Anda di halaman 1dari 7

Nama: Ambar Kurnia Hizmadin

NIM: 18031105018

Bahaya Penggunaan Plastik

Plastik merupakan bahan yang sangat murah dan mudah didapat karena pada umumnya
pembuatannya dari bahan sintetik yaitu polistirena dan atau PVC (polivinil klorida). Pada
pembuatan plastik tertentu agar tahan panas, ditambahkan senyawa penta kloro difenil atau PCB
sebagai satic agent. Jika plastik tersebut semakin tahan panas, maka kandungan PCB makin
banyak serta kualitasnya semakin bagus. Dalam plastik tersebut terdapat zat-zat adiktif, salah
satunya ialah Bisphenol A (BPA). Dari berbagai penelitian, telah terbukti bahwa dalam plastik
terdapat kandungan Bisphenol A (BPA) sedikitnya 95%. Bisphenol A (BPA) adalah bahan kimia
industri yang sudah hadir dalam botol plastik keras yang dikenal sebagai polikarbonat dan
makanan berbasis logam dan kaleng minuman sejak 1960-an, yang telah digunakan dalam
berbagai produk konsumen, termasuk botol air yang dapat digunakan kembali seperti botol
bayi. BPA juga ditemukan di epoxy resin, yang bertindak sebagai lapisan pelindung pada bagian
dalam makanan berbasis logam dan kaleng minuman.

Berdasarkan bahan penyusunnya, plastik diklasifikasikan dan diberi kode yang biasanya
tertulis di bagian bawah kemasan. Kode ini berupa angka 1-7 yang ada di dalam segitiga, dan di
bawah segitiga ini ada kode berupa huruf seperti berikut:
a.       PETE atau PET (polyethylene terephthalate). Kode angka satu berarti plastik terbuat dari
polyethylene terephthalate. Biasanya berwarna bening atau transparan dan banyak digunakan
antara lain untuk botol air mineral atau botol air minum dalam kemasan seperti soda, jus, atau
isotonik.
b.      HDPE (high density polyethylene). Plastik dengan kode jenis dua ini memiliki sifat semi
fleksibel, keras, tahan larutan kimia, lembab, dan memiliki permukaaan licin tetapi buram.
c.       PVC (polyvinyl chloride) adalah plastik dengan kode angka tiga yang paling sulit didaur
ulang. Plastik ini terbuat dari vinil klorida. Plastik jenis ini biasa digunakan untuk selang atau
pipa air, bisa juga ditemukan pada plastic pembungkus (cling wrap). Kandungan dari PVC yaitu
DEHA yang terdapat pada plastik pembungkus.
d.      LDPE (low density polyethylene) merupakan plastik dengan kode jenis empat yang biasa
dipakai untuk tempat makanan dan botol-botol yang lembek.
e.       PP (polypropylene) adalah jenis plastik dengan kode angka lima yang tersusun dari
propilen-propilen.
f.       PS (polystyrene) merupakan plastik dengan kode angka enam yang terbuat dari zat kimia
bernama styrene. Biasa dipakai sebagai tempat bahan makan styrofoam.
g.      Other (biasanya jenis acrylic, nylon, fiberglass, polycarbonate)
         Mayoritas plastik seperti PVC, agar tidak bersifat kaku dan rapuh maka ditambahkan
dengan suatu bahan pelembut (plasticizers). Bahan pelembut ini mayoritas terdiri atas kumpulan
ftalat (ester turunan dari asam ftalat). Beberapa contoh pelembut adalah epoxidized soybean oil
(ESBO), di(2-ethylhexyl)adipate (DEHA), dan bifenil poliklorin (PCB) yang digunakan dalam
industri pengepakan dan pemrosesan makanan, acetyl tributyl citrate (ATBC) dan di(2-
ethylhexyl) phthalate (DEHP) yang digunakan dalam industri pengepakan film (Sheftel, 2000).    

Bahaya Plastik sebagai Pembungkus Makanan bagi Kesehatan.


