Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PERILAKU ETIKA DALAM BISNIS, PERKEMBANGAN DALAM


ETIKA PROFESI, DAN FRAUD DALAM PROFESI

Mata Kuliah : Etika Bisnis dan Profesi


Dosen Pengampu : Nurhayati

Disusun Oleh:
Kelompok 1
1. Meisya Aulia (221011200541)
2. Nadya Kamila (221011201899)
3. Najwa Khoirunnisa (221011200471)
4. Shaqina Rachmadini (221011200002)
5. Shahila Rizqia Adi (221011200067)
6. Yasmin Mutiara Zahara (221011200937)

Program Studi Sarjana Akuntansi


Fakultas Ekonomi Dan Bisnis
Universitas Pamulang
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Etika
Bisnis dan Profesiyang berjudul “Perilaku Etika dalam Bisnis, Perkembangan
dalam Etika Profesi, dan Fraud Dalam Profesi” ini tepat pada waktunya.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan saran dan kritik sehingga
makalah ini dapat terselesaikan. Kami juga menyadari bahwa dalam penulisan
makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami menerima segala
bentuk saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak untuk
menyempurnakan pembuatan makalah selanjutnya.
Semoga makalah ini bisa membantu menambah wawasan para pembaca dan
bisa bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmi pengetahuan.

Pamulang, November 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER ................................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... iii
BAB I....................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
BAB II ..................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ...................................................................................................................... 3
2.1 Perilaku Etika dalam Bisnis .......................................................................................... 3
2.2 Isu Etika Signifikan Dalam Dunia Bisnis Dan Profesi ................................................. 5
2.3 Perkembangan Terakhir Dalam Etika Profesi ........................................................... 10
BAB III .................................................................................................................................. 14
KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................................. 14
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 14
3.2 Saran ...................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bisnis adalah bisnis. Bisnis jangan dicampuradukkan dengan etika.
Demikianlah beberapa ungkapan yang sering kita dengar yang menggambarkan
hubungan antara bisnis dengan etika sebagai dua hal yang terpisah satu sama lain.
Inilah ungkapan-ungkapan yang oleh De George disebut sebagai Mitos Bisnis
Amoral. Ungkapan atau mitos ini menggambarkan dengan jelas anggapan atau
keyakinan orang bisnis, sejauh mereka menerima mitos seperti itu, tentang dirinya,
kegiatannya, dan lingkungan kerjanya. Yang mau digambarkan di sini adalah bahwa
kerja orang bisnis adalah berbisnis bukan beretika. Atau secara lebih tepat, mitos
bisnis amoral mengungkapkan suatu keyakinan bahwa antara bisnis dan moralitas
atau etika tidak ada hubungan sama sekali. Bisnis tidak punya sangkut paut dengan
etika dan moralitas. Keduanya adalah dua bidang yang terpisah satu sama lain.

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana prinsip-prinsip etika bisnis memengaruhi perilaku dalam dunia
bisnis?
b. Bagaimana tuntutan pemegang saham terhadap pertumbuhan perusahaan
memengaruhi perilaku etika dalam bisnis?
c. Bagaimana obsesi manajer terhadap pertumbuhan mempengaruhi keputusan
berisiko dan orientasi jangka pendek dalam bisnis?
d. Bagaimana perkembangan informasi dan teknologi memengaruhi etika bisnis?

1.3 Tujuan
a. Mengetahui prinsip-prinsip etika bisnis memengaruhi perilaku dalam dunia
bisnis

1
b. Memahami tuntutan pemegang saham terhadap pertumbuhan perusahaan
memengaruhi perilaku etika dalam bisnis.
c. Mengetahui obsesi manajer terhadap pertumbuhan mempengaruhi keputusan
berisiko dan orientasi jangka pendek dalam bisnis.
d. Memahami informasi dan teknologi memengaruhi etika bisnis.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perilaku Etika dalam Bisnis


