan dalam
kelangsungan hidup pemeliharaan ternak ayam, apabila ternak tidak diberi pakan secara teratur
ternak akan sakit dan produksi menurun. Pakan yang diberikan di UPTD BPPT Jatiwngi merupakan
pakan jadi yang mengandung jagung giling, pecahan gandum dan girt dengan bentuk pakan
crumble.
efisien. Hal ini sesuai dengan pendapat Alamsyah (2005) menyatakan bahwa ayam yang diberi
ransum starter bentuk crumble akan mengkonsumsi ransum lebih banyak dibandingkan yang diberi
bentuk mash. Kelebihan ransum bentuk crumble adalah distribusi bahan pakan lebih merata
sehingga kehilangan nutrisi dapat dicegah serta tidak tercecer pada waktu dikonsumsi.
Pakan yang digunakan di UPTD Balai Pengembanan Perbibitan Ternak Unggas berasal dari
PT. Charoen Pokhpand. Pakan yang digunakan merupakan pakan khusus ayam pembibit. Ayam
memerlukan nutrisi yang berbeda-beda pada setiap fasenya, maka dari itu untuk pemberian jenis
pakannya juga berbeda, untuk ayam fase starter menggunakan pakan dengan kode CP-531Y, fase
grower atau pertumbuhan dengan kode pakan CP-532Y, sedangkan untuk ayam fase layer
Sumber: Komposisi Pakan CP531Y (Starter), CP532Y (Grower) dan CP534BY (Layer)
energinya terpenuhi ayam akan terus makan, Jika ayam diberi makan dengan kandungan energi
rendah maka ayam akan makan lebih banyak. Konsumsi ransum setiap rninggu bertambah sesuai
dengan pertambahan bobot badan. Setiap minggunya ayam mengkonsumsi ransum lebih banyak
Tabel 4. Jumlah Kebutuhan Ransum Ayam Sentul per Ekor per Hari
Umur (Minggu) Jumlah (gr) Umur (Minggu) Jumlah (gr)
1 10 12 70
2 20 13 70
3 30 14 70
4 40 15 75
5 50 16 75
6 60 17 75
7 65 18 75
8 65 19 80
9 65 20 90
10 65 Layer 100
11 70 Layer 100
Sumber: UPTB BPPPTU Jatiwangi.
Pemberian pakan dengan kebutuhan nutrisi antara grower dan layer, dengan protein yang
dibutuhkan sudah cukup, hanya protein untuk grower pemberiannya berlebih, sedangkan EM yang
dibutuhkan untuk grower pemberiannya berlebih dan layer pemberiannya kurang. Apabila
pemberian pakan berlebihan atau kurang dari jumlah yang dianjurkan, maka pertumbuhan dan
produktivitas ayam akan terganggu atau belum terpenuhi sesuai harapan (Zainuddin, 2010). Nilai
rata-rata konsumsi ransum ayam Sentul di BBPTU sebesar 5,543 gram per ekor selama satu kali
periode pemeliharaan (7-19 minggu) dengan konversi pakan 5,6 (Lampiran 7).
Menurut Husmaini (2000) menyatakan konversi ransum pada ayam kampung umur 8 minggu
menggunakan ransum yang kandungan proteinnya 17% dan 20% yaitu sebesar 2,84 dan 4,32.
Konversi ransum di BPPTU melebihi dari yang seharusnya, tidak efisiennya pakan yang diberikan
dengan rata-rata bobot yang dihasilkan. Konversi ransum diketahui melalui semakin tinggi nilai
menunjukkan semakin banyak pakan yang dibutuhkan untuk meningkatkan bobot badan per satuan
berat.
Pemberian pakan yang dilakukan di Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Unggas Jatiwangi
berbeda beda setiap periodenya untuk periode starter yaitu 10-40 gr/ekor/hari, periode
pertumbuhan diberikan pakan sebanyak 40-60 gr/ekor/hari dan akan mengalami pertambahan
sebanyak 5 gram setiap rninggunya, sedangkan untuk periode layer akan diberii pakan 100
gr/ekor/hari. Hal ini sesuai dengan pendapat Nataamijaya dkk (2005) konsumsi ransum dan
pemberian pakan pada setiap fase ayam lokal berbeda-beda. Data tersaji di atas pada Tabel 1.
Pemberian pakan yang dilakukan di Balai Pembibitan Unggas Jatiwangi adalah pemberian
secara manual dengan menggunakan tenaga manusia yang di lakukan oleh anak kandang. Tempat
sedangkan untuk kandang koloni tempat pakannya berupa talang pakan dan dan pipa paralon
Cara pemberian air minum yang ada di UPTD Balai Pengembangan Perbibitan Ternak
Unggas Jatiwangi menggunakan dua metode yaitu pemberian secara manual dan otomatis.
