Anda di halaman 1dari 48

Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu serta Faktor Lingkungan terhadap Kejadian Diare pada Balita di Kecamatan Sungai

Pinang Kabupaten Ogan Ilir Tahun 2013

Disusun Oleh : Elita Sari Evelyn Amastiza Ellis Sepianessi (10091001022) (10101001010) (10101001019)

Rizka Isti Qomarya (10101001023) Depita Meriyani Mona Elizabeth Rini Andriani (10101001024) (10101001026) (10101001028)

Dosen pembimbing : Rini Muntahar, S.KM, M.KM

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SRIWIJAYA INDRALAYA

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang selalu mencurahkan kasih dan sayangnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas contoh proposal mata kuliah Metode Survey Cepat (MSC) dengan Judul Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu serta Faktor Lingkungan terhadap Kejadian Diare pada Balita di Kecamatan Sungai Pinang Kabupaten Ogan Ilir Tahun 2011. Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk melengkapi tugas mata kuliah Metode Survey Cepat, dan secara keseluruhan sebagai dasar penambah wawasan dan pengetahuan. Dalam kesempatan ini, kami mengucapkan terimakasih kepada Ibuk Rini Muntahar, S.KM, M.KM selaku dosen pengasuh mata kuliah Metode Survey Cepat (MSC) atas bimbingan yang telah diberikan kepada kami. Contoh proposal penelitian ini tentunya masih banyak kekurangan didalamnya maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan agar menjadi lebih baik di masa yang akan datang, dan semoga berguna bagi yang membacanya, terimakasih.

Indralaya,

Mei 2013

Penulis

DAFTAR ISI
Kata Pengantar.. i Daftar Isi... ii BAB I. PENDAHULUAN.. 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah.. 4 1.3. Tujuan Penelitian .. 5 1.3.1. Tujuan Umum. 5 1.3.2. Tujuan Khusus 5 1.4. Manfaat Penelitian .... 5 1.4.1. Bagi Peneliti 5 1.4.2. Bagi Tempat Peneliti .. 6 1.4.3. Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat 6 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 7 2.1. Diare dan Balita. 7 2.1.1. Pengertian Diare. 7 2.1.2. Pengertian Balita. 8 2.2. Faktor Penyebab Diare 8 2.3. Tanda dan Gejala Diare .. 10 2.5. Epidemiologi Diare.. 14 2.6. Pencegahan Diare terhadap Balita 15 2.7. Pengobatan Diare. 18 2.8. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu terhadap Kejadian Diare pada Balita . 18 2.8.1. Konsep prilaku 18 2.8.2. Tingkatan Pengetahuan... 20 2.9. Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan Diare. 21 2.10. Kerangka Teori 25 BAB III. KERANGKA KONSEP . 26 3.1. Kerangka Konsep .. 26 3.2. Definisi Operasional ...... 27 BAB IV. METODE PENELITIAN 31 4.1. Jenis Penelitian... 31 4.2. Lokasi Penelitian 31 4.3. Waktu Penelitian 31 4.4. Variabel Penelitian. 31 4.5. Populasi dan Sampel.. 31 4.5.1. Populasi... 31 4.5.2. Sampel. 31 4.6. Jenis, Cara, dan Alat Pengumpulan Data.. 32 4.7. Teknik Pengolahan Data BAB V. Daftar Pustaka BAB VI. Lampiran Kuesioner...... 33 34 36

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Menurut Hendri L. Blum yang diacu pada Ima (2008) derajat kesehatan dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya lingkungan (30%), perilaku hidup sehat (40%), pelayanan kesehatan (10%), dan keturunan (20%). Dari keempat faktor tersebut, faktor lingkungan dan perilaku hidup sehat sangat mempengaruhi derajat kesehatan. Menurut UU No 32 Tahun 2009, lingkungan adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan

perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Contoh perilaku tergambar dalam kebiasaan sehari-hari seperti pola makan, kebersihan perorangan, gaya hidup, dan perilaku terhadap upaya kesehatan. Dampak kesehatan lingkungan yang buruk adalah tingginya angka kesakitan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air (water related diseases) dan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan tinja (excreta-related diseases) sepert diare, kulit dan hepatitis A (Cairncross dan Feachem 1993 diacu dalam Ima 2008). Badan Amerika Serikat untuk bantuan pembangunan internasional (U.S. AID) telah merangkum hasil dari berbagai penelitian mengenai dampak perbaikan keadaan air bersih dan sanitasi di negara-negara sedang berkembang yang menyatakan bahwa perbaikan kualitas dan kuantitas air bersih dapat menurunkan angka kesakitan diare dengan median 37%. Serta

perbaikan pembuangan tinja dapat menurunkan angka kesakitan diare dengan median 22% (World Bank 1992 diacu dalam Ima 2008). Diare hingga saat ini masih merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian hampir di seluruh daerah geografis di dunia dan semua kelompok usia bisa diserang oleh diare, tetapi penyakit berat dengan kematian yang tinggi terutama terjadi pada bayi dan anak balita (Anjar, 2009). Di negara berkembang, anak-anak menderita diare lebih dari 12 kali per tahun dan hal ini yang menjadi penyebab kematian sebesar 15-34% dari semua penyebab kematian (Aman, 2004 dalam Anjar, 2009). Di negara berkembang, anak-anak balita mengalami rata-rata 3-4 kali kejadian diare per tahun tetapi di beberapa tempat terjadi lebih dari 9 kali kejadian diare per tahun atau hampir 15-20% waktu hidup anak dihabiskan untuk diare (Soebagyo, 2008 dalam Anjar, 2009). Data WHO memperkirakan bahwa infeksi diare mengancam kehidupan 1,87 juta anak balita setiap tahun di seluruh dunia, membuat diare menjadi penyebab kematian bayi dan balita kedua terbanyak setelah pneumonia (Kemenkes RI, 2012). Penyakit diare di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama, hal ini disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan diare yang menimbulkan banyak kematian terutama pada balita. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, angka kematian akibat diare 23 per 100 ribu penduduk dan pada balita 75 per 100 ribu balita. Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan 5.051 kasus diare sepanjang tahun 2005 lalu di 12 provinsi. Angka kesakitan diare pada tahun 2006 yaitu 423 per 1000 penduduk, dengan jumlah kasus 10.980 penderita dengan jumlah kematian 277 (CFR 2,52%). Di Indonesia dilaporkan terdapat 1,6 sampai 2 kejadian diare per

tahun pada balita, sehingga secara keseluruhan diperkirakan kejadian diare pada balita berkisar antara 40 juta setahun dengan kematian sebanyak 200.000-400.000 balita. WHO memperkirakan, sekitar 31.200 anak balita di Indonesia meninggal setiap tahun karena penyakit ini (Soebayo dalam Anjar, 2009) Sumatera Selatan merupakan salah satu provinsi penyumbang kasus diare terbanyak. Pada tahun 2009, diare termasuk dalam 3 kasus penyakit terbanyak di rawat inap rumah sakit bersama dengan Tifus dan DBD. Diare juga menempati posisi pertama (56,2%) penyakit menular berbasis puskesmas terbanyak di