Prinsip-prinsip etika bisnis mempengaruhi perilaku dalam dunia bisnis:
Prinsip pertama, prinsip otonomi. Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia
untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri tentang
apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan. Untuk bertindak seara otonom, diandaikan
ada kebebasan untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan keputusan yang
menurutnya terbaik itu. Kebebasan adalah unsur hakiki dari prinsip otonomi ini. Dalam
etika, kebebasan adalah prasyarat utama untuk bertindak secara etis.
Prinsip kedua, prinsip kejujuran. Prinsip kejujuran dalam bisnis dalam pemenuhan
syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Kejujuran ini sangat penting dan sangat
menentukan relasi dan keberlangsungan bisnis masing-masing pihak selanjutnya.
Kejujuran juga relevan dalam membangun kepercayaan, yang merupakan aset berharga
dalam kegiatan bisnis.
Prinsip ketiga, prinsip keadilan. Prinsip keadilan menuntut agar setiap orang
diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai dengan kriteria
yang rasional dan objektif dan dapat dipertanggung-jawabkan.
Prinsip keempat, prinsip saling menguntungkan (mutual benefit prinicple).
Menekankan bahwa bisnis harus dijalankan sedemikian rupa sehingga menguntungkan
semua pihak terkait.
Prinsip kelima, integritas moral. Menuntut agar pelaku bisnis menjalankan bisnis
dengan tetap menjaga nama baiknya atau perusahaannya. Prinsip ini juga menuntut agar
bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga menguntungkan semua pihak.

Tuntutan pemegang saham terhadap pertumbuhan perusahaan dapat menekan


manajer agar perusahaan tumbuh dan menghasilkan laba sesuai dengan harapan mereka.
Hal ini dapat mengakibatkan tekanan pada manajer untuk mencari cara agar perusahaan

3
dapat terus tumbuh dan mempertahankan keuntungan, yang pada gilirannya dapat
mempengaruhi keputusan bisnis yang diambil. Selain itu, tekanan pertumbuhan dari
pesaing global dan dorongan untuk meningkatkan teknologi juga dapat mengakibatkan
perusahaan menghadapi tekanan untuk mempertahankan profitabilitas, yang dapat
mempengaruhi perilaku etika dalam bisnis. Tuntutan pemegang saham terhadap
pertumbuhan perusahaan juga dapat memicu perilaku yang cenderung berorientasi
jangka pendek. Obsesi manajer terhadap pertumbuhan membuat mereka semakin berani
dalam mengambil keputusan berisiko dan cenderung berorientasi jangka pendek. Hal ini
dapat mengakibatkan perilaku yang tidak etis, seperti pemalsuan transaksi dan catatan,
serta eksploitasi lingkungan atau pekerja.

Obsesi manajer terhadap pertumbuhan perusahaan dapat mempengaruhi


keputusan berisiko dan orientasi jangka pendek dalam bisnis. Para direktur dan
eksekutif berkutat dengan kenyataan bahwa pekerjaan mereka di ujung tanduk jika tidak
dapat memenuhi harapan pemegang saham sehingga beberapa orang mulai terlibat
dalam etika praktik yang dipertanyakan, termasuk pemalsuan transaksi dan catatan lain,
serta eksploitasi lingkungan atau pekerja. Obsesi terhadap pertumbuhan membuat
manajer semakin berani dalam mengambil keputusan berisiko dan cenderung
berorientasi jangka pendek. Obsesi ini dapat mengakibatkan perilaku yang tidak etis,
seperti pemalsuan transaksi dan catatan, serta eksploitasi lingkungan atau pekerja.
Selain itu, tuntutan pemegang saham atas pertumbuhan dapat menekan manajer agar
perusahaan tumbuh dan menghasilkan laba sesuai dengan harapan mereka. Hal ini dapat
mengakibatkan tekanan pada manajer untuk mencari cara agar perusahaan dapat terus
tumbuh dan mempertahankan keuntungan, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi
keputusan bisnis yang diambil.