Pemberian minum menggunakan drinker dengan kapasitas 1 drinker 7 liter/5O ekor digunakan pada
kandang postal, yang menggunakan tipe gantung.dan penggunaan nipple pada sistem kandang
Pemberian air minum di UPTD Pengembangan dan Pembibitan Ayam Sentul Jatiwangi
dilakukan secara ad libitum. Pemberian secara Addlibitum dimaksudkan agar ayam tidak kekurangan
air minum. Air minum ayam harus sesuai syarat kelayakan air minum dan terbebas dari organsime
yang dapat menyebabkan penyakit. Pemberian minum penting dilakukan untuk menghidari ayam
stress dan dehidrasi dikarenakan air merupakan komponen yang besar dalam tubuh ayam yaitu
Air yang digunakan dalam kegiatan pemeliharaan ayam di UPTD Blai Pengembangan Perbibitan
Ternak Unggas Jatiwangi berasal dari air sumur yang bersih. Balai Perbibitan Unggas Jatiwangi
menambahkan kaporit di dalam toren penampung air untuk membunuh membunuh bakteri yang
terkandung di dalam air. Hal ini sesuai dengan pendapat Munfiah (2013) fungsi kaporit adalah untuk
mengoksidasi zat besi atau mangan yang ada di dalam air, serta untuk membunuh kuman atau
bakteri coli. Pemberian dengan air minum yang bersih bertujuan untuk kesehatan ayam lebih
terjamin dan terhindar dari berbagai macam penyakit, seperti Colibacilliosis, Saimonellosis, dan
Coccidiosis. Hal ini seuai dengan Nurcolis et al. (2009) bahwa kebersihan air dan tempat air minum
dapat mempengaruhi konsumsi pakan akan menurun serta dapat menimbulkan bibit-bibit penyakit
Pemeiiharaan ayam Sentul di BPPTU untuk produktivitas dengan produk yang dihasilkan
berupa DOC ayam Sentul dan telur konsumsi dari hasil non seleksi telur tetas. DOC ayam Sentul
yang sudah diseleksi akan di berikan kepada masyarakat peternak sebagai bantuan atau dijual
dengan isi 100 ekor per box. Produksi telur yang dihasilkan BPPTU Jatiwangi setiap harinya sekitar
1.300 telur, yang dihasilkan dari 8.705 ekor ayam Sentul jantan dan betina fase layer. Penetasan
telur yang dilakukan untuk mendapatkan bibit ayam Sentul dihasilkan dari perkawinan secara alami
ayam Sentul jantan dan betina yang sudah melalui tahap seleksi dengan tujuan memiliki sifat atau
karakteristik yang unggul, menghasilkan telur yang berkualitas dan DOC yang unggul.
Persentase produksi telur yang didapatkan sebesar 14,93%. Menurut Dwiyanto et al. (2011),
bobot badan ayam Sentul jantan berkisar 1,3-3,5 kg dan ayam Sentul betina antara 0,8-2,2 kg,
produksi telur dapat mencapai 118 butir/tahun. Telur konsumsi didapatkan dari tidak terseleksinya
telur tetas. Penanganan telur dengan pengambilan telur dari kandang dilakukan 1-2 kali sehari
untuk menghindari terinjak oleh ayam, benturan antar telur, atau dipatuk ayam. Seleksi telur tetas
memiliki kriteria bobot yang baik untuk telur tetas yaitu 42-55 gr, untuk telur dengan bobot yang
lebih rendah dan tinggi akan dimasukkan ke dalam telur konsumsi. Telur dengan bobot yang lebih
rendah dan tinggi atau abnormai dan telur retak akan dimasukkan ke dalam kriteria telur konsumsi,
telur konsumsi dijual pada masyarakat sekitar balai dan telur yang dijual didapatkan dari
pengambilan telur hari kemarin. Bentuk telur yang normal memiliki sisi runcing dan tumpul, tidak
retak, tidak kotor akibat feses, semakin lama penyimpanan semakin besar rongga udara. Menurut
Samli et al. (2011) Penyimpanan telur yang lama mengakibatkan ukuran rongga udara pada telur
ruang yang lebih rendah dari suhu tubuh induk, kemudian isi telur menjadi lebih dingin dan
mengkerut sehingga memisahkan membran kerabang bagian dalam dan luar, terpisahnya membran
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan kegiatan Praktik Kerja yang telah dilaksanakan di Balai Perbibitan Unggas
kandang postai dan kandang koloni, kandang tipe ini cocok dengan pemeliharaan
ayam sentul dan sudah baik dilihat dari bentuk bangunan kandang dan kebersihan
kebutuhan ternak dengan pemberian pakan dua kali sehari, pakan yang di berikan
4. Pemberian air minum di Balai Perbibitan Unggas Jatiwangi dilakukan secara Adlibitum
dan air yang di gunakan yaitu air bersih yang di tampung di toren.
5. Akses jalan dari pusat kota Majalengka menuju Balai Perbibitan Unggas Jatiwangi
6. Penanganan limbah di Balai Perbibitan Unggas Jatiwangi sudah baik karena sudah
adanya pengolahan limbah bangkai ayam mati dengan cara pembakaran di mesin
incinerator.
7. Balai Perbibitan Unggas Jatiwangi rutin dilakukan cek kesehatan pada ternak
4.2 Saran
Adapun saran dalam rangka membangun perbaikan bagi Balai Perbibitan Unggas
Jatiwangi berdasarkan hasil rangkuman dari berbagai aspek yang berhasil disimpulkan.
Adjid. R.M.A., R. Indriani, R. Damayanti, T. Aryanti, dan Darminto. 2006. "Dukungan Teknologi
Veteriner Dan Strategi Pengendalian Penyakit Unggas (Ayam) Di Sektor 3 Dan 4".
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas
Berdayasaing . Balai Penelitian Besar Veteriner. Bogor.
Alamsyah dan I. Setiawan. 2011. Implementasi Teknologi Semi Close-House System Pada
Performan Ayam Broiler Di Test Farm Sustainable Livestock Techno Park, Kampus
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Jatinangor. Prosding Seminar Nasional
Teknologi Peternakan Dan Veteriner. Sumedang.
Anjakaiye, B., Perez, B. A., dan Mollineda, T. A. 2011. Effect of High Temperature of Production
in Layer Chicken Supplemented with Vitamins C and E . Cordoba, 16(1): 2283-2291.
Dwiyanto, K., Zainuddin, D., Sartika, T., Rahayu, S., Jufri, C., Arifin. 2011. Model
Pengembangan Peternakan Rakyat Terpadu Berorientasi Agribisnis: Komoditas Ayam
Lokal. Bogor: Laporan Kerjasama Direktorat Jenderal.
Fadillah. R, 2007. Sukses Berternak Ayam Broiler. PT.Agromedia Pustaka:. Diganjur. R
Fadilah, R. 2005. Panduan Mengelola Peternakan Ayam Broiler Komersil. Cetakan Ke- 2.
Agromedia Pustaka, Jakarta.
Fadilah, R. dan A. Polana. 2011. 71 Mengatasi Penyakit pada Ayam. Jakarta: Agromedia
Pustaka.
Irawan. 2009. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. UI Press. Jakarta.
Kingston, D. J. 1979. Peranan Ayam Berkeliaran di Indonesia. Laporan Seminar Ilmu dan
Industri Perunggasan II (pp. 13-29). Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan.
