Anda di halaman 1dari 12

HIGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN KEBERADAAN

BAKTERI PADA MAKANAN JADI DI RSUD DR HARJONO PONOROGO


Higiene Sanitation Management of Food and The Existence of Bacteria in The Food in
RSUD Dr. Harjono Ponorogo

Titis Jiastuti
Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga
Titisjiastuti@gmail.com

Abstrak: Makanan yang higienis dan sehat menjadi prinsip dasar penyelenggaraan makanan di rumah sakit. Pelayanan
makanan rumah sakit diperuntukkan untuk orang sakit dan mempunyai risiko terkontaminasi kuman pathogen.
Penyelenggaraan makanan di rumah sakit harus sesuai dengan Kepmenkes RI No. 1204/MENKES/SK/X/2004
tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi higiene
sanitasi pengelolaan makanan di RSUD Dr. Harjono Ponorogo. Penelitian ini bersifat deskriptif observasional. Obyek
penelitian yaitu petugas penjamah makanan, higiene sanitasi pengelolaan makanan, dan uji mikrobiologis makanan
(pemeriksaan bakteri E.coli dan Salmonella). Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner, lembar observasi,
dan uji laboratorium. Higiene penjamah makanan yang tidak memenuhi syarat yaitu penggunaan perlengkapan
pelindung diri, pelatihan higiene sanitasi, dan pemeriksaan kesehatan. Sanitasi pengelolaan makanan yang tidak
memenuhi syarat yaitu kualitas makanan jadi, tempat pengelolaan makanan, dan penyajian makanan, sedangkan hasil
uji laboratorium dari 9 sampel makanan 5 (55,6%) sampel positif E.coli. Kesimpulannya di RSUD Dr. Harjono Ponorogo
perlu peningkatan upaya higiene penjamah makanan dan sanitasi pengelolaan makanan. Diharapkan pemeriksaan
kesehatan sebaiknya dilakukan secara rutin setahun dua kali, meningkatkan fasilitas yang menunjang higiene sanitasi
pengelolaan makanan, serta pemeriksaan air dilakukan secara rutin setahun dua kali.

Kata kunci: higiene penjamah makanan, higiene sanitasi makanan, E.coli, Salmonella

Abstract: Hygienic and healthy food into the basic principles of the organization of food in hospitals. Food service
hospital dedicated to the sick and at risk of pathogen contamination of germs. Implementation of food in the hospital
must comply with Kepmenkes Decree No. 1204/Menkes/SK/X/2004 on Environmental Health Requirements Hospital.
The purpose of this study is the management of food hygiene sanitation Identify at Hospital Dr. Harjono Ponorogo. This
study is a descriptive observational. Object of the research officer food handlers, food hygiene, sanitation management,
and food microbiological test (examination of E. coli and Salmonella). Collecting data using questionnaires, observation
sheets, and test laboratory. Hygiene of food handlers who do not qualify the use of personal protective equipment,
training of hygiene sanitation, and health screening. Sanitation management of food that does not qualify the quality of
food, the food processing and presentation of food, while 9 samples prepared food laboratory test results 5 (55.6%)
positive samples of E. coli. The conclusions in Hospital Dr. Harjono Ponorogo increase efforts to hygiene of food
handlers and food sanitation management. Expected medical examination should be routinely expected 2 times a year,
improving sanitation facilities that support the management of food hygiene, as well as water proofing regularly twice
a year.

Keywords: hygiene of food handlers, food sanitation and hygiene, E. coli, Salmonella

PENDAHULUAN Hal ini dimungkinkan karena rumah sakit


merupakan tempat perawatan segala macam jenis
Rumah sakit merupakan salah satu tempat
penyakit, rumah sakit merupakan gudangnya
umum yang memberikan pelayanan kesehatan
mikroba pathogen. Bila sanitasi rumah sakit tidak
masyarakat dengan inti pelayanan medis meliputi
terjamin dengan baik, maka semakin besar risiko
tempat proses pelayanan kesehatan bagi
terjadinya ancaman infeksi pada penderita yang
masyarakat mulai dari diagnosis, pengobatan,
sedang dalam proses penyembuhan (Darmadi,
perawatan sampai rehabilitasi. Rumah sakit
2008).
sebagai institusi pelayanan medis tidak lepas dari
Agar dapat menunjang kegiatan pelayanan
keberadaan sejumlah mikroba pathogen.
medis diperlukan tempat pengolahan makanan

13
14 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 10, No. 1 Januari 2018: 13–24