Teknologi memungkinkan perusahaan untuk mengumpulkan dan memproses


data dengan lebih cepat dan efisien, tetapi juga memunculkan masalah privasi dan
keamanan data. Kedua, teknologi juga memungkinkan perusahaan untuk beroperasi
secara global, tetapi juga memunculkan masalah seperti eksploitasi tenaga kerja dan

4
dampak lingkungan yang merugikan. Ketiga, teknologi juga memungkinkan perusahaan
untuk berkomunikasi dengan pelanggan dan pemangku kepentingan lainnya dengan
lebih mudah, tetapi juga memunculkan masalah seperti penipuan dan manipulasi
informasi. Oleh karena itu, perusahaan harus mempertimbangkan dampak etis dari
penggunaan teknologi dalam bisnis mereka dan memastikan bahwa mereka mematuhi
standar etika yang diterima secara umum dalam industri mereka. Selain itu, perusahaan
juga harus mempertimbangkan tanggung jawab sosial mereka terhadap masyarakat dan
lingkungan sekitar, dan memastikan bahwa teknologi yang mereka gunakan tidak
merugikan pihak-pihak tersebut.

2.2 Isu Etika Signifikan Dalam Dunia Bisnis Dan Profesi


1. Benturan Kepentingan
Benturan kepentingan terjadi ketika penilaian independent seseorang
terombang-ambing,dari keputusan demi kepentingan terbaik dan orang yang
terpengaruh atas keputusan tersebut.seorang eksekutif atau karyawan di
harapkan untuk mengambil keputusan demi kepentingan terbaik perusahaan.
Seorang direktur secara hokum diharapkan mengambil keputusan demi
kepentingan terbaik perusahaan dan pemegang saham, dan melakukannya
secara strategis sehingga tidak membahayakan dan menguntungkan bagi
kepentingan stakeholder.seorang akuntan professional diharapkan untuk
mengambil keputusan untuk kepentingan umum.Benturan Kepentingan
(conflict of interest) merupakan ancaman dalam penegakan etika. Adapun
penyebab benturan kepentingan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana penilaian terombang – ambing


Setiap kepentingan, pengaruh, kesetiaan, perhatian, emosi, atau fitur lain
yang cenderung untuk mengambil keputusan kurang dapat diandalkan
daripada keadaan normal.
2. Kepentingan Pribadi..

5
 Suap, dukungan pembayaran atau properti untuk penentu, keluarga,
yang ditunjuk.
 Hadiah, perjalanan gratis, bantuan
 Keuntungan khusus-diskon barang nonpasar
 Pengobatan khusus-pujian keterlibatan sosial
 Hubungan dengan keluarga, kerabat, atau relasi.
3. Kecurangan
 Penyalahgunaan dana atau properti
 Kecurangan pada rekening pengeluaran
 Memalsukan dokumen
 Mencuri uang tunai, aset, atau sumber daya
 Memalsukan hasil untuk mendapatkan bonus, upah, prestasi, atau
promosi
4. Kesalahpahaman
 Sinyal atau insentif yang membingungkan
 Atasan/semua orang melakukannya
 Perbedaan budaya
5. Slippery slope
 Apabila suatu bantuan kecil menyebabkan tuntunan yang semakin
besar.

2. Etika dalam tempat kerja


Semakin tingginya tingkat kesadaran sosial dan tekanan dari
kelompokkelompok aktivis yang telah didokumentasikan di tempat lain
memiliki dampak signifikan pada kedua operasi internal dan eksternal
organisasi. Akibatnya, sangat cocok untuk pebisnis untuk memiliki apresiasi
terhadap tema dan isu-isu etis yang penting atau dalam hal perilaku karyawan
di tempat kerja.

