STIE SEMARANG
Jl. Menoreh Utara Raya 11
Telp/Fax. 024-8506802
www.stiesemarang.ac.id
MODUL
BUSINESS ETHICS
Compiled By
Yovita M. Hartarini, SPd, MHum
Bab 1
PENGANTAR ETIKA BISNIS
A. Ikhtisar Etika Bisnis
Etika berasal dari dari kata Yunani ‘Ethos’ (jamak – ta etha), berarti adat istiadat. Etika
berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun pada
suatu masyarakat. Etika berkaitan dengan nilai-nilai, tatacara hidup yg baik, aturan hidup
yg baik dan segala kebiasaan yg dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang yang
lain atau dari satu generasi ke generasi yg lain. Etika mempelajari dan menentukan
apakah suatu tindakan bernilai baik atau buruk dan tindakan apa yang seharusnya
dilakukan dengan benar atau tidak benar (salah).
Peranan etika adalah sebagai tolok ukur kesadaran manusia untuk melakukan
tindakan yang bertanggung jawab sedangkan manfaat etika yaitu mengajak orang
bersikap kritis, rasional dan otonom menuju suasana tertib, damai dan sejahtera.
Etika bisnis adalah penerapan prinsip-prinsip etika yang umum pada wilayah pelaku
manusia yang khusus, yaitu kegiatan ekonomi dan bisnis. Secara konkret etika sering
terfokuskan pada perbuatan. Bisa dikatakan juga bahwa teori etika membantu kita untuk
menilai keputusan etis. Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral
yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana
diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis (Velasquez, 2005).
Dapat ditarik kesimpulan bahwa pengetahuan tentang cara ideal pengaturan dan
pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku secara
universal serta implementasi norma dan moralitas untuk menunjang maksud dan tujuan
kegiatan bisnis.
B. Pengertian Etika = Moralitas
Moralitas berasal dari kata Latin Mos (jamak – Mores) berarti adat istiadat atau
kebiasaan. Pengertian harfiah dari etika dan moralitas, sama-sama berarti sistem nilai
tentang bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia yang telah
diinstitusionalisasikan dalam sebuah adat kebiasaan yang kemudian terwujud dalam pola
perilaku yang ajeg dan terulang dalam kurun waktu yang lama sebagaimana laiknya
sebuah kebiasaan.
Kemudian Etika mempunyai fungsi dan peran sebagai Refleksi dari pemikiran moral
maupun krisis rasional yang meneropongi dan merefleksi kehidupan manusia dg
mendasarkan diri pada norma dan nilai moral yg ada di satu pihak dan situasi khusus dari
bidang kehidupan dan kegiatan khusus yg dilakukan setiap orang atau kelompok orang
dlm suatu masyarakat.
Dalam etika sebagai refleksi kita berfikir tentang apa yang dilakukan dari khususnya
tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Etika sebagai refleksi
menyoroti dan menilai baik buruknya perilaku orang. Etika dalam arti ini dapat dijalankan
pada taraf populer maupun ilmiah.
C. Etika sebagai Filsafat Moral
Etika sebagai filsafat moral tidak langsung memberi perintah konkret sebagai
pegangan siap pakai. Etika dapat dirumuskan sebagai refleksi kritis dan rasional
mengenai nilai dan norma yang menyangkut bagaimana manusia harus hidup baik
sebagai manusia serta masalah kehidupan manusia dengan mendasarkan diri pada nilai
dan norma moral yang umum diterima.
Etika, sebagai sebuah ilmu yang menitikberatkan refleksi kritis dan rasional,
mempersoalkan apakah nilai dan norma moral tertentu memang harus dilaksanakan
dalam situasi konkret terutama yang dihadapi seseorang, atau apakah suatu tindakan
yang kelihatan bertentangan dengan nilai dan norma moral tertentu harus dianggap
sebagai tindakan yang tidak etis dan karena itu dikutuk atau justru sebaliknya?
Sehingga muncullah konflik batin para pemikir kritis: Apakah dalam situasi konkret
yang saya hadapi saya memang harus bertindak sesuai dengan norma yang ada dalam
masyarakatku ataukah justru sebaliknya saya dapat dibenarkan untuk bertindak
sebaliknya yang bahkan melawan nilai dan norma moral tertentu.
Etika sebagai Ilmu menuntut orang untuk berperilaku moral secara kritis dan
rasional. Dengan menggunakan bahasa Nietzsche (1844-1900), etika sebagai ilmu
menghimbau orang untuk memiliki moralitas tuan dan bukan moralitas hamba. Dalam
bahasa Kant (1724-1804), etika berusaha menggugah kesadaran manusia untuk
bertindak secara otonom dan bukan secara heteronom. Etika bermaksud membantu
manusia untuk bertindak secara bebas tetapi dapat dipertanggungjawabkan.
D. Konsepsi Etika
Terminologi etika berasal dari bahasa Yunani “ethos”. Artinya: “custom” atau
kebiasaan yang berkaitan dengan tindakan atau tingkah laku manusia. Etika berbeda
dengan etiket. Jika etika berkaitan dengan moral, etiket hanya bersentuhan dengan
urusan sopan santun. Belajar etiket berarti belajar bagaimana bertindak dalam cara-cara
yang sopan; sebaliknya belajar etika berarti belajar bagaimana bertindak baik (Fr.
Yohanes Agus Setyono CM).
Kata etiket berasal dari kata Perancis etiquette yang diturunkan dari kata Perancis
estiquette (= label tiket ; estiqu [ I ] er = melekat). Etiket didefinisikan sebagai cara-cara
yang diterima dalam suatu masyarakat atau kebiasaan sopan-santun yang disepakati
dalam lingkungan pergaulan antar manusia. Etiket yang menyangkut tata cara
kenegaraan disebut protokol (protocol [ Prancis ] ; protocollum [ Latin ]). Etiket antara lain
menyangkut cara berbicara, berpakaian, makan, menonton, berjalan, melayat, menelpon
dan menerima telepon, bertamu, dan berkenalan (Mintarsih Adimihardja). Konsep-konsep
dasar etika antara lain adalah ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku manusia dan
azas-azas akhlak (moral) serta kesusilaan hati seseorang untuk berbuat baik dan juga
untuk menentukan kebenaran atau kesalahan dan tingkah laku seseorang terhadap
orang lain (Bertens, 2002).
E. Perkembangan Etika Bisnis
Berikut perkembangan etika bisnis menurut Bertens (2000):
1. Situasi Dahulu
Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki
bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan
membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
2. Masa Peralihan: tahun 1960-an
Ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi
mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan).
Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu
dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and
Society. Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.
3. Etika Bisnis Lahir di AS: tahun 1970-an
Sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis
dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang
sedang meliputi dunia bisnis di AS.
4. Etika Bisnis Meluas ke Eropa: tahun 1980-an
Di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun
kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah
bisnis yang disebut European Business Ethics Network (EBEN).
5. Etika Bisnis menjadi Fenomena Global: tahun 1990-an
Tidak terbatas lagi pada dunia Barat, etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh
dunia. Telah didirikan International Society for Business, Economics, and
Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.
F. Klasifikasi Etika
1. Etika Normatif
Etika normatif merupakan cabang etika yang penyelidikannya terkait dengan
pertimbangan-pertimbangan tentang bagaimana seharusnya seseorang bertindak
secara etis. Dengan kata lain, etika normatif adalah sebuah studi tindakan atau
keputusan etis. Di samping itu, etika normatif berhubungan dengan pertimbangan-
pertimbangan tentang apa saja kriteria-kriteria yang harus dijalankan agar satu
tindakan atau kepusan itu menjadi baik (Kagan, 1997, 2).
Dalam etika normatif ini muncul teori-teori etika, misalnya etika utilitarianisme, etika
deontologis, etika kebajikan dan lain-lain. Suatu teori etika dipahami bahwa hal
tersebut mengajukan suatu kriteria tertentu tentang bagaimana sesorang harus
bertindak dalam situasi-situasi etis (Williams, 2006, 72). Dalam pengajukan kriteria
norma tersebut, teori etika akan memberikan semacam pernyataan yang secara
normatif mengandung makna seperti “Wulan seharusnya melakukan X” atau “Wulan
seharusnya tidak melakukan X”.
2. Etika Terapan
Etika terapan merupakan sebuah penerapan teori-teori etika secara lebih spesifik
kepada topik-topik kontroversial baik pada domain privat atau publik seperti perang,
hak-hak binatang, hukuman mati dan lain-lain. Etika terapan ini bisa dibagi menjadi
etika profesi, etika bisnis dan etika lingkungan. Secara umum ada dua fitur yang
diperlukan supaya sebuah permasalahan dapat dianggap sebagai masalah etika
terapan.
Pertama, permasalahan tersebut harus kontroversial dalam arti bahwa ada kelompok-
kelompok yang saling berhadapan terkait dengan permasalahan moral. Masalah
pembunuhan, misalnya tidak menjadi masalah etika terapan karena semua orang
setuju bahwa praktik tersebut memang dinilai tidak bermoral. Sebaliknya, isu kontrol
senjata akan menjadi masalah etika terapan karena ada kelompok yang mendukung
dan kelompok yang menolak terhadap isu kontrol senjata.
3. Etika Deskriptif
Etika deskriptif merupakan sebuah studi tentang apa yang dianggap ‘etis’ oleh individu
atau masyarakat. Dengan begitu, etika deskriptif bukan sebuah etika yang mempunyai
hubungan langsung dengan filsafat tetapi merupakan sebuah bentuk studi empiris
terkait dengan perilaku-perilaku individual atau kelompok. Tidak heran jika etika
deskriptif juga dikenal sebagai sebuah etika komparatif yang membandingkan antara
apa yang dianggap etis oleh satu individu atau masyarakat dengan individu atau
masyarakat yang lain serta perbandingan antara etika di masa lalu dengan masa
sekarang. Tujuan dari etika deskriptif adalah untuk menggambarkan tentang apa yang
dianggap oleh seseorang atau masyarakat sebagai bernilai etis serta apa kriteria etis
yang digunakan untuk menyebut seseorang itu etis atau tidak (Kitchener, 2000:3).
4. Metaetika
Metaetika berhubungan dengan sifat penilaian moral. Fokus dari metaetika adalah arti
atau makna dari pernyataan-pernyataan yang ada di dalam etika. Dengan kata lain,
metaetika merupakan kajian tingkat kedua dari etika. Artinya, pertanyaan yang
diajukan dalam metaetika adalah apa makna jika kita berkata bahwa sesuatu itu baik?
Metaetika juga bisa dimengerti sebagai sebuah cara untuk melihat fungsi-fungsi
pernyataan-pernyataan etika, dalam arti bagaimana kita mengerti apa yang dirujuk dari
pernyataan-pernyataan tersebut dan bagaimana pernyataan itu didemonstrasikan
sebagai sesuatu yang bermakna.
Perkembangan metaetika awalnya merupakan jawaban atas tantangan dari
Positivisme Logis yang berkembang pada abad 20-an (Lee, 1986:8). Kalangan
pendukung Positivisme Logis berpendapat bahwa jika tidak bisa memberikan bukti
yang menunjukkan sebuah pernyataan itu benar, maka pernyataan itu tidak bermakna.
Ketika prinsip dari Positivisme Logis juga diujikan kepada pernyataan-pernyataan etis,
maka pernyataan-pernyataan itu harus berdasarkan bukti. Ringkasnya, jika tidak ada
bukti, maka tidak ada makna.
Di sini kata kuncinya adalah apa yang dikenal dengan “naturalistic fallacy“, yaitu
dianggap akan melakukan kesalahan jika kita menarik suatu pernyataan tentang apa
yang seharusnya dari pernyataan tentang apa yang ada. Kesulitan dari bahasa etika
adalah penyataan-pernyataannya tidak selalu berupa fakta. Di sinilah peran sentral
dari metaetika yang mengembangkan berbagai cara untuk menjelaskan apa yang
dimaksud dengan bahasa etika dengan intensi bahwa pernyataan-pernyataan etis
punya makna. Dalam pembahasan ini metaetika biasanya terbagi menjadi dua, yaitu
realisme etis dan nonrealisme etis.
G. Sasaran Dan Ruang Lingkup Etika Bisnis
1. Etika bisnis sebagai etika profesi membahas berbagai prinsip, kondisi dan masalah
yang terkait dengan praktek bisnis yang baik. Etika bisnis berfungsi menggugah
kesadaran moral pelaku bisnis agar berperilaku baik dalam menjalankan usahanya
demi nilai luhur tertentu (agama, budaya) dan demi kelanjutan bisnisnya.
2. Menyadarkan masyarakat (stake holder) yang terdiri dari konsumen (end user),
karyawan, pemasok/mitra bisnis, investor dan lingkungan (penduduk di sekitar lokasi
usaha) akan hak mereka yang tidak boleh dilanggar oleh praktek bisnis.
3. Menilai apakah sistem ekonomi di suatu wilayah sesuai dengan etika bisnis apakah
masih ada praktek monopoli, oligopoli, money laundring, insider trading, black market,
dsb.
H. Faktor Pendukung Implementasi Etika Bisnis
1) Adanya kepedulian terhadap mutu kehidupan kerja oleh manajer atau peningkatan
“Quality of Work Life”.
2) Adanya “Trust Crisis” dari publik kepada perusahaan.
3) Mulai diterapkan punishment yang tegas terhadap skandal bisnis oleh pengadilan.
4) Adanya peningkatan kekuatan control dari LSM.
5) Tumbuhnya kekuatan publisitas oleh media.
6) Adanya transformasi organisasi dari “transaction oriented” menjadi “relation oriented”.
I. Prinsip Umum Etika Bisnis
1. Otonomi = mandiri.
Sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak
berdasarkan kesadaran dan bertanggung jawab (dalam bidang bisnis).
2. Kejujuran.
Menghindari praktek bisnis curang.
3. Keadilan.
Setiap orang diperlakukan sama dan adil sesuai kriteria rasional, objektip dan
bertanggung jawab.
4. Manfaat bersama (mutual benefit principle).
Dalam persaingan bisnis tidak boleh terjadi upaya saling mematikan.
5. Integritas moral menjadi tuntunan internal agar tetap menjaga nama baik industri.
J. Etos Bisnis
Etos bisnis merupakan suatu kebiasaan atau budaya moral menyangkut kegiatan
bisnis yang dianut oleh satu perusahaan atau group usaha. Penerapan nilai atau norma
bisnis yang lebih baik yang dianut oleh pebisnis untuk meningkatkan image perusahaan
dengan mengutamakan pelayanan prima dan produk prima.
K. Pendekatan Stake Holder
Stake holder terdiri dari semua pihak yang berkaitan dengan berdirinya suatu usaha
dan kelanjutan usahanya, yaitu:
1. Negara sebagai penguasa sumber daya alam yang terdiri dari:
1) Kepala negara (presiden)
2) Kepala daerah (sultan/bupati/walikota)
2. Pemerintah sebagai penguasa sumber daya manusia yang terdiri dari :
1) Pemerintah pusat (kabinet)
2) Pemerintah daerah dekonsentrasi (gubernur)
3) Pemerintah daerah otonom (bupati , walikota)
3. Komunitas sebagai lingkungan hidup atau budidaya yang terdiri dari :
1) Investor (share holder)
2) Manajemen (pebisnis)
3) Pekerja
4) Mitra usaha (lembaga keuangan, konsultan, pemasok distributor, agen dan
pengecer)
5) Pembeli (end user)
6) Penduduk di sekitar lingkungan usaha.
Bisnis masa lalu lebih banyak mengutamakan pendekatan share holder yaitu kepentingan
utama sipemilik /penyandang dana daripada kepentingan stake holder. Dalam era
globalisasi pebisnis dituntut untuk melakukan bisnis dengan mengutamakan etika bisnis
yaitu menjalankan suatu usaha yang saling bermanfaat bagi semua pihak yang terkait
dalam bisnisnya.
L. Moral Dan Etika dalam Dunia Bisnis
1. Moral dalam Dunia Bisnis
Sejalan dengan berakhirnya pertemuan para pemimpin APEC di Osaka Jepang dan
dengan diperjelasnya istilah untuk menjadikan Asia Pasifik di tahun 2000 menjadi
daerah perdagangan yang bebas sehingga batas dunia akan semakin “kabur”
(borderless word). Hal ini jelas membuat semua kegiatan saling berpacu satu sama lain
untuk mendapatkan kesempatan (opportunity) dan keuntungan (profit). Kadangkala
untuk mendapatkan kesempatan dan keuntungan, memaksa orang untuk menghalalkan
segala cara mengindahkan ada pihak yang dirugikan atau tidak.
Dengan kondisi seperti ini, pelaku bisnis kita jelas akan semakin berpacu dengan
waktu serta negara-negara lainnya agar terwujud suatu tatanan perekonomian yang
saling menguntungkan. Namun perlu kita pertanyakan apakah yang diharapkan oleh
pemimpin APEC tersebut dapat terwujud manakala masih ada bisnis kita khususnya dan
internasional umumnya dihinggapi kehendak saling “menindas” agar memperoleh tingkat
keuntungan yang berlipat ganda. Inilah yang merupakan tantangan bagi etika bisnis kita.
Jika kita ingin mencapai target pada tahun 2000-an, ada saatnya dunia bisnis kita
mampu menciptakan kegiatan bisnis yang bermoral dan beretika, yang terlihat
perjalanan yang seiring dan saling membutuhkan antara golongan menengah kebawah
dan pengusaha golongan keatas. Apakah hal ini dapat diwujudkan?