Sumatera Selatan berdasarkan hasil STP (Profil Dinkes Sumsel, 2010). Kabupaten Ogan Ilir adalah salah satu kabupaten yang angka kejadian penyakitnya masih tinggi. Berdasarkan Profil Dinkes OI Tahun 2007, angka kesakitan diare yaitu 7.011 kasus. Pada tahun 2010, kasus ini terus meningkat menjadi 8.358 penderita dan pada tahun 2011 diperkirakan mencapai 18.293 kasus (Profil Dinkes OI, 2011). Dari seluruh kecamatan yang ada di wilayah Kab. Ogan Ilir, kasus di wilayah Kecamatan Sungai Pinang diperkirakan turut menyumbangkan kasus penyakit yang banyak yaitu mencapai 1.209 kasus (Profil Dinkes OI, 2011). Kasus yang terus meningkat setiap tahunnya tentunya menjadi sebuah permasalahan kesehatan masyarakat apalagi berdasarkan Profil Dinkes 2011 diketahui bahwa penanganan kasus ini belum terlalu maksimal, hanya 63,17% kasus yang ditangani. Dalam penanganan kasus ini tentunya dibutuhkan upaya yang efektif karena determinan penyakit diare sangat kompleks. Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan kejadian diare yaitu tidak memadainya penyediaan air bersih, air tercemar oleh tinja, kekurangan sarana

kebersihan, pembuangan tinja yang tidak higienis, kebersihan perorangan dan lingkungan yang jelek, serta penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak semestinya (Sander, 2005). Banyak faktor yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menjadi faktor pendorong terjadinya diare, terdiri dari faktor agent, penjamu, lingkungan dan perilaku. Faktor penjamu yang menyebabkan meningkatnya kerentanan terhadap diare, diantaranya perilaku dan pola asuh ibu, tidak memberikan ASI selama 2 tahun, kurang gizi, penyakit campak, dan imunodefisiensi. Faktor lingkungan yang paling dominan yaitu sarana penyediaan air bersih dan pembuangan tinja, kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, maka penularan diare dengan mudah dapat terjadi (Depkes, 2005). Dari latar belakang tersebut, peneliti ingin mengetahui gambaran determinan yang berpengaruh terhadap kejadian penyakit diare karena diketahui kejadian penyakit ini terus menjadi permasalahan kesehatan masyarakat setiap tahunnya. Maka dari itu, perlu dilakukan penelitian terhadap gambaran faktor determinan dalam hal ini faktor keluarga (pengetahuan dan perilaku ibu) dan faktor lingkungan yang mempengaruhi kejadian penyakit diare di Kecamatan Sungai Pinang Tahun 2013.

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang banyak menyerang balita di daerah Kab. Ogan Ilir, khususnya wilayah Kecamatan Sungai Pinang dimana terus terjadi

peningkatan kasus setiap tahunnya. Dalam hal ini, determinan penyakit akan dilihat berdasarkan faktor keluarga (pengetahuan dan perilaku ibu) serta faktor lingkungan. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana gambaran determinan penyakit dalam hal ini faktor keluarga (pengetahuan dan perilaku ibu) serta faktor lingkungan yang mempengaruhi kejadian penyakit diare di Kecamatan Sungai Pinang Tahun 2013.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui keeratan gambaran faktor determinan dalam hal ini faktor keluarga (pengetahuan dan perilaku ibu) dan faktor lingkungan yang mempengaruhi kejadian penyakit diare di Kecamatan Sungai Pinang Tahun 2013. 1.3.2 Tujuan Khusus a. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan ibu yang mempengaruhi kejadian penyakit diare di Kecamatan Sungai Pinang Tahun 2013. b. Mengetahui gambaran perilaku ibu yang mempengaruhi kejadian penyakit diare di Kecamatan Sungai Pinang Tahun 2013. c. Mengetahui gambaran faktor lingkungan yang mempengaruhi kejadian penyakit diare di Kecamatan Sungai Pinang Tahun 2013.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Peneliti Peneliti memperoleh pengetahuan tentang gambaran determinan penyakit diare lebih mendalam dan pengalaman secara langsung di dalam 8

merencanakan dan melaksanakan penelitian, serta mampu menerapkan ilmu yang telah diperoleh. 1.4.2 Bagi Tempat Penelitian Sebagai bahan masukan yang dapat dipergunakan untuk lebih

mengefektifkan program dalam hal pemberantasan dan pencegahan penyakit diare. 1.4.3 Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat Menambah perbendaharaan karya tulis ilmiah yang dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan bahan pustaka dan informasi mengenai gambaran determinan kasus penyakit diare.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. DIARE DAN BALITA 2.1.1. Pengertian Diare Diare adalah penyakit yang ditandai bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan atau tanpa darah atau lendir (Suraatmaja, 2007). Menurut WHO (2008), diare didefinisikan sebagai berak cair tiga kali atau lebih dalam sehari semalam. Berdasarkan waktu serangannya terbagi menjadi dua, yaitu diare akut (< 2 minggu) dan diare kronik ( 2 minggu) (Widoyono, 2008). Terdapat beberapa pendapat tentang definisi penyakit diare. Menurut Hippocrates definisi diare yaitu sebagai suatu keadaan abnormal dari frekuensi dan kepadatan tinja, Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, diare atau penyakit diare adalah bila tinja mengandung air lebih banyak dari normal. Menurut WHO diare adalah berak cair lebih dari tiga kali dalam 24 jam, dan lebih menitik beratkan pada konsistensi tinja dari pada menghitung frekuensi berak. Ibu-ibu biasanya sudah tahu kapan anaknya menderita diare, mereka biasanya mengatakan bahwa berak anaknya encer atau cair. Menurut Direktur Jenderal PPM dam PLP, diare adalah penyakit dengan buang air besar lembek/ cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari) (Yatsuyanagi, 2002). Diare adalah tinja encer keluar lebih sering, diare bukan merupakan suatu penyakit tetapi kelihatan dalam keadaa seperti enteritis regionalis, sprue, colitis ulcerosa, berbagai infeksi usus dan kebanyakan karena jenis radang lambung dan usus (Sasongko, 2009). Diare adalah buang air besar atau defekasi yang encer dengan frekuensi lebih dari tiga kali sehari, dengan atau tanpa darah dan atau lender dalam tinja (Mansjoer, 2000). Sedangkan menurut Ngastiyah (2005), diare merupakan salah satu gejala dari penyakit pada system gastrointestinal atau penyakit lain diluar saluran pencernaan, dikarenakan keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4

10

kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak. Konsistensi feses encer dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja.

2.1.2. Pengertian Balita Balita adalah bayi yang berumur dibawah 5 tahun atau masih kecil yang perlu tempat bergantung pada seorang dewasa yang mempunyai kekuatan untuk mandiri dengan usaha anak balita yang tumbuh. Tahap-Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan, yakni ; Masa neoratus : usia 0 28 hari Masa neonatal dini : 0 7 hari Masa neonatal lanjut : 8 20 hari Masa pasca neonatal : 29 hari 1 tahun Masa bayi : usia 0 1 tahun Masa bayi dini : 0 1 tahun Masa bayi akhir : 1 2 tahun Masa pra sekolah (usia 2 6 tahun) Pra sekolah awal (masa balita) : mulai 2 3 tahun Pra sekolah akhir : mulai 4 6 tahun Masa neonatal

Pada masa ini terjadi adaptasi pada lingkungan perubahan sirkulasi darah serta mulai berfungsi organ-organ tubuh. Saat lahir berat badan normal dari bayi yang sehat berkisar antara 3000-3500 gr, tinggi badan sekitar 350 gr, selama 10 hari pertama biasanya terdapat penurunan berat badan sekitar 10 % dari berat badan lahir, kemudian berat badan bayi akan berangsur-angsur mengalami kenaikan. (Soetjeningsih, 2003)

2.2. Faktor penyebab Diare Faktor infeksi Infeksi enteral Infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare pada anak meliputi infeksi enternal sebagai berikut :

11

Infeksi bakteri : vibrio, E. Coli, Salmonella, Stigella, Campilobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya. Infeksi Virus : Entrovirus (Virus Echo, Coxsackie, Poliomielitis) Infeksi parasit : cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongyloides) Infeksi parental ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti : otitis media akut (OMA), sebagainya tonsilitis / tonsilofaringis, bronkopneumonia, ensefalitis dan

Faktor Malabsorsi Malabsorsi karbohidrat disakarida

Faktor makanan makanan basi makanan beracun alergi terhadap makanan

Faktor psikologis rasa takut dan cemas Jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar) (Ngastiyah 2003).