6
3. Aktivitas bisnis internasional – masalah budaya

Ketika perusahaan beroperasi di luar pasar dalam negeri, bimbingan normal


ditawarkan kepada karyawan harus mempertimbangkan beberapa hal berikut:

a. Bagaimana praktik operasi mereka yang biasa akan berdampak terhadap


ekonomi lokal dan budaya;
b. Apakah praktik asing lokal yang berbeda-beda, seperti pemberian hadiah
besar atau penyuapan, harus didukung atau dilarang.
c. Reaksi terhadap perubahan-perubahan oleh para pemangku kepentingan
dalam negeri terutama oleh para pemangku kepentingan utama, termasuk
pelanggan besar dan pasar modal.

4. Akuntabilitas Sosial
Tujuan Akuntabilitas Sosial, antara lain :

a. Untuk mengukur dan mengungkapkan dengan tepat seluruh biaya dan


manfaat bagi masyarakat yang ditimbulkan oleh aktifitas-aktifitas yang
berkaitan dengan produksi suatu perusahaan.
b. Untuk mengukur dan melaporkan pengaruh kegiatan perusahaan terhadap
lingkungannya, mencakup : financial dan managerial social accounting,
social auditing.
c. Untuk menginternalisir biaya sosial dan manfaat sosial agar dapat
menentukan suatu hasil yang lebih relevan dan sempurna yang merupakan
keuntungan sosial suatu perusahaan. Salah satu alasan utama kemajuan
akuntabilitas sosial menjadi lambat yaitu kesulitan dalam pengukuran
kontribusi dan kerugian.
d. Menentukan biaya dan manfaat social Sistem nilai masyarakat merupakan
faktor penting dari manfaat dan biaya sosial. Masalah nilai diasumsikan
dapat diatasi dengan menggunakan beberapa jenis standar masyarakat dan
mengidentifikasikan kontribusi dan kerugian secara spesifik:

7
1) Kuantifikasi terhadap biaya dan manfaat saat aktivitas yang
menimbulkan biaya dan manfaat sosial ditentukan dan kerugian serta
kontribusi;
2) Menempatkan nilai moneter pada jumlah akhir.

Tanggung jawab sosial bisnis dunia bisnis hidup ditengah-tengah


masyarakat, kehidupannya tidak bisa lepas dari kehidupan masyarakat. Oleh
karena itu ada suatu tanggungjawab sosial yang dipikul oleh bisnis. Banyak
kritik dilancarkan oleh masyarakat terhadap bisnis yang kurang memperhatikan
lingkungan.

5. Manajemen Krisis
Suatu krisis memiliki potensi untuk memiliki dampak signifikan pada
reputasi perusahaan dan pejabatnya, dan pada kemampuan perusahaan untuk
mencapai tujuanya, dan kemampuannya untuk bertahan. Akibatnya, eksekutif
telah belajar bahwa krisis harus dihindari, dan jika penghindaran tidak
mungkin, krisis itu harus dikelola untuk meminimalkan kerugian. Sayangnya,
sifat alami dari krisis menyebabkan orang berfokus pada kelangsungan hidup,
dan etika menjadi lebih mudah dilupakan. Menurut Lerbinger, krisis adalah
“suatu peristiwa yang membawa, atau memiliki potensi untuk membawa
keburukan dan membahayakan profitabilitas masa depan, pertumbuhan, dan,
mungkin keberlanjutan sebuah organisasi.” Manajemen yang efektif adalah
meminimalkan semua dampak berbahaya.

Pada kondisi normal, perilaku etis dianggap sangat penting, dan pada
saat terjadi krisis pertimbangan etis justru lebih penting lagi. Sesuatu yang
mendasar bagi pengelolaan krisis adalah pemahaman dari empat fase krisis:
pra-krisis, tidak terkontrol, terkontrol, dan pemulihan reputasi. Salah satu
aspek yang paling penting untuk diingat selama penilaian krisis, dan
menghindari dan meminimalkan dampak mereka, adalah dampak langsung
dan berkelanjutan pada reputasi organisasi. Dengan merenungkan bagaimana

8
respon organisasi terhadap krisi akan memengaruhi persepsi para pemangku
kepentingan (stakeholder) terkait apakah organisasi layak dipercaya,
bertanggung jawab, memiliki kredibilitas, pembuat keputusan bisa membuat
pilihan yang menguntungkan semua pihak dan meningkatkan reputasi
perusahaan atau memperpendek periode penurunan.