Berbicara tentang moral sangat erat kaitannya dengan pembicaraan agama dan
budaya, artinya kaidah-kaidah dari moral pelaku bisnis sangat dipengaruhi oleh ajaran
serta budaya yang dimiliki oleh pelaku-pelaku bisnis sendiri. Setiap agama mengajarkan
pada umatnya untuk memiliki moral yang terpuji, apakah itu dalam kegiatan
mendapatkan keuntungan dalam ber-“bisnis”. Jadi, moral sudah jelas merupakan suatu
yang terpuji dan pasti memberikan dampak positif bagi kedua belah pihak. Umpamanya,
dalam melakukan transaksi, jika dilakukan dengan jujur dan konsekuen, jelas kedua
belah pihak akan merasa puas dan memperoleh kepercayaan satu sama lain, yang pada
akhirnya akan terjalin kerja sama yang erat saling menguntungkan.
Moral dan bisnis perlu terus ada agar terdapat dunia bisnis yang benar-benar
menjamin tingkat kepuasan, baik pada konsumen maupun produsen. Kenapa hal perlu
ini dibicarakan?
Isu yang mencuat adalah semakin pesatnya perkembangan informasi tanpa
diimbangi dengan dunia bisnis yang ber “moral”, dunia ini akan menjadi suatu rimba
modern yang di kuat menindas yang lemah sehingga apa yang diamanatkan UUD 1945,
Pasal 33 dan GBHN untuk menciptakan keadilan dan pemerataan tidak akan pernah
terwujud.
Moral lahir dari orang yang memiliki dan mengetahui ajaran agama dan budaya.
Agama telah mengatur seseorang dalam melakukan hubungan dengan orang sehingga
dapat dinyatakan bahwa orang yang mendasarkan bisnisnya pada agama akan memiliki
moral yang terpuji dalam melakukan bisnis. Berdasarkan ini sebenarnya moral dalam
berbisnis tidak akan bisa ditentukan dalam bentuk suatu peraturan (rule) yang ditetapkan
oleh pihak-pihak tertentu. Moral harus tumbuh dari diri seseorang dengan pengetahuan
ajaran agama yang dianut budaya dan dimiliki harus mampu diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari.
M. Etika dalam Dunia Bisnis
Apabila moral merupakan sesuatu yang mendorong orang untuk melakukan
kebaikan etika bertindak sebagai rambu-rambu (sign) yang merupakan kesepakatan
secara rela dari semua anggota suatu kelompok. Dunia bisnis yang bermoral akan
mampu mengembangkan etika (patokan/rambu-rambu) yang menjamin kegiatan bisnis
yang seimbang, selaras, dan serasi.
Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat
membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji (good
conduct) yang harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan. Etika di dalam bisnis sudah tentu
harus disepakati oleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis serta kelompok
yang terkait lainnya.
Dunia bisnis, yang tidak ada menyangkut hubungan antara pengusaha dengan
pengusaha, tetapi mempunyai kaitan secara nasional bahkan internasional. Tentu dalam
hal ini, untuk mewujudkan etika dalam berbisnis perlu pembicaraan yang transparan
antara semua pihak, baik pengusaha, pemerintah, masyarakat maupun bangsa lain agar
jangan hanya satu pihak saja yang menjalankan etika sementara pihak lain berpijak
kepada apa yang mereka inginkan. Artinya kalau ada pihak terkait yang tidak
mengetahui dan menyetujui adanya etika moral dan etika, jelas apa yang disepakati oleh
kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa diwujudkan. Jadi, jelas untuk menghasilkan
suatu etika didalam berbisnis yang menjamin adanya kepedu`lian antara satu pihak dan
pihak lain tidak perlu pembicaraan yang bersifat global yang mengarah kepada suatu
aturan yang tidak merugikan siapapun dalam perekonomian.
N. Relevansi Etika Bisnis
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain
ialah:
1) Pengendalian diri.
Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri
mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam
bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan d
dengan jalan main curang dan menakan pihak lain dan menggunakan keuntungan
tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi
penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah
etika bisnis yang “etis”.
2) Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility).
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya
dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih
kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis
untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand
harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak
memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi,
dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan
memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya.
3) Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh
pesatnya perkembangan informasi dan teknologi.
Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi
dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan
yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi
informasi dan teknologi.
4) Menciptakan persaingan yang sehat.
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi
persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat
jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah ke bawah,
sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread
effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan
perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
5) Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”.
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang,
tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan di masa mendatang.
Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-“ekspoitasi” lingkungan dan
keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan
dan keadaan di masa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk
memperoleh keuntungan besar.
6) Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi).
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan
terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk
permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan
nama bangsa dan negara.
7) Mampu menyatakan yang benar itu benar.
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai
contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan “katabelece”
dari “koneksi” serta melakukan “kongkalikong” dengan data yang salah. Juga jangan
memaksa diri untuk mengadakan “kolusi” serta memberikan “komisi” kepada pihak
yang terkait.
8) Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan
golongan pengusaha ke bawah.
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang “kondusif” harus ada saling percaya (trust)
antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah agar
pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang
sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak
golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada
pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.
9) Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama.
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila
setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa?
Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada “oknum”, baik
pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan “kecurangan”
demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan “gugur” satu semi
satu.
10)Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah
disepakati
Jika etika ini telah memiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu
ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis. Perlu adanya sebagian etika bisnis
yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-
undangan. Hal ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti
“proteksi” terhadap pengusaha lemah.
Kebutuhan tenaga dunia bisnis yang bermoral dan beretika saat sekarang ini sudah
dirasakan dan sangat diharapkan semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya
perkembangan globalisasi dimuka bumi ini. Dengan adanya moral dan etika dalam
dunia bisnis serta kesadaran semua pihak untuk melaksanakannya, kita yakin jurang
itu akan dapat diatasi, serta optimis salah satu kendala dalam menghadapi tahun
2000 dapat diatasi.
O. Alasan Perlunya Etika dalam Bisnis (business ethics rationale):
1) Kinerja bisnis tidak hanya diukur dari kinerja manajerial / finansial saja tetapi juga
berkaitan dengan komitmen moral, integritas moral, pelayanan, jaminan mutu dan
tanggung jawab sosial.
2) Dengan persaingan yang ketat, pelaku bisnis sadar bahwa konsumen adalah raja
sehingga perusahaan harus bisa merebut dan mempertahankan kepercayaan
konsumen.
3) Perusahaan semakin menyadari bahwa karyawan bukanlah tenaga kerja yang siap
untuk dieksploitasi untuk mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin. Karyawan
adalah subyek utama yang menentukan keberlangsungan bisnis sehingga harus
dijaga dan dipertahankan.
4) Perlunya menjalankan bisnis dengan tidak merugikan hak dan kepentingan semua
pihak yang terkait dengan bisnis.
P. Tantangan Manajer dalam Dunia Bisnis
Di era demokratisasi usaha, seorang dewasa berhak untuk memilih upaya
mendapatkan biaya hidup keluarga dengan memilih profesi sebagai pekerja, pekerja
mandiri, pebisnis atau investor.
Seorang manajer dikualifikasikan sebagai pebisnis yaitu seorang yang menjual
kemampuan manajerial (kemampuan memimpin perusahaan) dengan memperoleh imbal
jasa berupa “manajemen fee”.
Tantangan yang dihadapi oleh majemen perusahaan dapat berupa intrik politik,
persaingan tidak sehat maupun kehilangan kepercayaan stake holder.
Konsep risk management digunakan untuk menanggulangi resiko usaha sedangkan
konsep etika bisnis digunakan untuk meningkatkan image perusahaan.
Suatu kontrak hanya akan tidak bermasalah apabila:
1) Pihak pihak mampu secara sadar bertindak secara bertanggung jawab dan bebas
dalam pengambilan langkah langkah yang dianggap tepat = mandiri
2) Pihak pihak telah dewasa dan mampu bertanggung jawab atas perbuatannya secara
mandiri dan taat kepada norma moral dan etika = sopan
3) Hak dan kewajiban pihak pihak seimbang = adil
2) Didasari kesungguhan, keterbukaan dan kejujuran = baik
3) Didasari itikad baik dan hubungan yang serasi = santun
Q. Bisnis dan Etika dalam Dunia Modern
Bisnis modern merupakan realistas yang amat kompleks. Banyak faktor yang
mempengaruhi dan menentukan kegiatan bisnis. Guna menjelaskan kekhususan aspek
etis ini, dalam suatu pendekatan pertama kita membandingkan dulu dengan aspek-aspek
lain, terutama aspek ekonomi dan hukum. Sebab, bisnis sebagai kegiatan social dapat
disoroti sekurang kurangnya dari tiga sudut pandang yang berbeda tetapi tidak selalu
mungkin dipisahkan dari: sudut pandang ekonomi, hukum, dan etika.
1. Sudut pandang ekonomis
Bisnis adalah kegiatan ekonomis Yang terjadi dalam kegiatan ini adalah tukar-
menukar, jual-beli, memproduksi, memasarkan, bekerja-mempekerjakan, dan
berinteraksi dengan orang lain lainnya, dengan maksud memperoleh untung.
Dipandang dari sudut ekonomis, good bussines atau bisnis yang baik adalah bisnis
yang membawa banyak untung. Orang bisnis selalu akan berusaha membuat bisnis
yang sehat (dalam arti itu).
2. Sudut pandang moral
Di samping aspek ekonomi dari bisnis, di sini tampak aspek lain yaitu aspek moral.
Selalu ada kendala etis bagi perilaku kita, termasuk juga perilaku ekonomis. Tidak
semuanya bisa kita lakukan untuk mengejar tujuan kita (di bidang bisnis : mencari
keuntungan) boleh kita lakukan juga. Kita harus menghormati kepentingan dan hak
orang lain. Bisnis yang baik (good business) bukan saja bisnis yang baik secara
moral.
3. Sudut pandang hukum
Tidak diragukan, bisnis terikat juga oleh hukum. “Hukum dagang” atau “Hukum bisnis”
merupakan cabang penting dari ilmu hukum modern. Dari segi norma, hukum lebih
jelas dan pasti dibandingkan etika. Karena hukum dituliskan hitam atas putih dan ada
sanksi tertentu, bila terjadi pelanggaran. Hukum dan etika kerap kali tidak bisa
dilepaskan satu sama lain. Memang benar, ada hal-hal yang diatur oleh hukum tidak
mempunyai hubungan langsung dengan etika. Tetapi ada juga ada perilaku dalam
segi moral penting, tetapi tidak diatur menurut hukum.
Untuk bisnis, sudut pandang hukum tentu penting. Bisnis harus menaati hukum dan
peraturan yang berlaku. “Bisnis yang baik” antara lain berarti juga bisnis yang patuh
pada hukum. Di samping hukum, kita membutuhkan etika juga. Kita memerlukan
norma moral yang menetapkan apa yang etis dan tidak etis untuk dilakukan. Pada
taraf normative, etika mendahului hukum. Jika secara moral suatu perilaku ternyata
salah, kemungkinan besar (walaupun tidak pasti) perilaku itu melanggar hukum juga.
4. Tolok ukur untuk tiga sudut pandang ini
Dapat disimpulkan, supaya patut disebut good bussines, tingkah laku bisnis harus
memenuhi syarat-syarat dari semua sudut pandang tadi. Memang benar bisnis yang
ekonomis tidak baik (jadi, tidak membawa untung) tidak pantas disebut bisnis yang
baik. Bisnis tidak pantas disebut good business kalau tidak baik dari sudut pandang
etika dan hukum juga. Dalam hal ini penting aspek hukum lebih mudah diterima,
sekurang-kurang pada taraf teoritis (walaupun dalam praktek barangkali sering
dilanggar).
Bab 2
TEORI ETIKA
A. Garis Besar Etika
Etika dalam bahasa Yunani kuno yaitu “ethikos“ yang berarti “timbul dari kebiasaan”
yang kemudian berkembang menjadi adat-istiadat/tradisi/budaya. Secara garis besar,
etika adalah sebuah sesuatu di mana dan bagaimana cabang utama filsafat yang
mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral.
Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar-salah, baik-buruk dan
tanggung-jawab.
St. John of Damascus (abad ke-7 Masehi) menempatkan etika di dalam kajian
filsafat praktis (practical philosophy). Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-
unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita
rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat
orang lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya
dilakukan oleh manusia.
Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai
etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi.
Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah
tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga
tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat
dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia. Etika terbagi menjadi tiga bagian
utama yaitu meta-etika (studi konsep etika), etika normatif (studi penentuan nilai etika),
dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika).
B. Pandangan Tradisional
a. Etika Teleologi
1. Berasal dari kata Yunani, telos = tujuan, yaitu mengukur baik buruknya suatu
tindakan berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan
akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu.
Etika Teleologi adalah etika yang diukur dari apa tujuan yang dicapai oleh para pelaku
kegiatan. Aktivitas akan dinilai baik jika bertujuan baik. Artinya sesuatu yang dicapai
adalah sesuatu yang baik dan mempunyai akibat yang baik. Baik ditinjau dari
kepentingan pihak yang terkait, maupun dilihat dari kepentingan semua pihak. Dalam
etika ini dikelompokkan menjadi dua macam yaitu : (1) Egoisme ialah etika yang baik
menurut pelaku saja, sedangkan bagi yang lain mungkin tidak baik, dan (2)
Utilitarianisme ialah etika yang baik bagi semua pihak, artinya semua pihak baik yang
terkait langsung maupun tidak langsung akan menerima pengaruh yang baik.
Dua aliran etika teleologi :
a. Egoisme Etis
Inti pandangan egoisme adalah bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya
bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan dirinya sendiri. Satu-satunya
tujuan tindakan moral setiap orang adalah mengejar kepentingan pribadi dan
memajukan dirinya. Egoisme ini baru menjadi persoalan serius ketika ia cenderung
menjadi hedonistis, yaitu ketika kebahagiaan dan kepentingan pribadi diterjemahkan
semata-mata sebagai kenikmatan fisik yg bersifat vulgar.
b. Norma
Norma merupakan sebuah aturan atau ukuran mengenai bagaimana manusia hidup
dan bertinda dengan baik dan menjadi dasar baik buruknya suatu perilaku /
tindakan. Norma dibagi menjadi:
a. Norma Umum
Norma-norma Umum lebih bersifat umum dan sampai pada tingkat tertentu boleh
dikatakan bersifat universal.
b. Norma Khusus : aturan yang berlaku dalam bidang kegiatan khusus / tertentu,
contoh: aturan pendidikan.
c. Norma Sopan-Santun
Norma Sopan-Santun / Norma Etiket adalah norma yang mengatur pola perilaku
dan sikap lahiriah dalam pergaulan sehari-hari. Etika tidak sama dengan Etiket.
Etiket hanya menyangkut perilaku lahiriah yang menyangkut sopan santun atau
tata karma.
d. Norma Moral
Norma Moral, yaitu aturan mengenai sikap dan perilaku manusia sebagai
manusia. Norma moral ini menyangkut aturan tentang baik buruknya, adil
tidaknya tindakan dan perilaku manusia sejauh ia dilihat sebagai manusia.
Dasar moral:
1) Semua orang adalah manusia yang mempunyai harkat dan martabat yang
sama dan karena itu harus diperlakukan secara sama.
2) Semua orang adalah warga negara yang sama status dan kedudukannya,
bahkan sama kewajiban sipilnya. Perlakuan yang tidak sama hanya bisa
dibenarkan melalui pertanggungjawaban yang terbuka berdasar prosedur legal
yang berlaku.
e. Norma Hukum
Norma Hukum adalah norma legal yang dituntut keberlakuannya secara tegas
oleh masyarakat karena dianggap perlu dan niscaya demi keselamatan dan
kesejahteraan manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Norma hukum ini
mencerminkan harapan, keinginan dan keyakinan seluruh anggota masyarakat
tersebut tentang bagaimana hidup bermasyarakat yang baik dan bagaimana
masyarakat tersebut harus diatur secara baik.
Konsekuensi legal dan moral yang mendasar:
1) Semua orang harus secara sama dlindungi oleh hukum negara.
2) Tidak ada orang yang akan diperlakukan secara istimewa oleh hukum atau
negara.
3) Negara/pemerintah tidak boleh mengeluarkan hukum atau produk hukum apapun
yang secara khusus dimaksudkan demi kepentingan kelompok atau orang
tertentu dengan tanpa merugikan kepentingan pihak lain.
4) Semua warga tanpa perbedaan apapun harus tunduk dan taat kepada hukum
yang berlaku karena hukum tersebut melindungi hak dan kepentingan semua
warga.
C. Teori Etika Modern
1. Utilitarisme
“Utilitarisme” berasal dari kata Latin utilis yang berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini
suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus
menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan.
Dapat dipahami pula utilarisme sangat menekankan pentingnya konsekuensi
perbuatan dalam menilai baik buruknya suatu perbuatan.
Dalam rangka pemikiran utilitarianisme, kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu
perbuatan adalah “the greatest happiness of the greatest number”, kebahagiaan
terbesar dari jumlah orang yang terbesar. Teori ini cocok sekali dengan pemikiran
ekonomis, karena cukup dekat dengan Cost-Benefit Analysis. Manfaat yang
dimaksudkan utilitarianisme bisa dihitung sama seperti kita m
enghitung untung dan rugi atau kredit dan debet dalam konteks bisnis.