yang kegiatannya berada di instalasi gizi kemampuan tersebut sangat penting untuk
rumah sakit. Pelayanan gizi di rumah sakit mengendalikan hubungan antar mikroorganisme,
merupakan pelayanan kesehatan penunjang makanan dan manusia. Beberapa faktor utama
yang mempunyai tugas mendukung upaya yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri meliputi
penyembuhan penderita dalam waktu sesingkat suhu, aktivitas air, pH dan tersedianya oksigen.
mungkin. Makanan yang memenuhi kebutuhan Bakteri E.coli adalah salah satu indikator untuk
gizi dan termakan habis akan mempercepat menilai pelaksanaan sanitasi makanan (WHO,
penyembuhan dan memperpendek hari rawat. 2005).
Penyelenggaraan makanan yang higienis dan Bakteri yang paling sering menimbulkan
sehat menjadi prinsip dasar penyelenggaraan wabah adalah E. coli, Salmonella, Staphylococucus
makanan di rumah sakit. Makanan yang tidak aureus, dan Clostridium perfringens. Kejadian
dikelola dengan baik dan benar oleh penjamah luar biasa (KLB) keracunan makanan oleh bakteri
makanan dapat menimbulkan dampak negatif bergantung pada beberapa atau semua faktor,
seperti penyakit dan keracunan akibat bahan seperti penjamah makanan, pakaian, perkakas
kimia, mikroorganisme, tumbuhan atau hewan, dapur selain wadah, atau dari tangan penjamah
serta dapat pula menimbulkan berbagai penyakit ke makanan yang sudah masak, permukaan
(Adam, 2011). tempat mengolah makanan yang tercemar oleh
Untuk mendapatkan makanan yang bahan mentah, makanan yang cocok untuk
bermanfaat dan tidak membahayakan bagi pertumbuhan jasad renik, kondisi yang sesuai
yang memakannya perlu adanya suatu usaha untuk penyimpanan hangat selama lebih dari dua
penyehatan makanan dan minuman, yaitu jam, orang yang peka (Arisman, 2009).
upaya pengendalian faktor yang memungkinkan Penjamah makanan adalah mereka yang
terjadinya kontaminasi yang akan mempengaruhi berhubungan dengan proses pengolahan dan
pertumbuhan kuman dan bertambahnya bahan penyajian makanan termasuk juga petugas
adiktif pada makanan dan minuman yang berasal kebersihan dapur. Kontaminasi dapat terjadi dua
dari proses pengolahan makanan dan minuman arah yaitu penjamah ke makanan dan makanan
yang disajikan di rumah sakit agar tidak menjadi ke penjamah. Oleh karena itu penjamah makanan
mata rantai penularan penyakit dan gangguan harus berbadan sehat dan fit untuk bekerja
kesehatan (Djarismawati dkk, 2004). sebagai penyedia makanan (Djarismawati dkk,
Higiene sanitasi makanan dan minuman 2004).
adalah upaya mengendalikan faktor makanan, Sebuah penelitian menyatakan bahwa dalam
orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat pengolahan makanan di tiga rumah sakit yang
atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau ada di Instalasi Gizi Rumah Sakit di Jakarta
gangguan kesehatan. Persyaratan higiene sanitasi kurang memperhatikan cara kerja yang saniter,
adalah ketentuan teknis yang ditetapkan terhadap hal ini terlihat bahwa seluruh tenaga penjamah
produk rumah makan dan restoran, personel makanan tidak mencuci tangan dengan sabun
dan perlengkapannya yang meliputi persyaratan sebelum mengolah makanan (100%) dan saat
bakteriologis, kimia dan fisika (Depkes RI, 2003). mengolah makanan masih banyak penjamah
Masalah higiene sanitasi makanan sangat yang berbicara (66,7%). Dari hasil pemeriksaan
penting, terutama di tempat-tempat umum yang terhadap bakteriologis makanan diketahui bahwa
erat kaitannya dengan pelayanan untuk orang kualitas makanan yang dihasilkan masih belum
banyak. Agar makanan sehat maka makanan memenuhi syarat kesehatan karena angka kuman
tersebut harus bebas dari kontaminasi. Makanan di atas nilai ambang batas serta masih kurangnya
yang terkontaminasi akan menyebabkan penyakit pembinaan baik melalui kursus dan pelatihan
(foodborne disease). Agar makanan tetap aman tentang higiene sanitasi makanan bagi penjamah
dan sehat diperlukan beberapa cara yang meliputi makanan (Djarismawati dkk, 2004).
penyimpanan, pencegahan kontaminasi, dan RSUD Dr. Harjono Ponorogo sebagai institusi
pembasmian organisme dan toksin (Mukono, pelayanan kesehatan terhadap orang sakit
2006). mempunyai peranan penting untuk mempercepat
Kemampuan organisme untuk tumbuh penyembuhan dan pemulihan kesehatan
dan tetap hidup merupakan hal penting dalam penderita. Penderita yang mengalami rawat
ekosistem pangan. Suatu pengetahuan dan inap memperoleh pelayanan pengobatan serta
pengertian tentang faktor yang mempengaruhi pelayanan makan dan minum. Makanan di rumah
T Jiastuti, Higiene Sanitasi Pengelolaan Makanan dan Keberadaan Bakteri Pada Makanan Jadi 15

sakit perlu mendapatkan upaya pengelolaan dengan menggunakan kuesioner, sanitasi


yang lebih seksama mengingat konsumen dari makanan dengan menggunakan lembar observasi
makanan yang diproduksi adalah orang sakit berdasarkan Kepmenkes RI No. 1204/MENKES/
(pasien). SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan
Untuk menjamin agar makanan yang Lingkungan Rumah Sakit, dan keberadaan bakteri
dikonsumsi oleh pasien dalam kondisi baik maka E.coli dan Salmonella pada makanan jadi dengan
instalasi gizi perlu melakukan upaya higiene dan menggunakan uji laboratorium.
sanitasi makanan yang dimulai dari pengamanan Sampel dalam penelitian ini adalah
bahan makanan sampai dengan penyajian penjamah makanan sebanyak 18 orang, terdiri
bahan makanan. Selain itu pula perlu adanya dari 12 orang petugas distribusi serta 6 orang
pengawasan terhadap tenaga penjamah makanan pemasak dan makanan jadi yang disajikan bagi
dan peralatan bagi konsumen. konsumen untuk diperiksa keberadaan bakteri
Berdasarkan survei pendahuluan yang E.coli dan Salmonella. Pemeriksaan dilakukan di
dilakukan di Instalasi Gizi RSUD Dr. Harjono UPT Labkesda Ponorogo. Sampel diambil pagi,
Ponorogo terlihat perilaku penjamah seperti siang dan sore selama tiga hari yaitu sejumlah 9
bercakap-cakap pada saat melakukan pengolahan sampel.
makanan, sebagian menggunakan celemek Data dianalisis secara deskriptif untuk
tidak ada yang memakai masker, tidak ada yang menggambarkan kejadian yang berkaitan
menggunakan sarung tangan, penjamah makanan dengan variabel penelitian kemudian hasilnya
yang menggunakan penutup kepala memakai dibandingkan dengan Kepmenkes RI No. 1204/
jilbab sedangkan petugas pengelolaan makanan MENKES/ SK/ X/ 2004 tentang Persyaratan
yang tidak memakai jilbab tidak memakai penutup Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
kepala, pintu dapur selalu terbuka sehingga Penelitian ini sudah mendapatkan persetujuan
memungkinkan terjadinya kontaminasi dengan etik dari komisi etik penelitian kesehatan, Fakultas
udara luar dan masuknya serangga dan belum Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga
ada pemeriksaan sampel makanan. Berdasarkan dengan no. 212-KEPK.
uraian tersebut, maka perlu dilakukan penelitian
untuk mengidentifikasi higiene sanitasi
HASIL DAN PEMBAHASAN
pengelolaan makanan dan keberadaan bakteri
E.coli dan Salmonella pada makanan jadi di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Harjono
RSUD Dr. Harjono Ponorogo. Ponorogo terletak di Jl. Raya Ponorogo Pacitan
Kelurahan Pakunden Ponorogo dengan luas
bangunan yaitu 3,2 HA, Tipe B Non Pendidikan,
METODE PENELITIAN
kepemilikan Pemerintah Daerah Kabupaten
Berdasarkan waktunya, penelitian ini Ponorogo dengan jumlah pegawai 585 orang.
merupakan penelitian cross sectional karena RSUD Dr. Harjono Ponorogo adalah salah
data yang dikumpulkan hanya sesaat pada satu rumah sakit rujukan bagi sektor pelayanan
saat penelitian berlangsung. Penelitian ini kesehatan baik dari pemerintah maupun swasta
bersifat observasional yang dianalisis secara yang memberikan pelayanan kepada masyarakat
deskriptif yaitu suatu penelitian yang digunakan yang terdiri dari instalasi, pelayanan penunjang
untuk mengamati, mendiskripsikan atau medik dan pelayanan penunjang non medis.
menggambarkan suatu fenomena yang terjadi Salah satu pelayanan penunjang non
tanpa memberikan perlakuan terhadap subyek medis adalah instalasi gizi. Instalasi gizi RSUD
penelitian. Dr. Harjono memiliki luas dapur 345 m2 yang
Lokasi atau tempat penelitian ini dilakukan terdiri dari ruang penerimaan, ruang penyimpanan
di Instalasi gizi RSUD Dr. Harjono Ponorogo. (gudang bahan kering, gudang alat, dan kulkas
Pengambilan data dilakukan pada bulan Juni penyimpanan bahan makanan basah), ruang
2014. produksi, distribusi dan administrasi. Ketenagaan
Variabel pada penelitian ini adalah, higiene di instalasi gizi terdiri dari tenaga lulusan S1
penjamah makanan, sanitasi pengelolaan Gizi, akademi gizi dan lulusan SMKK. Jumlah
makanan, keberadaan bakteri E.coli dan ketenagaan di instalasi gizi RSUD Dr. Harjono
Salmonella pada makanan jadi. Pengumpulan Ponorogo sebanyak 26 orang.
data yang meliputi higiene penjamah makanan
16 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 10, No. 1 Januari 2018: 13–24