Menurut kajian dari National Institute of Health (NIH), plastik yang mengandung bisphenol-A
sebagai bahan utamanya dapat mempengaruhi perkembangan otak pada janin dan bayi yang baru
lahir. Bahan ini mampu merangsang pertumbuhan sel kanker atau memperbesar resiko
keguguran kandungan.
Dalam plastik, agar tidak bersifat kaku dan rapuh ditambahkan suatu bahan pelembut seperti
yang telah dipaparkan di atas. Namun, penggunaan bahan pelembut ini yang justru dapat
menimbulkan masalah kesehatan. Sebagai contoh, penggunaan bahan pelembut seperti PCB
sekarang sudah dilarang pemakaiannya karena dapat menimbulkan kematian jaringan dan kanker
pada manusia (karsinogenik). Di Jepang, keracunan PCB menimbulkan penyakit yang dikenal
sebagai yusho. Tanda dan gejala dari keracunan ini berupa pigmentasi pada kulit dan benjolan-
benjolan, gangguan pada perut, serta tangan dan kaki lemas. Sedangkan pada wanita hamil,
mengakibatkan kematian bayi dalam kandungan serta bayi lahir cacat.
Contoh lain dari bahan pelembut yang dapat menimbulkan masalah adalah DEHA.
Berdasarkan penelitian di Amerika Serikat, plastik PVC yang menggunakan bahan pelembut
DEHA dapat mengkontaminasi makanan dengan mengeluarkan bahan pelembut ini ke dalam
makanan. Data di Amerika Serikat pada tahun 1998 menunjukkan bahwa DEHA dengan
konsentrasi tinggi (300 kali lebih tinggi dari batas maksimal DEHA yang ditetapkan oleh FDA/
badan pengawas obat makanan AS) terdapat pada keju yang dibungkus dengan plastik PVC
(vhievhie, 2009). DEHA mempunyai aktivitas mirip dengan hormon estrogen (hormon
kewanitaan pada manusia). Berdasarkan hasil uji pada hewan, DEHA dapat merusakkan sistem
peranakan dan menghasilkan janin yang cacat, serta mengakibatkan kanker hati (vhievhie, 2009).
Meskipun dampak DEHA pada manusia belum diketahui secara pasti, hasil penelitian yang
dilakukan pada hewan sudah sepantasnya membuat masyarakat  berhati-hati. Berkaitan dengan
adanya kontaminasi DEHA pada makanan, Badan Pengawas Obat dan Makanan Eropa telah
membatasi ambang batas DEHA yang masih aman bila terkonsumsi, yaitu 18 bpj (bagian per
sejuta). Lebih dari itu dianggap berbahaya untuk dikonsumsi. Untuk menghindari bahaya yang
mungkin terjadi jika setiap hari terkontaminasi oleh DEHA, maka sebaiknya dicari alternatif
pembungkus makanan lain yang tidak mengandung bahan pelembut, seperti plastik yang terbuat
dari polietilena atau bahan alami, misalnya daun pisang dan daun jati (Akhmadi, 2009).
Bahaya lain yang dapat mengancam kesehatan adalah pembakaran bahan yang terbuat
dari plastik. Seperti diketahui, plastik memiliki tekstur yang kuat dan tidak mudah terdegradasi
oleh mikroorganisme tanah. Oleh karena itu, seringkali plastik dibakar untuk menghindari
pencemaran terhadap tanah dan air di lingkungan (dari sektor pertanian saja, plastik di dunia
setiap tahun mencapai 100 juta ton. Jika sampah plastik ini dibentangkan, maka dapat
membungkus bumi sampai sepuluh kali lipat). Namun, pembakaran plastik ini justru dapat
mendatangkan masalah tersendiri. Plastik yang dibakar akan mengeluarkan asap toksik yang
apabila dihirup dapat menyebabkan sperma menjadi tidak subur dan terjadi gangguan kesuburan.
Pembakaran PVC akan mengeluarkan DEHA yang dapat mengganggu keseimbangan hormon
estrogen manusia. Selain itu, juga dapat mengakibatkan kerusakan kromosom dan menyebabkan
bayi-bayi lahir dalam kondisi cacat.