Utilitarianisme, dibedakan menjadi dua macam :
1) Utilitarianisme Perbuatan (Act Utilitarianism)
Prinsip dasar utilitarianisme ialah manfaat terbesar bagi jumlah orang yang terbesar
pula dan diterpakan pada perbuatannya.
2) Utilitarianisme Aturan (Rule Utilitarianism)
Utilitarianisme aturan membatasi diri pada justifikasi aturan-aturan moral sehingga
memang dapat menghindari kesulitan dari utilitarisme perbuatan.
2. Deontologi
Istilah Deontologi (deontology) ini berasal dari kata Yunani deon yang berarti
kewajiban. ‘Mengapa perbuatan ini baik dan perbuatan itu harus ditolak sebagai
buruk’, deontologi menjawab: ‘karena perbuatan pertama menjadi kewajiban kita dan
karena perbuatan kedua dilarang’ yang menjadi dasar baik buruknya perbuatan adalah
kewajiban. Maka deontology melepaskan sama sekali moralitas dari konsekuensi
perbuatan. Utilitarisme mementingkan konsekuensi perbuatan, sedangkan deontology
konsekuensi perbuatan tidak berperan sama sekali. Dalam suatu perbuatan pasti ada
konsekuensinya, dalam hal ini konsekuensi perbuatan tidak boleh menjadi
pertimbangan. Perbuatan menjadi baik bukan dilihat dari hasilnya melainkan karena
perbuatan tersebut wajib dilakukan.
Deontologi menekankan perbuatan tidak dihalalkan karena tujuannya. Tujuan yang
baik tidak menjadi perbuatan itu juga baik. Di sini kita tidak boleh melakukan suatu
perbuatan jahat agar sesuatu yang dihasilkan itu baik, karena dalam Teori Deontologi
kewajiban itu tidak bisa ditawar lagi karena ini merupakan suatu keharusan.
Contoh : kita tidak boleh mencuri, berbohong kepada orang lain melalui ucapan dan
perbuatan.
Pendekatan deontologi sudah diterima dalam konteks agama, sekarang merupakan
juga salah satu teori etika yang terpenting.
Ada tiga prinsip yg harus dipenuhi :
1) Supaya tindakan punya nilai moral, tindakan ini harus dijalankan berdasarkan
kewajiban;
2) Nilai moral dari tindakan ini tidak tergantung pada tercapainya tujuan dari tindakan
itu melainkan tergantung pada kemauan baik yang mendorong seseorang untuk
melakukan tindakan itu, berarti kalaupun tujuan tidak tercapai, tindakan itu sudah
dinilai baik;
3) Sebagai konsekuensi dari kedua prinsip ini, kewajiban adalah hal yang niscaya dari
tindakan yang dilakukan berdasarkan sikap hormat pada hukum moral universal.
Bagi Kant, Hukum Moral ini dianggapnya sbg perintah tak bersyarat (imperatif
kategoris), yg berarti hukum moral ini berlaku bagi semua orang pada segala situasi
dan tempat.
Jenis Hukum Moral antara lain:
c. Perintah Bersyarat adalah perintah yg dilaksanakan kalau orang menghendaki
akibatnya, atau kalau akibat dari tindakan itu mrpkn hal yg diinginkan dan
dikehendaki oleh orang tsb.
d. Perintah Tak Bersyarat adalah perintah yg dilaksanakan begitu saja tanpa
syarat apapun, yaitu tanpa mengharapkan akibatnya, atau tanpa
mempedulikan apakah akibatnya tercapai dan berguna bagi orang tsb atau
tidak.
3. Etika Relatifisme
Etika relatifisme adalah etika yang dipergunakan di mana mengandung perbedaan
kepentingan antara kelompok pasrial dan kelompok universal atau global. Etika ini
hanya berlaku bagi kelompok passrial, misalnya etika yang sesuai dengan adat
istiadat lokal, regional dan konvensi, sifat dan lain-lain. Dengan demikian tidak berlaku
bagi semua pihak atau masyarakat yang bersifat global.
4. Teori Hak
Dalam pemikiran moral dewasa ini barangkali teori hak ini adalah pendekatan yang
paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan atau
perilaku. Sebetulnya teori hak merupakan suatu aspek dari teori dentiologi, karena
berkaitan dengan kewajiban. Hak dan kewajiban bagaikan dua sisi uang logam yang
sama. Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama.
Karena itu hak sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis.
5. Teori Keutamaan (Virtue)
Apa yang dimaksud dengan keutamaan? Keutamaan bisa didefinisikan sebagai
berikut: disposisi watak yang telah diperoleh seseorang dan memungkinkan dia untuk
bertingkah laku baik secara moral berarti memandang sikap atau akhlak seseorang.
Tidak ditanyakan apakah suatu perbuatan tertentu adil, atau jujur, atau murah hati dan
sebagainya. Keutamaan bisa didefinisikan sebagai berikut : disposisi watak yang telah
diperoleh seseorang dan memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik secara
moral.
Contoh keutamaan :
1) Kebijaksanaan
2) Keadilan
3) Suka bekerja keras
4) Hidup yang baik
Ada banyak keutamaan dan semua keutamaan dan semua keutamaan untuk setiap
orang dan untuk setiap kegiatan. Di antara keutamaan yang harus menandai pebisnis
perorangan bisa disebut: kejujuran, fairness, kepercayaan, dan keuletan.
1. Kejujuran
Secara umum diakui sebagai keutamaan pertama dan paling penting yang harus
dimiliki oleh pelaku bisnis. Orang yang mempunyai keutamaan kejujuran tidak akan
berbohong atau menipu dalam transaksi bisnis, bahkan kalau penipuan sebenarnya
gampang. Perlu diakui, tentang keutamaan kejujuran kadang-kadang ada kesulitan
juga. Garis perbatasan antara kejujuran dan ketidakjujuran tidak selalu bisa ditarik
dengan tajam.
2. Fairness
Kata inggris ini sulit diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kerap kali diberi
terjemahan “keadilan” dan memang fairness dekat dengan paham “keadilan” tapi
tidak sama juga. Barangkali terjemahan yang tidak terlalu meleset adalah: sikap
wajar. Fairness adalah kesediaan untuk memberikan apa yang wajar kepada
semua orang dengan semeua orang dan dengan “wajar” dimaksudkan apa yang
bisa disetujui oleh semua orang yang terlibat dalam suatu transaksi.
3. Kepercayaan (trust)
Adalah keutamaan yang penting dalam konteks bisnis. Kepercayaan harus
ditempatkan dalam relasi timbal balik. Ada beberapa cara untuk mengamankan
kepercayaan. Salah satu cara ialah memberi garansi atau jaminan purna jual.
4. Keuletan (Solomon menggunakan kata toughness).
Pebisnis harus bertahan dalam banyak situasi yang sulit. Ia harus sanggup
mengadakan negosiasi yang terkadang seru tentang proyek atau transaksi yang
bernilai besar. Ia harus berani juga mengambil risiko kecil ataupun besar, karena
perkembangan banyak faktor tidak bisa diramalkan sebelumnya.
Di sisi lain, kelompok keutamaan lain hendaknya dimiliki manajer dan karyawan
yang dianggap menandai bisnis pada taraf perusahaan sejauh mereka mewakili
perusahaan. Kelima keutamaan ini adalah: keramahan, totalitas, loyalitas,
kehormatan, dan rasa malu.
Keutamaan sebenarnya lebih cocok untuk digambarkan secara konkret daripada
diuraikan pada taraf teoritis. Dalam filsafat dewasa ini dikenal pendekatan yang
sering disebut “naratif”. Artinya, kebenaran filosofis yang mau dibicarakan, tidak
diuraikan secara teoretis, melainkan dikisahkan dalam suatu contoh atau kasus
konkret. Dibandingkan dengan teori-teori lain, teori keutamaan mempunyai
kelebihan lagi, karena memungkinkan untuk mengembangkan penilaian etis yang
lebih etis. Teori-teori yang didasarkan atas aturan, pada umumnya cenderung
menilai perbuatan-perbuatan dari segi negative, artinya mereka terutama menyoroti
yang tidak etis.
D. Ciri Bisnis yang Beretika
Suatu kegiatan usaha komersial atau bisnis dianggap beretika apabila:
1. Tidak merugikan siapapun;
2. Tidak menyalahi aturan-aturan dan norma yang ada;
3. Tidak melanggar hukum;
4. Tidak menjelek-jelekan saingan bisnis;
5. Mempunyai surat izin usaha.
E. Manfaat Etika dalam Bisnis
Alasan mendasar yang menjadikan etika bisnis saat ini diperlukan karena :
1. Para Pelaku Bisnis dituntut professional;
2. Persaingan semakin tinggi;
3. Kepuasan konsumen faktor utama;
4. Perusahaan dapat dipercaya dalam jangka panjang;
5. Mencegah jangan sampai dikenakan sanksi-sanksi pemerintah akibat kelalaian
produksi misalnya melalui gerakan pemboikotan, larangan beredar, larangan
beroperasi dan lain sebagainya, akan dapat menurunkan nilai penjualan maupun nilai
perusahaan.
F. Aktualisasi Etika dalam Bisnis
Idealism sikap bisnis oleh para pebisnis ditunjukkan dalam hal:
1) Integrity : Bertindak jujur & benar
2) Manner : Tidak Egois
3) Personality : Kepribadian
4) Appearance : Penampilan
5) Consideration : Memahami sudut pandang lain dalam berfikir selama berbicara.
G. Etika Bisnis dalam Penggunaan Hak Milik Intelektual
Setiap hasil bisnis yang menunjukkan identitas asli / ciri khas dari pembuatnya berhak
menentukan:
1. Hak Cipta diterima oleh Pencipta : penerima hak untuk mengumumkan ciptaannya.
2. Hak Paten diterima oleh Negara : identitas kebudayaan, penemuan teknologi
3. Hak Merek berupa Tanda : gambar (logo, symbol, ikon), tulisan (slogan, tagline, jingle),
pembeda barang & jasa.
H. Jenis Masalah dalam Etika Bisnis
Tidak bisa dipungkiri, tindakan yang tidak etis yang dilakukan oleh perusahaan akan
memancing tindakan balasan dari konsumen dan masyarakat dan akan sangat kontra
produktif, Sedangkan perusahaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika bisnis, pada
umumnya termasuk perusahaan yang memiliki peringkat kepuasan bekerja yang tinggi
pula, terutama apabila perusahaan tidak mentolerir tindakan yang tidak etis, misalnya
diskriminasi dalam sistem remunerasi atau jenjang karier. Perlu dipahami, karyawan yang
berkualitas adalah aset yang paling berharga bagi perusahaan. Oleh karena itu,
perusahaan harus semaksimal mungkin harus mempertahankan karyawannya.
Untuk memudahkan penerapan etika perusahaan dalam kegiatan sehari-hari maka nilai-
nilai yang terkandung dalam etika bisnis harus dituangkan ke dalam manajemen
korporasi yakni dengan cara :
1) Menuangkan etika bisnis dalam suatu kode etik (code of conduct);
2) Memperkuat sistem pengawasan;
3) Menyelenggarakan pelatihan (training) untuk karyawan secara terus menerus.
Ada 3 jenis masalah yang dihadapi dalam Etika yaitu:
1. Sistematik
Masalah-masalah sistematik dalam etika bisnis pertanyaan-pertanyaan etis yang
muncul mengenai sistem ekonomi, politik, hukum, dan sistem sosial lainnya di mana
bisnis beroperasi.
2. Korporasi
Permasalahan korporasi dalam perusahaan bisnis adalah pertanyaan-pertanyaan yang
dalam perusahaan-perusahaan tertentu. Permasalahan ini mencakup pertanyaan
tentang moralitas aktivitas, kebijakan, praktik dan struktur organisasional perusahaan
individual sebagai keseluruhan.
3. Individu
Permasalahan individual dalam etika bisnis adalah pertanyaan yang muncul seputar
individu tertentu dalam perusahaan. Masalah ini termasuk pertanyaan tentang
moralitas keputusan, tindakan dan karakter individual.
I. Contoh Kasus Pelanggaran Etika
”Pelanggaran etika perusahaan terhadap pelanggannya di Indonesia merupakan
fenomena yang sudah sering terjadi. Contoh terakhir adalah pada kasus
Ajinomoto. Kehalalan Ajinomoto dipersoalkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada
akhir Desember 2000 setelah ditemukan bahwa pengembangan bakteri untuk
proses fermentasi tetes tebu (molase), mengandung bactosoytone (nutrisi untuk
pertumbuhan bakteri), yang merupakan hasil hidrolisa enzim kedelai terhadap
biokatalisator porcine yang berasal dari pankreas babi,”.
Kasus lainnya, terjadi pada produk minuman berenergi Kratingdeng yang sebagian
produknya diduga mengandung kafein lebih dari batas yang diizinkan oleh Badan
Pengawas Obat dan Minuman. ”Oleh karena itu perilaku etis perlu dibudayakan melalui
proses internalisasi budaya secara top down agar perusahaan tetap survive sehingga
dapat meningkatkan kinerja pemasarannya,”.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Keraf, A. Sonny. 2006. Etika Bisnis: Tuntutan dan Relevansinya. Yogyakarta: Kanisius.
Bertens, K. 2009. Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta: Kanisius.
Dr. H. Budi Untung. 2012. Hukum dan Etika Bisnis. Yogyakarta : CV Andi Offset.
Fauzan dan Ida N. 2014. Jurnal : Pengaruh Penerapan Etika Bisnis Terhadap Kepuasan
Pelanggan Warung Bebek H. Slamet Di Kota Malang. Malang.
Bab 3
BISNIS DAN ETIKA
A. Bisnis sebagai Sebuah Profesi
Hal yang harus diperhatikan dalam berbisnis adalah norma dan moralitas yang berlaku di
dalam masyarakat yang otomatis turut menerapkan etika. Di samping itu etika bisnis juga
bisa diterapkan dan dimunculkan dalam perusahaan sendiri karena memiliki keterkaitan
dengan profesional bisnis.
Perusahaan menyakini prinsip bisnis yang baik adalah yang memperhatikan etika-etika
yang berlaku, seperti menaati hokum dan peraturan yang berlaku. Karena bisnis
beroperasi dalam rangka suatu sistem ekonomi, maka sebagian dari tugas etika bisnis
hakikatnya mengemukakan pertanyaan-pertanyaan tentang sistem ekonomi yang umum
dan khusus, dan pada gilirannya menimbulkan pertanyaan-pertanyaan tentang tepat atau
tidaknya pemakaian bahasa moral untuk menilai sistem-sistem ekonomi, struktur bisnis.
Bisnis dapat menjadi sebuah profesi etis bila ditunjang oleh sistem politik ekonomi yang
kondusif dengan aturan yg jelas dan fair, terdapat kepastian keberlakuan aturan tersebut,
maupun aturan hukum yg mengatur kegiatan bisnis melalui sistem pemerintahan–
kementrian yang berwenang–yg adil dan efektif.
B. Prinsip-Prinsip Etis untuk Berbisnis yang Baik
1. Etika Terapan
Secara umum kita dapat membagi etika menjadi etika umum dan etika khusus.
Etika umum berbicara mengenai norma dan nilai moral, kondisi-kondisi dasar bagi
manusia untuk bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis,
teori-teori etika, lembaga-lembaga normative, dan semacamnya. Etika umum sebagai
ilmu atau filsafat moral dapat dianggap sebagai etika teoritis, kendati istilah ini
sesungguhnya tidak tepat karena bagaimanapun juga etika selalu berkaitan dengan
perilaku dan kondisi praktis dan actual dari manusia dalam kehidupannya sehari-hari
dan tidak hanya semata-mata bersifat teoritis.
Etika khusus adalah penerapan prinsip-prinsip atau norma-norma moral dasar
dalam bidang kehidupan yang khusus. Dalam hal ini, norma dan prinsip moral
diteropongi dalam konteks kekhususan bidang kehidupan manusia yang khusus
tertentu. Dengan kata lain, etika sebagai refleksi kritis rasional meneropongi dan
merefleksi kehidupan manusia dengan mendasarkan diri kepada norma dan nilai moral
yang ada di satu pihak dan situasi khusus dari bidang kehidupan dan kegiatan khusus
yang dilakukan setiap orang atau kelompok orang dalam suatu masyarakat. Dalam hal
ini etika tidak lagi sekedar meneropong perilaku dan kehidupan manusia sebagai
manusia begitu saja, melainkan meneropong perilaku dan kehidupan manusia sebagai
manusia dalam bidang kehidupan dan egiatan khusus tertentu. Etika khusus dibagi lagi
menjadi tiga, yaitu etika individual, etika sosial, dan etika lingkungan hidup.
2. Etika Bisnis
Seperti etika terapan pada umumnya, etika bisnis pun dapat dijalankan pada tiga
taraf : taraf makro, meso dan mikro. Tiga taraf ini berkaitan dengan tiga kemungkinan
yang berbeda untuk menjalankan kegitan ekonomi dan bisnis.
1) Pada taraf makro, etika bisnis mempelajari aspek-aspek moral dari sistem ekonomi
sebagai keseluruhan.
2) Pada taraf meso (madya atau menengah), etika bisnis menyelidiki masalah etis di
bidang organisasi. Organisasi di sini terutama berarti perusahaan, tapi bisa juga
serikat buruh, lembaga konsumen, perhimpunan profesi dan lain-lain.