Higiene Penjamah Makanan Pakaian kerja penjamah makanan harus


dipastikan bersih sebelum bekerja sebab pakaian
Hasil pengamanan terhadap higiene
yang kotor berpotensi sebagai sumber penyakit
penjamah makanan di RSUD Dr. Harjono
(Puspitasari, 2012).
Ponorogo sebagai berikut:
Selain itu pakaian kerja berfungsi untuk
mencegah pengotoran makanan yang berasal dari
Tabel 1.
Hasil Penilaian Higiene Penjamah Makanan di RSUD penjamah makanan (Marpaung dkk, 2012). Tetapi
Dr. Harjono Ponorogo Juni 2014 berdasarkan wawancara menggunakan kuesioner
penjamah memakai pakaian kerja dari rumah
Hasil dan tidak ganti pakaian pada saat berangkat
Variabel Standar Ket
observasi
dan pulang kerja, selain itu tidak terdapat ruang
Pakaian kerja Selalu Selalu MS
menggunakan menggunakan ganti bagi penjamah makanan, dan toilet tidak
Kebiasaan kadang-kadang Selalu MS dibedakan antara wanita dan pria. Sedangkan
mencuci tangan menurut Kepmenkes RI No. 1204/MENKES/SK/X/
Penggunaan kadang-kadang Selalu TMS 2004 seharusnya tenaga penjamah makanan
perlengkapan menggunakan ganti pakaian kerja di ruang ganti dan tidak
pelindung diri seharusnya pakaian kerja dipakai langsung pada
Penggunaan Tidak pernah Tidak pernah MS saat berangkat dan pulang kerja. Hal ini tidak
perhiasan
diperkenankan karena dapat menjadi sumber
Tidak Tidak pernah Tidak pernah MS pencemar terhadap makanan. Semua kegiatan
merokok
pengolahan makanan harus dilakukan dengan
Pelatihan Tidak pernah setahun 2 kali TMS cara terlindung dari kontak langsung dengan
higiene sanitasi
tubuh.
Pemeriksaan Tidak pernah setahun 2 kali TS
Dari hasil wawancara hampir semua
kesehatan
penjamah makanan mengaku mencuci tangan
Berkuku Tidak Tidak MS
memakai sabun yaitu sebanyak 16 (88,9%) orang,
panjang dan
luka sedangkan 2 (11,1%) orang mengaku kadang-
kadang mencuci tangan pada saat kontak dengan
Keterangan:
makanan, sedangkan kebiasaan mencuci tangan
Standar berdasarkan Kepmenkes RI No. 1204/ MENKES/
SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan setelah keluar dari kamar mandi sudah hampir
Rumah Sakit. dilakukan oleh semua penjamah makanan tetapi 2
MS: Memenuhi Syarat (11,1%) orang mengaku kadang-kadang dan pada
TMS: Tidak Memenuhi Syarat saat observasi berlangsung masih ditemukan
pada juru masak mencicipi makanan dengan
Sub variabel penelitian yang berkaitan menggunakan tangan.
dengan higiene penjamah makanan yaitu perilaku Banyak penyakit serius dan membahayakan
memakai pakaian kerja, kebiasaan mencuci yang terjadi akibat penularan oleh orang yang
tangan pakai sabun sebelum dan sesudah kontak tidak mencuci tangannya, terutama penyakit yang
dengan makanan serta keluar dari kamar mandi, ditularkan melalui rute fekal-oral. Tinja yang masih
kebiasaan menggunakan perlengkapan pelindung melekat di tangan setelah buang air besar dapat
diri (seperti memakai sarung tangan, celemek, masuk ke dalam tubuh saat mengkontaminasi
penutup kepala, masker), kebiasaan merokok, makanan, saat menyimpan makanan atau pada
kebiasaan memakai perhiasan, berkuku panjang saat memasukkan tangan ke dalam mulut. Kolera,
dan mempunyai luka pada saat bekerja. demam tifoid, diare, merupakan beberapa contoh
Perilaku penjamah makanan yang memakai beberapa penyakit yang ditularkan melalui rute
pakaian yang bersih pada saat bekerja atau kontak fekal-oral (Timmreck, 2004).
dengan makanan selalu dilakukan oleh semua Menyentuh makanan matang dengan tangan
penjamah makanan yaitu sebanyak 18 orang. Hal telanjang harus dihindari, karena tangan yang
ini terlihat dari hasil observasi dan wawancara bersih sekalipun dapat membawa mikroorganisme
yang dilakukan di mana selama kontak dengan pathogen. Tangan yang kotor atau terkontaminasi
makanan penjamah menggunakan pakaian kerja dapat memindahkan bakteri dan virus patogen
khusus yang berbeda dari karyawan lainnya. dari tubuh, feses, atau sumber lain ke makanan,
T Jiastuti, Higiene Sanitasi Pengelolaan Makanan dan Keberadaan Bakteri Pada Makanan Jadi 17