Munfiah. S, Nurjazuli, O. Setiani. 2013. "Kualitas Fisik dan Kimia Air Sumur Gali dan Sumur Bor
di Wilayah Kerja Puskesmas Guntur II Kabupaten Demak", jurnal kesehatan lingkungan
Indonesia. 2 (12) :154-159.
Nurcholis., D.Hastuti., dan B. Sutiono. 2009. Tatalaksana pemeliharaan ayam ras petelur
periode layer di Populer Farm desa Kuncen kecamatan Mijen kota Semarang.
Mediargo. 5 (2): 38-49.
Nataamijaya, A.G. 2005 . Karakteristik penampilan pola wara bulu, kulit, sisik, dan paruh ayam
Pelung di Garut dan ayam Sentul di Ciamis. Buletin Plasma Nutfah.10 (1) :l-10.
Putri, A. M., Muharlien, dan Nursita, I. W. 2017. Pengaruh Sistem Lantai dan Tingkat
Kepadatan Kandang Terhadap Performance Produksi Ayam Arab Jantan Periode
Grower. Jurnal Ternak Tropika, 18(2): 69-78.
43
Lampiran 1. Denah Lokasi UPTD Balai Pengembangan dan Perbibitan Unggas Jatiwangi
4
5
,, ,. . . Jumlah Pemberian
Kepadatan kandang =------------------------
47
165.800 gram
1757 ekor
= 94,36 gram/ekor/hari
Nutrient Unit
Kadar air Maksimal 13,0 %
Protein 15,0-17,0 %
Lemak Minimal 4,0%
Serat Maksimal 6,0%
Abu Maksimal 13,5%
Calsium Minimal 3,5%
Phosphor Minimal 0,7%
M.E 2700 kkal/kg
Sumber: Komposisi Pakan CP 534BY
Protein hassr w p
Cam M.E
m
16 3,25 % 0,5% 2800
Kebutuhan
Pemberian 17 3,5% 0,7% 2700
Kesimpulan : Pemberian pakan di UPTD BPPTU Jatiwangi untuk ayam periode produksi
atau layer mengalami kelebiahan protein sebanyak 1%, kalsium 3,15%, phosphor 0,25% dan
mengalami penurunan M.E sebanyak 100.
1
6
7. Penyuntikan Vitamin
sapi potong dari berbagai aspek. Selama kegiatan praktik kerja berlangsung diskusi dengan
Kepala balai dilakukan sebanyak satu kali, diskusi tersebut dilakukan untuk melengkapi data
dan informasi. Diskusi dengan pembimbing lapangan dilakukan pada waktu selama
melakukan kegiatan lapang bersama sama. Diskusi dengan anak kandang rutin dilakukan di
mempunyai curah hujan rata-rata 3144 mm/tahun, rata-rata 122 hari hujan/tahun,
temperatur rata-rata 27°C dengan kelembaban udara (rH) 62%. Jarak jalan umum dengan
lokasi peternakan kurang lebih 500 meter, sedangkan jarak lokasi peternakan dengan
pemukiman penduduk terdekat kurang lebih 500 meter. Lokasi peternakan berada di dataran
rendah dengan ketinggian 0-25 mdpl. Menurut Direktorat Jenderal Peternakan (2014) bahwa,
letak dan ketinggian lahan dari wilayah sekitarnya memperhatikan topografi dan fungsi
lingkungan, sehingga kotoran dan limbah yang dihasilkan tidak mencemari lingkungan. Karena
strategisnya tempat peternakan ini sumber daya alam yang ada di wilayah tersebut berpotensi
untuk pengembangan produksi peternakan baik ternak besar, ternak kecil dan unggas.
UPTD Balai Pembibitan dan Pengembangan Produksi Ternak (BPPPT) dilokasikan pada
lahan Model Integrasi Usaha Tani Tanaman Pangan Hortikultura, Temak dan Ikan (MIUT-TPHTI)
berdasarkan SK Bupati No. 18 Tahun 2006 Tanggal 26 Pebruari 2006 Tentang Penetapan Lokasi
Tanah Untuk Pelaksanaan Program Pembangunan Model Integrasi Usaha Tani Tanaman
Pangan dan Hortikultura, Temak dan Ikan (MIUT-TPHTI). Mempunyai area seluas 32.909 m
dengan rincian sebagai berikut: Blok Simpur No. Persil 11 seluas 15.750 m 2 dan Blok Cikarokrok
Lahan yang dimiliki UPTD BPPPT tersebut digunakan untuk bangunan kantor, 2 kandang
ternak, gudang serta kelengkapannya di Blok Simpur seluas 10.000 m sedangkan sisanya seluas
22.909 m2 diperuntukkan sebagai kebun Hijauan Makanan Ternak (HMT) Sistem Tiga Strata
untuk penyedian pakan hijauan ternak.
dibentuk berdasarkan Perda No. 24 Tahun 2003 yang ditindaklanjuti dengan SK Bupati
Majalengka No. 18 Tahun 2006, dilokasikan pada lahan MIUT - TPHTI di Blok Bungur
Kecamatan Majalengka pada Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan Kabupaten
kegiatan pada UPTD BPPPT difokuskan pada pembibitan sapi potong, hijauan makanan ternak
total 70 ha.
Tahun 2009 berdasarkan Peraturan Bupati No. 26 Tahun 2009 tentang SOTK dan
pemindahan tugas, UPTD BPPPT berpindah dari Dinas Pertanian ke Dinas Kehutanan,
Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Majalengka. Berdiri sejak 1997 dengan luas area 70
breeding, 2 buah gudang serta unit mini feedmill, area perkantoran dan fasilitas lainnya. Pada
tahun 2017 berdasarkan Peraturan Bupati No. 19 Tahun 2016 tentang SOTK dan pemindahan
tugas, UPTD BPPPT berpindah dari Dinas Kehutanan, Perkebunan dan Peternakan ke Dinas
UPTD BPPPT Bungur memiliki struktur organisasi yang merupakan alur koordinasi dan
tanggung jawab dari semua kegiatan Balai tentang pemeliharaan ternak sapi. Struktur
organisasi terdiri dari bagian-bagian yang bertanggung) awab terhadap tugasnya masing -
1
8
masing. Pemegang wewenang tertinggi adalah kepala balai UPTD BPPPT Bungur. Namun, yang
bertanggung) awab penuh atas UPTD BPPPT Bungur adalah Kepala balai.