Faktor-Faktor yang Meningkatkan Resiko Diare Faktor lingkungan Pemasukan air tidak memadai Air terkontaminasi tinja Fasilitas kebersihan kurang Kebersihan pribadi buruk, misalnya tidak mencuci tangan setelah buang air besar Kebersihan rumah buruk. Misalnya tidak membuang tinja anak di WC Metode penyiapan dan penyimpanan makanan tidak higienes. (Misalnya makanan dimasak tanpa dicuci terlebih dahulu atau tidak menutup makanan yang telah dimasak)

12

Praktik penyapihan yang buruk Pemberian susu eksklusif dihentikan sebelum bayi berusia 4-6 bulan dan melalui pemberian susu melalui botol Berhenti menyusui sebelum anak berusia 1 tahun Faktor individu 1. Kurang gizi 2.Buruk atau kurangnya mekanisme pertahanan alami tubuh. Misalnya, diare lebih lazim terjadi pada anak-anak, baik yang mengidap campak atau yang mengalami campak. 3. Produksi asam lambung berkurang Gerakan pada usus berkurang yang mempengaruhi aliran makanan yang normal.

2.3. Tanda dan Gejala Menurut Nursalam (2005), tanda dan gejala diare berdasarkan klasifikasi diare sebagai berikut: Tanda / gejala yang tampak Terdapat dua atau lebih tanda-tanda berikut: a. Letargis atau tidak sadar. b. Mata cekung. c. Tidak bisa minum atau malas minum. d. Cubitan kulit perut Diare dengan dehidrasi berat. Klasifikasi

kembalinya sangat lambat. Terdapat dua atau lebih tanda-tanda berikut: a. Gelisah, rewel atau mudah marah. b. Mata cekung. c. Haus, minum dengan lahap. Diare dengan dehidrasi

ringan/sedang.

13

d. Cubitan

kulit

perut

kembalinya lambat.
Tidak ada tanda-tanda untuk diklasifikasikan sebagai dehidrasi berat Diare tanpa dehidrasi. atau ringan/sedang. Diare selama 14 hari atau lebih disertai Diare presisten berat. dengan dehidrasi. Diare selama 14 hari atau lebih tanpa Diare presisten. disertai tanda dehidrasi. Terdapat darah dalam tinja (berak Disentri. bercampur darah)

Sumber: Pedoman MTBS (2008)

Dibawah ini terdapat tabel-tabel tentang kehilangan cairan menurut derajat dehidrasi pada anak : Kehilangan cairan menurut derajat dehidrasi pada anak di bawah dua tahun

No. Derajat Dehidrasi 1. 2. 3. Ringan Sedang Berat

PWL 50 75 125

MWL 100 100 200

CWL 25 25 25

Jumlah 175 200 350

Kehilangan cairan menurut derajat dehidrasi pada anak berumur 2-5 tahun No. Derajat Dehidrasi 1. 2. 3. Ringan Sedang Berat PWL 13 50 80 MWL 80 80 80 CWL 25 25 25 Jumlah 135 155 185

Kehilangan cairan pada dehidrasi berat menurut berat badan pasien dan umur No. Berat Badan Umur 1. 2. 0-3 Kg 3-10 0-1 bulan PWL 150 MWL 125 100 CWL 25 25 Jumlah 300 250

1 bln 2 thn 125

14

3. 4.

10-15 15-25

2-5 thn 5-10 thn

100 80

80 25

25 25

205 130

Patofisiologi Mekanisme Keterangan : PWL : Cairan yang hilang karena muntah NWL : Cairan hilang melalui urine, kulit, pernapasan CWL : Cairan hilang karena muntah hebat dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:

Gangguan osmotik makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik

dalam lumen usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektroloit ke dalam lumen usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.

Gangguan sekresi Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam lumen usus dan selanjutnya timbul diare kerena peningkatan isi lumen usus.

Gangguan motilitas usus Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya dapat timbul diare pula.

Komplikasi Diare Komplikasi lain yang kadang kala timbul mencakup : Gangguan pada keseimbangan elektrolit normal dalam tubuh

15

Elektrolit adalah zat-zat kimia yang ketika mencair atau larut dalam air atau cairan lainnya memecah menjadi partikel-partikel (ion) dan mampu membawa aliran listrik. Kelumpuhan ileus (Paralytic ileus) Ini adalah suatu kondisi dimana terjadi pengurangan atau tidak adanya gerakan usus. Kondisi ini dapat terjadi akibat pembedahan, cedera pada dinding perut, sakit ginjal yang parah, atau penyakit parah lainnya Septi semia Ini adalah suatu kondisi dimana terdapat infeksi pada seluruh bagian tubuh. Kondisi ini biasanya menyusul adanya infeksi disalah satu bagian tubuh, yang dari sana bakteri pergi ke berbagai bagian tubuh lain melalui darah. Komplikasi darah seperti koagulasi intra vaskuler terdiseminasi Jika ada penyakit atau cidera parah apapun, darah cenderung membentuk suatu massa semi padat atau gumpalan darah didalam pembuluh darah (Ramaiah 2002).

Gejala klinis (B. Albert and Paul S, 1990) Mula-mula bayi/balita menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian diare. Tinja lendir dan atau darah. Warna tinja makinlama berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur oleh empedu. Anus dan daerahsekitarnya lecet karena sering defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibatmakin banyaknya asam laktat, yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkanoleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak. BB turun, turgor kulit berkurang, mata danubun-ubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering.

16

2.5. Epidemiologi Diare Sebelum kita ketahui epidimiologi dari kasus diare ini, perlu kita ketahui terlebihdahulu frekuensi diare pada balita yaitu 2-3 kali per tahun. Maka kejadian ini, merupakankejadian berulang pada balita. Adapun yang menyebabkan kejadian diare ini berulang yaitu (Joko irianto, 2005), yaitu ; a.Penyebaran Kuman yang menyebabkan diare. Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain makan/minumyang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa prilaku dapatmenyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare,

prilakutersebut antara lain : 1) Tidak memberikan ASI (air susu ibu) secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan pada bayi yang tidak diberi ASI risiko untuk menderita diare lebih besar dari pada bayi yang diberiASI penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar. 2) Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini memudahkan pencernaan oleh kuman,karena botol susah untuk dibersihkan. 3) Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan disimpan beberapa jam padasuhu kamar makanan akan tercemar dan kuman akan berkembangbiak. 4) Menggunakan air minum yang tercemar. air mungkin sudah tercemar dari sumbernya atau pada saat disimpan di rumah, pencemaran di rumah dapat terjadi kalau tempat penyimpanantidak tertutup atau apabila tangan tercemar menyentuh air pada saat mengambil air daritempat penyimpanan. 5) Tidak mencuci tangan setelah buang air besar dan sesudah membuang tinja anak atausebelum makan dan menyusui/menyuapi anak. 6) Tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi) dengan benar. Sering menganggap bahwa tinja bayi tidaklah berbahaya padahal sesungguhnya mengandung virus dan bakteri dalam jumlah besar. Sementara itu tinja binatang dapat menyebabkan infeksi pada manusia. b. Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare.