Pekerja-pekerja wanita dalam industri getah, plastik dan tekstil seringkali mengalami
kejadian bayi mati dalam kandungan dan ukuran bayi yang kecil. Kajian terhadap 2,096 orang
ibu dan 3,170 orang bapak di Malaysia pada tahun 2002 menunjukkan bahwa 80% wanita
menghadapi bahaya kematian anak dalam kandungan jika bekerja di industri getah dan plastik
dan 90% wanita yang suaminya bekerja di industri pewarna tekstil, plastik dan formaldehida.
Selain itu, yang perlu diwaspadai dari penggunaan plastik dalam industri makanan adalah
kontaminasi zat warna plastik dalam makanan. Contohnya adalah penggunaan kantong plastik
hitam (kresek) untuk membungkus makanan seperti gorengan dan lain-lain. Menurut Made
Arcana, ahli kimia dari Institut Teknologi Bandung yang dikutip Gatra edisi Juli 2003, zat
pewarna hitam ini kalau terkena panas (misalnya berasal dari gorengan), bisa terurai,
terdegradasi menjadi bentuk radikal. Zat racun itu bisa bereaksi dengan cepat, seperti oksigen
dan makanan. Kalaupun tidak beracun, senyawa tadi bisa berubah jadi racun bila terkena panas.
Bentuk radikal ini karena memiliki satu elektron tidak berpasangan menjadi sangat reaktif dan
tidak stabil sehingga dapat berbahaya bagi kesehatan terutama dapat menyebabkan sel tubuh
berkembang tidak terkontrol seperti pada penyakit kanker. Namun, belum dapat dipastikan
munculnya kanker ini disebabkan kantong plastik yang beracun atau karena faktor dari makanan
itu sendiri. Hal ini perlu dibuktikan, karena banyak faktor yang menentukan terjadinya kanker,
misalnya kekerapan orang mengonsumsi makanan yang tercemar, sistem kekebalan, faktor
genetik, kualitas plastik, dan makanan. Apabila terakumulasi, bisa menimbulkan kanker.
Styrofoam yang sering digunakan orang untuk membungkus makanan atau untuk
kebutuhan lain juga dapat menimbulkan masalah. Menurut Prof. Dr. Hj. Aisjah Girindra, ahli
biokimia Departemen Biokimia FMIPA-IPB, hasil survei di AS pada tahun 1986 menunjukkan
bahwa 100% jaringan lemak orang Amerika mengandung styrene yang berasal dari styrofoam
(Iqmal Tahir, 2009). Penelitian dua tahun kemudian menyebutkan kandungan styrene sudah
mencapai ambang batas yang bisa memunculkan gejala gangguan saraf. Penelitian di New Jersey
lebih mengkhawatirkan lagi ditemukan 75% ASI (air susu ibu) terkontaminasi styrene. Hal ini
terjadi akibat si ibu menggunakan wadah styrofoam saat mengonsumsi makanan. Penelitian yang
sama juga menyebutkan bahwa styrene bisa bermigrasi ke janin melalui plasenta pada ibu-ibu
yang sedang mengandung. Dalam jangka panjang, tentu akan menyebabkan penumpukan styrene
dalam tubuh. Akibatnya bisa muncul gejala saraf, seperti kelelahan, gelisah, sulit tidur, dan
anemia.
Selain menyebabkan kanker, sistem reproduksi seseorang bisa terganggu. Berdasarkan
hasil penelitian, styrofoam bisa menyebabkan kemandulan atau menurunkan kesuburan. Anak
yang terbiasa mengonsumsi makanan yang dibungkus styrene juga bisa kehilangan kreativitas
dan pasif. Mainan anak yang terbuat dari plastik yang diberi zat tambahan ftalat agar mainan
menjadi lentur juga dapat menimbulkan masalah. Hasil penelitian ilmiah yang dilakukan para
pakar kesehatan di Uni Eropa menyebutkan bahwa bahan kimia ftalat banyak menyebabkan
infeksi hati dan ginjal. Oleh karena itu, Komisi Eropa melarang penggunaan ftalat untuk bahan
pembuatan mainan anak.

