Anda di halaman 1dari 2

GMP (Good Manufacturing Practice) Pasca Panen Telur Ayam

Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain daging, ikan dan
susu. Umumnya telur yang dikonsumsi berasal dari jenis-jenis unggas, seperti ayam, bebek, dan
angsa. Telur merupakan bahan makanan yang sangat akrab dengan kehidupan kita sehari-hari.
Telur sebagai sumber protein mempunyai banyak keunggulan antara lain, kandungan asam amino
paling lengkap dibandingkan bahan makanan lain seperti ikan, daging, ayam, tahu, tempe, dll.
Telur mempunyai citarasa yang enak sehingga digemari oleh banyak orang. Telur juga berfungsi
dalam aneka ragam pengolahan bahan makanan. Selain itu, telur termasuk bahan makanan sumber
protein yang relatif murah dan mudah ditemukan. Hampir semua orang membutuhkan telur
(Suryani,2011).

Untuk mempertahankan kondisi telur yang baik agar tidak terjadinya kerusakan-kerusakan
pada telur dan kandungan gizinya juga tidak hilang sebagai akibat cara pengolahan yang salah
adalah dengan megikuti kaidah atau prinsip-prinsip higiene dan sanitasi yang baik atau disebut
GMP (good manufacturing practice). GMP ini bertujuan agar memenuhi standar telur ayam
konsumsi yang sesuai, yaitu revisi SNI 01-3926-1995.

1. Pemilihan bahan baku (telur)


Tindakan pengumpulan telur dilakukan dengan memilih telur yang bersih dan tidak
retak dengan dikumpulkan menjadi satu berdasarkan ukuran pada wadah yang aman dan
anti gores. Pengumpulan ini berhubungan erat dengan pencemaran karena telur akan
dikumpulkan menjadi satu dengan telur-telur yang lain yang terkadang pada kulit-kulit
telur terdapat kotoran unggas, sehingga dapat mencemari telur yang kondisinya bersih
(Yuwanta, 2010).
2. Penyimpanan bahan makanan
Penyimpanan telur memegang peran penting dalam menjaga kualitas telur.
Menurut Standar SNI 01-3926-1995 faktor – faktor yang perlu diperhatikan adalah:
 Penyimpanan telur konsumsi pada temperature kamar dengan kelembaban
antara 80% dan 90%, maksimum 14 hari setelah ditelurkan, atau pada
temperatur antara 40C dan 70C dengan kelembaban antara 60% dan 70%,
maksimum 30 hari setelah ditelurkan.
 Ruang penyimpanan harus jauh dari bau-bau yang menyengat
3. Penyajian dan pengemasan telur
Telur konsumsi yang siap untuk dipasarkan disajikan dan dikemas dengan rapi
sehingga dapat menarik konsumen dimana pengemasan dapat dilakukan baik secara
kemasan eceran (dalam jumlah sedikit) yang dikemas dengan plastik, maupun secara
kemasan partai dengan nampan telur (egg tray) dan kotak kayu atau keranjang Telur harus
dikemas dalam secara aman, tidak mengakibatkan penyimpangan/kerusakan telur selama
penyimpanan dan pengangkutan. Informasi pada label kemasan minimal mencantumkan
nama produk, merk dagang, tgl produksi, nama dan alamat produsen, berat bersih dan
NKV. Pengemasan yang baik dapat mempertahankan mutu telur selama proses pemasaran
berlangsung yang dimulai dari peternak ke pedagang, dari daerah produsen ke daerah
konsumen, dan dari grosir ke para pengecer hingga konsumen
4. Pengawetan telur
Telur ayam konsumsi yang digunakan berasal dari ayam ras dan ayam local
(kampung). Telur konsumsi adalah telur ayam yang belum mengalami proses fortifikasi,
pendinginan, pengawetan, dan proses pengeraman

PUSTAKA

Gusti Ayu Mayani Kristina Dewi, M. (2019, September 24). Simdos. Retrieved from
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_dir/969798c38d79d801144a9315594e
e37e.pdf

Anda mungkin juga menyukai