oleh karena itu pencucian tangan merupakan Pada petugas distribusi tidak ada yang
hal pokok yang harus dilakukan oleh pekerja menggunakan sarung tangan tetapi sudah
yang terlibat dalam penanganan makanan. Dalam menggunakan alat khusus seperti sendok, alat
pencucian sendiri harus diperhatikan langkah cuci penjepit makanan, sendok sayur, dan sendok
tangan yang benar sebagai upaya mencegah nasi atau centhong. yang digunakan secara
kontaminasi pada makanan (Purnawijayanti, bergantian.
2001). Walaupun dalam mengolah dan menyajikan
Pada saat observasi berlangsung masih makanan kedalam wadah menggunakan alat
ditemukan penjamah makanan pada saat cuci khusus seperti sendok, penjepit makanan, sendok
tangan tidak memperhatikan langkah-langkah sayur dan sendok nasi tetapi tangan yang sudah
cuci tangan yang benar yaitu belum melakukan terkontaminasi dapat mencemari peralatan khusus
langkah menggosok kedua telapak dengan jari- yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan
jari rapat, jari-jari tangan belum dirapatkan sambil makanan (Marpaung dkk, 2012).
digosok ke telapak tangan kiri kekanan dan Kebiasaan menggunakan celemek saat
sebaliknya, menggosok ibu jari secara berputar bekerja 5 orang (27,8%) juru masak selalu
dalam genggaman tangan kanan dan sebaliknya, menggunakan sedangkan 1 orang (5,6%) kadang-
belum menggosok kuku jari kanan memutar kadang menggunakan celemek. Sedangkan
ke telapak tangan kiri, dan belum mengeringkan petugas distribusi sebanyak 8 (44,4%) orang,
tangan dengan tissue atau alat pengering (hand sedangkan 4 (22,2%) orang mengaku kadang-
dryer), masih terlihat setelah cuci tangan celemek kadang menggunakan celemek. Dikarenakan
digunakan sebagai pengering tangan. mereka mengaku tidak terbiasa, dan terkadang
Adapun langkah cuci tangan yang dianjurkan jika pasien banyak lupa untuk menggunakan
Badan Kesehatan Dunia adalah dengan cara celemek.
membasahi kedua tangan dengan air mengalir, Pemakaian celemek berfungsi untuk
memberi sabun secukupnya, menggosok kedua melindungi penjamah agar tidak mudah kotor
telapak dan punggung tangan, menggosok sela- selain juga mengurangi radiasi panas langsung
sela jari kedua tangan, menggosok kedua telapak yang berasal dari kompor (Puspitasari, 2012).
dengan jari-jari rapat, jari-jari tangan dirapatkan Pada saat observasi berlangsung masih ada
sambil digosok ke telapak tangan kiri kekanan dan penjamah makanan yang menggunakan celemek
sebaliknya, menggosok ibu jari secara berputar sebagai lap tangan setelah penjamah kontak
dalam genggaman tangan kanan dan sebaliknya, dengan makanan maupun setelah cuci tangan.
menggosok kuku jari kanan memutar ke telapak Celemek yang digunakan pekerja harus bersih
tangan kiri, dan sebaliknya kemudian membasuh dan tidak boleh digunakan sebagai lap tangan.
dengan air, keringkan tangan (WHO, 2005). Karena apabila digunakan menjadi lap tangan
Makanan juga harus dilindungi dari sumber maka dapat menjadi tempat perkembangbiakan
kontaminasi lain seperti tanah, serangga, binatang bakteri. Lap yang dibiarkan basah juga dapat
pengerat, dan binatang lain. Makanan tidak boleh menjadi tempat penting bagi organisme pencemar
diletakkan di atas atau di dekat tanah dalam yang dapat menyebar luas pada makanan dan
tempat terbuka. Sejauh mungkin, bangunan harus permukaan makanan sewaktu lap tersebut
terlindung untuk mencegah masuknya hama digunakan (Adam, 2004).
(Adam, 2004). Setelah tangan menyentuh celemek,
Hasil wawancara diketahui bahwa dari 18 sebaiknya segera dicuci menurut prosedur.
penjamah makanan semua mengaku kadang- Celemek harus ditanggalkan bila pekerja
kadang menggunakan sarung tangan. Hal itu meninggalkan ruang pengolahan (Purnawijayanti,
dilakukan hanya disesuaikan pada jenis kegiatan, 2001).
untuk juru masak menggunakan sarung tangan Kebiasaan menggunakan penutup kepala
hanya dilakukan pada saat-saat tertentu seperti pada juru masak 5 (27,8%) orang mengaku
pada waktu membuang isi cabe dan pada saat menggunakan dan 1 (5,6%) orang mengaku
membuat adonan. Sedangkan pada saat mengiris kadang-kadang menggunakan penutup kepala.
dan mengupas dan lainnya tidak menggunakan Sedangkan pada petugas distribusi 8 (44,4%)
sarung tangan. orang mengaku selalu menggunakan penutup
18 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 10, No. 1 Januari 2018: 13–24

kepala dan 4 (22,2%) orang kadang-kadang tempat yang subur untuk tumbuh dan berkembang
menggunakan penutup kepala pada saat kontak biak bakteri (Purnawijayanti, 2001).
dengan makanan. Idealnya rambut harus ditutupi Dari 18 orang penjamah makanan semua
atau setidaknya diikat saat bekerja di dapur. mengaku bebas luka, hal tersebut sudah
Rambut dalam makanan tidak hanya sesuai dengan Kepmenkes 1204 tahun 2004,
menunjukkan pengabaian estetika tetapi juga sedangkan untuk pelatihan higiene dan sanitasi
menjadi sumber pathogen setiap kali tangan makanan semua mengaku tidak pernah mendapat
menyentuh, menggaruk, menyisir, atau menyikat pelatihan higiene dan sanitasi makanan. Untuk
rambut, harus segera dicuci sebelum digunakan meningkatkan pengetahuan tentang higiene dan
lagi untuk menangani makanan (Purnawijayanti, sanitasi pengelolaan makanan penjamah makanan
2001). perlu dilakukan pelatihan, kursus dan penyegaran
Berdasarkan wawancara menggunakan tentang higiene sanitasi pengelolaan makanan.
kuesioner dari 18 orang penjamah makanan Menurut Malaka dan Bakhtiansyah (2004)
dalam hal perilaku menggunakan masker, juru penjamah makanan harus mendapatkan
masak mengaku hanya menggunakan kadang- pengetahuan dan pelatihan tentang higiene
kadang, mereka mengaku menggunakan masker sanitasi pengelolaan makanan. Pengetahuan
hanya jika dirasa badan kurang fit atau pada dan pelatihan yang harus diberikan meliputi
saat batuk saja, sedangkan petugas distribusi 8 gizi kerja, higiene dan sanitasi makanan, serta
(44,4%) orang mengaku selalu menggunakan dan penanggulangan makanan. Selain itu tentang
sisanya mengaku kadang-kadang dengan alasan prosedur kerja dan kesadaran penyakit yang
tidak terbiasa menggunakan masker dan tidak ditularkan melalui makanan.
nyaman menggunakan masker. Pengetahuan dan pelatihan didapat melalui
Menurut Kepmenkes 1204 tahun 2004 penginderaan terhadap suatu objek oleh indra
penjamah makanan harus menggunakan rasa dan raba dan sebagian melalui mata dan
perlengkapan pengolahan salah satunya adalah telinga, sehingga penjamah makanan mengetahui
masker. Penggunaan masker dilakukan agar bagaimana seharusnya seorang tenaga penjamah
kontaminasi terhadap makanan dapat dihindari. makanan bekerja sesuai dengan pedoman
Percikan ludah saat penjamah makanan bercakap- sanitasi rumah sakit, sehingga dapat mengurangi
cakap mungkin terdapat ribuan kuman pathogen kontaminasi kuman pathogen yang berasal dari
dan milyaran mikroorganisme yang dapat penjamah makanan (Djarismawati dkk, 2004).
mengkontaminasi makanan. Untuk pemeriksaan kesehatan dari 18 orang
Dalam hal perilaku merokok selama bekerja, penjamah makanan semua mengaku tidak pernah
seluruh pekerja mengaku tidak pernah merokok dilakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin.
selama bekerja. Untuk perilaku menggunakan Penjamah hanya melakukan pemeriksaan jika
perhiasan saat mengolah makanan selama dirasa mulai tidak sehat dan dilakukan secara
bekerja, hampir seluruh pekerja mengaku tidak individu. Pihak rumah sakit tidak mengadakan
pernah menggunakan perhiasan tetapi ada pemeriksaan kesehatan secara berkala.
satu petugas bagian distribusi yang memakai Berdasarkan Kepmenkes Nomor 1204 Tahun 2004
jam tangan. Dari 18 orang penjamah makanan 1 penjamah makanan harus sehat dan bebas dari
orang yang berkuku panjang pada jari kelingking, penyakit menular, secara berkala minimal 2 kali
sedangkan sisanya tidak ada yang berkuku setahun diperiksa kesehatannya oleh dokter yang
panjang. berwenang.
Hal tersebut sudah sesuai dengan ketentuan Penjamah makanan dapat membawa bakteri
Depkes (2003) di mana penjamah makanan tidak pathogen tanpa mengalami efek sakit yang serius
diperbolehkan merokok dan harus berperilaku pada diri mereka. Orang sehat pun sebetulnya
sehat. masih membawa milyaran mikroorganisme
Kuku pekerja harus selalu bersih, dipotong di dalam mulut, hidung, kulit, dan saluran
pendek, dan sebaiknya tidak dicat. Perhiasan pencernaannya. Dengan demikian, pekerja harus
dan asesoris misalnya cincin, kalung, anting, dan mengikuti prosedur sanitasi yang memadai untuk
jam tangan sebaiknya dilepas, sebelum pekerja mencegah kontaminasi pada makanan yang
memasuki daerah pengolahan makanan. Kulit ditanganinya. Prosedur yang penting bagi pekerja
di bagian bawah perhiasan sering kali menjadi pengolah makanan adalah pencucian tangan,
T Jiastuti, Higiene Sanitasi Pengelolaan Makanan dan Keberadaan Bakteri Pada Makanan Jadi 19