3) Pada taraf mikro, yang difokuskan adalah individu dalam hubungan dengan ekonomi
atau bisnis. Di sini dipelajari tanggung jawab etis dari karyawan dan majikan,
bawahan dan manajer, produsen dan konsumen, pemasok dan investor.
Jadi Etika Bisnis adalah penerapan prinsip-prinsip etika yang umum pada wilayah
pelaku manusia yang khusus, yaitu kegiatan ekonomi dan bisnis. Secara konkret etika
sering terfokuskan pada perbuatan. Bisa dikatakan juga bahwa teori etika membantu
kita untuk menilai keputusan etis.
3. Etika Profesi
Kata etik (atau etika) berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti
karakter, watak kesusilaan atau adat. Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan
dengan konsep yang dimilki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah
tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik. Etika
merupakan sebuah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral
yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya.
Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk
menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian. Berdasarkan
pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa etika profesi dalah keterampilan seseorang
dalam suatu pekerjaan utama yang diperoleh dari jalur pendidikan atau pengalaman
dan dilaksanakan secara kontinu yang merupakan sumber utama untuk mencari
nafkah.
C. Menuju Bisnis sebagai Profesi Luhur
Sesungguhnya bisnis bukanlah merupakan profesi, kalau bisnis dianggap sbg pekerjaan
kotor, kendati kata profesi, profesional dan profesionalisme sering begitu diobral dlm
kaitan dg kegiatan bisnis. Namun dipihak lain tdk dapat disangkal bahwa ada banyak
orang bisnis dan jg perusahaan yg sangat menghayati pekerjaan dan kegiatan bisnisnya
sbg sebuah profesi. Mereka tdk hanya mempunyai keahlian dan ketrampilan yg tinggi tapi
punya komitmen moral yg mendalam. Karena itu, bukan tdk mungkin bahwa bisnis pun
dapat menjadi sebuah profesi dlm pengertian sebenar-benarnya bahkan menjadi sebuah
profesi luhur.
1. Pandangan Praktis-Realistis
Pandangan ini bertumpu pada kenyataan yg diamati berlaku dlm dunia bisnis dewasa
ini. Pandangan ini didasarkan pada apa yg umumnya dilakukan oleh orang-orang
bisnis. Pandangan ini melihat bisnis sbg suatu kegiatan di antara manusia yg
menyangkut memproduksi, menjual, dan membeli barang dan jasa untuk memperoleh
keuntungan.
Bisnis adalah suatu kegiatan Profit Making. Dasar pemikirannya adalah bahwa orang
yg terjun ke dlm bisnis tdk punya keinginan dan tujuan lain selain ingin mencari
keuntungan. Kegiatan bisnis adalah kegiatan ekonomis dan bukan kegiatan sosial.
Karena itu, keuntungan itu sah untuk menunjang kegiatan bisnis. Tanpa keuntungan
bisnis tidak bisa jalan.
2. Pandangan Praktis-Realistis
Asumsi Adam Smith :
a) Dlm masyarakat modern telah terjadi pembagian kerja di mana setiap orang tdk
bisa lagi mengerjakan segala sesuatu sekaligus dan bisa memenuhi semua
kebutuhan hidupnya sendiri.
b) Semua orang tanpa terkecuali mempunyai kecenderungan dasar untuk membuat
kondisi hidupnya menjadi lebih baik.
3. Pandangan Ideal
Disebut pandangan ideal, karena dlm kenyataannya masih merupakan suatu hal
yg ideal mengenai dunia bisnis. Sbg pandangan yg ideal pandangan ini baru dianut
oleh segelintir orang yg dipengaruhi oleh idealisme tertentu berdasarkan nilai tertentu
yg dianutnya.
Menurut pandangan ini, bisnis tidak lain adalah suatu kegiatan di antara manusia
yg menyangkut memproduksi, menjual, dan membeli barang dan jasa untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat.
Dasar pemikirannya adalah pertukaran timbal balik secara fair di antara pihak-
pihak yg terlibat. Maka yg mau ditegakkan dlm bisnis yg menyangkut pandangan ini
adalah keadilan komutatif, khususnya keadilan tukar atau pertukaran dagang yg fair.
Menurut Adam Smith, pertukaran dagang terjadi karena satu orang memproduksi
lebih banyak barang tertentu sementara ia sendiri membutuhkan barang lain yg tidak
bisa dibuatnya sendiri.
Menurut Matsushita (pendiri perusahan Matsushita Inc di Jepang), tujuan bisnis
sebenarnya bukanlah mencari keuntungan melainkan untuk melayani kebutuhan
masyarakat. Sedangkan keuntungan tidak lain hanyalah simbol kepercayaan
masyarakat atas kegiatan bisnis suatu perusahaan. Artinya, krn masyarakat merasa
kebutuhan hidupnya dipenuhi secara baik mereka akan menyukai produk perusahaan
tsb yg memang dibutuhkannya tapi sekaligus juga puas dengan produk tsb.
Dengan melihat kedua pandangan berbeda di atas, kita dapat menarik
kesimpulan bahwa citra jelek dunia bisnis sedikit banyaknya disebabkan oleh
pandangan pertama yg melihat bisnis sekadar sbg mencari keuntungan.
Atas dasar ini, persoalan yg dihadapi di sini adalah bgmn mengusahakan agar
keuntungan yg diperoleh ini memang wajar, halal, dan fair. Terlepas dari pandangan
mana yg dianut, keuntungan tetap menjadi hal pokok bagi bisnis. Masalahnya adalah
apakah mengejar keuntungan lalu berarti mengabaikan etika dan moralitas? Yg
penting adalah bgmn keuntungan ini sendiri tercapai.
Salah satu upaya untuk membangun bisnis sbg profesi yg luhur adalah dg
membentuk, mendukung dan memperkuat organisasi profesi. Melalui organisasi
profesi tsb bisnis bisa dikembangkan sbg sebuah profesi dlm pengertian sebenar-
benarnya sebagaimana dibahas disini, kalau bukan menjadi profesi luhur.
D. Menuju Bisnis sebagai Profesi Luhur
Berdasarkan pengertian profesi yang menekankan pada keahlian dan ketrampilan
yang tinggi serta komitmen moral yang mendalam, maka jelas kiranya bahwa pekerjaan
yang kotor tidak akan disebut sebagai profesi. Karena itu sesungguhnya bisnis bukanlah
merupakan profesi, kalau bisnis dianggap sebagai pekerjaan kotor, kendati kata profesi,
professional, dan profesionalisme sering begitu diobral dalam kaitan dengan kegiatan
bisnis.
Namun pihak lain tidak dapat disangkal bahwa ada banyak orang bisnis dan juga
perusahaan yang sangat menghayati pekerjaan dan kegiatan bisnisnya sebagai sebuah
profesi dalam pengertiannya sebagaimana kita jelaskan diatas. Mereka tidak hanya
mempunyai keahlian dan ketrampilan yang tinggi tapi punya komitmen morak yang
mendalam. Karena itu, bukan tiddak mungkin bahwa bisnis pun dapat menjadi sebuah
professi dalam pengertiannya yang sebenar-benarnya bahkan menjadi sebuah profesi
luhur.
E. Mitos Bisnis Amoral
Mitos bisnis amoral mengungkapkan suatu keyakinan bahwa antara bisnis dan
moralitas atau etika tidak ada hubungan sama sekali. Bisnis tidak punya sangkut paut
dengan etika dan moralitas. Keduanya adalah dua bidang yang terpisah satu sama lain.
Etika justru bertentangan dengan bisnis yang ketat, maka orang bisnis tidak perlu
memperhatikan imbauan-imbauan, norma-norma dan nilai-nilai moral.
Bisnis memang sering diibaratkan dengan judi bahkan sudah dianggap sebagai
semacam judi atau permainan penuh persaingan yang ketat. Tidak sepenuhnya benar
bahwa sebagai sebuah permainan (judi), harus dibedakan antara legalitas dan moralitas.
Etika harus dibedakan dari ilmu empiris. Pemberitaan, surat pembaca, dan berbagai aksi
protes yang terjadi dimana-mana untuk mengecam berbagai pelanggaran dalam kegiatan
bisnis, atau mengecam kegiatan bisnis yang tidak baik, menunjukkan bahwa masih
banyak orang dan kelompok masyarakat menghendaki agar bisnis dijalankan secara baik
dan tetap mengindahkan norma-norma moral.
F. Keutamaannya Etika Bisnis
Dalam bisnis modern, para pelaku bisnis dituntut untuk menjadi orang-orang professional
di bidangnya. Perusahaan yang unggul bukan hanya memiliki kinerja dalam bisnis,
manajerial dan finansial yang baik akan tetapi juga kinerja etis dan etos bisnis yang baik.
1) Dalam persaingan bisnis yang sangat ketat, maka konsumen benar-benar raja.
Kepercayaan konsumen dijaga dengan memperlihatkan citra bisnis yang baik dan etis.
2) Dalam sistem pasar terbuka dengan peran pemerintah yang menjamin kepentingan dan
hak bagi semua pihak, maka perusahaan harus menjalankan bisnisnya dengan baik
dan etis.
3) Perusahaan modern sangat menyadari bahwa karyawan bukanlah tenaga yang harus
dieksploitasi demi mendapat keuntungan.
G.Sasaran dan Lingkup Etika Bisnis
Tiga sasaran dan lingkup pokok etika bisnis:
1) Etika bisnis sebagai etika profesi membahas berbagai prinsip, kondisi dan masalah
yang terkait dengan praktek bisnis yang baik dan etis.
2) Untuk menyadarkan masyarakat, khususnya konsumen, buruh atau karyawan, dan
masyarakat luas pemilik asset umum semacam lingkungan hidup, akan hak dan
kepentingan mereka yang tidak boleh dilanggar atau praktek bisnis siapa pun juga.
3) Etika bisnis juga membicarakan mengenai system ekonomi yang sangat menentukan
etis tidaknya suatu praktek bisnis.
H. Prinsip-prinsip Etika Bisnis
Beberapa prinsip umum dalam etika bisnis antara lain:
1. Prinsip Otonomi
Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan
bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri tentang apa yang dianggapnya baik
untuk dilakukan.
2. Prinsip Kejujuran
Prinsip ini merupakan prinsip paling problematic karena masih banyak pelaku bisnis
yang mendasarkan kegiatan bisnisnya pada tipu-menipu atau tindakan curang.
3. Prinsip Keadilan
Yaitu menuntut setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang
adil dan sesuai criteria yang rasional obyektif dan dapat dipertanggung jawabkan.
4. Prinsip Saling Menguntungkan
Yaitu menuntut agar setiap bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga
menguntungkan semua pihak.
5. Prinsip Integritas Moral
Yaitu dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan agar
dia menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baiknya atau nama baik
perusahaan.
I. Etos Kerja
Etos kerja adalah respon yang dilakukan oleh seseorang, kelompok, atau masyarakat
terhadap kehidupan sesuai dengan keyakinannya masing-masing. Setiap keyakinan
mempunyai sistem nilai dan setiap orang yang menerima keyakinan tertentu berusaha
untuk bertindak sesuai dengan keyakinannya.
J. Realisasi Moral Bisnis
Tiga pandangan yang dianut, yaitu:
1) Norma etis berbeda antara satu tempat dengan tempat yang lain.
2) Norma sendirilah yang paling benar dan tepat.
3) Tidak ada norma moral yang perlu diikuti sama sekali.
K. Pendekatan-pendekatan Stockholder
1. Kelompok Primer
Yaitu pemilik modal, saham, kreditor, karyawan, pemasok, konsumen, penyalur dan
pesaing atau rekanan.
2. Kelompok Sekunder
Yaitu pemerintah setempat, pemerintah asing, kelompok social, media massa,
kelompok pendukung, dan masyarakat.
J. Utilitarianisme sebagai Etika Terkini dalam Bisnis
Utilitarianisme pertama kali dikembangkan oleh Jeremy Bentham (1748-1832). Persoalan
yang dihadapi oleh Bentham dan orang-orang sezamannya adalah bagaimana menilai
baik buruknya suatu kebijaksanaan sosial politik, ekonomi, dan legal secara moral.
Singkatnya, bagaimana menilai sebuah kebijaksanaan publik, yaitu kebijaksanaan yang
punya dampak bagi kepentingan banyak orang, secara moral.
1. Utilitarianisme sebagai Proses dan Standar Penilaian
Etika utilitarianisme dipakai sebagai proses untuk mengambil sebuah keputusan,
kebijaksanaan, ataupun untuk bertindak. Dengan kata lain, etika utilitarianisme dipakai
sebagai prosedur untuk mengambil keputusan. Ia menjadi sebuah metode untuk bisa
mengambil keputusan yang tepat tentang tindakan atau kebijaksanaan yang akan
dilakukan.
Etika utilitarianisme juga dipakai sebagai standar penilaian baik tindakan atau
kebijaksanaan yang telah dilakukan. Dalam hal ini, ketiga criteria di atas lalu benar-
benar dipakai sebagai criteria untuk menilai apakah suatu tindakan atau kebijaksanaan
yang telah dilakukan memang baik atau tidak.
Yang paling pokok adalah menilai tindakan atau kebijaksanaan yang telah terjadi
berdasarkan akibat atau konsekuensinya yaitu sejauh mana ia mendatangkan hasil
terbaik bagi banyak orang.
2. Kriteria dan Prinsip Etika Utilitarianisme
Kriteria pertama adalah manfaat, yaitu bahwa kebijaksanaan atau tindakan itu
mendatangkan manfaat atau kegunaan tertentu. Jadi, kebijaksanaan atau tindakan
yang baik adalah yang menghasilkan hal yang baik. Sebaliknya, kebijaksanaan atau
tindakan yang tidak baik adalah yang mendatangkan kerugian tertentu.
Criteria kedua adalah manfaat terbesar, yaitu bahwa kebijaksanaan atau tindakan
itu mendatangkan manfaat terbesar (atau dalam situasi tertentu lebih besar)
dibandingkan dengan kebijaksanaan atau tindakan alternative lainnya.
Criteria ketiga adalah manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang, yaitu
dengan kata lain suatu kebijaksanaan atau tindakan yang baik dan tepat dari segi etis
menurut etika utilitarianisme adalah kebijaksanaan atau tindakan yang membawa
manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang atau sebaliknya membawa akibat
merugikan yang sekecil mungkin bagi sedikit mungkin orang.
Secara padat ketiga prinsip itu dapat dirumuskan sebagai berikut: Bertindaklah
sedemikian rupa sehingga tindakanmu itu mendatangkan keuntungan sebesar
mungkin bagi sebanyak mungkin orang.
3. Nilai Positif Etika Utilitarianisme
1) Rasionalitas, prinsip moral yang diajukan oleh etika utilitarianisme ini tidak
didasarkan pada aturan-aturan kaku yang mungkin tidak kita pahami dan yang tidak
bias kita persoalkan keabsahan.
2) Dalam kaitannya dengan itu, utilitarianisme sangant menghargai kebebasan setiap
pelaku moral. Setiap orang dibiarkan bebas untuk mengambil keputusan dan
bertindak dengan hanya memberinya ketiga criteria objektif dan rasional tadi.
3) Universalitas, yaitu berbeda dengan etika teleologi lainnya yang terutama
menekankan manfaat bagi diri sendiri atau kelompok sendiri, utilitarianisme justru
mengutamakan manfaat atau akibat baik dari suatu tindakan bagi banyak orang.
4. Kelemahan Etika Utilitarianisme
a) Manfaat merupakan konsep yang begitu luas sehingga dalam kenyataan praktis
akan menimbulkan kesulitan yang tidak sedikit.
b) Etika utilitarianisme tidak pernah menganggap serius nilai suatu tindakan pada
dirinya sendiri dan hanya memperhatikan niali suatu tindakan sejauh berkaitan
dengan akibatnya.
c) Etika utilitarianisme tidak pernah menganggap serius kemauan baik seseorang.
d) Variable yang dinilai tidak semuanya dapat dikualifikasi.
e) Seandainya ketiga criteria dari etika utilitarianisme saling bertentangan, maka akan
ada kesulitan dalam menentukan prioritas di antara ketiganya.
f) Etika utilitarianisme membenarkan hak kelompok minoritas tertentu dikorbankan
demi kepentingan mayoritas.
5. Contoh Perusahaan yang Menerapkan Teori Etika Utilitarianisme
PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. atau yang biasa dikenal dengan PGN
merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang transportasi dan distribusi
gas bumi, yang menghubungkan pasokan gas bumi Indonesia dengan konsumen di
seluruh penjuru nusantara.
Awalnya, perusahaan gas pertama di Indonesia adalah perusahaan gas swasta
Belanda bernama I.J.N. Eindhoven & Co yang berdiri pada tahun 1859. Perusahaan ini
memperkenalkan penggunaan gas kota di Indonesia yang terbuat dari batubara.
Setelah kemerdekaan Indonesia, perusahaan ini kemudian menjadi perusahaan milik
pemerintah Indonesia, dan pada 13 Mei 1965 perusahaan ini berubah nama menjadi
Perusahaan Gas Negara. Kemudian, pada 15 Desember 2003 namanya resmi menjadi
PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk.
Penyaluran gas alam untuk pertama kali dilakukan di Cirebon pada tahun 1974,
kemudian disusul berturut-turut di wilayah Jakarta tahun 1979, Bogor tahun 1980,
Medan tahun 1985, Surabaya tahun 1994, dan Palembang tahun 1996.