Cara Memasukkan Etika dalam Manajemen Krisis

Pencegahan dan peringatan

 Kode etik: mengidentifikasi nilai-nilai- mengadopsi, menekankan dan


mengefektifkan.
 Mengidentifikasi potensi masalah etika dan indikator peringatan, dan
tanggapan pra-rencana, sebagai bagian dari program risiko manajemen
dan perencanaan kontigensi perusahaan yang sedang berlangsung.
 “red flag” atau indikator peringatan etis:
 Pelatihan untuk menekankan bagaimana mengidentifikasi dan apa
yang harus dilakukan tentang mereka.
 Pemeriksaan sebagai bagian dari sistem pengelolaan risiko
perusahaan yang berkelanjutan.
 Mendorong dengan melakukan publikasi contoh yang baik, dan
pemberian penghargaan.

Pendekatan analitis

 Menerapkan analisis kerangka pemangku kepentingan seperti dibahas


dalam pertemuan 4: Konsultan etika eksternal
 Daftar periksa atau waktu khusus untuk mempertimbangkan: isu-isu etika,
alternatif dan peluang

9
Keputusan itu sendiri

1. Nilai etika/perusahaan: diintegrasikan ke dalam pengambilan keputusan:


 Pertimbangan bagaimana krisis atau dampaknya dapat dipengaruhi
secara etis-waktu, biaya, mitigasi
 Pertimbangan secara khusus tentang bagaimana meningkatkan
pengarah reputasi organisasi termasuk tingkat dapat dipercaya,
tanggung jawab, reliabilitas, dan kredibilitas.
 Tujuan spesifik komunikasi etika
 Menetapkan tanggung jawab pengawas etika
 Gunakan daftar periksa atau template dengan tujuan etika tertentu
 Terapkan imajinasi moral

Komunikasi niat etis kepada:

 Media, karyawan, pelanggan, pemerintah, publik dan pemangku


kepentingan lainnya.

2.3 Perkembangan Terakhir Dalam Etika Profesi


a. Studi Kasus Pada Perusahaan Toshiba Corporation
Sebagian kita tentunya tak asing dengan nama raksasa elektronik asal
Jepang, Toshiba Corporation. Produknya banyak menghiasi perkakas rumah,
meski lini bisnisnya tidak hanya itu. Perusahaan ini dikenal sebagai perusahaan
dengan laju inovasinya yang terdepan serta banyak mewarnai referensi buku
bisnis dengan berbagai prestasi. Salah satunya karya firma hukum Mori
Hamada & Matsumoto yang menceritakan tentang bagusnya tata kelola dalam
perusahaan.

Toshiba menduduki peringkat sembilan dari 120 perusahaan publik di


Jepang dalam Good Governance Practice. Mencerahkan para pelaku bisnis
sehingga ingin melakukan hal serupa di perusahaan mereka. Namun sayangnya
beberapa tahun mendatang, besar kemungkinan kita akan membaca tentang