5.4 Bibit
Pemilihan bibit indukan di UPTD BPPPT Bungur yaitu di ambil dari peternakan sendiri
dengan memanfaatkan sapi muda sebagai pengganti idukan yang sudah tidak berproduksi
(afkir). Masing-masing jenis sapi mempunyai sifat yang khas, baik ditinjau dari bentuk luar
(ukuran tubuh, warna bulu) maupun dari genetiknya (laju pertumbuhan). Jenis bibit sapi yang
ada di UPTD BPPPT Bungur yaitu ada sapi simmental, limousin, brahman dan peranakan
ongole (PO).
Pemilihan bibit bakalan yang baik harus sehat dan tidak cacat. Hal ini sesuai dengan
yulianto (2010) menyatakan bahwa bibit yang dibesarkan harus sehat dan tidak cacat. Untuk
itu, saat akan membeli bibit perlu memperhatikan ciri-ciri sebagai berikut yaitu tidak ada cacat
fisik. Kulit tidak rusak atau luka. Ada tanda di telinga yang menunjukkan bahwa anakan sapi
tersebut telah didaftar dan lengkap silsilahnya. Mata tampak cerah dan bersih (tidak berair
dan kotor) Tidak sering batuk atau gangguan pemapasan serta tidak keluar lendir dari
hidungnya. Tidak ditemui adanya eksternal parasit di tubuh dan kulit. Tidak ada gejala bengkak
5.5 Perkandangan
Kandang merupakan aspek dalam pemeliharaan sapi yang sangat penting untuk
diperhatikan. Kandang diperlukan untuk melindungi ternak sapi dari keadaan lingkungan yang
merugikan sehingga dengan adanya kandang, ternak akan memperoleh kenyamanan hidup.
Hal ini sesuai dengan pendapat Abidin (2008) yang menyatakan bahwa fungsi kandang adalah
melindungi sapi potong dari gangguan cuaca, tempat sapi beristirahat dengan nyaman,
mengontrol agar sapi tidak merusak tanaman di sekitar lokasi, tempat pengumpulan kotoran
1
9
sapi, melindungi sapi dari hewan pengganggu, dan memudahkan pelaksanaan pemeliharaan
sapi tersebut.
Kandang yang digunakan di UPTD BPPPT Bungur terbagi menjadi 5 unit kandang yaitu 2
kandang untuk sapi pembesaran, 1 kandang di gunakan untuk sapi dara (lepas sapih), 1
kandang untuk sapi partus dan 1 kandang untuk sapi laktasi. Alas kandang non litter dengan
berbahan semen bertujuan agar lantai tahan lama dan tidak membuat genangan air dalam
kandang. Kandang di UPTD BPPPT Bungur terbagi dua tipe kandang yaitu kandang koloni dan
kandang individu. Kandang koloni di UPTD BPPPT Bungur di peruntukan khusus sapi muda atau
Kandang koloni di UPT BPPPT Bungur memiliki dinding yang terbuat dari semen dan batu
bata dan dilengkapi pagar besi untuk pembatas kandang. Atap menggunakan tipe gable
dengan bahan asbes dengan kemiringan atap 24°, Hal ini kurang sesuai dengan pernyataan
(Direktorat Jenderal Peternakan, 2007), yang menyatakan penggunaan atap tipe gable dengan
bahan asbes dan kemiringan atapnya untuk bahan asbes atau seng sebesar 15-20°. Kandang
dara dibagi menjadi 4 dengan kapasitas masing-masing 4 ekor. Tingkat kemiringan lantai
kandang sebesar pada UPTD BPPPT Bungur ini sebesar 3°. Hal ini sesuai dengan (Direktorat
Jendral Peternakan, 2007) yang menyatakan tingkat kemiringan lantai kandang yang baik
berkisar antara 2-5°. Lantai dengan di design agak miring untuk memudahkan dalam
membersihkan lantai kandang dan mencegah adanya genangan air pada kandang.
Kandang individu untuk kandang sapi dewasa yang produktif. Tipe kandang individu
dengan jumlah kapasitas kandang 28 ekor dengan luas 7,65 m 2/ekor. Kandang terbuat dari
dinding yang terbuat dari batu bata dan semen dengan mengunakan pembatas besi. Kelebihan
kandang koloni yaitu kandang ini lebih efisien dibandingkan dengan kandang individu, tenaga
keija yang dibutuhkan lebih sedikit dan biaya yang diperlukan untuk membangun kandang
2
0
lebih murah, sehingga kandang koloni paling cocok untuk pemeliharaan dengan jumlah besar.
Kandang di UPTD BPPPT Bungur sudah sesuai dengan topografi daerah setempat. Tujuan
dari penempatan arah kandang dari Barat ke Timur adalah agar ventilasi udara dapat
bersirkulasi dengan lancar dan sinar matahari dapat dengan mudah masuk ke dalam kandang.
Konstruksi kandang dirancang sesuai dengan keadaan iklim setempat, jenis ternak dan tujuan
pemeliharaan ( Sukmawati dan Kaharudin, 2010 ). Kontraksi kandang yang ada di UPTD BPPPT
Bungur dirancang sesuai keadaan iklim setempat, jenis ternak dan tujuan pemeliharaan sapi
itu sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Rianto dan Purbowati (2009) bahwa persyaratan
kandang yang baik dan sehat antara lain luas ruangan sesuai dengan bangsa sapi, umur, jenis
kelamin, dan jumlah sapi yang dipelihara, spesifikasi disesuaikan dengan kondisi daerah
setempat, bahan yang digunakan dipilih dari bahan yang relatif kuat,
2
1
tidak terkontaminasi bahan beracun atau bibit penyakit dan tahan lama, biaya relatif
murah, memiliki sistem ventilasi yang baik dan menjamin lancarnya arus pergantian
udara, cukup mendapat sinar matahari, khususnya sinar matahari pagi.