Tindakan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. dalam menerapkan Teori
Utilitarianisme antara lain:
1. PGN memiliki banyak sekali konsumen di Indonesia yaitu sektor rumah tangga,
komersial dan industri. Sehingga dapat dikatakan perusahaan ini bermanfaat bagi
banyak orang.
2. Perusahaan ini yang semula mengalirkan gas buatan dari batu bara dan minyak
dengan teknik Catalytic Reforming yang tidak ekonomis mulai menggantinya dengan
mengalirkan gas alam pada tahun 1974 di kota Cirebon.
3. Sesuai dengan Slogannya “Energy for Life”, PGN memperkuat pondasi yang ada
dan bertransformasi dari perusahaan transmisi dan distribusi gas bumi menjadi
penyedia solusi energi terintegrasi, yang mendorong pemanfaatan gas bumi untuk
kebutuhan hidup masyarakat dan industri yang semakin meningkat
4. PGN ikut serta dalam mengembangkan budaya peduli lingkungan dengan
mengadakan program-program seperti program pelestarian dan konservasi
lingkungan, program rehabilitasi lingkungan, program penghijauan, program
konservasi lingkungan, program hemat kertas, program kampanye lingkungan dan
lain-lain.
5. PGN berkomitmen untuk kedepannya akan mengurangi penggunaan emisi karbon /
gas rumah kaca dalam kegiatan perusahaan.
6. Seiring meningkatnya kebutuhan energi yang bersih dan terjangkau, PGN terus
menggunakan keahlian dan pengalamannya untuk mengamankan sumber energi
baru untuk memenuhi kebutuhan jangka panjang konsumen.
K. Analisis Keuntungan dan Kerugian
Keuntungan dan kerugian (cost and benefits) yang dianalisis jangan semata-mata
dipusatkan pada keuntungan dan kerugian bagi perusahaan, kendati benar bahwa ini
sasaran akhir. Yang juga perlu mendapat perhatian adalah keuntungan dan kerugian bagi
banyak pihak lain yang terkait dan berkepentingan, baik kelompok primer maupun
sekunder. Jadi, dalam analisis ini perlu juga diperhatikan bagaimana daan sejauh mana
suatu kebijaksanaan dan kegiatan bisnis suatu perusahaan membawa akibat yang
menguntungkan dan merugikan bagi kreditor, konsumen, pemosok, penyalur, karyawan,
masyarakat luas, dan seterusnya. Ini berarti etika utilitarianisme sangat sejalan dengan
apa yang telah kita bahas sebagai pendekatan stakeholder.
Seringkali terjadi bahwa analisis keuntungan dan kerugian ditempatkan dalam
kerangka uang (satuan yang sangat mudah dikalkulasi). Yang juga perlu mendapat
perhatian serius adalah bahwa keuntungan dan kerugian disini tidak hanya menyangkut
aspek financial, melainkan juga aspek-aspek moral; hak dan kepentingan konsimen, hak
karyawan, kepuasan konsumen, dsb. Jadi, dalam kerangka klasik etika utilitarianisme,
manfaat harus ditafsirkan secara luas dalam kerangka kesejahteraan, kebahagiaan,
keamanan sebanyak mungkin pihak terkait yang berkepentingan.
Bagi bisnis yang baik, hal yang juga mendapat perhatian dalam analisis keuntungan
dan kerugian adalah keuntungan dan kerugian dalam jangka panjang. Ini penting karena
bias saja dalam jangka pendek sebuah kebijaksanaan dan tindakan bisnis tertentu sangat
menguntungkan, tapi ternyata dalam jangka panjang merugikan atau paling kurang tidak
memungkinkan perusahaan itu bertahan lama. Karena itu, benefits yang menjadi sasaran
utama semua perusahaan adalah long term net benefits.
Sehubungan dengan ketiga hal tersebut, langkah konkret yang perlu dilakukan dalam
membuat sebuah kebijaksanaan bisnis adalah mengumpulkan dan mempertimbangkan
alternative kebijaksanaan bisnis sebanyak-banyaknya. Semua alternative kebijaksanaan
dan kegiatan itu terutama dipertimbangkan dan dinilai dalam kaitan dengan manfaat bagi
kelompok-kelompok terkait yang berkepentingan atau paling kurang, alternatif yang tidak
erugikan kepentingan semua kelompok terkait yang berkepentingan. Kedua, semua
alternative pilihan itu perlu dinilai berdasarkan keuntungan yang akan dihasilkannya dalam
kerangka luas menyangkut aspek-aspek moral. Ketiga, neraca keuntungan dibandingkan
dengan kerugian, dalam aspek itu, perlu dipertimbagkan dalam kerangka jangka panjang.
Kalau ini bias dilakukan, pada akhirnya ada kemungkinan besar sekali bahwa
kebijaksanaan atau kegiatan yang dilakukan suatu perusahaan tidak hanya
menguntungkan secara financial, melainkan juga baik dan etis.
Sumber Referensi:
DR. A. Sonny Keraf. 2006. Etika Bisnis. Yogyakarta : Kanisius.
id.wikipedia.org/wiki/Utilitarianisme
id.wikipedia.org/wiki/Perusahaan_Gas_Negara
pgn.co.id
Bab 4
EKONOMI DAN KEADILAN
A. Pengantar / Ikhtisar
Dalam zaman kuno, keadilan ekonomi dikedepankan oleh Aristoteles yang
menganggap sebagai sesuatu hal terpenting yang harus diusahakan, karena tidak timbul
dengan otomatis, dan akan dianggap–seperti keadilan pada umumnya–untuk
menentukan bentuk negara. Berdasarkan pemikiran ini dilanjutkan dalam masyarakat
dan abad ekonomis sebagai suatu nilai yang etis dalam zaman modern keadilan
ekonomis tidak banyak diperhatikan sampai muncul lagi dengan kuatnya sekitar
pertengahan abad ke–19 di mana sekian banyak Negara menentukan bentuk negaranya;
apakah secara monarki, sosialis, persemakmuran (common-wealth), union, dan republic,
dan berperan penting dalam demokrasi-demokrasi parlementer secara panjang pada
abad ke 20.
Antara ekonomi dan keadilan terjalin hubungan yang erat, karenanya keduanya
berasal dari sumber yang sama. Sumber itu adalah masalah kelangkaan. Ekonomi timbul
karena ketebatasan sumber daya. Barang yang tersedia selalu langka dan karena itu kita
akan mencarikan untuk membagikannya atau mendistribusikannya dengan paling baik.
Barang yang tersedia dalam keadaan melimpah ruah tidak mungkin akan muncul
masalah ekonomi karena barang itu tidak akan diperjual belikan dan akibatnya tidak akan
diberikan harga ekonomi sebagai ilmu yang akan didefinisikan sebagai berikut. “Ekonomi
adalah studi tentang cara bagaimana masyarakat menggunakan sumber daya yang
langka untuk memproduksikan komoditas-komoditasnya yang berharga dan
mendistribusikannya antara orang-orang yang berbeda. Seandinya tidak ada kelangkaan,
tidak akan ada ekonomi. Selama barang yang tersedia dalam keadaan yang melimpah
tidak bisa memunculkan masalah keadilan. Masalah keadilan atau ketidakadilan baru
muncul jika tidak bersedia barang cukup bagi semua orang yang akan menginginkannya.
Adil tidaknya suatu keadaan selalu terkait juga dengan kelangkaan. Tetapi untuk
menyadari pentingnya keadilan (dan ekonomi) dalam situasi dunia yang sekarang. Perlu
kita ingat bahwa hampir tidak ada lagi barang yang tidak langka.
Ekonom dan politikus dari Belgia Mark Eyskens, menyajikan definisi yang senada;
ilmu ekonomi tak lain adalah refleksi tentang cara manusia menggunakan dengan optimal
sarana-sarana yang mengemukakan lebih banyak definisi. Rupanya pendiri-pendiri
Republik Indonesia memaksudkan hal yang serupa ketika mereka berbicara tentang
masyarakat yang adil dan makmur. Masyarakat yang makmur sekalipun belum diatur
dengan baik kalau tidak ditandai keadilan. Tetapi hal itu tidak berarti bahwa keadilan
hanya merupakan sesuatu ciri sosial saja atau bahwa hanya masyarakat (institusi sosial)
bisa disebut adil dalam arti yang sesungguhnya.
Keadilan harus berperan pada tahap sosial maupun individual. Juga dalam konteks
ekonomi dan bisnis. Keadilan ekonomis harus diwujudkan dalam masyarakat tetapi
keadilan merupakan juga keutamaan yang harus dimiliki oleh pelaku bisnis secara
pribadi. Dan dalam konteks ekonomi dan bisnis salah satu nilai norma terpenting adalah
keadilan.
B. Hakikat Keadilan
Keadilan dapat diartikan sebagai to give everybody his own (memberikan kepada setiap
orang apa yang menjadi haknya).
C. Ciri Khas Keadilan :
1) Keadilan tertuju pada orang lain;
2) Keadilan harus ditegakkan atau dilaksanakan;
3) Keadilan menuntut persamaan (equality).
D. Pembagian Keadilan
1. Menurut Thomas Aquinas
Pembagian keadilan menurut Thomas Aquinas (1225-1274) yang mendasarkan
pandangan filosofisnya atas pemikiran Aristoteles (384-322 SM) disebut juga
pembagian klasik, membedakan keadilan menjadi :
1) Keadilan Umum (general justice): berdasarkan keadilan ini para anggota
masyarakat diwajibkan untuk memberi kepada masyarakat (negara) apa yang
menjadi haknya.
2) Keadilan Distributif (distributive justice): berdasarkan keadilan ini negara
(pemerintah) harus membagi segalanya dengan cara yang sama kepada para
anggota masyarakat.
3) Keadilan Komutatif (commutative justice): berdasarkan keadilan ini setiap orang
harus memberikan kepada orang lain apa yang menjadi haknya.
2. Menurut Boatright dan Velasquez
Pembagian keadilan yang dikemukakan oleh pengarang modern tentang etika bisnis,
khususnya John Boatright dan Manuel Velasquez dapat dibedakan menjadi :
a) Keadilan Distributif (distributive justice) : muncullah benefits and burdens yaitu hal-
hal yang enak untuk didapatkan maupun hal-hal yang menuntut pengorbanan,
harus dibagi dengan adil.
b) Keadilan Retributif (retributive justice) : berkaitan dengan terjadinya kesalahan
sehingga muncul system denda.
c) Keadilan Kompensatoris (compensatory justice) : berdasarkan keadilan ini orang
mempunyai kewajiban moral untuk memberikan kompensasi atau ganti rugi
kepada orang atau instansi yang dirugikan.
E. Paham Tradisional mengenai Keadilan
1. Keadilan Legal
Semua orang atau kelompok masyarakat diperlakukan secara sama oleh negara
berdasarkan hukum yang berlaku dan semua pihak dijamin untuk mendapat
perlakuan yang sama sesuai dengan hukum yang berlaku.
Keadilan yg menyangkut hubungan antara individu atau kelompok masyarakat
dengan negara. Intinya adalah semua orang atau kelompok masyarakat diperlakukan
secara sama oleh negara di hadapan hukum.
2. Keadilan Komutatif
Keadilan ini mengatur hubungan yang adil dan fair antara orang yang satu dan
yang lain atau warga negara yang satu dengan warga negara lainnya.
Keadilan ini menuntut agar dalam interaksi sosial antara warga yang satu dengan
warga yang lain tidak boleh ada pihak yang dirugikan hak dan kepentingannya.
Jika diterapkan dalam bisnis, berarti relasi bisnis dagang harus terjalin dlm
hubungan yang setara dan seimbang antara pihak yang satu dengan lainnya.
3. Keadilan Distributif
Keadilan distributif (keadilan ekonomi) adalah distribusi ekonomi yang merata atau
yang dianggap adil bagi semua warga Negara, yg menyangkut pembagian kekayaan
ekonomi atau hasil-hasil pembangunan. Keadilan distributif juga berkaitan dengan
prinsip perlakuan yang sama sesuai dengan aturan dan ketentuan dalam perusahaan
yang juga adil dan baik.
Keadilan distributif memiliki relevansi dalam dunia bisnis, khususnya dalam
perusahaan, setiap karyawan harus digaji sesuai dengan prestasi, tugas dan tanggung
jawab yang diberikan kepadanya.
4. Keadilan Individual dan Struktural
Keadilan dan upaya menegakkan keadilan menyangkut aspek lebih luas berupa
penciptaan sistem yang mendukung terwujudnya keadilan tersebut. Prinsip keadilan
legal berupa perlakuan yang sama terhadap setiap orang bukan lagi soal orang per
orang, melainkan menyangkut sistem dan struktur sosial politik secara keseluruhan.
Untuk bisa menegakkan keadilan legal, dibutuhkan sistem sosial politik yang
memang mewadahi dan memberi tempat bagi tegaknya keadilan legal tersebut,
termasuk dalam bidang bisnis.
Dalam bisnis, pimpinan perusahaan manapun yang melakukan diskriminasi tanpa
dasar yang bisa dipertanggungjawabkan secara legal dan moral harus ditindak demi
menegakkan sebuah sistem organisasi perusahaan yang memang menganggap serius
prinsip perlakuan yang sama, fair atau adil ini.
5. Keadilan Sosial dan Keadilan Individu
Dalam teori etika modern, ada dua macam prinsip Keadilan Sosial dan Keadilan
Individu–yang kemudian menjadi landasan keadilan distributive–yaitu : prinsip formal
dan prinsip material. Prinsip formal yang dirumuskan dalam bahasa Inggris berbunyi
“equals ought to be treated equally and unequals may be treated unequals”. Yang
dapat diartikan bahwa kasus-kasus yang sama harus diperlakukan dengan cara yang
sama, sedangkan kasus-kasus yang tidak sama boleh saja diperlakukan dengan cara
yg tidak sama. Sedangkan prinsip material menunjukkan kepada salah satu aspek
relevan yang bisa menjadi dasar untuk membagi dengan adil hal-hal yang dicari oleh
berbagai orang.
Berdasarkan prinsip material tersebut, telah dibentuk beberapa teori keadilan
distributive, antara lain :
1) Teori egalitariasme (membagi dengan adil berarti membagi rata);
2) Teori sosialistis (membagi adil sesuai dengan kebutuhan individualnya);
3) Teori liberalistis (membagi adil sesuai dengan kekuasaan atau nilai dan jumlah
kepemilikan individualnya).
Kemudian Beauchamp dan Bowie menyebut enam prinsip keadilan distributif terwujud
apabila diberikan kepada setiap orang dengan syarat :
1) Bagian yang sama
2) Sesuai dengan kebutuhan individualnya
3) Sesuai dengan haknya
4) Sesuai dengan usaha individualnya
5) Sesuai dengan kontribusinya kepada masyarakat
6) Sesuai dengan jasanya
F. Teori Keadilan Menurut Para Ahli
1. Adam Smith
a) Prinsip No Harm
Yaitu prinsip tidak merugikan orang lain, khususnya tidak merugikan hak dan
kepentingan orang lain. Prinsip ini menuntuk agar dlm interaksi sosial apapun setiap
orang harus menahan dirinya untuk tidak sampai merugikan hak dan kepentingan
orang lain, sebagaimana ia sendiri tidak mau agar hak dan kepentingannya
dirugikan oleh siapapun. Prinsip no harm adalah prinsip paling minim dan karena itu
paling pokok yang harus ada untuk memungkinkan kehidupan manusia bisa
bertahan dan juga relasi sosial manusia bisa ada dan bertahan. Dalam bisnis, tidak
boleh ada pihak yg dirugikan hak dan kepentingannya, entah sbg konsumen,
pemasok, penyalur, karyawan, investor, maupun masyarakat luas.
b) Prinsip Non-Intervention
Yaitu prinsip tidak ikut campur tangan. Prinsip ini menuntut agar demi jaminan dan
penghargaan atas hak dan kepentingan setiap orang, tidak seorangpun
diperkenankan untuk ikut campur tangan dalam kehidupan dan kegiatan orang lain
Campur tangan dalam bentuk apapun akan merupakan pelanggaran terhadap hak
orang tertentu yang merupakan suatu harm (kerugian) dan itu berarti telah terjadi
ketidakadilan.
Dalam hubungan antara pemerintah dan rakyat, pemerintah tidak diperkenankan
ikut campur tangan dalam kehidupan pribadi setiap warga negara tanpa alasan yang
dapat diterima, dan campur tangan pemerintah akan dianggap sebagai pelanggaran
keadilan. Dalam bidang ekonomi, campur tangan pemerintah dalam urusan bisnis
setiap warga negara tanpa alasan yang sah akan dianggap sebagai tindakan tidak
adil dan merupakan pelanggaran atas hak individu tersebut, khususnya hak atas
kebebasan.
c) Prinsip Keadilan Tukar
Atau prinsip pertukaran dagang yang fair, terutama terwujud dan terungkap dalam
mekanisme harga pasar. Merupakan penerapan lebih lanjut dari no harm secara
khusus dalam pertukaran dagang antara satu pihak dengan pihal lain dalam pasar.
Adam Smith membedakan antara harga alamiah dan harga pasar atau harga aktual.
Harga alamiah adalah harga yg mencerminkan biaya produksi yg telah dikeluarkan
oleh produsen, yang terdiri dari tiga komponen yaitu biaya buruh, keuntungan
pemilik modal, dan sewa. Harga pasar atau harga aktual adalah harga yang aktual
ditawarkan dan dibayar dalam transaksi dagang di dalam pasar. Kalau suatu barang
dijual dan dibeli pada tingkat harga alamiah, itu berarti barang tersebut dijual dan
dibeli pada tingkat harga yang adil. Pada tingkat harga itu baik produsen maupun
konsumen sama-sama untung. Harga alamiah mengungkapkan kedudukan yang
setara dan seimbang antara produsen dan konsumen karena apa yang dikeluarkan
masing-masing dapat kembali (produsen: dalam bentuk harga yang diterimanya,
konsumen: dalam bentuk barang yang diperolehnya), maka keadilan nilai tukar
benar-benar terjadi.
Dalam jangka panjang, melalui mekanisme pasar yang kompetitif, harga pasar akan
berfluktuasi sedemikian rupa di sekitar harga alamiah sehingga akan melahirkan
sebuah titik ekuilibrium yang menggambarkan kesetaraan posisi produsen dan
konsumen. Dalam pasar bebas yang kompetitif, semakin langka barang dan jasa
yang ditawarkan dan sebaliknya semakin banyak permintaan, harga akan semakin
naik. Pada titik ini produsen akan lebih diuntungkan sementara konsumen lebih
dirugikan. Namun karena harga naik, semakin banyak produsen yang tertarik untuk
masuk ke bidang industri tersebut, yang menyebabkan penawaran berlimpah
dengan akibat harga menurun. Maka konsumen menjadi diuntungkan sementara
produsen dirugikan.
2. Keadilan Distributif John Rawls dalam A Theory of Justice (1971)
a) Teori Keadilan Distributif Rawls
Pasar memberi kebebasan dan peluang yg sama bagi semua pelaku ekonomi.
Kebebasan adalah nilai dan salah satu hak asasi paling penting yg dimiliki oleh
manusia, dan ini dijamin oleh sistem ekonomi pasar. Pasar memberi peluang bagi
penentuan diri manusia sbg makhluk yg bebas. Ekonomi pasar menjamin
kebebasan yg sama dan kesempatan yg fair.
Prinsip-prinsip Keadilan Distributif Rawls, meliputi:
1) Prinsip Kebebasan yg sama.
Setiap orang hrs mempunyai hak yang sama atas sistem kebebasan dasar yg
sama yg paling luas sesuai dg sistem kebebasan serupa bagi semua. Keadilan
menuntut agar semua orang diakui, dihargai, dan dijamin haknya atas
kebebasan scr sama.
2) Prinsip Perbedaan (Difference Principle).
Bahwa ketidaksamaan sosial dan ekonomi harus diatur sedemikian rupa shg
ketidaksamaan tsb: (a) Menguntungkan mereka yg paling kurang beruntung;
dan (b) Sesuai dengan tugas dan kedudukan yg terbuka bagi semua di bawah
kondisi persamaan kesempatan yg sama.
Jalan keluar utama utk memecahkan ketidakadilan distribusi ekonomi oleh
pasar adalah dg mengatur sistem dan struktur sosial agar terutama
menguntungkan kelompok yg tdk beruntung.
a. Kritik atas Teori Rawls
Kendati sangat menarik dan dalam banyak hal efektif memecahkan persoalan
ketimpangan dan kemiskinan ekonomi, mendapat kritik tajam dari segala arah:
a. Prinsip Rawls membenarkan ketidak adilan, karena dengan prinsip tersebut
pemerintah dibenarkan untuk melanggar dan merampas hak pihak tertentu
untuk diberikan pihak lain.
b. Yang lebih tidak adil lagi adalah bahwa kekayaan kelompok tertentu yang
diambil pemerintah itu juga diberikan kepada kelompok yang tidak beruntung
atau miskin karena kesalahan sendiri.
3. Keadilan Distributif Robert Nozick dalam Anarchy State and Utopia (1974)
Nozick menetapkan Prinsip Keadilan Distributif modern antara lain:
a) “Original acquisitions” yaitu kita akan memperoleh sesuatu untuk pertama kali
dengan – misalnya – memproduksi hal itu.
b) “Transfer” yaitu kita akan memiliki sesuatu karena akan diberikan oleh orang lain.
c) “Rectifications of injustice” yaitu kita mendapatkan sesuatu kembali yang dulunya
kalau kita akan memiliki sesuatu dengan adil karena landasan hak– misalnya kita
akan membeli sebidang tanah atau kita dihadiahkan oleh orang lain maka kita
akan menjadi pemilik yang sah dan terserah pada kita saja mau diapakan milik kita
itu.
Nozick mempunyai dua keberatan mendasar terhadap prinsip-prinsip (material)
keadilan distributif yang tradisional. Prinsip-prinsip itu akan bersifat ahistoris dan
mempunyai pola yang akan menentukan sebelumnya (Patterned). Dengan
memandang kedua keberatan ini kita akan dapat memahami posisi Nozick sendiri
dengan lebih baik. Ketiga prinsip Nozick yang merupakan prinsip histories artinya
mereka tidak hanya saja melihat hasil pembagian tetapi mempertanggungjawabkan
juga proses yang melandaskan pembagian atau kepemilikan.
Kesimpulan Nozick adalah bahwa keadilan ditegakkan, jika diakui bakat-bakat dan
sifat-sifat pribadi beserta segala konsekuensinya (Seperti hasil kerja) sebagai satu-
satunya landasan hak (entitlement) jika kita ingin merumuskan prinsip menurut bentuk
tradisionalnya, hanya bisa kita katakan :
“ Dari sikap orang yang sesuai dengan apa yang akan dipilihnya, kepada setiap orang
sesuai dengan apa yang dihasilkan sendiri (barangkali dengan bantuan orang lain
berdasarkan kontrak) apa yang akan dipilih orang lain untuk melakukan bagi dia dan
akan memberikan kepada dia dari apa yang sebelumnya (berdasarkan prinsip ini
juga) diberikan kepada mereka sendiri dan belum mereka habiskan atau alihkan
kepada orang lain”. Atau dirumuskan dengan lebih singkat “dari setiap orang
sebagaimana mereka akan pilih kepada orang sebagaimana mereka pilihkan.”
G. Jalan Keluar Atas Masalah Ketimpangan Ekonomi
Terlepas dari kritik-kritik thd teori Rawls, kita akui bahwa Rawls mempunyai
pemecahan yg cukup menarik dan mendasar atas ketimpangan ekonomi. Dengan
memperhatikan secara serius kelemahan-kelemahan yang dilontarkan, kita dapat
mengajukan jalan keluar tertentu yang sebenarnya merupakan perpaduan teori Adam
Smith yang menekankan pada pasar, dan juga teori Rawls yang menekankan kenyataan
perbedaan bahkan ketimpangan ekonomi yang dihasilkan oleh pasar.
Harus kita akui bahwa pasar adalah sistem ekonomi terbaik hingga sekarang, karena
dari kacamata Adam Smith maupun Rawls, pasar menjamin kebebasan berusaha secara
optimal bagi semua orang. Karena itu kebebasan berusaha dan kebebasan dalam segala
aspek kehidupan harus diberi tempat pertama.
Negara dituntut utk mengambil langkah dan kebijaksanaan khusus tertentu yang
secara khusus dimaksudkan untuk membantu memperbaiki keadaan sosial dan ekonomi
kelompok yang secara obyektif tidak beruntung bukan karena kesalahan mereka sendiri.
Dengan mengandalkan kombinasi mekanisme pasar dan kebijaksanaan selektif
pemerintah yang khusus ditujukan untuk membantu kelompok yang secara obyektif tidak
mampu memanfaatkan peluang pasar secara maksimal. Dalam hal ini penentuan
kelompok yang mendapat perlakuan istimewa harus dilakukan secara transparan dan
terbuka. Langkah dan kebijaksanaan ini mencakup pengaturan sistem melalui pranata
politik dan legal, sebagaimana diusulkan oleh Rawls, tetapi harus tetap selektif sekaligus
berlaku umum. Jalan keluar ini sama sekali tidak bertentangan dengan sistem ekonomi
pasar karena sistem ekonomi pasar sesungguhnya mengakomodasi kemungkinan itu.
Sumber :
Dr. Keraf, A. Sonny. 2006. Etika Bisnis: Tuntutan dan Relevansinya. Yogyakarta:
Kanisius
Bab I
PENDAHULUAN
1.1 Keadilan Menurut Adam Smith
1. Keadilan sesungguhnya hnaya punya satu arti, yaitu keadilan komutatif yang
menyangkut kesetaraan, keseimbangan, keharmonisan hubungan antara satu orang
dengan orang lain. Ketidak adilan berarti pincangnya hubungan atara satu orang
dengan orang lain. Ketidak adilan berarti pincangnya hubungan manusia karena
kesetaraan yang terganggu.
2. Keadilan legal sudah terkandung dalam keadilan komutatif karena keadilan legal
hanya konsekunsi lebih lanjut dari prinsip keadilan komutatif. demi menegakkan
keadilan komutatif, negara harus bersikap netral dan memperlakukan semua pihak
secara sama tanpa terkecuali.
3. Juga menolak keadilan distributif, karena apa yang disebut keadilan selalu
menyangkut hak: semua orang tidak boleh dirugikan haknya. Keadilan distributif justru
tidak berkaitan dengan hak. Orang miskin tidak punya hak untuk menuntut dari orang
kaya untuk membagi kekayannya kepada mereka. Orang miskin hanya bisa meminta,
tidak bisa menuntutnya sebagai sebuah hak. Orang kaya tidak bisa dipaksa untuk
memperbaiki keadaan sosial ekonomi orang miskin.
1.2 Batasan Masalah
Dalam penyusunan penulisan ini, penulis membatasi menjadi beberapa sub pokok
bahasan, meliputi :
1) Pengertian Keadilan dan Bisnis
2) Paham Tradisional Dalam Bisnis
3) Teori Keadilan Adam Smith
1.3 Maksud dan Tujuan
Adapun tujuan penulisan untuk memenuhi tugas softskill mata kuliah Etika Bisnis dalam
membuat jurnal atau tulisan tentang Keadilan Dalam Bisnis.
Maksud dari penulisan ini adalah :
1) Untuk mengetahui apakah itu keadilan?
2) Dapat mengetahui apakah pelaku bisnis disekitar kita sudah menerapkan
mendapatkan keadilan dalam berbisnis ?
3) Dapat memberikan informasi bagi penulis sendiri dan pembaca atas hasil penulisan
ini.
Bab II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Keadilan dan Bisnis
Keadilan merupakan suatu hal yang abstrak, bagaimana mewujudkan suatu
keadilan jika tidak mengetahui apa arti keadilan. Untuk itu perlu dirumuskan definisi yang
paling tidak mendekati dan dapat memberi gambaran apa arti keadilan. Definisi
mengenai keadilan sangat beragam, dapat ditunjukkan dari berbagai pendapat yang
dikemukakan oleh para pakar di bidang hukum yang memberikan definisi berbeda-beda
mengenai keadilan.
Keadilan menurut John Raws (priyono, 1993:35) adalah ukuran yang harus
diberikan untuk mencapai keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan
bersama. Ada 3 prinsip keadilan yaitu : (1) kebebasan yang sama yang sebesar-
besarnya, (2) perbedaan, (3) persamaan yang adil atas kesempatan.
Sedangkan Aristoteles menganggap keadilan merupakan gagasan yang ambigu.
Sebab dari satu sisi, konsep ini mengacu pada keseluruhan kebajikan sosial (termasuk
di dalamnya kebajikan dalam hubungan dengan sesama atau tetangga) dari sisi yang
lain juga mengacu pada salah satu jenis kebajikan khusus. Yang pertama disebut
keadilan Universal (umum) dan yang kedua disebut keadilan Partikular. Adapun
Keadilan Universal adalah keadilan yang terbentuk bersamaan dengan perumusan
hukum dan Keadilan partikular adalah jenis keadilan yang Aristoteles di identikan
dengan kejujuran (fairnes atau equalitas). Keadilan partikular terdiri dari dua jenis, yaitu :
(1) keadilan distributif alahah keadilan proporsional, dan (2) keadilan rektifikatoris atau
keadilan remedial adalah hubungan antarpersona (keadilan dalam perhubungan hukum
seperti terdapat didalam transaksi bisnis ataupun kontrak.
Di sisi lain menurut Adiwarman Karim, Presiden Direktur Karim Business Consulting,
Keadilan adalah perlakukan setiap orang sesuai haknya. Misalnya, berikan upah kepada
karyawan sesuai standar serta jangan pelit memberi bonus saat perusahaan
mendapatkan keuntungan lebih. Terapkan juga keadilan saat menentukan harga,
misalnya dengan tidak mengambil untung yang merugikan konsumen.
Secara etimologi, bisnis berarti keadaan dimana seseorang atau kelompok orang
sibuk melakukan pekerjaan yang menghasilkan keuntungan . Kata "Bisnis" sendiri
memiliki tiga penggunaan, tergantung skupnya - penggunaan singular kata bisnis dapat
merujuk pada tiga bandan usaha, yaitu kesatuan yudiris (hukum), teknis dan ekonomis
yaitu bertujuan mencari laba atau keuntungan . Dalam ilmu ekonom, bisnis adalah suatu
organisasi yang menjual barnag atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya untuk
mendapatkan laba.
2.2 Paham Tradisional Dalam Bisnis
2.2.1 Keadilan Legal
Menyangkut hubungan antara individu atau kelompok masyarakat dengan negara.
Intinya adalah semua orang atau kelompok masyarakat diperlakukan secara sama
oleh negara di hadapan hukum.
Dasar moral :
1) Semua orang adalah manusia yang mempunyai harkat dan martabat yang
sama dan harus diperlakukan secara sama.
2) Semua orang adalah warga negara yang sama status dan kedudukannya,
bahkan sama kewajiban sipilnya, sehingga harus diperlakukan sama sesuai
dengan hukum yang berlaku.
Konsekuensi legal :
1) Semua orang harus secara sama dilindungi hukum, dalam hal ini oleh negara.
2) Tidak ada orang yang akan diperlakukan secara istimewa oleh hukum atau
negara.
3) Negara tidak boleh mengeluarkan produk hukum untuk kepentingan kelompok
tertentu.
4) Semua warga harus tunduk dan taat kepada hukum yang berlaku.
2.2.2 Keadilan Komutatif
1) Mengatur hubungan atau fair antara orang yang satu dengan yanglain atau
warga negara satu dengan warga negara lainnya.
2) Menuntut agar dalam interaksi sosial antara warga satu dengan yanglainnya
tidak boleh ada pihak yang dirugikan hak dan kepentingannya.
3) Jika diterapkan dalam bisnis, berarti relasi bisnis dagang harus terjalin
dalam hubungan yang setara dan seimbang antara pihak yang satu
dengan lainnya.
4) Dalam bisnis, keadilan komutatif disebut sebagai keadilan tukar. Dengan kata
lain keadilan komutatif menyangkut pertukaran yang fair antara pihak-pihak
yang terlibat.
5) Keadilan ini menuntut agar baik biaya maupun pendapatan sama-sama dipikul
secara seimbang.
2.2.3 Keadilan Distributif
1) Keadilan distributif (keadilan ekonomi) adalah distribusi ekonomi yang merata
atau yang dianggap merata bagi semua warga negara. Menyangkut pembagian
kekayaan ekonomi atau hasil-hasil pembangunan.
2) Persoalannya apa yang menjadi dasar pembagian yang adil itu? Sejauh mana
pembagian itu dianggap adil?
3) Dalam sistem aristokrasi, pembagian itu adil kalau kaum ningrat mendapat lebih
banyak, sementara para budaknya sedikit.
4) Menurut Aristoteles, distribusi ekonomi didasarkan pada prestasi dan peran
masing-masing orang dalam mengejar tujuan bersama seluruh warga negara.
5) Dalam dunia bisnis, setiap karyawan harus digaji sesuai dengan prestasi, tugas,
dan tanggungjawab yang diberikan kepadanya.
6) Keadilan distributif juga berkaitan dengan prinsip perlakuan yg sama sesuai
dengan aturan dan ketentuan dalam perusahaan yg juga adil dan baik.
2.3 Teori Keadilan Modern
2.3.1 Keadilan Komutatif menurut Adam Smith
Adam Smith hanya menerima satu konsep atau teori keadilan, yaitu keadilan
komutatif. Alasannya karena menurut Adam Smith yang disebut keadilan
sesungguhnya hanya punya satu arti yaitu keadilan yang menyangkut kesetaraan,
keseimbangan, keharmonisan hubungan antara satu orang dengan orang lain.
Berikut adalah Prinsip Komutatif Adam Smith:
2.3.1.1 Prinsip No Harm
Yaitu prinsip tidak merugikan orang lain, khususnya tidak merugikan
hak dan kepentingan orang lain.
Prinsip ini menuntuk agar dalam interaksi sosial apapun setiap orang harus
menahan dirinya untuk tidak sampai merugikan hak dan kepentingan orang
lain, sebagaimana ia sendiri tidak mau agar hak dan kepentingannya
dirugikan oleh siapapun. Dalam bisnis, tidak boleh ada pihak yang
dirugikan hak dan kepentingannya, entah sebagai konsumen, pemasok,
penyalur, karyawan, investor, maupun masyarakat luas.
2.3.1.2 Prinsip Non-Intervention
Yaitu prinsip tidak ikut campur tangan. Prinsip ini menuntut agar demi
jaminan dan penghargaan atas hak dan kepentingan setiap orang, tidak
seorangpun diperkenankan untuk ikut campur tangan dlm kehidupan dan
kegiatan orang lain
Campur tangan dalam bentuk apapun akan merupakan pelanggaran
terhadaphak orang yang merupakan suatu harm (kerugian) dan itu berarti
telah terjadi ketidakadilan. Dalam hubungan antara pemerintah dan rakyat,
pemerintah tidak diperkenankan ikut campur tangan dalam kehidupan
pribadi setiap warga negara tanpa alasan yang dapat diterima, dan campur
tangan pemerintah akan dianggap sebagai pelanggaran keadilan. Dalam
bidang ekonomi, campur tangan pemerintah dlm urusan bisnis setiap
warga negara tanpa alasan yang sah akan dianggap sbg tindakah tidak
adil dan merupakan pelanggran atas hak individu tsb, khususnya hak atas
kebebasan.
2.3.1.3 Prinsip Keadilan Tukar
Atau prinsip pertukaran dagang yang fair, terutama terwujud dan terungkap
dalam mekanisme harga pasar.
Merupakan penerapan lebih lanjut dari no harm secara khusus dalam
pertukaran dagang antara satu pihak dengan pihal lain dalam pasar.
Adam Smith membedakan antara harga alamiah dan harga pasar atau
harga aktual. Harga alamiah adalah harga yang mencerminkan biaya
produksi yang telah dikeluarkan oleh produsen, yang terdiri dari tiga
komponen yaitu biaya buruh, keuntungan pemilik modal, dan sewa. Harga
pasar atau harga aktual adalah harga yang aktual ditawarkan dan dibayar
dalam transaksi dagang di dalam pasar.
Kalau suatu barang dijual dan dibeli pada tingkat harga alamiah, itu berarti
barang tersebut dijual dan dibeli pada tingkat harga yang adil. Padatingkat
harga itu baik produsen maupun konsumen sama-sama untung. Harga
alamiah mengungkapkan kedudukan yang setara and seimbang antara
produsen dan konsumen karena apa yang dikeluarkan masing-masing
dapat kembali (produsen: dalam bentuk harga yang diterimanya,
konsumen: dlm bentuk barang yang diperolehnya), maka keadilan nilai
tukar benar-benar terjadi.
Dalam jangka panjang, melalui mekanisme pasar yang kompetitif, harga
pasar akan berfluktuasi sedemikian rupa di sekitar harga alamiah
sehinggaakan melahirkan sebuah titik ekuilibrium yang menggambarkan
kesetaraan posisi produsen dan konsumen.
Dalam pasar bebas yang kompetitif, semakin langka barang dan jasa yang
ditawarkan dan sebaliknya semakin banyak permintaan, harga akan
semakin naik. Pada titik ini produsen akan lebih diuntungkan sementara
konsumen lebih dirugikan. Namun karena harga naik, semakin banyak
produsen yang tertarik utk masuk ke bidang industri tersebut, yang
menyebabkan penawaran berlimpah dengan akibat harga menurun. Maka
konsumen menjadi diuntungkan sementara produsen dirugikan.
2.3.2 Keadilan Distributif menurut John Rawls
Pasar memberi kebebasan dan peluang yang sama bagi semua pelaku
ekonomi. Kebebasan adalah nilai dan salah satu hak asasi paling penting yg
dimiliki oleh manusia, dan ini dijamin oleh sistem ekonomi pasar. Pasar
memberi peluang bagi penentuan diri manusia sbg makhluk yg bebas.
Ekonomi pasar menjamin kebebasan yg sama dan kesempatan yg fair.
2.2.3.1 Prinsip-prinsip Keadilan Distributif Rawls
2.2.3.1.1 Prinsip Kebebasan yg sama.
Setiap orang hrs mempunyai hak yang sma atas sistem kebebasan
dasar yg sama yg paling luas sesuai dengan sistem kebebasan
serupa bagi semua. Keadilan menuntut agar semua orang diakui,
dihargai, dan dijamin haknya atas kebebasan scr sama.
2.2.3.1.2 Prinsip Perbedaan (Difference Principle).
Bahwa ketidaksamaan sosial dan ekonomi harus diatur sedemikian
rupa sehingga ketidaksamaan tersebut :
1) Menguntungkan mereka yg paling kurang beruntung, dan
2) Sesuai dengan tugas dan kedudukan yg terbuka bagi semua di
bawah kondisi persamaan kesempatan yang sama.
Jalan keluar utama untuk memecahkan ketidakadilan distribusi
ekonomi oleh pasar adalah dengan mengatur sistem dan struktur
sosial agar terutama menguntungkan kelompok yang
tidak beruntung.
2.2.3.2 Kritik atas Teori Rawls:
Bab III
METODOLOGI PENELITIAN
Untuk memperoleh data yang digunakan dalam tugas ini, penulis menggunakan Metode
Searching di Internet, yaitu dengan membaca referensi-referensi yang berkaitan dengan
masalah yang dibahas dalm tugas ini, membaca buku-buku bacaan serta jurnal-jurnal yang
berkaitan dengan penelitian ini.
Bab IV
PEMBAHASAN
5.1 Contoh Keadilan Dalam Bisnis
Perlakuan yang adil oleh manajemen perusahaan terhadap karyawan akan
menumbuhkan sikap positif dalam perusahaan maupun berkerja. Semakin adil
perusahaan memperlakukan karyawan, komitmen dan kinerja karyawan semakin tinggi.
Karyawan menghendaki perlakuan adil baik dari sisi distribusi dan prosedur atau dikenal
keadilan distributif dan keadilan procedural. Ketika para karyawan merasa diperlukan
adil, jiwa mereka akan tumbuh dua jenis outcomes berupa kepuasan dan komitmen
kerja.
Apabila karyawan menilai perlakuan yang mereka terima adil, maka hal ini akan
berpengaruh pada dua jenis hal, yaitu keputusan karyawan da komitmen karyawan.
Semakin tinggi mempersepsikan keadilan suatu kebijakan atau praktik manajemen,
maka ini akan berdampak pada peningkatan kepuasan dan komitmen karyawan (Heru
Kurnianto Tjahjono: Pikiran Rakyat, 14 Juli 2009). Perusahaan atau organisasi yang baik
akan mengeluarkan kebijakan yang mendorong karyawan berkomitmen dan merasa
dalam lingkungan yang diperlakukan secara adil oleh manajemen perusahaan atau
organisasi tersebut.
Heru Kuminto menyatakan, karyawan menghendaki perlakuan adil baik dari sisi
distribusi dan prosedur atau dikenal keadilan distributif dan procedural. Ketika para
karyawan merasa diperlukan adil, jiwa mereka akan tumbuh dua jenis outcomes berupa
kepuasan dan komitmen kerja. Keadilan terhadap karyawan bukan berarti tidak boleh
menurunkan gaji karyawan. Hal itu boleh saja dilakukan asal dilakukan dengan seadil-
adilnya. Pemimpin perusahaan KLA Instrument, Ken Levy menggunakan prinsip
keadilan yang penulis maksudkan, ketika perusahaan tersebut mengalami kesulitan. Ia
mengatakan dalam suatu rapat “pada hari ini saya menghendaki gaji karyawan dipotong
10%, tetapi karena saya mendapat yang paling besar maka saya mohon dipotong 20 %”.
Diluar dugaan, orang yang menghadiri rapat tersebut bukannya menjadi kesal karena
pemotongan itu, tetapi mereka sepakat dan karyawan tetap bekerja keras. Moral
karyawan bukan menurun, tetapi justru meningkat tajam, karena pemimpinnya
menggunakan prinsip keadilan.
5.2 Studi Kasus Enron
5.2.1 Sejarah Enron
Enron didirikan pada 1930 sebagai Northern Natural Gas Company, sebuah
konsorsium dari Northern American Power and Light Company, Lone Star Gas
Company, dan United Lights and Railways Corporation. Kepemilikan konsorsium ini
secara bertahap dan pasti dibubarkan antara 1941 dan 1947 melalui penawaran
saham kepada publik. Pada 1979, Northern Natural Gas mengorganisir dirinya
sebagai sebuah holding company, internorth , yang menggantikan Northern Natural
Gas di Pasar Saham Nwe York (New York Stock Exchange).
Enron Corporation adalah sebuah perusahaan energi Amerika yang berbasis
di Houston, Texas, Amerika Serikat. Sebelum bangkrutnya pada akhir 2001, Enron
mempekerjakan sekitar 21.000 orang pegawai dan merupakan salah satu
perusahaan terkemuka di dunia dalam bidang listrik, gas alam, bubur kertas dan
kertas, dan komunikasi. Enron mengaku penghasilannya pada tahun 2000
berjumlah $101 miliar.
Fortune menamakan Enron "Perusahaan Amerika yang Paling Inovatif" selama
enam tahun berturut-turut. Enron menjadi sorotan masyarakat luas pada akhir
2001, ketika terungkapkan bahwa kondisi keuangan yang dilaporkannya didukung
terutama oleh penipuan akuntansi yang sistematis, terlembaga, dan direncanakan
secara kreatif. Operasinya di Eropa melaporkan kebangkrutannya pada 30
November 2002, dan dua hari kemudian, pada 2 Desember, di AS Enron
mengajukan permohonan perlindungan Chapter 11, Saat itu, kasus itu merupakan
kebangkrutan terbesar dalam sejarah AS dan menyebabkan 4.000 pegawai
kehilangan pekerjaan mereka.
5.2.2 Konflik Keadilan
Amerika Serikat banyak digunakan sebagai kiblat perekonomian oleh negara-
negara di dunia karena dianggap mampu menghasilkan kesejahteraan yang tinggi
bagi masyarkatnya. Namun, Amerika Serikat juga memiliki potret sistem
perekonomian yang buram dengan mencuatnya kasus perusahaan energi terbesar
di Amerika yaitu kasus Enron. Perusahan Enron tiba-tiba dinyatakan pailit setelah
tahun-tahun sebelumnya melaporkan kondisi keuangannya yang sehat begitupula
tingkat laba yang tinggi. Kebangkrutan ini bukan disebabkan oleh ekonomi dunia
yang sedang melemah, melainkan kesalahan fatal dalam sistem akuntan mereka.
Selama tujuh tahun terakhir, Enron melebih-lebihkan laba bersih dan menutup-
tutupi utang mereka.
Kasus Enron ini menghadirkan sejumlah fenomena ketidakadilan bagi
masyarakat Amerika Serikat maupun dunia. Stakeholder-stakeholder yang ada
tidak mendapatkan haknya untuk mengetahui informasi yang sebenarnya.
Berdasarkan konsep keadilan, seharusnya semua stakeholder dengan segala
kepentingannya berhak memproleh informasi untuk mendukung keputusannya.
Arthur Andersen selaku auditor independen mengambil peran yang banyak karena
bertanggung jawab dalam memeriksa sekaligus memberikan jasa konsultasi
terhadap perusahaan energi ini. Inilah salah satu sumber ketidakadilan itu, ketika
Andersen harus memposisikan dirinya untuk menasehati Enron sekaligus harus
memeriksanya sehingga sama dia memeriksa dirinya sendiri.
Andersen yang masuk dalam The Big Five ini pun dianggap bertanggung
jawab dalam memberikan usulan untuk membentuk partnership yang dijadikan
Enron sebagai kolega untuk menyembunyikan keburukannya sebagai perusahaan
besar. Dari segi hukum, kelihatannya hal ini tidak melanggar karena juga dibantu
oleh Vinson & Eikins sebuah kantor hukum yang menjadi penasehat Enron. Hal
inilah yang menghipnotis pandangan masyarakat sehingga melihat Enron begitu
‘kuat’ hingga harus tersadarkan dengan pengumuman kepailitannya.
Kasus Enron betul-betul komplit dalam menggambarkan proses ketidakadilan,
mulai dari proses beroperasinya perusahaan hingga informasi yang disampaikan
kepada masyarakt. Namun kesalahan ini tidak hanya bisa dilimpahkan pada Enron,
Andersen, serta Vinson & Eikins karena pemerintah juga mendukung dengan
aturan-aturan yang ada. Aturanlah yang memboleh Andersen menjadi auditor
sekaligus konsultan bagi Enron, begitupula hukum-hukum bisnis yang lain seperti
aturan mengenai konsolidasi laporan keuangan. Jadi, ketidakadilan bisa dilihat baik
dari segi keadilan sosial maupun ditimbang dengan hukum baik secara langsung
maupun tidak secara langsung.
Bab V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan dan teori-teori yang diungkapkan para ahli, bahwa keadilan
merupakan elemen penting dalam bisnis. Dari beberapa contoh diatas kita tahu bahwa
keadilan, perilaku etis dan kepercayaan dapat mempengaruhi operasi perusahaan.
Kunci utama kesuksesan bisnis adalah reputasinya sebagai pengusaha yang
memegang teguh integritas dan kepercayaan pihak lain.
Enron dan KAP Arthur Andersen sudah melanggar konsep keadilan dan
kejujuran yang seharusnya menjadi pedoman dalam melaksanakan tugasnya dan
bukan untuk dilanggar. Yang menyebabkan kebangkrutan dan keterpurukan pada
perusahaan Enron adalah Editor, Arthur Andersen (satu dari lima perusahaan akuntansi
terbesar) yang merupakan kantor akuntan Enron. Keduanya telah bekerja sama dalam
memanipulasi laporan keuangan sehingga merugikan berbagai pihak baik pihak
eksternal seperti para pemegang saham dan pihak internal yang berasal dari dalam
perusahaan enron. Enron telah melanggar etika dalam bisnis dengan tidak melakukan
manipulasi-manipulasi guna menarik investor. Sedangkan Arthur Andersen yang
bertindak sebagai auditor pun telah melanggar etika profesinya sebagai seorang
akuntan. Arthur Andersen telah melakukan “kerjasama” dalam memanipulasi laporan
keuangan Enron. Hal ini jelas Arthur Andersen tidak bersikap independent sebagaimana
yang seharusnya sebagai seorang akuntan. Dan Jelas kasus ini sangat membuat para
investor menjadi ikut menderita akibat tindakan yang sangat merugikan keuangan
internasional. Sejak saat itu para investor mengurangi aktivitasnya di bursa saham
sehingga gairah bursa dunia menjadi lesu. Enron juga menjadi lambang populer dari
penipuan dan korupsi korporasi yang dilakukan secara sengaja.
5.2 Saran
1) Untuk para investor sebaiknya lebih berhati-hati dalam membidik peluang investasi;
2) KAP Andersen seharusnya menjungjung tinggi independensi dan profesionalisme,
serta tidak melakukan pelanggaran kode etik profesi dan ingkar dari tanggungjawab
terhadap profesi maupun masyarakat;
3) Seharusnya pemerintah pada saat itu tidak mendukung juga dengan aturan-aturan
yang ada. Jadi, tidak ada hukum mengenai konsolidasi laporan keuangan yang bisa
menghentikn perbuatan curang itu dan pada saat itu Aturanlah yang memboleh
Andersen menjadi auditor sekaligus konsultan bagi Enron. Dari situ ketidakadilan
bisa dilihat baik dari segi keadilan sosial maupun ditimbang dengan hukum baik
secara langsung maupun tidak secara langsung.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Keraf, A. Sonny. 2006. Etika Bisnis: Tuntutan dan Relevansinya. Yogyakarta: Kanisius
Drs. M. Sastrapratedja. 2002. Etika Dan Hukum: Relevansi Teori Hukum Kodrat Th.Aquinas.
Yogyakarta : Kanisius
http://japanesebuginese.wordpress.com/2012/10/05/kasus-keadilan-dan-ketidakadilan/
http://id.wikipedia.org/wiki/Enron
Bab 5
ETIKA PASAR BEBAS
dan PERAN PEMERINTAH
Bila kelima hal tersebut dilakukan maka niscaya di era globalisasi dan perdagangan bebas
ini, Indonesia akan mampu bangkit dan bersaing di pasar domestik maupun di pasar
global sehingga diakui dimata dunia dan pada gilirannya dapat memberikan kesejahteraan
dan kemakmuran yang diharapkan seluruh rakyat Indonesia.
Referensi:
http://fraditya13.blogspot.com/2012/11/etika-bisnis-etika-pasar-bebas.html
http://perilaku-konsumen.blogspot.com/2010/11/etika-dalam-pasar-bebas.html
http://gunawancorleone.blogspot.co.id/2011/11/etika-bisnis-dalam-pasar-persaingan.html
https://novrygunawan.wordpress.com/2010/11/28/contoh-kasus-etika-bisnis-kasus-di-
tolaknya-indomie-di-taiwan-tugas-etika-bisnis-ke-2
Bab 6
ETIKA BISNIS DAN LINGKUNGAN
Bab 7
ETIKA BISNIS DALAM PERUSAHAAN
REFERENSI :
http://syadiashare.com/pengertian-perusahaan.html
http://makalahdanskripsi.blogspot.com/2008/08/pengertian-perusahaan.html
http://www.anneahira.com/artikel-umum/etika-bisnis.html
http://rosicute.wordpress.com/2010/11/23/pengertian-etika-bisnis
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/09/teori-etika-bisnis-dan-pengertian -pasar-monopoli
-dan-oligopoly.html
Bab 8
ETIKA PERILAKU PERUSAHAAN
DAFTAR PUSTAKA
Greenberg, Jerald dan Baron, Robert A. (2010). Behavior In Organizations. Upper Saddle
River: Pearson Education.
Velasquez, Manuel G. (2010). Business Ethics Concepts and Cases. Upper Sadle River:
Prentice Hall.
Bertens, Kees. (2000). Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta: Kanisius.
Bab 9
ETIKA DISKRIMINASI PEKERJAAN
Bab 10
ETIKA PRODUKSI DAN PEMASARAN KONSUMEN
Bab 11
ETIKA IKLAN
ABSTRAK
Penulisan yang berjudul “Iklan Dalam Etika dan Estetika“ ini membahas tentang
bagaimana seharusnya produsen mempromosikan suatu produk barang atau jasa kepada
konsumen dilihat dari sisi kepentingan perusahaan dan hak-hak konsumen. Makalah ini
dilatarbelakangi oleh penerapan etika dan estetika dalam iklan yang dilakukan sebuah
perusahaan untuk menarik perhatian konsumen. Hampir setiap hari kita dibanjiri oleh iklan
yang disajikan media-media massa, baik cetak maupun elektronik. Akibatnya seakan-akan
upaya pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari untuk sebagian besarnya dikondisikan oleh
iklan. Memang, inilah sebenarnya peran yang diemban oleh iklan, yakni sebagai kekuatan
ekonomi dan sosial yang menginformasikan konsumen perihal produk-produk barang dan
jasa yang bisa dijadikan sebagai pemuas kebutuhan. Dalam peran seperti inilah, di mana
pun juga, kita bisa dengan mudah menemukan iklan-iklan mulai dari yang paling sekuler
sampai kepada informasi mengenai aktivitas-aktivitas keagamaan, perjalanan ziarah, dan
sebagainya.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam dunia bisnis, iklan merupakan satu kekuatan yang dapat digunakan untuk
menarik konsumen sebanyak-banyaknya. Penekanan utama iklan adalah akses
informasi dan promosi dari pihak produsen kepada konsumen. Sebagai media, baik
yang berupa visual atau oral, iklan jenis punya tendensi untuk mempengaruhi khalayak
umum untuk mencapai target keuntungan.
Iklan pada hakikatnya merupakan salah satu strategi pemasaran yang dimaksudkan
untuk mendekatkan barang yang hendak dijual kepada konsumen, dengan kata lain
mendekatkan konsumen dengan produsen. Sasaran akhir seluruh kegiatan bisnis
adalah agar barang yang telah dihasilkan bisa dijual kepada konsumen. Secara positif
iklan adalah suatu metode yang digunakan untuk memungkinkan barang dapat dijual
kepada konsumen.
Hampir setiap hari kita dibanjiri oleh iklan yang disajikan media-media massa, baik
cetak maupun elektronik. Akibatnya seakan-akan upaya pemenuhan kebutuhan hidup
sehari-hari untuk sebagian besarnya dikondisikan oleh iklan. Memang, inilah sebenarnya
peran yang diemban oleh iklan, yakni sebagai kekuatan ekonomi dan sosial yang
menginformasikan konsumen perihal produk-produk barang dan jasa yang bisa dijadikan
sebagai pemuas kebutuhan. Masalah moral dalam iklan muncul ketika iklan kehilangan
nila-nilai normatifnya dan menjadi semata-mata bersifat propaganda barang dan jasa
demi profit yang semakin tingi dari para produsen barang dan jasa maupun penyedia
jasa iklan.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana seharusnya produsen mempromosikan suatu produk barang atau jasa
kepada konsumen dilihat dari sisi kepentingan perusahaan dan hak-hak konsumen.
1.3 Batasan masalah
Batasan masalah penulisan ini adalah hanya terbatas membahasbagaimana seharusnya
produsen mempromosikan suatu produk barang atau jasa kepada konsumen dilihat dari
sisi kepentingan perusahaan dan hak-hak konsumen.
1.4 Tujuan Penulisan
Mengetahui bagaimana seharusnya produsen mempromosikan suatu produk barang
atau jasa kepada konsumen dilihat dari sisi kepentingan perusahaan dan hak-hak
konsumen.
BAB II
LANDASAN TEORI
BAB III
METODE PENULISAN
Pada penulisan ini, informasi yang didapatkan oleh penulis bersumber dari internet
yang berkaitan dengan etika bisnis agar rumusan dan tujuan penulisan ini dapat terjawab.
Data dalam penulisan ini mengunakan data sekunder. Dimana pengertian Data Sekunder
adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada
(peneliti sebagai tangan kedua). Data sekunder dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti
Biro Pusat Statistik (BPS), buku, laporan, jurnal, dan lain-lain.
BAB IV
PEMBAHASAN
Dari persoalan di atas, beberapa prinsip yang kiranya perlu diperhatikan dalam iklan,
sebagai berikut :
1) Iklan tidak boleh menyampaikan informasi yang palsu dengan maksud memperdaya
konsumen.
2) Iklan wajib menyampaikan semua informasi tentang produk tertentu, khususnya
menyangkut keamanan dan keselamatan manusia.
3) Iklan tidak boleh mengarah pada pemaksaan khususnya secara kasar dan terang-
terangan.
4) Iklan tidak boleh mengarah pada tindakan yang bertentangan dengan moralitas.
4.3 Makna Etika dan Estetika Dalam Iklan
Fungsi iklan pada akhirnya membentuk citra sebuah produk dan perusahaan di mata
masyarakat. Citra ini terbentuk oleh kesesuaian antara kenyataan sebuah produk yang
diiklankan dengan informasi yang disampaikan dalam iklan. Prinsip etika bisnis yang paling
relevan dalam hal ini adalah nilai kejujuran. Dengan demikian, iklan yang membuat
pernyataan salah atau tidak benar dengan maksud memperdaya konsumen adalah sebuah
tipuan.
Ciri-ciri iklan yang baik :
a. Etis: berkaitan dengan kepantasan.
b. Estetis: berkaitan dengan kelayakan (target market, target audiennya, kapan harus
ditayangkan?).
c. Artistik: bernilai seni dan memenuhi nilai estetika sehingga mengundang daya tarik
khalayak.
Contoh Penerapan Etika dalam Periklanan :
a. Iklan rokok: Tidak menampakkan secara eksplisit orang merokok.
b. Iklan pembalut wanita: Tidak memperlihatkan secara realistis dengan memperlihatkan
daerah kepribadian wanita tersebut.
c. Iklan sabun mandi: Tidak dengan memperlihatkan orang mandi secara utuh.
Etika secara umum :
a. Jujur : tidak memuat konten yang tidak sesuai dengan kondisi produk
b. Tidak memicu konflik SARA
c. Tidak mengandung pornografi
d. Tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.
e. Tidak melanggar etika bisnis, contoh: saling menjatuhkan produk tertentu dan
sebagainya.
f. Tidak plagiat.
4.4 Kebebasan Konsumen
Iklan merupakan suatu aspek pemasaran yang penting, sebab iklan menentukan
hubungan antara produsen dengan konsumen. Secara konkrit, iklan menentukan pula
hubungan penawaran dan permintaan antara produsen dan pembeli, yang pada
gilirannya ikut pula menentukan harga barang yang dijual dalam pasar.
Kode etik periklanan tentu saja sangat diharapkan untuk membatasi pengaruh iklan
ini. Akan tetapi, perumusan kode etik ini harus melibatkan berbagai pihak, yang antara
lain: ahli etika, konsumen (lembaga konsumen), ahli hukum, pengusaha, pemerintah,
tokoh agama, dan tokoh masyarakat tertentu, tanpa harus merampas kemandirian profesi
periklanan. Yang juga penting adalah bahwa profesi periklanan dan organisasi profesi
periklanan perlu benar-benar mempunyai komitmen moral untuk mewujudkan iklan yang
baik bagi masyarakat. Namun, jika ini tidak memadai, kita membutuhkan perangkat legal
politis dalam bentuk aturan perundang-undangan tentang periklanan beserta sikap tegas
tanpa kompromi dari pemerintah melalui departemen terkait untuk menegakkan dan
menjamin iklan yang baik bagi masyarakat.
4.5 Prinsip Moral yang Perlu dalam Iklan
1. Prinsip Kejujuran
Prinsip ini berhubungan dengan kenyataan bahwa bahasa penyimbol iklan seringkali
dilebih-lebihkan, sehingga bukannya menyajikan informasi mengenai persediaan
barang dan jasa yang dibutuhkan oleh konsumen, tetapi mempengaruhi bahkan
menciptakan kebutuhan baru. Maka yang ditekankan di sini adalah bahwa isi iklan
yang dikomunikasikan haruslah sungguh-sungguh menyatakan realitas sebenarnya
dari produksi barang dan jasa. Sementara yang dihindari di sini, sebagai konsekuensi
logis, adalah upaya manipulasi dengan motif apa pun juga.
2. Prinsip Martabat Manusia sebagai Pribadi
Bahwa iklan semestinya menghormati martabat manusia sebagai pribadi semakin
ditegaskan dewasa ini sebagai semacam tuntutan imperatif (imperative requirement).
Iklan semestinya menghormati hak dan tanggung jawab setiap orang dalam memilih
secara bertanggung jawab barang dan jasa yang ia butuhkan. Ini berhubungan
dengan dimensi kebebasan yang justeru menjadi salah satu sifat hakiki dari martabat
manusia sebagai pribadi. Maka berhadapan dengan iklan yang dikemas secanggih
apa pun, setiap orang seharusnya bisa dengan bebas dan bertanggung jawab
memilih untuk memenuhi kebutuhannya atau tidak.
Yang banyak kali terjadi adalah manusia seakan-akan dideterminir untuk memilih
barang dan jasa yang diiklankan, hal yang membuat manusia jatuh ke dalam sebuah
keniscayaan pilihan. Keadaan ini bisa terjadi karena kebanyakan iklan dewasa ini
dikemas sebegitu rupa sehingga menyaksikan, mendengar atau membacanya segera
membangkitkan “nafsu” untuk memiliki barang dan jasa yang ditawarkan (lust),
kebanggaan bahwa memiliki barang dan jasa tertentu menentukan status sosial
dalam masyarakat, dll.
3. Iklan dan Tanggung Jawab Sosial
Meskipun sudah dikritik di atas, bahwa iklan harus menciptakan kebutuhan-kebutuhan
baru karena perananya yang utama selaku media informasi mengenai kelangkaan
barang dan jasa yang dibutuhkan manusia, namun dalam kenyataannya sulit dihindari
bahwa iklan meningkatkan konsumsi masyarakat. Artinya bahwa karena iklan
manusia “menumpuk” barang dan jasa pemuas kebutuhan yang sebenarnya bukan
merupakan kebutuhan primer. Penumpukan barang dan jasa pada orang atau
golongan masyarkat tertentu ini disebut sebagai surplus barang dan jasa pemuas
kebutuhan. Menyedihkan bahwa surplus ini hanya dialami oleh sebagai kecil
masyarakat. Bahwa sebagian kecil masyarakat ini, meskipun sudah hidup dalam
kelimpahan, toh terus memperluas batasa kebutuhan dasarnya, sementara mayoritas
masyarakat hidup dalam kemiskinan.
Di sinilah kemudian dikembangkan ide solidaritas sebagai salah satu bentuk tanggung
jawab sosial dari iklan. Berhadapan dengan surplus barang dan jasa pemuas
kebutuhan manusia, dua hal berikut pantas dipraktekkan. Pertama, surplus barang
dan jasa seharusnya disumbangkan sebagai derma kepada orang miskin atau
lembaga/institusi sosial yang berkarya untuk kebaikan masyarakat pada umumnya
(gereja, mesjid, rumah sakit, sekolah, panti asuhan, dll). Tindakan karitatif semacam
ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa kehidupan cultural masyarakat akan
semakin berkembang. Kedua, menghidupi secara seimbang pemenuhan kebutuhan
fisik, biologis, psikologis, dan spiritual dengan perhatian akan kebutuhan masyarakat
pada umumnya. Perhatian terhadap hal terakhir ini bisa diwujudnyatakan lewat
kesadaran membayar pajak ataupun dalam bentuk investasi-investasi, yang tujuan
utamanya adalah kesejahteraan sebagian besar masyarakat.
4.6 Contoh Kasus Etika Periklanan
1. Iklan yang tidak beretika
a. Iklan Fren versi : “Nelpon Pake Fren Bayarnya Pake Daun”
Pembahasan:
Persaingan sengit antara para penyedia layanan kartu seluler tampaknya sudah
memasuki suatu dimensi baru. Perang tarif dan perang ikon menjadi sesuatu
yang lumrah, dan lagi-lagi masyarakat yang menjadi tujuan peperangan tersebut.
Fren, salah satu penyedia layanan kartu seluler beberapa waktu lalu
mengeluarkan sebuah iklan yang menampilkan seorang wanita hanya
mengenakan daun dan ditemani beberapa pria yang juga hanya mengenakan
daun.
Setidaknya ada 2 hal di iklan itu yang menjadi bahan perdebatan :
1. Iklan ini menempatkan seorang wanita muda hanya mengenakan daun, dan ada
tiga pria yang juga hanya mengenakan daun di belakangnya. Iklan ini tidak
mendidik. Iklan ini jelas termasuk iklan yang mengeksploitasi seksual. Apa
salahnya bila wanita dan tiga pria itu mengenakan pakaian yang pantas?
2. YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) juga mempermasalahkan slogan
dari Fren, “Nelpon Pake Fren Bayarnya Pake Daun”. YLKI berpendapat daun
bukan merupakan alat pembayaran yang sah.
b. Iklan Mie Sedaap versi: “Bermain Bola”
Pembahasan :
Dengan menggunakan beberapa anak kecil sebagai model dalam iklan tersebut
sehingga dapat menarik perhatian pemirsa untuk membeli produk baru yang
dikeluarkan oleh Mie Sedaap. Isi dari iklan ini adalah di mana beberapa anak
kecil yang sedang bermain sepak bola di lapangan tanpa sengaja memecahkan
kaca rumah milik seseorang di dekat lapangan tersebut. Pemilik rumah muncul
dan memarahi anak-anak tersebut namun, anak-anak tersebut berusaha berdalih
bahwa mereka sedang melakukan senam yoga. Kemudian, mereka bersama-
sama memakan Mie Sedaap Rasa Kari Ayam Spesial yang terbaru di sana
barulah anak-anak tersebut berbicara jujur sehingga salah satu anak dilempar
menggunakan bola.
Kritik iklan: saya mengkritik iklan tersebut karena saat pemilik rumah muncul dan
memarahi anak-anak itu mereka tidak mengakui perbuatan mereka sehingga
memberikan contoh yang buruk kepada orang lain yang menonton terutama
anak-anak karena mengajarkan anak-anak berbohong dan tidak bertanggung
jawab atas perbuatan yang dilakukan sehingga dapat memberikan dampak
negatif terhadap moral anak-anak bangsa Indonesia. Seharusnya iklan tersebut
dibuat menarik dengan tidak menggunakan unsur mengajari anak-anak untuk
berbohong, agar iklan tersebut dapat bermanfaat bagi siapa saja yang
menontonnya.
2. Iklan yang beretika :
a. AXIS versi : Amir ” Layang-layang”
Begitu lihat iklan kartu GSM AXIS versi Amir “Layang-layang”, dibanding iklan
GSM yang lain, iklan Axis versi ini lebih kreatif, tidak muluk-muluk, tidak terlalu
obral janji, tidak ribet untuk dipahami karena iklannya sangat simpel, dan tidak
mengejek kartu GSM lain, kalaupun ada transaksi di dalam iklannya (jual layang-
layang) itu menurut saya hanya menunjukkan kalau “si punya” iklan kompetitif
dengan produk sejenis di pasar.
b. Iklan Susu Nutrilon Royal versi : “Life Starts Here”
Iklan yang menggambarkan keceriaan anak-anak dalam bermain dan
menunjukkan bahwa setiap anak berhak untuk bermimpi dan memiliki impian yang
berbeda-beda. Terdapat puisi yang indah, puisi ini bisa menjadikan motivasi buat
kita menjadi orang yang bisa akan meraih mimpi kita. Dan jika diterjemahkan bunyi
puisinya antara lain seperti ini:
Saya ingin menjalani hidup saya untuk sepenuhnya mutlak
Untuk membuka mata saya, untuk menjadi semua yang saya bisa
Untuk perjalanan jalan tidak diambil, untuk memenuhi wajah yang tidak diketahui
Untuk merasakan angin, menyentuh bintang-bintang
Aku berjanji untuk menemukan diri sendiri
Untuk berdiri tegak dengan kebesaran
Untuk memburu dan menangkap setiap mimpi.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dalam periklanan kita tidak dapat lepas dari etika. Di mana di dalam iklan itu sendiri
mencakup pokok-pokok bahasan yang menyangkut reaksi kritis masyarakat Indonesia
tentang iklan yang dapat dipandang sebagai kasus etika periklanan. Sebuah perusahaan
harus memperhatikan etika dan estetika dalam sebuah iklan dan terus memperhatikan hak-
hak konsumen.
5.2 Saran
Dalam penulisan ini penulis memberikan saran yaitu
1) Seharusnya suatu iklan selain menarik juga harus mendidik karena bukan hanya orang
dewasa saja yang menonton iklan tersebut melainkan semua golongan masyarakat
mulai dari anak kecil hingga dewasa.
2) Dalam bisnis periklanan perlulah adanya kontrol tepat yang dapat mengimbangi
kerawanan tersebut sehingga tidak merugikan konsumen. Sebuah perusahaan harus
memperhatikan kepentingan dan hak-hak konsumen, dan tidak hanya memikirkan
keuntungan semata.
Tugas Terstruktur
Umpan Balik Ketuntasan Materi
Buatlah makalah yang memberikan contoh iklan yang beretika dan yang tidak beretika!