17

Beberapa faktor pada penjamu dapat meningkatkan insiden beberapa penyakit lain danlamanya diare. Faktor-faktor tersebut adalah : 1) Tidak memberikan ASI sampai umur 2 tahun. ASI mengandung antibodi yang dapatmelindungi kita terhadap kuman penyebab diare seperti : shigella dan V cholerae 2) Kurang gizi beratnya penyakit , lama dan risiko kematian karena diare meningkat pada anak-anak yang menderita gangguan gizi terutama gizi buruk. 3) Campak, diare dan disentri sering terjadi dan berakibat berat pada anakanak yang sedangmenderita campak dalam waktu 4 minggu terakhir hal ini sebagai akibat dari penurunankekebalan tubuh penderita. 4) Imunodefisiensi/imunosupresi. Keadaan ini hanya berlangsung sementara, misalnya sesudahinfeksi virus (seperti campak) atau mungkin yang berlangsung lama seperti pada penderitaAIDS (automune insufisiensi syndrom) pada anak imunosepresi berat, diare dapat terjadikarena kuman yang tidak patogen dan mungkin juga berlangsung lama. 5) Secara proposional, diare lebih banyak terjadi pada golongan balita (55 %). c. Faktor lingkungan dan prilaku Penyakit diare adalah salah satu penyakit yang berbasis lingkungan dua faktor yangdominan , yaitu saran air bersih dan sarana pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan prilaku manusia apabila faktor lingkungan tidak sehat karenatercemar kuman diare serta berakumulasi dengan prilaku manusia yang tidak sehat pula.Yaitu melalui makan dan minum , maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare.

2.6. Pencegahan Diare terhadap Balita Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah atau mengurangi keparahan penyakit pada saat balita menderita diare (Akhmadi (2009), adalah sebagai berikut: 1. Pemberian ASI ASI mempunyai khasiat pencegahan secara imunologik dan turut memberikan perlindungan terhadap diare pada bayi yang mendapat makanan

18

tercemar. Bayi yang diberi ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu formula. Flora usus bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab diare. Pemberian ASI selama diare dapat mengurangi akibat negatif terhadap pertumbuhan dan keadaan gizi bayi serta mengurangi keparahan diare.

2.

Memperbaiki makanan sapihan Penyapihan adalah proses seorang anak secara bertahap mulai dibiasakan

dengan susunan makanan orang dewasa. Susu, terutama ASI tetap merupakan bagian penting dalam susunan makanannya khususnya sampai usia 2 tahun. ASI eksklusif diberikan sampai bayi berumur 6 tahun setelah itu cara bertahap dikenalkan makanan tambahan yang lunak. Pada umur 1 tahun semua jenis makanan yang mudah disiapkan dapat diberikan sebanyak 4-6 kali sehari. Makanan dimasak dan direbus dengan baik, disimpan di tempat dingin dan dihangatkan sebelum diberikan.

3.

Banyak menggunakan air bersih Air bersih merupakan barang yang mahal saat sekarang karena dibeberapa

daerah banyak yang mengalami krisis air bersih. Namun penyediaan air bersih yang memadai penting untuk secara efektif membersihkan tempat dan peralatan memasak serta makanan, demikian pula untuk mencuci tangan. Hal ini memungkinkan untuk mengurangi tertelannya bakteri patogen pada balita. Kita juga harus membiasakan perilaku hidup bersih dan sehat salah satunya dengan mencuci tangan dan sabun ketika mau makan atau setelah memegang benda yang kotor. Demikian juga peralatan sumber air untuk bayi, tempat yang digunakan dan lainnya harus bersih untuk mencegah terjadinya diare.

4.

Mencuci tangan Mencuci tangan dengan sabun, terutama setelah buang air besar dan

sebelum memegang makanan dan makan merupakan salah satu cara mencegah terjadinya diare. Keluarga dan setiap individu harus paham fungsi dan manfaat mencuci tangan dengan sabun. Cuci tangan dengan bersih dilakukan setelah

19

membersihkan anak yang buang air besar, membuang tinja anak, dan buang air besar. Cuci tangan juga perlu dilakukan sebelum menyiapkan makanan, makan, dan memberikan makanan kepada anak. Anak juga secara bertahap diajarkan kebiasaan mencuci tangan.

5.

Penggunaan jamban Penggunaan jamban yang baik adalah apabila tidak ada tinja yang

tertinggal (menempel) di sekitar jamban, serta teratur dalam membersihkan dan menyikat jamban. (Sutomo, 1995). Sedangkan karakteristik jamban yang baik sebagai berikut: dapat digunakan oleh semua anggota keluarga, berjarak sekurangkurangnya 20 meter dari sumber air dan pemukiman, tandon penampung tinja sekurang-kurangnya sedalam 1 meter, serta tidak memungkinkan lalat/serangga hinggap di tampungan tinja (dengan sistem leher angsa).

6.

Cara yang benar membuang tinja bayi Tinja harus dibungkus dengan kertas atau daun kemudian dibuang dengan

cepat ke dalam jamban atau lubang di tanah. Apabila tinja terpaksa dibuang di udara terbuka, maka dibuang di tempat yang terkena sinar matahari, karena sinar matahari dapat membunuh bakteri dan kuman-kuman dalam tinja tersebut. Setelah buang air besar balita segera dibersihkan kemudian tangan keluarga yang membuang tinja dan tangan balita dicuci dengan sabun sampai bersih.

7.

Imunisasi campak Pemberian imunisasi campak berkorelasi terhadap kejadian diare. Hal ini

dilakukan pada balita yang sedang menderita campak dan selama dua atau tiga bulan setelah penyakit campak menunjukkan kasus diare dengan angka lebih tinggi dan lebih parah daripada balita yang sama tanpa campak. Oleh karena itu balita diusahakan untuk mendapatkan imunisasi campak segera setelah berumur sembilan bulan. Diare umumnya ditularkan melaui 4 F, yaitu Food, Feces, Fly dan Finger. Oleh karena itu upaya pencegahan diare yang praktis adalah dengan memutus rantai penularan tersebut. Beberapa upaya yang mudah diterapkan adalah

20

(Ngastiyah, 2005): penyiapan makanan yang higienis, penyediaan air minum yang bersih, kebersihan perorangan, cuci tangan sebelum makan, pemberian ASI eksklusif, buang air besar pada tempatnya (WC, toilet), tempat buang sampah yang memadai, berantas lalat agar tidak menghinggapi makanan, dan lingkungan hidup yang sehat.

2.7. Pengobatan Diare Menurut Whaley and Wong (2009) penatalaksanaan diare pada balita difokuskan pada penyebab, keseimbangan cairan dan elektrolit, serta fungsi normal perut. Prinsipnya adalah mengganti cairan yang hilang (rehidrasi), tetap memberikan makanan, tidak memberikan obat anti diare (antibiotik hanya diberikan atas indikasi), dan penyuluhan. Penderita diare kebanyakan dapat sembuh tanpa pengobatan khusus. Serangan diare yang berulang akan mendorong penderita ke dalam keadaan malnutrisi oleh karena itu penatalaksanaan yang benar sangat dibutuhkan karena dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian, apalagi pada anak-anak. Selain itu keluarga dapat menjaga balita atau anak-anak dari diare dengan menjaga kebersihan lingkungan serta makanan. Selain itu bila sudah terkena maka keluarga dapat melakukan pertolongan dengan memberikan oralit atau campuran gula dan garam. Adapun cara membuatnya, yaitu: tuangkan air matang ke dalam gelas bersih (200 ml), ditambah 1 sendok teh munjung gula pasir 16 dan sendok teh garam dapur, aduk sampai larut benar. Cairan rumah tangga adalah cairan yang berasal dari makanan seperti bubur encer dari tepung, sup, air tajin, air kelapa muda, dan makanan yang diencerkan.