kebersihan, dan kesehatan diri (Purnawijayanti, makanan kering disimpan di gudang bahan
2001). makanan.
Untuk mencegah terjadinya penularan Hasil observasi di gudang bahan makanan
penyakit yang disebabkan oleh penjamah RSUD Dr. Harjono Ponorogo, cara penyimpanan
makanan dan minuman, maka perlu adanya bahan makanan kering tidak menempel pada
pengawasan dan pembinaan yang baik, meskipun lantai tetapi penyimpanan bahan makanan kering
sudah menjadi keharusan bagi tiap penjamah menempel pada dinding, tidak menempel langit-
untuk menjaga kesehatan dan kebersihannya, langit dan jarak bahan makanan dengan langit-
tetap harus ada pengawasan untuk memastikan langit lebih dari 60 cm.
seorang penjamah makanan dalam keadaan sehat Tinggi rak dari permukaan lantai minimal
ketika sedang bekerja (Djarismawati dkk, 2004). 15 cm dan juga tidak menempel pada dinding
dimaksudkan agar gudang tidak lembab sehingga
Penilaian Sanitasi Pengelolaan Makanan tidak tumbuh jamur atau lumut yang dapat
merusak barang di atas rak terutama barang-
Tabel 2. barang yang menempel pada dinding dan barang
Hasil Penilaian Sanitasi Pengelolaan Makanan di yang berada di rak paling bawah (Kepmenkes,
RSUD Dr. Harjono Ponorogo Juni 2014. 2004)
Hasil observasi untuk penyimpanan telur dan
Hasil Standar
Variabel Ket susu disimpan pada gudang yang suhunya lebih
(skor) Kepmenkes
Kualitas Makanan 150 200 TMS dari 5°C sampai 7°C karena gudang tersebut tidak
jadi ber AC. Tidak ada makanan yang disajikan lebih
Penyimpanan 300 300 MS
dari 6 jam disimpan dalam suhu -5°C sampai
bahan makanan -1°C. Hal ini dikarenakan tidak ada makanan yang
tersisa.
Tempat 300 400 TMS
pengolahan
M e n u r u t Ke p m e n k e s ( 2 0 0 4 ) u n t u k
makanan penyimpanan jenis bahan makanan seperti susu
dan telur seharusnya jika digunakan 3 hari atau
Peralatan 200 200 MS
pengolahan kurang disimpan pada suhu 5°C sampai 7°C.
makanan Gudang hendaknya berada di bagian yang tinggi,
Penyajian 150 200 TMS bahan makanan tidak diletakkan di bawah saluran
makanan atau pipa air (air bersih maupun air limbah)
untuk menghindari terkena bocoran, tidak ada
Keterangan:
Standar berdasarkan Kepmenkes RI No. 1204/ MENKES/
drainase di sekitar gudang makanan, semua
SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan bahan makanan hendaknya disimpan pada rak-
Rumah Sakit. rak dengan ketinggian rak terbawah 15cm-25cm,
MS: Memenuhi Syarat suhu gudang makanan kering dan kaleng dijaga
TMS: Tidak Memenuhi Syarat kurang dari 22°C. Penempatan bahan makanan
harus rapi dan ditata tidak padat untuk menjaga
Dari hasil observasi yang dilakukan kondisi sirkulasi udara.
bahan makanan secara fisik memenuhi syarat, Berdasarkan observasi untuk penyimpanan
tetapi untuk makanan jadi tidak memenuhi syarat bahan makanan basah atau mudah membusuk
dikarenakan mengandung E.coli. Bahan makanan sudah disimpan sesuai dengan standar yang ada.
datang setiap hari. Bahan makanan yang datang Bahan makanan sayuran sudah disimpan pada
tidak langsung dipergunakan atau langsung suhu penyimpanan penyejuk (cooling). Bahan
diolah perlu disimpan. Adapun faktor yang harus makanan berprotein yang akan segera diolah
diperhatikan dalam penyimpanan makanan kembali disimpan pada suhu penyimpanan dingin
adalah suhu penyimpanan dan titik kritis. Tempat (chilling) selain itu saat observasi terlihat bahwa
penyimpanan baik dari segi pengaturan maupun pintu dapur selalu terbuka.
segi kesehatan. Bahan makanan seperti buah, sayuran, dan
Bahan makanan dapat dibedakan menjadi minuman, disimpan pada suhu penyimpanan
dua jenis, yaitu bahan makanan kering dan bahan sejuk (cooling) 10°C–15°C, bahan makanan
makanan basah atau mudah membusuk. Bahan berprotein yang akan segera diolah kembali
20 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 10, No. 1 Januari 2018: 13–24