10
Toshiba dalam peran berbeda, yaitu sebagai pesakitan. Toshiba terbukti
melakukan apa yang disebut oleh Komite Investigasi Independen sebagai
“Pengkhianatan Kepercayaan‟. Pasalnya perusahaan berusia 140 tahun itu
telah membohongi publik dan investor dengan cara menggelembungkan
keuntungan di laporan keuangan. Dan itu dilakukan bukan jumlah kecil dan
tidak dalam tempo setahun dua tahun. Tak tanggung-tanggung overstated profit
1,2 Miliar US Dollar sejak tahun fiskal 2008! Yang lebih memprihatinkan
keadaan tersebut memang direstui oleh petinggi Toshiba sendiri. sampai pada
kesimpulan telah terjadi penyimpangan. Menyentuh unit bisnis personal
computer, semikonduktor hingga reaktor nuklir. Esok harinya, 21 Juli 2015,
delapan dari 16 petinggi Toshiba yang terlibat skandal akuntansi resmi
mengundurkan diri. Termasuk diantaranya Presiden Direktur Hisao Tanaka,
Wakil Presdir Norio Sasaki dan Chief Executive Atsutoshi Nishida.Besarnya
angka, rentang waktu yang tidak sebentar, juga keterlibatan Top Management
memberi gambaran kepada kita betapa kronis dan kompleksnya penyakit dalam
tubuh Toshiba. Penyelewengan dilakukan secara berjamaah, sistematis dan
cerdas. Sekian lapis sistem kontrol dari mulai divisi akuntansi, keuangan,
internal audit, tidak berfungsi sama sekali. Bagaimana akan berfungsi, bahkan
oknumnya dari staff senior mereka yang sudah hafal seluk beluk perusahaan.
Seiya Shimaoka, seorang internal auditor, mencurigai kecurangan dan berusaha
melaporkan tapi malah dianggap angin lalu oleh atasannya sendiri seperti yang
dilansir jurnalis Financial Times. Sedemikian rapi dan cerdasnya hingga tim
auditor eksternal sekelas Ernst & Young (EY) tak mampu mencium aroma
busuk dari laporan keuangan Toshiba. Belum ada dugaan kantor akuntan itu
terlibat dalam skandal.CEO memang tidak menginstruksikan langsung untuk
melakukan penyimpangan tetapi memasang pencapaian target yang tinggi.

Ini yang membuat karyawan pusing kepala. Apalagi ditambah budaya


Toshiba yang kurang baik: tidak bisa melawan atasan. Maksudnya melawan
adalah koreksi atas kesalahan manajemen mengambil keputusan. Dalam kasus

11
Toshiba, bawahan tidak bisa mengkoreksi penetapan target oleh CEO yang
bahkan tidak realistis dengan kondisi bisnis dan perusahaan. Bahasa
mudahnya, CEO berkata, “Terserah kamu mau ngapain, pokoknya akhir tahun
harus profit!”Selain itu, sistem kompensasi karyawan yang dihitung dari
kinerja keuangan juga turut andil di dalamnya. Maka muncullah ide-ide kreatif
dari karyawannya untuk mencapai target yang ditetapkan. Celakanya kreatifitas
kali ini bukan dalam riset pengembangan atau pemasaran namun dalam hal
perlakuan akuntansi. Dibuatlah laporan keuangan dengan profit tinggi padahal
tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya.

Guna mempercantik kinerja keuangannya, Toshiba melakukan berbagai


cara baik mengakui pendapatan lebih awal atau menunda pengakuan biaya
pada periode tertentu namun dengan metode yang menurut investigator tidak
sesuai prinsip akuntansi,. Seperti kesalahan penggunaan percentage-of-
completionuntuk pengakuan pendapatan proyek, cash-based ketika pengakuan
provisi yang seharusnya dengan metode akrual, memaksa supplier menunda
penerbitan tagihan meski pekerjaan sudah selesai, dan lain semisalnya. Detail
teknis penyimpangan akuntansi oleh Toshiba dapat diakses dari link laporan
resmi berikut.Kasus Toshiba bukanlah yang pertama di Jepang atau dunia.
Perusahaan serumpun Olympus lebih dulu tergelincir pada 2011. Apalagi kasus
Enron yang dianggap the biggest audit failure in the century karena melibatkan
salah satu dari lima KAP terbesar saat itu Arthur Anderson, telah menginspirasi
lahirnya aturan baru Sarbanes-Oxley/SOX.

Pakar akuntansi dan keuangan dunia sudah sedemikian rinci dan ketatnya
mengatur masalah kepatuhan tersebut. Namun tetap saja penyimpangan kerap
terjadi. Dan perjuangan Toshiba kini harus lebih keras dari sebelumnya. Selain
bangkit dari keterpurukan kinerja finansial, mereka perlu mencari kembali
mutiara yang tak ternilai harganya yaitu mengembalikan kepercayaan publik.
Transformasi budaya perusahaan nampaknya bakal jadi agenda penting.