Pembersihan kandang dilakukan setiap hari , pembersihan kandang dilakukan secara
manual menggukan sekop tertera pada gambar 11. Pembersihan kandang dilakukan pada pagi
hari pada pukul 07.00 - 08.00 WIB. Pembersihan kandang dilakukan dengan membersihkan
kotoran sapi yang berada di dalam kandang serta tempat pakan dan minum (Abidin, 2002).
Pembersihan lantai kandang disiram air terlebih dahulu agar kotoran yang sudah mengeras
menjadi lunak sehingga mudah dibersihkan, dengan cara mengambil kotoran dengan
menggunakan sekop lalu di buang ke selokan yang ada di belakang kandang . Abidin, (2002)
menyatakan bahwa jika kebersihan kandang tidak teijaga, maka akan timbul penyakit pada
ternak sapi. Tindakan pencegahan penyakit yang dilakukan UPTD BPPPT Bungur yaitu dengan
selalu menjaga kebersihan kandang dan melakukan vaksinasi serta pemberian obat cacing.
Pemberian obat cacing dilakukan secara rutin selama 3 bulan sekali, Obat cacing yang di
gunakan UPTD BPPPT Bungur adalah fluconix, dengan cara pemberian secara Intra Muscular.
Tujuan di berikan obat cacing pada sapi yaitu untuk mencegah hambatan pertumbuhan berat
badan dan mencegah rusaknya jaringan organ pencernaan pada ternak. Hal tersebut sesuai
dengan pendapat Makkan dkk. (2014) menyatakan bahwa kesehatan ternak merupakan salah
satu faktor penting yang mempengaruhi produksi ternak termasuk produksi daging sapi. Sapi
potong harus dilakukan vaksinasi dan sanitasi kandang untuk produksi daging yang optimal.
Pengecekan kesehatan sapi di UPTD BPPPT Bungur dilakukan setiap hari oleh petugas
kesehatan Balai. Pengecekan kesehatan sapi dilakukan dengan cara masuk ke dalam setiap
kandang dan melihat kesehatan sapi. Anak kandang yang bertugas wajib lapor ke petugas
kesehatan Balai apabila ada ternak sapi yang sakit. Sapi yang sakit memiliki ciri-ciri seperti
mengantuk, mata sayu, hidung berlendir, napsu makan berkurang, telinga terkulai, menyendiri
dan napas tidak teratur. Hal ini sesuai dengan Suyasa dkk. (2015) menyatakan bahwa
mengenali ciri-ciri ternak yang sakit yaitu bulu berdiri, telinga terkulai, mata sayu, menyendiri
biasanya di pojokan kandang, kepala menunduk, ekor ke atas atau terkulai, dan lidah menjulur.
Penanganan sapi sakit yang di lakukan di UPTD BPPPT Bungur yaitu sapi harus di paksa untuk
berdiri untuk lebih mengetahui kondisi sapi dan setelah itu di lakukan pmeberian vitamin
Kebersihan kandang di UPTD BPPPT Bungur dilakukan setiap hari secara rutin.
Kebersihan kandang yang di lakukan meliputi membersihkan lantai kandang, tempat pakan,
dan bak minum. Kegiatan penunjang kebersihan kandang yang lain di UPTD BPPPT Bungur
yaitu penyemprotan anti lalat dan kutu dengan menggunakan cairan Dalmat dan Gusanex.
Kebersihan yang terjaga secara bagus akan menunjang kesehatan ternak dan kenyamanan
ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Suyasa dkk. (2015) banyak faktor yang menjadi
lingkungan dan kebersihan kandang, serta peralatan pakan dan minum. Tindakan untuk
menjaga kesehatan melalui kebersihan baik ternak maupun kandang agar ternak bebas dari
infeksi penyakit.
Pakan merupakan bahan-bahan yang sudah diolah maupun belum diolah yang
mengandung nutrisi bagi ternak dan tidak menimbulkan penyakit bagi tubuh ternak, bahan
pakan ternak sapi pada pokoknya dapat digolongkan menjadi tiga yaitu pakan hijauan, pakan
penguat dan pakan konsentrat (Sudarmono dan Sugeng, 2008). Pakan yang berkualitas akan
Irawan (2009) pakan adalah kebutuhan mutlak yang harus selalu diperhatikan dalam
kelangsungan hidup pemeliharaan ternak, apabila ternak tidak diberi pakan yang kualitasnya
terjamin maka ternak akan sakit bahkan mati. Pemberian pakan di UPTD BPPPT dilakukan
sebanyak 4 kali dalam sehari. Waktu dan jumlah pemberian pakan disajikan pada tabel 3.
1. Jerami 07.00 6 kg
2. Konsentrat 09.00 2 kg
3. Hijauan 11.00 6 kg
4. Jerami 15.00 10 kg
sapi merasa mendapatkan pakan baru agar pakan dihabiskan. Pakan hijauan yang di berikan
yaitu hijauan yang segar dan pemberian pakanya secara manual dengan cara di cacah terlebih
dahulu, hijauan yang dicacah kadar airnya berkurang sehingga sedikit layu yang dapat
bermanfaat untuk mencegah bloat atau kembung pada ternak sapi, Achmadi (2002). Jenis
hijauan segar meliputi indigofera, hijauan legume, setaria, rumput raja, dan rumput liar.
Hijauan segar tersebut yang di berikan terhadap sapi di peroleh dari lahan milik UPTD BPPPT
Bungur yang cukup luas. Pemilihan hijauan pakan ternak harus diperhatikan disukai ternak
Pemberian air minum di UPTD BPPPT Bungur dilakukan secara terus-menerus (ad libitum)
dalam bak minum yang terbuat dari semen dan tersedia pada masing- masing kandang,
Gambar tertera pada gambar 12. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Setyaningrum, dkk.