disimpan pada suhu penyimpanan dingin (chilling) dibuka untuk menghindari terjadinya kontaminasi
4°C–10°C, bahan makanan berprotein yang mudah udara kotor dari luar (Amalia, 2009). Menurut
rusak untuk jangka waktu sampai 24 jam disimpan Kepmenkes RI No. 1204/MENKES/SK/X/2004
pada penyimpanan dingin sekali (freezing) dengan lantai dapur sebelum dan sesudah kegiatan
suhu 0°C–4°C, bahan makanan berprotein yang pengolahan makanan dibersihkan dengan
mudah rusak untuk jangka waktu kurang dari antiseptik, sedangkan berdasarkan wawancara
24 jam disimpan pada penyimpanan beku (frozen) dengan cleaning service pembersihan dilakukan
dengan suhu < 0°C, pintu tidak boleh sering 2 kali sehari yaitu pada pagi hari dan sore hari,
dibuka karena akan meningkatkan suhu, makanan siang hari hanya disapu dan tidak dipel.
yang berbau tajam (udang, ikan, dan lain-lain) Tempat pengolahan makanan mempunyai
harus tertutup, pengambilan dengan cara First in peranan penting dalam proses pengolahan
First Out (FIFO), yaitu yang disimpan lebih dahulu makanan agar tidak terjadi kontaminasi silang
digunakan dahulu, agar tidak ada makanan yang antara tempat pengolahan dan makanan olahan,
busuk (Kepmenkes, 2004). karena itu kebersihan tempat pengolahan dan
Bahan makanan berprotein yang mudah lingkungan sekitarnya harus selalu terjaga
rusak untuk jangka kurang dari 24 jam disimpan dan diperhatikan. Untuk pencahayaan sudah
pada penyimpanan beku (frozen) dengan suhu memenuhi syarat yaitu tidak kurang dari 200 lux.
< 0°C dan lain-lain. Sebaiknya tempat Berdasarkan observasi yang dilakukan secara
penyimpanan bahan makanan kering dan basah fisik peralatan makanan sebelum digunakan dalam
sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga kondisi bersih, permukaan tetap utuh, dan tidak
diharapkan dapat menghindari kerusakan dan patah, tahan karat dan tidak mengandung bahan
pembusukan bahan makanan yang akan diolah, beracun yang mencemari makanan.
selain itu pintu tidak boleh sering dibuka karena Sedangkan untuk cara pencucian dan tempat
akan meningkatkan suhu (Kepmenkes, 2004). pencucian peralatan makanan dibedakan antara
Untuk tempat pengolahan makanan yaitu peralatan untuk pasien berpenyakit infeksius
dapur belum memenuhi syarat dikarenakan belum dan peralatan untuk pasien non infeksius. Ada
adanya cerobong asap yang dilengkapi dengan tiga bak pencucian peralatan, yaitu 1 untuk
sungkup asap, selain itu tempat sampah yang pasien peralatan infeksius dan 2 lainnya untuk
ada di dalam dapur tidak tertutup, sehingga dapat pasien peralatan non infeksius. Untuk peralatan
menjadi perkembangbiakan vektor dan sumber pasien infeksius sebelum dicuci peralatan
kontaminasi. direndam menggunakan air panas selama ± 30
Sampah di bagian dapur hendaknya menit kemudian dicuci dengan menggunakan
dimasukkan ke dalam tempat sampah yang desinfektan dan air mengalir.
dilapisi dengan plastik sampah, tertutup dan Untuk peralatan mengolah makanan menurut
kedap air, dipisahkan antara sampah basah dan Kepmenkes RI No. 04/MENKES/SK/X/2004
sampah kering masing-masing mempunyai tempat adalah semua perlengkapan yang diperlukan
sendiri, waktu pengangkutan sampah ketempat dalam proses pengolahan makanan tidak boleh
penampungan lainnya supaya diperhatikan jangan melepaskan zat beracun kepada makanan,
sampai berceceran atau menimbulkan pengotoran peralatan masak tidak boleh patah dan kotor,
(Marpaung dkk, 2012). lapisan permukaan tidak terlarut dalam asam
Tidak adanya sekat antara loker penjamah atau basa atau garam-garam yang lazim dijumpai
makanan, rak sepatu, tempat memasak, tempat dalam makanan, peralatan agar dicuci segera
peracikan atau tempat memotong bahan makanan sesudah digunakan, selanjutnya didesinfeksi dan
dan tempat pemorsian serta penyajian, selain dikeringkan. Peralatan yang sudah bersih harus
itu pintu dapur selalu terbuka di mana pintu disimpan dalam keadaan kering dan disimpan
tersebut langsung menghubungkan antara tempat pada rak terlindung dari vektor.
memasak dan tempat mencuci piring yang tidak Sedangkan untuk peralatan non infeksius,
jauh dengan tempat sampah yang terbuka, peralatan dicuci menggunakan desinfektan
sehingga ditakutkan terjadi kontamiasi silang dan kemudian menggunakan air mengalir. Setelah
kontaminasi ulang terhadap makanan. proses pencucian, peralatan tidak dikeringkan
Agar sanitasi tempat pengolahan makanan dengan sinar matahari atau pemanas buatan atau
(dapur) tetap terjaga sebaiknya pintu tempat menggunakan kain lap tetapi dikeringkan secara
pengelolaan makanan ditutup dan tidak sering alami kemudian dimasukkan atau disimpan di rak
T Jiastuti, Higiene Sanitasi Pengelolaan Makanan dan Keberadaan Bakteri Pada Makanan Jadi 21

penyimpanan peralatan makan yang terbuka tidak Secara bakteriologis dari 9 sampel
tertutup, tidak terlindung dari vektor. makanan jadi, 5 sampel positif E.coli. Secara
Penyimpanan alat yang kurang maksimal umum makanan tersebut belum memenuhi
dapat mengakibatkan potensial alat tercemar persyaratan bakteriologis yang tercantum dalam
baik oleh debu, serangga, dan binatang pengerat Kepmenkes Nomor 1204 Tahun 2004 poin II B
lainnya (Andriani, 2009). yang menyebutkan kandungan E.coli harus 0
Berdasarkan hasil observasi di RSUD atau negatif.
Dr. Harjono Ponorogo pengangkutan makanan Adanya E.coli dalam makanan dapat
jadi belum memenuhi syarat, dikarenakan dari disebabkan banyak faktor antara lain, air bersih
5 kereta dorong, salah satunya masih berupa yang mengandung E.coli, penjamah makanan
kereta dorong terbuka, sedangkan 4 (80%) yang kurang higienis, alat yang digunakan, bahan
lainnya sudah tertutup, lalu lintas makanan jadi makanan, atau cara pengolahan makanan.
belum menggunakan jalur khusus yaitu jalur yang Berdasarkan observasi peralatan mengolah
digunakan untuk menyajikan dan pengambilan makanan dan peralatan untuk menyajikan
peralatan masih sama, jalur yang digunakan sama makanan disimpan di tempat yang terbuka, tidak
dengan jalur pejalan pada umumnya dan petugas tertutup yaitu letaknya di bawah meja tempat
pengangkut sampah. mengolah makanan atau kompor, sementara
Menurut Kepmenkes RI No. 1204/ MENKES/ debu beterbangan, dekat dengan jendela yang
SK/X/2004 untuk pengangkutan makanan jadi terbuka. Tempat peracikan bahan, pencucian
seharusnya diangkut dengan menggunakan kereta bahan mentah juga menghadap jendela yang
dorong, yang tertutup dan bersih, pengisian kereta selalu terbuka sehingga dapat terjadi kontaminasi
dorong tidak sampai penuh, agar masih tersedia dengan udara luar. Tempat sampah yang ada
udara untuk ruang gerak dan perlu diperhatikan di dalam dapur terbuka, sehingga dapat
jalur khusus yang terpisah dengan jalur untuk memungkinkan terjadinya kontaminasi.
mengangkut bahan atau barang kotor. Sedangkan untuk penggunaan air
Pengangkutan makanan perlu mendapat berdasarkan wawancara dengan ahli gizi di
perhatian agar tidak terjadi kontaminasi baik Instalasi Gizi RSUD Dr. Harjono Ponorogo bahwa
dari serangga, debu maupun bakteri maupun sumber air yang digunakan oleh instalasi gizi
kontaminasi ulang (Marpaung dkk, 2012). sumber air khusus yaitu dari sumur. Jarak sumur
tersebut dengan sumber pencemar tidak jauh.
Keberadaan Bakteri Pada Makanan Jadi Pemeriksaan air tidak dilakukan sesuai dengan
Makanan yang sehat dan aman merupakan Kepmenkes 2004 tentang Kesehatan Lingkungan
faktor yang sangat penting dalam meningkatkan Rumah Sakit bahwa pemeriksaan air bahwa
derajat kesehatan masyarakat. Apalagi terhadap pemeriksaan air sebaiknya dilakukan dua
pasien di rumah sakit yang sangat memerlukan kali setahun. Sehingga dapat diketahui sedini
perhatian khusus baik dari segi kualitas makanan mungkin bila air tersebut terkontaminasi dengan
secara bakteriologis ataupun fisik. bakteri E.coli.
Keberadaan bakteri pada makanan jadi Menurut (Marpaung dkk, 2012) E.coli
diketahui dengan melakukan pemeriksaan dapat ditemukan di mana-mana, di dalam tinja
kualitas bakteriologis dari sampel makanan manusia, hewan, tanah, maupun air yang telah
jadi. Pemeriksaan yang dilakukan adalah dua terkontaminasi debu dan binatang lain. Sumber air
parameter yaitu E.coli dan Salmonella. Dari hasil bersih adalah kebutuhan yang sangat mendasar
pemeriksaan didapatkan hasil pada Tabel 3. dalam proses pengelolaan makanan. Bila sumber