2.8. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu terhadap Kejadian Diare pada Balita 2.8.1. Konsep prilaku Penyakit diare merupakan suatu penyakit yang berbasis lingkungan. Ada 2 faktor yang dominan yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama perilaku manusia yang tidak sehat. Karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula,

21

yaitu melalui makanan dan minuman maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare. .( Saifuddin Azwar, 2008). Menurut Notoadmojo (2003) perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorangterhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan,makanan, serta lingkungan. Perilaku kesehatan itu mencakup a. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia berespon, baik secara pasif maupun aktif yang dilakukan sehubungan dengan sakit dan penyakit tersebut.Perilaku tersebut terhadap sakit dan penyakit ini dengan sendirinya sesuai dengantingkat-tingkat pencegahan penyakit, yakni : b. 1) Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan, misalnya makananyang bergizi, olah raga. 2) Perilaku pencegahan penyakit, misalnya tidur memakai kelambu untuk menghindari gigitannyamuk, imunisasi. 3) Perilaku sehubungan dengan pencarian obat, misal ke poli gigi untuk berobat. 4) Perilaku sehunbungan denagn pemulihan kesehatan, misal diet, mematuhi peraturandokter. c. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan, misal, dalam

memilihmenggunakan fasilitas pelayanan kesehatan. d. Perilaku terhadap makanan, misal dalam memilih konsumsi makanan. e. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan, misal perilaku sehubungan dengan air bersih, pembuangan air kotor, pembuangan limbah, kondisi rumah sehat, pembersihan sarang-sarang. Menurut Benyamin Bloom dalam Notoadmojo, 1908. perilaku dibagi dalam 3 domainyaitu : a. Pengetahuan peserta didik terhadap pendidikan yang diberikan (knowledge). b. Sikap atau anggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan (attitude). c. Praktek atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan materi pendidik yang diberikan (practice).

22

2.8.2. Tingkatan Pengetahuan Diare membutuhkan penanganan yang cepat agar tidak terjadi dehidrasi. Pengetahuan mengenai penanggulangan diare sangat penting untuk di ketahui oleh ibu yang dapat dijadikan sebagai upaya untuk mencegah terjadinya dehidrasi baik ringan, sedang maupun berat. Jika terjadi dehidrasi dan tidak segera ditangani maka akan menyebabkan kematian. Karena dehidrasi merupakan penyebab kematian pada penyakit diare. Jika ibu mengetahui cara

penanggulangan kejadian diare secara dini dengan baik, maka balita yang terkena diare tidak akan sampai mengalami dehidrasi sedang atau berat karena sudah dapat ditanggulangi sendiri di rumah. (Lina Malikhah, 2010). Menurut Notoatmojo (1993), Pengetahuan mempunyai tingkatan yaitu : a. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, mendefinisikan menyatakan dan sebagainya. Contoh dapat menyebutkan tanda tanda kekurangan kalori dan protein pada anak balita.

b. Memahami Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui. Dan dapat menginterpertasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya. Contoh dapat menjelaskan mengapa kita harus makan makanan yang bergizi.

c. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini

23

dapat diartikan sebagai aplikasi atau kegunaan hukum hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam kontek atau situasi yang lain. Contohnya dapat menggunakan prinsip prinsip, siklus pemecahan masalah, dari kasus yang diberi.

d. Analisis (Analysis) Adalah suatu harapan untuk menjabarkan suatu materi atau objek dalam komponen komponen tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitanya dengan yang lain. Kemampuan analisa ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun, merencanakan, meningkatkan, menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi Evaluasi dikaitkan dengan kemampuan kemampuan untuk melakukan identifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau suatu objek, penilaian penilaian ini berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria tak ada.

2.9. Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan Diare

Masalah kesehatan merupakan suatu masalah yang sangat komplek, yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun kesehatan masyarakat (Notoatmodjo, 2003). Menurut model segitiga

epidemiologi, suatu penyakit timbul akibat interaksi satu sama lain yaitu antara faktor lingkungan, agent dan host (Timmreck, 2004).

24

Faktor yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menjadi penentu pendorong terjadinya diare. Faktor lingkungan merupakan faktor yang paling penting, sehingga untuk penanggulangan diare diperlukan upaya perbaikan sanitasi lingkungan (Zubir, 2006). Seseorang yang daya tahan tubuhnya kurang, maka akan mudah terserang penyakit. Penyakit tersebut antara lain diare, kolera, campak, tifus, malaria, demam berdarah dan influensa (Slamet, 2002). Masalahmasalah kesehatan lingkungan antara lain pada sanitasi (jamban), penyediaan air minum, perumahan, pembuangan sampah dan pembuangan air limbah (Notoatmodjo, 2007).
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Diare:

Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit diare antara lain faktor sanitasi lingkungan seperti, (Akhmadi (2009) : a. Sumber air minum Air merupakan hal yang sangat penting bagi manusia. Kebutuhan manusia akan air sangat komplek antara lain untuk minum, masak, mencuci, mandi dan sebagainya. Di antara kegunaan-kegunaan air tersebut, yang sangat penting adalah kebutuhan untuk minum. Oleh karena itu, untuk keperluan minum (termasuk untuk memasak) air harus mempunyai persyaratan khusus agar air tersebut tidak menimbulkan penyakit bagi manusia termasuk diare. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyediaan air bersih adalah: Mengambil air dari sumber air yang bersih. Mengambil dan menyimpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup, serta menggunakan gayung khusus untuk mengambil air. Memelihara atau menjaga sumber air dari pencemaran oleh binatang, anak-anak, dan sumber pengotoran. Jarak antara sumber air minum dengan sumber pengotoran (tangki septik), tempat pembuangan sampah dan air limbah harus lebih dari 10 meter. Menggunakan air yang direbus. Mencuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang bersih dan cukup (Depkes RI, 2005). b. Kualitas fisik air bersih

25

Air minum yang ideal seharusnya jernih, tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau. Menurut Notoatmodjo (2003), syarat-syarat air minum yang sehat adalah sebagai berikut: (Umiati, 2009). Syarat fisik Persyaratan fisik untuk air minum yang sehat adalah bening (tidak berwarna), tidak berasa, tidak berbau, suhu dibawah suhu udara di luarnya, sehingga dalam kehidupan sehari-hari cara mengenal air yang memenuhi persyaratan fisik tidak sulit. Syarat Bakteriologis Air untuk keperluan minum yang sehat harus bebas dari segala bakteri, terutama bakteri patogen. Cara untuk mengetahui apakah air minum terkontaminasi oleh bakteri patogen adalah dengan memeriksa sampel air tersebut. Bila dari pemeriksaan 100 cc air terdapat kurang dari empat bakteri E. coli, maka air tersebut sudah memenuhi syarat kesehatan. Syarat kimia Air minum yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu di dalam jumlah tertentu pula. Kekurangan atau kelebihan salah satu zat kimia di dalam air, akan menyebabkan gangguan fisiologis pada manusia seperti flour (1-1,5 mg/l), chlor (250 mg/l), arsen (0,05 mg/l), tembaga (1,0 mg/l), besi (0,3 mg/l), zat organik (10 mg/l), pH (6,5-9,6 mg/l), dan CO2 (0 mg/l). Kondisi fisik sarana air bersih yang tidak memenuhi syarat kesehatan berdasarkan penilaian inspeksi sanitasi dengan kategori tinggi dan amat tinggi dapat mempengaruhi kualitas air bersih dengan adanya pencemaran air kotor yang merembes ke dalam air sumur. c. Kepemilikan jamban Jamban merupakan sarana yang digunakan masyarakat sebagai tempat buang air besar. Sehingga sebagai tempat pembuangan tinja, jamban sangat potensial untuk menyebabkan timbulnya berbagai gangguan bagi masyarakat yang ada di sekitarnya. Gangguan tersebut dapat berupa gangguan estetika, kenyamanan dan kesehatan. Menurut Notoatmodjo (2003), suatu jamban disebut sehat untuk daerah pedesaan, apabila memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut:

26

Tidak mengotori permukaan tanah disekeliling jamban tersebut. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya. Tidak mengotori air tanah di sekitarnya. Tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat, kecoak, dan binatangbinatang lainnya. Tidak menimbulkan bau. Mudah digunakan dan dipelihara. Sederhana desainnya. Murah. Dapat diterima oleh pemakainya.

d. Jenis lantai rumah Syarat rumah yang sehat, jenis lantai rumahnya yang penting tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim hujan. Lantai rumah dari tanah agar tidak berdebu maka dilakukan penyiraman air kemudian dipadatkan. Dari segi kesehatan, lantai ubin atau semen merupakan lantai yang baik sedangkan lantai rumah dipedesaan cukuplah tanah biasa yang dipadatkan. Apabila perilaku penghuni rumah tidak sesuai dengan norma-norma kesehatan seperti tidak membersihkan lantai dengan baik, maka akan menyebabkan terjadinya penularan penyakit termasuk diare. (Umiati, 2009). e. Pembuangan sampah Sampah adalah semua zat atau benda yang sudah tidak terpakai baik yang berasal dari rumah tangga atau hasil proses industri. Jenis-jenis sampah antara lain, yakni sampah anorganik, adalah sampah yang umumnya tidak dapat membusuk, misalnya: logam atau besi, pecahan gelas, plastik. Sampah organik adalah sampah yang pada umumnya dapat membusuk, misalnya: sisa makanan, daun-daunan, dan buah-buahan. kebiasaan membuang sampah di tempat lain (belakang rumah, depan rumah), memiliki tempat sampah dengan keadaan tidak tertutup, membuang sampah di sungai kejadian diare lebih besar. (Noerolandra, 2006).

27

2.10. Kerangka Teori

Faktor Predisposisi: Pengetahuan Sikap Jenis pekerjaan Tingkat pendidikan Tingkat social ekonomi.

Faktor Pendukung: Sarana dan prasarana Terjangkaunya fasilitas kesehatan Ketersediaan pelayanan kesehatan. Kondisi lingkungan/sanitasi Praktek ibu dalam penatalaksanaan penyakit diare pada balita

Faktor Penguat: Sikap dan perilaku petugas kesehatan. Tokoh masyarakat. Peraturan pemerintah.

Skema kerangka teori (Modifikasi dari konsep HL.Blum oleh Sarwono Solita, 2005 dalam Suharyono 2007)

28

BAB III KERANGKA KONSEP

3.1. Kerangka Konsep Sesuai dengan tujuan penelitian untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap ibu serta faktor lingkungan yang mempengaruhi kejadian diare pada balita maka disusun suatu kerangka konsep sebagai berikut:

Variabel Independen Karakteristik Ibu Pengetahuan Ibu tentang Diare Sikap Ibu tentang Diare Variabel Dependen Kejadian Diare pada Balita Faktor Lingkungan Sumber Air Minum Jenis Tempat Pembuangan Tinja Jenis Lantai Rumah

29

3.2. Definisi Operasional

No.

Variabel

Definisi Opersional

Cara Ukur dan Alat Ukur

Hasil Ukur

Skala

Karakteristik Sosiodemografi:
1.

Umur

Lama waktu hidup responden, sejak dilahirkan sampai ulang tahun yang terakhir (KBBI, 2001)

Wawancara Kuesioner

1. Remaja (umur 14-21 tahun) 2. Dewasa (umur 22-44 tahun) 3. Lansia (umur > 45 tahun)

Nominal

2.

1. Tidak sekolah

Tingkat Pendidikan

Jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah diikuti responden (KBBI, 2001)

Wawancara Kuesioner

2. Tidak SD

tamat

Ordinal

3. Tamat SD 4. Tamat SMP/sederajat 5. Tamat SMA/sederaja t

3.

Jenis Pekerjaan

Jenis pekerjaan responden

Wawancara Kuesioner

6. Akademi/Perg uruan Tinggi

Nominal

1. Tidak bekerja 2. Buruh 3. Pedagang

30

4. Petani 5. Jasa 4. 6. Pegawai

Pendapatan

Jumlah penghasilan yang diperoleh oleh keluarga tiap bulannya

Wawancara Kuesioner

swasta 7. Pegawai negeri 8. Lain-lain

Ordinal

1. 2.

Tidak bekerja Buruh

Variabel Independen:

6.

Pengetahuan Ibu

Pemahaman responden tentang diare

Angket Kuesioner

1. Buruk, total

jika akor

Ordinal

kurang dari 24 2. Baik, jika total skor lebih dari sama 24. dengan

7.

Sikap Ibu

Reaksi responden tentang aspek kesehatan yang berhubungan pada bapencegahan dan penanganan diare pada balita.

Wawancara Kuesioner
1. Buruk, total jika akor

Ordinal

kurang dari 29. 2. Baik, jika total skor lebih dari sama 29. dengan

8.

Sumber Air Minum

Sumber air yang digunakan untuk

Wawancara Kuisioner

1. Sumber air tidak terlindung

Nominal

31

memenuhi kebutuhan minum dan memasak, dengan kriteria : (1) sungai; (2) sumur; dan (3) PAM

2. Sumber air terlindung

9.

Jenis Tempat Pembuangan Tinja

Macam tempat buang air besar yang digunakan keluarga termasuk balita untuk membuang tinja, dengan kriteria : (1) tidak mempunyai kakus (ke sungai); (2) jamban tanpa tanki septic atau kakus di atas sungai; dan (3) jamban dengan tangkai septic atau jamban leher angsa.

Wawancara Kuisioner

1. Jamban tidak sehat 2. Jamban sehat

Nominal

32

10.

Jenis Lantai Rumah

Bahan utama pembuat lantai rumah, dengan kriteria : (1) tanah; (2) semen; dan (3) porselin atau ubin.

Wawancara Kuisioner

1. Lantai tidak kedap air 2. Lantai kedap air

Nominal

Variabel Dependen: 8. Kejadian diare Suatu keadaan dimana terjadi buang air besar cair atau mencret dengan frekuensi lebih dari 3 kali sehari dalam kurun waktu 3 bulan terakhir yang dialami oleh balita yang terpilih sebagai sampel. Wawancara Kuesioner
1. Tidak diare

Nominal

2. Diare

33

BAB IV METODE PENELITIAN


4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu pendekatan penelitian yang mengukur variabel sebab akibat yang terjadi pada objek penelitian dalam waktu yang bersamaan (Murti, 2003).

4.2. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sungai Pinang yang diketahui memiliki 12 desa Dengan jumlah penduduk total 28.590 jiwa. Hal ini didasari oleh data yang dikumpulkan dari puskesmas setempat bahwa daerah tersebut memiliki prevalensi kejadian diare yang cukup tinggi, dan berdasarkan data dari kelurahan dan pengamatan dari peneliti sendiri diketahui bahwa daerah tersebut memiliki keadaan georafis dan lingkungan yang spesifik.
4.3. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober November 2013.

4.4. Variabel Penelitian Variabel terikat atau dependen dalam penelitian ini adalah kejadian diare pada anak balita. Variabel bebas atau independen yakni lingkungan, pengetahuan, dan sikap ibu.

4.5. Populasi dan Sampel

4.5.1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai anak balita di Kecamatan Sungai Pinang. Jumlah populasi dalam penelitian ini berjumlah 28.590 jiwa (Data Kecamatan Sungai Pinang, 2011).

4.5.2. Sampel Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus :

34

n Z P d

: jumlah sampel : deviasi normal standar (pada alpha: 5%) : proporsi diasumsikan 0,5 : presisi relatif (10%)

CI : 95% Deff : design effect diasumsikan 2 Sehingga: n = (1,96)2 . 0,5 (1-0,5) 2 (0,10)2 = 193

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2006). Sampel dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai balita di Kecamatan Sungai Pinang. Besar sampel dapat dihitung menggunakan CSurvey, dimana terdapat 12 desa di Kecamatan Sungai Pinang serta terpilih 7 Desa dan 5 kelurahan dengan dibagi menjadi 30 klaster. 30 klaster ini didapat dari 12 desa. jadi, 193/30= 7 yang artinya terdapat 7 sampel pada tispklaster. sehingga didapatkan jumlah respondentotal sebanyak 7 x 30 = 210 orang.

4.6. Jenis, Cara, dan Alat Pengumpulan Data Jenis dan Cara Pengumpulan Data. a. Data Primer. Pengumpulan data primer pada penelitian ini menggunakan instrument berupa kuesioner oleh peneliti sendiri. Data yang dikumpulkan adalah mengenai variablevariabel yang diteliti antara lain karakteristik sosiodemografi, pengetahuan, dan sikap ibu. b. Data Sekunder Data sekunder digunakan sebagai data pendukung yang diperoleh dari Data Kecamatan Sungai Pinang, Kabupaten Ogan Ilir Tahun 2011.

35

2. Alat Pengumpulan Data Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.

4.7. Teknik Pengolahan Data Pengolahan data yang akan dilakukan pada prinsipnya melalui tahap-tahap sebagai berikut: 1. Editing, yaitu melakukan pemeriksaan kelengkapan dan kebenaran data yang telah dikumpulkan. 2. Coding, yaitu suatu proses untuk memberikan kode pada data yang ada untk mempermudah pengolahan data. 3. Entry, yaitu suatu proses dimana data tersebut dipindahkan dalam suatu media untuk mengolah data. 4. Tabulating, yaitu proses dimana data yang telah diberikan kode dimasukkan ke dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

36

BAB V DAFTAR PUSTAKA


Depkes RI, 2005. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare. Jakarta : Depkes RI. Umiati, Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Nogosari Kabupaten Boyolali Tahun 2009, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Surakarta, 2010. Yatsuyanagi, Penatalaksanaan Diare di Rumah pada Balita . Beritan Kedokteran Masyarakat. Vol.22. No.1. Maret 2002 : 7-14. Notoadmodjo, 2007 Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip Dasar. Jakarta: PT Rineka Cipta. Timmreck CT. 2004. Epidemiologi suatu Pengantar. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Hidayat, Penatalaksanaan dietetic penderita diare anak, Badan penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2005, 1-50. Malikah, Lina, Peranan air bersih dan Sanitasi dalamm Pemberantasan Penyakit Menular, Sanitas Vol. II No. 2, YLKI, Jakarta,2010, 81-84. Ngastiyah, Pengaruh air bersih kaitannya dengan kejadian diare di desa Sondongagung, Kecamatan Godean Kabupaten Sleman Yogyakarta, Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta, 2005. Pudjiaji, 2005, Mengatasi Diare dan Keracunan pada Balita. Jakarta: Kawan Pustaka. Widoyono, 2008, Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya. Surabaya: Erlangga. Akhmadi, 2009, Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Citra Aditya Bakti. Saksono, 2009, Kapita Selekta Gastroentrologi. Jakarta: CV. Sagung Seto. Noerolandra, 2006. Kejadian Diare dan Lingkungan Keluarga. Jakarta: Gramedia. Azwar, saifuddin, 2009, Mengatasi Diare dan Keracunan pada Balita. Kawan Pustaka. Jakarta. Suharyono, 2007, Diare akut, Rineka Cipta , Jakarta.

37

Ernawati, Aeda. 2006. Hubungan Faktor Sosial Ekonomi, Higiene Sanitasi Lingkungan, Tingkat Konsumsi dan Infeksi dengan Status Gizi Anak Usia 2-5 Tahun di : FKM Universitas Kabupaten Semarang Tahun 2003. Tesis. Semarang Diponegoro. tanggal

http://eprints.undip.ac.id/15214/1/Aeda_Ernawati.pdf. Diakses 17 Mei 2013.

Najmah. 2011. Managemen & Analisa Data Kesehatan Kombinasi Teori dan Aplikasi SPSS. Yogyakarta: Nuha Medika. Millenium Development Goals. 2012. www.depkes.go.id/. Diakses tanggal 17 Mei 2013

Notoatmodjo, S. Metodologi Riset Kesehatan. 2010. Jakarta: Rineka Cipta. Purbasari, Endah. 2009. Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Ibu dalam Penanganan Awal Diare pada Balita di Puskesmas Kecamatan Ciputat,

Tangerang Selatan, Banten pada Bulan September Tahun 2009. Skripsi. Jakarta : FKIK UIN Syarif

Hidayatullah.http://perpus.fkik.uinjkt.ac.id/file_digital/Riset%20ENDAH%20PSP D%202006. pdf. Diakses tanggal 17 Mei 2013.

Sander, M. A., 2005. Hubungan Faktor Sosio Budaya dengan Kejadian Diare di Desa Candinegoro Kecamatan Wonoayu Sidoarjo. Jurnal Medika. Vol 2. Desember 2005 : 163-193.

No.2. Juli-

Wibowo, T., Soenarto, S., dan Pramono, D., 2004. Faktor-Faktor Risiko Kejadian Diare Berdarah pada Balita di Kabupaten Sleman. Jurnal Berita Kedokteran World Masyarakat. Vol. 20. No.1. maret 2004 : 41-48. Organization. 2012. diakses tanggal 24 Mei 2012.

Health

http://www.who.int/research/en/

38

BAB VI LAMPIRAN KUESIONER


Lampiran 1

LEMBAR KUISIONER PENELITIAN


GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU SERTA FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI KECAMATAN SUNGAI PINANG KABUPATEN OGAN ILIR TAHUN 2013
Nomor klaster : Nomor responden :

A. Identitas Responden Nama Ibu Nama Bayi Tanggal wawancara : _____________________ : _____________________ : ./../.. : ./../..

Tanggal lahir ibu : ./../.. Tanggal lahir bayi

Mohon diberi tanda (X) pada setiap jawaban B. Data Orang Tua Data Ayah : . : tahun : . : 1. Tidak sekolah 2. Tamat SD 3. Tamat SMP 4. Tamat SMA 5. Tamat Perguruan Tinggi

1. Inisial AYAH 2. Umur 3. Alamat 4. Pendidikan terakhir

39

5. Pekerjaan

: 1. Formal (PNS, POLRI, BUMN) 2. Non Formal (Petani, Wiraswasta, Buruh dll) 3. Tidak bekerja

6. Jumlah anggota keluarga : orang 7. Jumlah balita :........anak

7. Pendapatan Keluarga/bulan: Rp. ....................................... Data IBU 1. Inisial Ibu 2. Umur 3. Alamat 4. Pendidikan terakhir : . : tahun : . : 1. Tidak sekolah 2. Tamat SD 3. Tamat SMP 4. Tamat SMA 5. Tamat Perguruan Tinggi

5. Pekerjaan

: 1. Formal (PNS, POLRI, BUMN) 2. Non Formal (Petani, Wiraswasta, Buruh dll) 3. Tidak bekerja

C. DIARE 1. Apakah anak balita Ibu menderita diare dalam kurun waktu tiga bulan terakhir ? a. Ya b. b. Tidak

2. Apa yang ibu lakukan bila balita anda terkena diare ? a. Dibiarkan saja

40

b. Diobati sendiri c. Di bawa ke Puskesmas/Dokter/Bidan D. PENGETAHUAN 1. Apa yang dimaksud dengan diare? a. Mengentalnya tinja atau kotoran b. Penyakit buang air besar > 3 kali dalam sehari, berbentuk cairan c. Sulitnya tinja atau kotoran dikeluarkan 2. Ada berapa jenis diare berdasarkan waktu berlangsungnya? a. 2 jenis b. 3 jenis c. 4 jenis 3. Diare berdasarkan waktu berlangsungnya dibedakan menjadi? a. Diare akut dan diare kronis b. Diare ringan, diare sedang dan diare berat c. Diare langsung, diare turunan, diare asimtomatis, diare mal albsorbsi 4. Diare akut adalah..... a. Diare yang disertai darah b. Diare yang berlangsung kurang dari 2 minggu c. Diare yang berlangsung lebih dari 2 minggu 5. Apa penyebab utama diare ? a. Makanan dan minuman yang terkontaminasi bakteri b. Buang sampah sembarangan c. Banyak mengkonsumsi sayuran dan buah 6. Apa penyebab lain dari diare? a. Infeksi cacing pita b. Gigitan nyamuk anopheles betina c. Racun bakteri, kelebihan vitamin C, alergi susu 7. Penyakit Diare menyerang tubuh bagian apa? a. Lambung-Usus b. Paru-paru

41

c. Ginjal 8. Kelompok umur apa yang paling sering mengalami diare? a. Balita b. Remaja c. Dewasa 9. Berapa lama biasanya diare menderita balita? a. Dua bulan b. Sebulan c. Seminggu 10. Apa saja gejala utama diare? a. BAB terus menerus disertai mual dan muntah-muntah b. Mata berair dan Sesak Napas c. Keram kaki 11. Apa resiko terbesar dari penyakit diare? a. Kekurangan cairan tubuh b. Kerusakan ginjal c. Gangguan kesadaran 12. Apa akibat dari penyakit diare? a. Pembengkakan ginjal b. Dehidrasi berat dan kematian c. Sakit kepala dan menurunnya fungsi otak 13. Bagaimana cara penularan penyakit diare ? a. Bersentuhan dengan kulit b. Makan makanan/ minuman yang tercemar bakteri c. Penderita menyebarkan kuman dengan batuk atau bersin. 14. Kemana sebaiknya dilakukan pengobatan diare? a. Bidan / Puskesmas b. Dukun c. Diobati sendiri

42

15. Kapan sebaiknya ibu membawa anak yang diare ke pelayanan kesehatan? a. >24 jam setelah anak BAB terus menerus b. < 24 jam setelah anak BAB terus menerus c. 3 hari setelah anak BAB terus menerus 16. Obat apa yang diberikan ketika balita mengalami diare? a. Larutan oralit b. Larutan gula c. Larutan garam 17. Bagaimana cara mencegah penyakit diare pada balita? a. Ibu memberi air putih/mineral setiap harinya b. Ibu mencuci tangan sebelum memberikan makanan pada balita c. Ibu memberi oralit setiap hari 18. Dari mana ibu mendapatkan informasi tentang penyakit diare? a. Puskesmas / bidan b. Keluarga c. Teman

43

E. SIKAP Sangat setuju Tidak setuju

No 1.

Pertanyaan Diare merupakan penyakit yang lumrah terjadi karena merupakan tanda anak sudah mau besar. 2. Diare bukan penyakit yang parah karena sering terjadi pada balita dan tidak menyebabkan kematian 3. Anak ibu mengalami buang air besar (BAB) terus-menerus dengan disertai mual dan muntah. Ibu akan segera membawanya ke puskesmas terdekat. 4. Ibu akan segera memberikan larutan oralit saat anak balitanya buang air besar (BAB) terus-menerus dengan disertai mual dan muntah. 5. Ibu tetap memberikan ASI kepada balita yang mengalami penyakit diare agar dapat menggantikkan cairan tubuh yang hilang 6. Ibu selalu memberikan anak minum air lebih dari biasanya pada saat anak diare. 7. Ibu membawa anak ke puskesmas lagi setelah berobat, tetapi belum sembuh 8. Ibu membuat larutan oralit sendiri sebagai pertolongan pertama pada balita yang diare 9. Ibu akan tetap menggunakan larutan oralit yang sudah dibuat lebih dari 24 jam. 10. Dalam mengobati penyakit diare, penggunaan oralit dapat digantikan dengan air dogan.

Setuju

44

11.

Ibu segera menghentikan pemberian oralit bila diare sudah berhenti.

12. Media air sangat penting peranannya dalam penularan, maka ibu perlu memperhatikan kebersihan suplai air minum. 13. Ibu selalu menjaga kebersihan tubuh (perorangan) misalnya pada penyajian makanan untuk keluarga. 14. Ibu selalu menjaga kebersihan lingkungan misalnya kondisi sanitasi sumur. 15. Ibu selalu mencuci tangan menggunakan air bersih dan sabun sebelum makan, sesudah makan, sesudah BAB, sebelum menyuapi anak, sesudah mencebok anak. 16. Ibu membiasakan anak mencuci tangan sebelum makan. 17. Ibu membiasakan sejak dini pada anak agar BAB pada tempatnya. 18. Ibu membatasi kebiasaan anak untuk jajan sembarangan. 19. Ibu segera mengganti susu formula dengan merk lain ketika anak terserang diare. 20. Ibu tidak memberikan ASI ataupun susu formula pada saat anak diare. 21. Ibu selalu menyiapkan makanan bertekstur lembut dan tidak asam/ pedas ketika anak terserang diare. 22. Minuman jeruk sangat baik diberikan pada saat anak diare. 23. Ibu selalu memisahkan makanan untuk keluarga dan untuk anak yang terserang diare sehingga mencegah penularan.

45

24.

Ibu membiasakan mencuci sayur dan buah sebelum diolah/ dimakan.

F. SUMBER AIR MINUM 1. Dari mana sumber air minum yang digunakan keluarga sehari-hari ? a. Sungai b. Sumur c. PAM 2. Untuk keperluan memasak Ibu menggunakan air yang berasal dari mana ? a. Sungai b. Sumur c. PAM 3. Untuk keperluan minum apakah Ibu memasak air sampai mendidih ? a. Ya b. Tidak 4. Apakah Ibu menampung air yang digunakan untuk keperluan minum dan memasak di wadah tertutup ? a. Ya b. Tidak 5. Apakah Ibu menguras tempat penampungan air yang digunakan untuk keperluan minum dan memasak ? a. Ya b. Tidak

6. Bila ya, berapa kali Ibu menguras tempat penampungan air yang digunakan untuk keperluan minum dan memasak ? a. Lebih dari seminggu sekali b. 1-2 kali dalam seminggu 7. Berapa jarak antara sumur dengan tempat pembuangan tinja ? a. < 10 m

46

b. 10 m 8. Dari manakah Ibu memperoleh sumber air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari ? a. Pribadi b. Tetangga

G. JENIS TEMPAT PEMBUANGAN TINJA 1. Apakah di rumah Ibu mempunyai jamban keluarga (kakus) ? a. Ya b. Tidak 2. Bila ya, apa jenis jamban di rumah Ibu ? a. Jamban tanpa tangki septic / jamban cemplung b. Jamban dengan tangki septic / leher angsa 3. Bila tidak, ke mana Ibu dan keluarga buang air besar (BAB) ? a. Sungai/kali b. Kebun/pekarangan c. Lain-lain ___________________________(Sebutkan) 4. Apakah Ibu dan keluarga selalu menggunakan jamban keluarga untuk buang air besar (BAB) ? a. Ya b. Tidak 5. Apakah Ibu membuang tinja balita ke jamban ? a. Ya b. Tidak 6. Bila tidak, ke mana Ibu membuang tinja balita ? a. Sungai/kali b. Kebun/pekarangan c. Lain-lain ________________________________ (Sebutkan) 7. Apakah di jamban selalu tersedia air yang cukup ? a. Ya b. Tidak 8. Apakah kondisi jamban selalu bersih dan bebas vektor (lalat) ?

47

a. Ya b. Tidak

H. JENIS LANTAI RUMAH 1. Apa jenis bahan utama lantai rumah Ibu ? a. Tanah b. Semen c. Porselin/keramik 2. Apakah balita Ibu sering bermain di lantai ? a. Ya b. Tidak 3. Bagaimana kondisi lantai rumah Ibu ? a. Lembap, kotor dan sulit dibersihkan b. Kering, rapat dan mudah dibersihkan 4. Berapa kali Ibu membersihkan lantai rumah dalam sehari ? a. < 2 kali b. 2 kali

TERIMA KASIH

48

Anda mungkin juga menyukai