(2003) yang menyatakan bahwa untuk menerapkan dengan angka yang tepat berapa jumlah
kebutuhan air untuk seekor temak sesuai dengan jenisnya sulit dilakukan. Kebutuhan air
minum sapi kurang lebih 20-40 liter/ekor/hari yang harus disediakan dalam kandang atau lebih
baik diberikan secara ad libitum sehingga tidak menyebabkan temak dehidrasi (Setiadi, 2001).
Air juga sangat diperlukan oleh hewan. Tubuh hewan terdiri dari ± 70% air, maka air benar -
benar termasuk kebutuhan utama yang tidak bisa diabaikan. Bila tegadi pengurangan air
hijauan sehingga dapat memberikan peluang kepada temak agar dapat memaksimalkan
pertumbuhan dan produksi (Laryska dan Tri 2013). Pemberian konsentrat di UPTD BPPPT
Bungur hanya di berikan sekali dalam sehari dengan jumlah 2 kg/ekor, karena terbatasanya
anggaran dana. Susunan formulasi konsentrat di UPTD BPPPT terdiri atas limbah pertanian
yang mudah didapat dan selalu tersedia seperti onggok, pollard, bungkil kopra, bungkil sawit,
dedak, garam, kapur, dan premix. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Soeprapto (2006)
bahwa hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan komponen ransum, hijauan maupun
konsentrat, yaitu jenisnya potensial dan tersedia sepanjang tahun, bernilai gizi tinggi, harganya
relatif murah dan terbebas atau hanya mengandung sedikit zat antinutrisi.
tempat pakan yaitu 2 x 0,6 m . Pembersihan bak minum dilakukan setiap pagi hari atau ketika
bak air sudah mulai keruh. Pembersihan dilakukan menggunakan air bersih secara berulang
ulang dan di gosok menggunakan sikat agar mencegah tumbuhnya lumut dan kotoran yang
menempel pada dinding bak air minum. Dengan pembersihan berkala maka kualitas air minum
bagi ternak dapat terjamin. Hal tersebut tidak sesuai dengan pendapat Siregar (2008), bahwa
sekali kurang efisien waktu untuk menjaga kebersihan tempat air minum.
12. Pemberian Air Minum 11. Bak Air Minum
pemeliharaan temak, pengolahan produk temak. Limbah tersebut meliputi limbah padat dan
limbah cair seperti feses, urine, sisa makanan. Pengolahan limbah di UPTD BPPPT Bungur tidak
ada, sehingga kotoran limbah padat feses akan di timbun di belakang kandang, sedangkan
limbah cair seperti urine akan dialirkan ke aliran air atau selokan yang ada di belakang kandang
Volume limbah padat yang dihasilkan sapi di UPTD BPPPT dalam 1 hari sangat banyak.
UPTD BPPPT Bungur memanfaatkan limbah padat tersebut sebagai pupuk di lahan hijaunya
dan untuk mengurangi timbunan feses yang ada di belakang kandang. Limbah feses yang
digunakan sebagai pupuk di lahan hijauan tersebut secara langsung di jadikan pupuk tanpa
Sapi yang digunakan sebagai induk di UPTD BPPPT Bungur dipilih dari sapi dara yang
memiliki performa yang bagus, sehat dan tidak cacat serta memiliki sitem reproduksi yang
baik. Induk yang sudah tua dan sudah tidak produktif maka akan diafkir untuk di jual. Uang
hasil penjualan induk yang sudah afkir akan masuk ke dana pendapatan asli daerah (PAD) ,
karena UPTD BPPPT Bungur di bantu dengan dana daerah untuk sarana prasarana balai dan
ada target tertentu dari pemerintah untuk strategi pengembangan bibit sapi di Kabupaten
Majalengka.
Peranan sapi betina muda di UPTD BPPPT Bungur yaitu sebagai (replace) pengganti
sapi betina dewasa yang sudah tidak produktif atau sudah tua. Balai ini lebih mengembangkan
sapi muda betina yang bertujuan untuk memperbanyak populasi calon indukan yang di ikuti
dengan hasil pedet. Sapi muda betina di kandangkan di kandang koloni yang dibagi menjadi 4
Jumlah sapi muda di UPTD BPPPT yaitu 16 ekor. Bangsa sapi muda betina yang
dipelihara yaitu bangsa PO, simental, limousin dan Brahman. Sapi muda betina yang ada di
UPTD BPPPT Bungur sudah diberi nomer eartag untuk pendataan jangka panjang. Data sapi
muda betina yang di ukur dengan mengukur tinggi badan, panjang badan dan lingkar dada
pada awal dan akhir praktik kerja guna melihat pertumbuhan pedet jantan di UPT BPPPT dapat
Berdasarkan hasil pengkuran pada Tabel 4 menunjukan bahwa pedet mengalami kenaikan
pertumbuhan seiring dengan pertambahan umur. Pertambahan bobot badan pada ternak
muda merupakan bagian dari pertumbuhan urat daging, tulang dan organ- organ vital,
sedangkan pertumbuhan bobot badan pada ternak tua berupa penimbunan lemak.
Tabel 6 menunjukkan bahwa pertambahan bobot badan sapi di UPTD BPPPT Bun gur
kurang baik. Faktor kurang baiknya pertumbuhan di Balai tersebut karena keterbatasan pakan.
Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Hadi (2002) yaitu sapi dengan pertambahan bobot badan
berkisar antara 0,6 sampai 1,5 kg/hari sangat baik pertumbuhanya. Pertambahan bobot badan
sapi ditentukan oleh berbagai faktor,terutama jenis sapi, jenis kelamin, umur, ransumdan
Seleksi calon sapi induk di UPTD BPPPT Bungur harus sapi yang sudah dewasa tubuh dan
sudah dewasa kelamin. Sapi di katakan dewasa itu berumur 25-84 bulan. Hal ini sesuai dengan
Anggraeny (2010), umur sapi dewasa 25-84 bulan. Calon indukan yang di lakukan seleksi harus
sapi yang di katakan sehat dan tidak ada riwayat penyakit keturunan seperti penyakit
prolapsus.
Sapi betina muda yang ada di UPTD BPPPT Bungur mempunyai postur tubuh yang kurus
namun lincah dan sehat. Hal ini menunjukan bahwa sapi bibit memiliki penampilan yang baik
untuk dijadikan bibit. Hal tersebut sesuai pendapat Budirahaijo (2011) bahwa kriteria sapi
bakalan yang baik adalah sehat, kurus tetapi sehat, bulu licin dan mengkilap, sapi tampak
bergairah, hidungnya tidak kotor, basah, dan tidak panas, dan kulit mudah dilepas.
14. Gambar Sapi Muda A
dan kosentrat Pemberian pakan pada sapi muda betina di UPTD BPPPT Bungur yaitu hijauan 6
kg, jerami 16 kg/hari dan konsentrat 2 kg. Sapi muda betina sudah di kandangkan di kandang
BK(Kg) PK (Kg)
TDN (Kg)
Pemberian 16,78 0,82 7,38
Kebutuhan 5,6 0,358 10,2
Evaluasi + 11,18 +0,462 -2,82
Hasil evaluasi kecukupan nutrien sapi di UPTD BPPPT Bungur yang disajikan di Tabel 7.
Pemberian pakan di UPTD BPPPT Bungur, total digestible nutrient (TDN) yang diberikan kurang
memenuhi kebutuhan nutrient sapi muda betina. Tinggi rendahnya TDN dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain bobot badan dan konsumsi pakan itu sendiri, jika pakan yang
dikonsumsi tidak mencukupi kebutuhan energinya maka lemak tubuh akan dirombak menjadi
energi. Kebutuhan akan protein kasar (PK) dan bahan kering (BK) sudah terpenuhi bahkan
berlebih. Tinggi rendahnya evaluasi pakan (PK) dan (BK) menurut Lubis (1992), karena
dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya faktor pakan, meliputi daya cerna dan palatabilitas
dan faktor ternak yang meliputi bangsa, jenis kelamin, umur dan kondisi kesehatan ternak.
VI. EVALUASI KEBERHASILAN KEGIATAN PEMELIHARAAN
di Desa Babakan Jawa, Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat dapat
Perkandangan
yf
V
5 Pemeliharaan
Tatal aksana
Reproduksi
J
Produksi dan Produksi
6 Performan / V
Standar
Pengendalian Penyakit
V
7 Kesehatan
Usaha Pengobatan yf
Mortalitas
Identifikasi Limbah V
Manajemen
8 Penanganan yf
Pengelolaan Limbah
Limbah
Manajemen yf
Pengolahan Limbah
9 Pencurahan Waktu Para Pekerja Farm V
3
3
dan Kualitas
Peserta Praktik
Kegiatan Praktek
Kerja
Kerja
Majalengka, Kabupaten Majalengka Jawa Barat. Keadaan wilayah Kabupaten sudah baik
karena Kabupaten Majalengka merupakan salah satu wilayah dengan dataran dengan
ketinggian ketinggian tempat 155 dpi, mempunyai curah hujan rata-rata 3144 mm/tahun,
rata-rata 122 hari hujan/tahun, temperatur rata-rata 27°C dengan kelembaban udara (rH)
62%. Lokasi peternakan jauh dari penduduk dan jalan raya besar. Mata pencaharian penduduk
Pengamatan bakalan sapi potong di UPTD BPPPT Bungur sudah baik, karena bakalan
diperoleh dari hasil pedet sendiri. Pakan yang diberikan yaitu pakan hijauan, jerami dan pakan
konsentrat dan cara pemberianya hijauan satu kali, jerami dua kali dan kosentrat satu kali
dalam sehari. Pemberian pakan dilakukan sebanyak dua kali sehari yaitu pagi dan sore hari
yang dilakukan dimulai pukul 07.00 WIB untuk pemberian pagi hari dan dimulai pukul 15.00
Bangsa sapi potong yang dipelihara di UPTD BPPPT Bungur yaitu sapi Peranakan Ongole,
Pasundan, Peranakan Brahman, Peranakan Limosin dan Peranakan Simmental dengan jumlah
98 ekor. Perkawinan yang di lakukan di UPTD BPPPT Bungur menggunakan perkawinan buatan
atau Inseminasi buatan yang di lakukan oleh petugas inseminator balai. Sapi betina dewasa
Tindakan pencegahan penyakit yang dilakukan UPTD BPPPT Bungur yaitu dengan selalu
menjaga kebersihan kandang dan melakukan vaksinasi serta pemberian obat cacing.
Pemberian obat cacing dilakukan secara rutin selama 3 bulan sekali. Semua sapi akan di
3
4
berikan obat cacing mulai dari pedet, sapi muda dan dewasa.
Pengelolaan limbah di UPTD BPPPT masih terbilang belum baik karena limbah berupa
feses dikumpulkan dan dijadikan pupuk untuk lahan hijauan tanpa melalui proses pengolahan.
Pencurahan waktu kerja mahasiswa peserta Praktik Keija Lapang dan petugas kandang sudah
baik karena kegiatan sudah terjadwal dan selalu dilaksanakan tepat waktu.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Berdasarkan kegiatan Praktik Kerja yang telah dilaksanakan di UPTD BPPPT Bungur serta
1. Manajemen pemeliharaan sapi muda betina sudah cukup baik dilihat dari sanitasi,
3. Manajemen perkandangan di UPTD BPPPT Bungur sudah baik dilihat dari bentuk
6. Akses jalan dari pusat kota Majalengka menuju UPTD BPPPT Bungur cukup mudah dan
dekat.
7. Penanganan limbah di UPTD BPPPT Bungur belum baik karena tidak adanya pengolahan
8. Rutin dilakukan cek kesehatan pada ternak serta pemberian vitamin dan obat.
7.2 Saran
Adapun saran dalam rangka membangun perbaikan bagi UPTD BPPPT Bungur berdasarkan
atau dibuang.
Abidin, Z. 2002. Penggemukan Sapi Potong. Cetakan ke-1 Agromedia Pustaka. Jakarta.
Abidin. Z. 2008. Penggemukan Sapi Potong. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Achmadi. 2002. Natural Increase Sapi Potong Wilayah Jawa Tengah Bagian Timur.
Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas GadjahMada. Yogyakarta.
Anggraeny, Y. N. 2010. Tinjauan Tentang Kecukupan Nutrisi dan Dukungan Teknologi
Peningkatan Kualitas Pakan pada Usaha Pembibitan Sapi Potong Rakyat. Seminar
Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknologi untuk Meningkatkan
Produk Pangan Hewani dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat.
Astiti, L. G. S. 2010. Petunjuk Praktis Manajemen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit pada
Ternak Sapi. Kementrian Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, NTB. 1-3.
Direktorat Jenderal Peternakan. 2007. Petunjuk Teknis Perkandangan Sapi Potong. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Kementerian Pertanian.
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2015. Pedoman Pelaksanaan
Penguatan Pembibitan Sapi Potong Asli/Lokal di Pulau Terpilih (Pulo Raya, Palau
Sapudi, Pidau Nusa Penida) dan Penguatan Pembibitan Sapi Potong di Kabupaten
Terpilih (Siak, Pasaman Barat, Lampung Selatan, Kebumen, Barito Kuala, Barru,
Gunung Kidul dan Lombok Ternak. Kementrian Peternakan. Jakarta.
Djaya, W. 2008. Langkah Jitu Membuat Kompos Dari Kotoran Ternak dan Sampah. Agromedia
Pustaka. Jakarta.
Ermawati, U.N., S. E. Yuni., dan N. Rini. 2010. Pedoman Teknis Budidaya SapiPotong. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian. Ungaran.
Fikar, S dan D. Ruhyadi. 2010. Beternak dan Bisnis Sapi Potong. AgroMedia Pustaka. Jakarta.
Imron. 2009. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. UI Press. Jakarta.
Laryska, N., dan T. Nurhajati. 2013 . Peningkatan kadar lemak susu sapi perah dengan
pemberian pakan konsentrat komersial dibandingkan dengan ampas tahu.
Agroveteriner, 1(2), 79-87.
Lubis, D. A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. PT Pembangunan, Jakarta.
Makkan, R., A. Makalew, F. H. Elly, dan I. D. R. Lumenta. 2014. Analisis Keuntungan
Penggemukan Sapi Potong Kelompok Tani “Keong Mas” Desa Tambulango
Kecamatan Sangkub Bolaang Mongondow Utara. Jurnal Zootek. 34 (1): 3-4.
3
8
Ngadiyono.N. 2012. Beternak Sapi potong Ramah Lingkungan. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Nurgiartiningsih, V.M.A. 2009. Peran Rekording dalam Rangka Peningkatan Mutu Bibit Ternak
Sapi. Orasi Ilmiah Dies Ntalis Universitas Bramawijaya. Malang
Pawere FR, E Baliarti, dan N Sudi. 2012. Proporsi bangsa, umur, bobot badan awal dan skor
kondisi tubuh sapi bakalan pada usaha penggemukan. Buletin Peternakan 36 :
193198.
Peraturan Menteri Pertanian. Nomor 101/Permentan/OT. 140/7/2014. Pedoman Pembibitan
Sapi Potongyang Baik.
Saputro. 2015. Beternak dan Bisnis Sapi Potong. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Setiadi, M.A, E.G, Sa’id, dan R.K, Achjadi. 2012. Sapi (Dari Hulu ke Hilir dan Info Mancanegara).
Agriflo. Depok.
Setiadi, dan S.S. Sitorus. 2001. Pengaruh Penambahan Tetes Dalam Ransum Terhadap
Produktivitas Kambing. Balai Penelitian Ternak. Bogor.
Setyaningrum, A., Yohannes S., dan S. Y. Made. 2003. Manajemen Ternak Potong. Fakultas
Peternakan Universitas Jenderal Soedirman: Purwokerto.
Sihombing, D.T.H. 2000. Teknik Pengelolaan Limbah Kegiatan/Usaha Peternakan. Pusat
Penelitian Lingkungan Hidup. Lembaga Penelitian. IPB.
Siregar, S. B. 2008. Penggemukan Sapi. Cetakan ke-16. Penebar Swadaya. Jakarta.
Soeprapto, H dan Z. Abidin. 2006. Cara Tepat Penggemukan Sapi Potong. Agromedia Pustaka:
Jakarta.
Sudarmono, A.S dan Y.B. Sugeng. 2008. Sapi Potong (Pemeliharaan, Perbaikan Produksi,
Prospek Bisnis, Analisa Penggemukan. Penebar Swadaya, Semarang. 8.
Sukmawati, F. M. dan Kaharudin. 2010. Petunjuk Teknis Perkandangan Sapi. Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian. Nusa Tenggara Barat. Mataram.
Suyasa , I. K. G, N. P. Sarini dan S. A, Lindawati. 2015. Penerapan Manajemen Pencegahan
Penyakit di Peternakan P4s Mupu Amerta, Banjar Sale, Desa Abuan, Bangli. Jurnal
Peternakan Tropikal. 4(1); 1-6.
Syafrial, E. Susilawati dan Bustami. 2007. Manajemen Pengelolaan Penggemukan Sapi Potong.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Balai Pamekasan. Tesis. Program Pascasarjana,
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” , Surabaya. 120 hlm.
Yani, A dan B. P. Purwanto. 2006. Pengaruh Iklim Mikro terhadap Respon Kemampuan
Fisiologis Sapi Peranakan Fries Holland dan Modifikasi Lingkungan untuk
Meningkatkan Produktivitasnya. Jurnal Media Peternakan, 29 (1): 35-46.
Yulianto, dan Purnawan. 2010. Pembesaran Sapi Potong Secara Intensif. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Wiyono, D dan Aryogi. 2007. Petunjuk Teknis Sistem Pembibitan Sapi Potong. Pusat penelitian
dan Pengembangan Peternakan, badan penelitian dan Pengembangan peternakan,
Departemen Pertanian
LAMPIRAN
FUNGSUONAL UMUM
Pengawas dan Pengendali
Hewan
Wartam, S.Pt
„n
Tan a = —
Tan a = 0,052 = 3°
kemiringan Atap :
10,1 m
3,8 m
0,9 m
1,1 m
0,9 m
3,8m