Tabel 3.
Hasil Kualitas dan Kuantitas Pemeriksaan Bakteriologis Makanan Jadi di Instalasi Gizi
RSUD Dr. Harjono Ponorogo Tahun 2014

Pagi Siang Sore


Hari E.coli E.coli E.coli
Salmonella Salmonella Salmonella
Coloni/gr Coloni/gr Coloni/gr
I – – – – + (93) –
II – – + (290) – + (28) –
III + (93) – + (290) – - -
22 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 10, No. 1 Januari 2018: 13–24

air bersihnya tercemar dapat menyebabkan zat gizi sebagai sumber makanan. Satu sel
pencemaran lainnya baik pencemaran bahan bakteri yang hidup dalam lingkungan yang
makanan, maupun pencemaran peralatan sesuai, misalnya dalam waktu 20–30 menit, akan
lainnya. membelah diri sehingga menurut perhitungan
Pada saat observasi berlangsung terlihat laboratorium, dalam waktu 7 jam saja jumlah
penjamah makanan sambil bercakap-cakap, bakteri tersebut akan bertambah menjadi 2 juta.
tidak menggunakan masker, tidak menggunakan Laju pertumbuhan bakteri bukan hanya
sepatu dapur tetapi hanya menggunakan sandal bergantung pada bergantung pada faktor
dan sepatu biasa, tidak menggunakan sarung waktu. Banyak faktor yang mendukung
tangan saat kontak dengan makanan, memakai perkembangbiakan bakteri, terutama faktor intrinsik
sarung tangan disesuaikan dengan jenis makanan dan ekstrinsik. Faktor intrinsik menguraikan
yaitu pada saat membersihkan cabe, adonan, parameter yang khas untuk bahan makanan
dan mengiris maupun meracik bahan makanan, tersebut (pH dan kelembapan) sementara faktor
tetapi penjamah menggunakan alat khusus seperti ekstrinsik (pemrosesan, penyimpanan, dan
sendok, alat penjepit makanan secara bergantian. kemasan) menjelaskan keadaan lingkungan
Walaupun dalam kontak dengan makanan makanan (Arisman, 2009).
atau menyajikan makanan menggunakan alat Selain itu, pemasakan merupakan satu
khusus seperti sendok dan penjepit makanan, cara yang penting untuk memastikan bahwa
tetapi tangan yang sudah terkontaminasi dapat makanan tersebut aman, meskipun cara itu
mencemari peralatan khusus tersebut. Peralatan sendiri tidak terlalu memadai. Makanan yang tidak
yang digunakan untuk menyajikan makanan diolah dengan baik dan benar oleh penjamah
yang telah terkontaminasi E.coli dapat pula makanan dapat menimbulkan dampak negative
menjadi sumber kontaminasi pada makanan jadi. seperti penyakit dan keracunan akibat bahan
Terkontaminasinya makanan matang berpengaruh kimia, mikroorganisme, tumbuhan atau hewan
terhadap kontaminasi makanan disajikan. serta dapat menimbulkan alergi dan diare
Berdasarkan wawancara dengan ahli gizi (Adam, 2011).
belum ada sistem HACCP dalam pengolahan Hewan juga dapat bertindak sebagai sumber
makanan. HACCP adalah suatu sistem jaminan organisme pathogen, seperti bakteri dan parasit,
mutu yang mendasar kepada kesadaran atau yang ditemukan di dalam daging. Bakteri dan
perhatian bahwa hazard (bahaya) akan timbul parasit yang berada dalam tubuhnya hewan
pada berbagai titik atau tahap produksi, tetapi tersebut berasal dari lingkungan, makanan
pengendaliannya dapat dilakukan untuk atau air dari hewan lain. Kulit dan saluran
mengontrol bahaya-bahaya tersebut. HACCP gastrointestinal hewan yang sehat membawa
merupakan salah satu bentuk manajemen risiko populasi mikroorganisme yang besar yang dapat
yang dikembangkan untuk menjamin keamanan mencakup sejumlah bakteri pathogen seperti
pangan dengan pendekatan pencegahan E.coli. bakteri tersebut datang dari usus hewan
yang dianggap dapat memberikan jaminan tetapi dapat dipindahkan ke kulit melalui tinja
dalam menghasilkan makanan yang aman bagi (Marpaung dkk, 2012).
konsumen. Ku a l i t a s d a g i n g y a n g b a i k s e c a r a
Kunci utama HACCP adalah antisipasi mikrobiologis juga bergantung pada
bahaya dan identifikasi titik pengawasan yang penyembelihan dan pemotongan daging yang
mengutamakan kepada tindakan pencegahan dari higienis dengan menghindari kontaminasi
pada mengandalkan kepada pengujian titik akhir. permukaan daging yang segar dari kulit atau
Penerapan HACCP dalam pengolahan makanan isi usus, baik secara langsung maupun melalui
(titik kritis), suhu dan lamanya suhu pemasakan tangan pekerja, lap pembersih, peralatan atau
(batas kritis) pada proses pengolahan makanan melalui hama seperti lalat. Oleh sebab itu,
yang baik dan benar untuk menghasilkan daging mentah selalu dianggap sebagai sumber
makanan matang yang tidak terkontaminasi pathogen. Oleh karena itu pemasakan merupakan
(Djaja, 2003). satu cara yang penting untuk memastikan bahwa
Selain itu perkembangan bakteri dalam makanan tersebut aman, meskipun cara itu sendiri
makanan ditentukan oleh keadaan lingkungan tidak selalu memadai (Adam dan Motarjemi,
serta temperatur yang cocok, selain ketersediaan 2004).
T Jiastuti, Higiene Sanitasi Pengelolaan Makanan dan Keberadaan Bakteri Pada Makanan Jadi 23