12
b. Penyelesaian Kasus Etika Bisnis Toshiba Corporation
Penyelesaian kasus etika bisnis Toshiba Corporation sebagai berikut:

1. Mengakui kesalahan dan meminta maaf secara terbuka kepada pemegang


saham danmasyarakat. Toshiba perlu mengakui bahwa mereka telah
melakukan kecuranganakuntansi dan meminta maaf atas kerugian yang
ditimbulkan.
2. Memberhentikan semua eksekutif yang terlibat. Toshiba perlu
memberhentikan para eksekutif yang terbukti terlibat dalam skandal ini
dan menunjuk kepemimpinan baru untuk reformasi perusahaan.
3. Memperbaiki tata kelola perusahaan. Toshiba perlu meninjau ulang proses
audit internal mereka, membentuk komite audit independen, dan
menerapkan kode etik yang lebih ketat.
4. Memberikan kompensasi kepada pemegang saham. Toshiba dapat
menawarkan kompensasi atau settlement kepada pemegang saham yang
dirugikan akibat penurunan harga saham dari skandal ini.
5. Bekerja sama dengan otoritas. Toshiba perlu bekerja sama penuh dengan
otoritas jepang dalam investigasi dan menerima hukuman yang pantas.
6. Melakukan reformasi budaya perusahaan. Toshiba perlu menciptakan
budaya perusahaan baru yang menjunjung tinggi integritas dan
transparansi. Pelatihan etika perlu diberikan ke semua karyawan.
7. Memperbaiki citra dan kepercayaan publik. Toshiba perlu secara aktif
melakukan kegiatan CSR dan keterbukaan informasi untuk memperbaiki
citra dan mengembalikan kepercayaan publik.

13
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Etika bisnis memainkan peran krusial dalam perilaku perusahaan dan dapat
mempengaruhi keputusan manajerial, terutama dalam konteks pertumbuhan
perusahaan. Faktor-faktor seperti tuntutan pemegang saham, tekanan pertumbuhan,
dan penggunaan teknologi memberikan tantangan terhadap praktik etika dalam
bisnis.

3.2 Saran
Saran untuk perusahaan perlunya memprioritaskan prinsip-prinsip etika
bisnis, termasuk otonomi, kejujuran, keadilan, saling menguntungkan, dan
integritas moral. Manajer perlu memahami bahwa pertumbuhan perusahaan tidak
boleh dicapai dengan mengorbankan nilai-nilai etika. Selain itu, perusahaan juga
harus mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan dari penggunaan
teknologi dalam operasional bisnis mereka.

Dalam menghadapi isu etika, terutama dalam konteks krisis, perusahaan


perlu mengintegrasikan etika dalam manajemen krisis mereka. Pencegahan,
peringatan, analisis pemangku kepentingan, dan komunikasi niat etis menjadi
langkah-langkah penting. Kasus Toshiba menunjukkan bahwa kepercayaan publik
dapat hancur akibat pelanggaran etika, dan transformasi budaya perusahaan
menjadi kunci untuk memulihkan reputasi.

Saran terakhir adalah pentingnya kepatuhan terhadap aturan dan regulasi,


serta peran penting auditor eksternal dalam memastikan transparansi laporan
keuangan. Pelibatan dan dukungan pemangku kepentingan, termasuk karyawan,
juga harus menjadi bagian integral dari kebijakan etika perusahaan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukrisno dan I Cenik Ardana, Etika Bisnis dan Profesi: Tantangan Membangun
Manusia Seutuhnya Edisi Revisi, Salemba Empat, Edisi terbaru.
Keraf, A.Sonny. Etika Bisnis : Tuntutan dan Relevansinya, Kanisius, Edis Terbaru.

Anda mungkin juga menyukai