Kasus Bahaya Penggunaan Plastik

Teluk Youtefa Abepura Panen Sampah Plastik

Forum Portnumbay Green mengklaim, daerah Teluk Youtefa, selalu panen sampah plastik. Ada
sekitar 3-5 ton sampah plastik yang menggenangi kawasan kampung tertua di Kota Jayapura,
Papua ini setiap harinya.

Sampah plastik yang di temui ini, bukan di saat Kota Jayapura diguyur hujan. Bayangkan saja,
jika hujan turun, kawasan ini tak hanya dipenuhi sampah plastik, tetapi limbah rumah tangga
lainnya, seperti kasur bahkan kulkas atau alat rumah tangga lainnya yang sudah rusak

Dalam memperingati Hari Peduli Sampah Nasional yang diperingati Minggu 21 Februari besok,
Forum Portnumbay Green bersama dengan mahasiswa, pelajar dan wartawan menggelar aksi
seruan kepada masyarakat di Papua. Mereka berkampanye penghentian penggunaan sampah
plastik.

Kampanye ini dilakukan pada 3 titik, yakni di sekitar Tanah Hitam, Kamkey, Lingkaran Abepura
dan pertigaan Kotaraja. Sambil berjalan kaki, menuju ke titik kumpul di Lingkaran Abepura,
para aktivis membawa papan seruan setop penggunaan sampah plastik dan larangan membuang
sampah sembarangan.

Menurut Fredy, selebaran setop penggunaan sampah plastik juga dibagikan kepada pengguna
jalan yang melewati ruas Jalan Abepura-Sentani. Selebaran itu antara lain berisi bahaya
penggunaan sampah plastik dan solusi untuk setop menggunakan sampah plastik.
Salah satunya menganjurkan membawa pengganti kantong plastik untuk wadah belanjaan atau
yang lainnya. Bayangkan saja, sampah plastik butuh 300-500 tahun untuk bisa terurai. Lalu, jika
dibakar, sampah plastik ada kandungan senyawa karsinogenik, seperti dioksin yang berbahaya
untuk kesehatan.

Jadi, kami meminta kepada masyarakat di Papua untuk tak lagi menggunakan plastik dalam
kesehariannya. Masyarakat yang membeli gorengan-gorengan di pinggir jalan, untuk membawa
wadah sendiri. Ini demi kesehatan dan lingkungan sekitar.

Pemerintah Provinsi Papua melalui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), mengimbau
masyarakat agar menyayangi laut dengan tak membuang atau mengotorinya dengan sampah.

Menurut Kepala DKP Provinsi Papua FX Mote, ancaman keberadaan sampah plastik terhadap
laut pun tidak hanya berpotensi menyebabkan berbagai bencana alam seperti banjir. Tetapi juga
sebagai material perusak pemandangan alam maupun perusak ekosistem laut secara keseluruhan.
Apalagi, kehadiran sampah plastik diperkirakan telah mencapai dasar laut.

Beberapa contoh bahaya plastik ini bisa menyebabkan menurunnya populasi ikan. Hal ini karena
banyak ikan yang mati di laut akibat plastik. Plastik yang termakan oleh ikan, tidak akan hancur
dan diserap oleh tubuh ikan.

Pada saat ikan tersebut mati dan membusuk, plastik yang berada di dalam tubuhnya, justru akan
keluar dan kembali ke laut bahkan termakan lagi oleh ikan lainnya. Intinya sampah plastik ini
pada akhirnya akan berpengaruh pada siklus rantai makanan di laut. Makanya, bahaya
membuang sampah di laut ini sudah waktunya untuk kita minimalisir.
Daftar pustaka
1. vhievhie. 27 Agustus 2009. Bahayanya plastik pembungkus makanan
(www.beritaterkinionline.com ).
2. Tahir, Iqmal. 7 November 2009. Bahaya Styrofoam Pembungkus Makanan
(citizennews.suaramerdeka.com)
3. 30 Juni 2010. Bahaya dibalik Kemasan Plastik Makanan
(www.2lisan.com)
4. https://www.liputan6.com/regional/read/2441175/teluk-youtefa-abepura-panen-
sampah-plastik

Anda mungkin juga menyukai