Sumber utama infeksi bakteri adalah makanan penjamah makanan sebaiknya dilakukan rutin
mentah, makanan matang dan kontaminasi silang setahun dua kali untuk menghindari penjamah
yaitu apabila makanan yang sudah dimasak makanan dari penyakit infeksi dan menular.
bersentuhan dengan bahan mentah atau peralatan
yang terkontaminasi (Marpaung dkk, 2012).
DAFTAR PUSTAKA
Makanan merupakan hal yang penting bagi
kesehatan manusia. Banyak terjadi penyakit Adam M dan Motarjemi Y. 2004. Dasar-dasar Keamanan
Makanan untuk Petugas Kesehatan. Alih bahasa,
melalui makanan yang disebut penyakit Maria A. Wijayarani; editor edisi Bahasa Indonesia,
bawaan makanan seperti diare atau keracunan Palupi Widyastuti. Jakarta: EGC.
makanan. Penyebab penyakit bawaan makanan Adam, Y.M. 2011. Pengetahuan dan Perilaku Higiene
dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya Tenaga Pengolah Makanan di Instalasi Gizi
bakteri pathogen seperti E.coli. Penyakit bawaan Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Kanujoso Djatiwibowo
Balikpapan. Tesis. Program Studi Ilmu Gizi Kedokteran
makanan biasanya bersifat toksik maupun Universitas Diponegoro: Semarang.
infeksius disebabkan oleh agen penyakit yang Amalia, 2008. Evaluasi Higiene dan Sanitasi Pengelolaan
masuk ke dalam tubuh melalui konsumsi makanan Makanan di Instalasi Rumah Sakit Islam Jemursari
yang terkontaminasi (WHO, 2005). Surabaya. Skripsi. Universitas Airlangga:
Kasus penyakit melalui makanan Surabaya.
Andriani M, Chairil Z dan Tan M. 2009. Analisis Aplikasi
dapat dipengaruhi beberapa faktor antara Higiene Sanitasi Makanan di Instalasi Gizi Rumah
lain kebiasaan mengolah makanan secara Sakit Umum Daerah Palembang Bari. Palembang.
tradisional, penyimpanan dan penyajian yang Jurnal Kesehatan Bina Husada Vol. 6 No. 2 Agustus
tidak bersih serta pencucian dan penyimpanan 2010: 49–58.
alat-alat atau perlengkapan yang tidak saniter Arisman. 2009. Buku Ajar Ilmu Gizi Keracunan Makanan.
Jakarta: EGC.
(Chandra, 2006). BLUD, 2014. Profil RSUD Dr. Harjono Ponorogo.
Sedangkan mengenai hasil pemeriksaan Kabupaten Ponorogo.
laboratorium bakteriologis makanan jadi dengan Chandra, B. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan.
parameter bakteri Salmonella di instalasi gizi Jakarta. EGC.
RSUD Dr. Harjono Ponorogo bakteriologis dari Darmadi. 2008. Infeksi Nosokomial. Salemba Medika.
Jakarta.
9 sampel makanan tersebut negatif mengandung Departemen Kesehatan RI. 2003. Pedoman Pelayanan
Salmonella. Gizi Rumah Sakit. Jakarta.
Djaja, 2003. Kontaminasi E.coli pada Makanan dari Tiga
Jenis Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) di Jakarta
KESIMPULAN DAN SARAN Selatan. Depok. Universitas Indonesia. Makara
Kesehatan Vol. 12 No. 1 Juni 2008: 36–41.
Higiene penjamah makanan yang
Djarismawati, Bambang S, Sugiharti, 2004. Pengetahuan
tidak memenuhi syarat yaitu penggunaan dan Perilaku Penjamah tentang Sanitasi Pengolahan
perlengkapan pelindung diri, pelatihan higiene Makanan Pada Instalasi Gizi Rumah Sakit di Jakarta.
sanitasi, dan pemeriksaan kesehatan. Hasil Media Litbang Kesehatan Volume XIV Nomor 3:
sanitasi makanan yang tidak memenuhi syarat 31–35.
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1204/MENKES/SK/
yaitu kualitas makanan jadi, tempat pengelolaan
X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
makanan, dan penyajian makanan, sedangkan Rumah Sakit. Depkes RI. Jakarta.
hasil uji laboratorium dari 9 sampel makanan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 715/Menkes/
5 (55,6%) sampel positif E.coli, sedangkan untuk SK/V/2003 Tentang Persyaratan Higiene Sanitasi
pemeriksaan Salmonella semua sampel sudah Jasaboga. Jakarta.
Malaka, T dan Bakhtiansyah. 2004. Supervisi Higiene
memenuhi syarat. dan Sanitasi Kantin. Palembang. Pusat Kajian Bina
Diharapkan pihak RSUD Dr. Harjono Husada.
Ponorogo meningkatkan fasilitas menunjang Marpaung, N.D. Nuraini, S, dan I. Marsaulina, 2012.
higiene sanitasi pengelolaan makanan seperti Higiene Sanitasi Pengolahan dan Pemeriksaan
pemasangan kawat kasa pada ventilasi dan Escherichia Coli dalam Pengolahan Makanan di
Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam
jendela, lalu lintas makanan jadi menggunakan Malik. Jurnal Lingkungan dan Kesehatan Kerja.
jalur khusus, adanya sekat pemisah di tempat Vol. 1 No. 2: 2–10.
pengolahan makanan pemeriksaan air dilakukan Mukono, J. 2006. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan.
rutin berkala, pemeriksaan kesehatan bagi Edisi Kedua. Surabaya: Airlangga University Press.
24 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 10, No. 1 Januari 2018: 13–24

Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004 tentang Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan). Skripsi.
Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. Surabaya; Universitas Airlangga.
Purnawijayanti, H.A. 2001. Sanitasi, Higiene, dan Tapan, Erik, 2004. Flu, HFMD, Diare pada pelancong,
Keselamatan Kerja dalam Pengolahan Makanan. Malaria, Demam berdarah, Malaria, Tifus. Jakarta.
Yogyakarta: Kanisius. Pustaka Populer Obor.
Puspitasari. N.A, 2012. Evaluasi Penerapan Higiene Timmreck, Thomas C. 2004. Epidemiologi suatu
dan Sanitasi Makanan pada Penyelenggaraan pengantar. Jakarta: EGC.
Makanan Pasien Rawat Inap dalam Perspektif WHO. 2005. Penyakit Bawaan Makanan: Fokus
Good Manufacturing Practies. (Studi di Instalasi Gizi Pendidikan Kesehatan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai