Anda di halaman 1dari 35

KASUS PELANGGARAN ETIKA BISNIS

ANTABOGA DELTA SEKURITAS INDONESIA

DISUSUN OLEH

Murniati : 1534030023
Shafa Chandra Y : 1534030015
Vina Shofiana : 1534030002

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945

JAKARTA

2017

KATA PENGANTAR

1
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang KASUS
PELANGGRANA ETIKA BISNIS ANTABOGA DELTA SEKURITAS
meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Dosen mata
kuliah etika profesi akuntan yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan. Kami
juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan
makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan
makalah ini di waktu yang akan datang

Jakarta, 6 Maret 2017

Penyusun

Kelompok II

DAFTAR ISI
2
Kata Pengantar ............................................................................................................... 2
Daftar Isi ........................................................................................................................ 3
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................................ 4

3
BAB 1
PENDAHULUAN

Perkembangan dunia bisnis yang begitu cepat dan dinamis pada saat ini, tentunya harus
diimbangi dengan aturan-aturan atau norma-norma yang dapat mengatur bisnis itu sendiri. Etika
dan integritas merupakan suatu keinginan yang murni dalam membantu orang lain. Kejujuran
yang ekstrem, kemampuan untuk menganalisis batas-batas kompetensi seseorang, kemampuan
untuk mengakui kesalahan dan belajar dari kegagalan.

Sudah saatnya dunia bisnis kita mampu menciptakan kegiatan bisnis yang bermoral dan
beretika, yang terlihat perjalanan yang seiring dan saling membutuhkan antara golongan
menengah kebawah dan pengusaha golongan atas. Etika dan norma bisnis adalah suatu bagian
yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan bisnis yang dilakukan oleh para pelaku-pelaku
bisnis. Apabila moral pengusaha maupun pelaku bisnis merupakan suatu yang mendorong orang
untuk melakukan kebaikan etika bertindak sebagai rambu-rambu yang merupakan kesepakatan
secara rela dari semua anggota suatu kelompok. Etika didalam bisnis sudah menjadi barang tentu
harus disepakati oleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis tersebut serta kelompok
yang terkait lainnya.

Aspek bisnis yang paling menimbulkan pertanyaan menyangkut etika adalah inovasi dan
perubahan. Sering terjadi tekanan untuk berubah membuat perusahaan atau masyarakat tidak
mempunyai pilihan lain. Perusahaan harus menanam modal pada mesin dan pabrik baru yang
biasanya menimbulkan masalah karena ketidakcocokan antara keahlian tenaga kerja yang
dimiliki dan yang dibutuhkan oleh teknologi baru. Sedangkan perusahaan yang mencoba
menolak perubahan teknologi biasanya menghadapi ancaman yang cukup besar sehingga
memperkuat alasan perlunya melakukan perubahan. Keuntungan ekonomis dari inovasi dan
perubahan biasanya digunakan sebagai pembenaran yang utama. Tantangan sosial yang paling
mendasar berasal dari masyarakat yang berdiri di luar proses. Dampak teknologi baru bukan
mustahil tak dapat diprediksi. Kewaspadaan dan keterbukaan yang berkesinambungan
merupakan tindakan yang penting dalam usaha perusahaan memenuhi kewajibannya.

Adapun penerapan etika bisnis dapat dilakukan pada tiga tingkatan, yaitu; individual,
organisasi, dan sistem. Pertama, pada tingkat individual, etika bisnis mempengaruhi

4
pengambilan keputusan seseorang atas tanggungjawab pribadinya dan kesadaran sendiri, baik
sebagai penguasa maupun manajer. Kedua, pada tingkat organisasi, seseorang sudah terikat
kepada kebijakan perusahaan dan persepsi perusahaan tentang tanggungjawab sosialnya. Ketiga,
pada tingkat sistem, seseorang menjalankan kewajiban atau tindakan berdasarkan sistem etika
tertentu. Realitasnya, para pelaku bisnis sering tidak mengindahkan etika. Nilai moral yang
selaras dengan etika bisnis, misalnya toleransi, kesetiaan, kepercayaan, persamaan, emosi atau
religiusitas hanya dipegang oleh pelaku bisnis yang kurang berhasil dalam berbisnis. Sementara
para pelaku bisnis yang sukses memegang prinsip-prinsip bisnis yang tidak bermoral, misalnya
maksimalisasi laba, agresivitas, individualitas, semangat persaingan, dan manajemen konflik.

Setidaknya terdapat 3 sudut pandang berbeda yaitu sudut pandang ekonomi, sudut
pandang hukum, dan sudut pandang etika. Dilihat dari sudut pandang ekonomis, bisnis adalah
kegiatan ekonomis. Hal yang terjadi dalam kegiatan ini antara lain tukar menukar, jual beli,
memproduksi memasarkan, dan kegiatan lainnya yang bertujuan untuk mencari keuntungan.
Namun, perlu diingat pencarian keuntungan dalam kegiatan berbisnis tidak hanya sepihak, tetapi
diadakan dalam interaksi. Pada kenyataannya, banyak pelaku bisnis di Indonesia tidak
memikirkan tentang hal tersebut. Mereka lebih cenderung untuk mencari keuntungan sebanyak-
banyaknya tanpa memikirkan kerugian pihak lain.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. PEMBAHASAN

PT. Antaboga Delta Sekuritas merupakan suatu Perusahaan Efek yang bergerak di bidang
investasi. PT. Antaboga Delta Sekuritas telah menerbitkan produk Reksa Dana Kontrak Investasi
Kolektif dan didistribusikan melalui Bank Century. Dalam kegiatan usahanya Bank Century
tidak memiliki izin sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana sebagaimana yang tercantum dalam
Keputusan Ketua Badan pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor V.B.3 Tentang
Agen Penjual Efek Reksa Dana, yaitu pihak yang melakukan kontrak kerja sama dengan Manajer
Investasi pengelola reksa dana. Penelitian skripsi ini bertujuan untuk mengetahui tentang
tanggung jawab terhadap investor PT. Antaboga Delta Sekuritas akibat penerbitan reksa dana
“bodong”, dan untuk mengetahui perlindungan hukum PT. Antaboga Delta Sekuritas terhadap
investor akibat penerbitan reksa dana “bodong”.
Penelitian ini menggunakan pendekatan Deskriptif Analitis yaitu menggambarkan secara
sistematis dan menganalisa fakta-fakta yang berkaitan dengan penerbitan reksa dana “bodong”
oleh PT. Antaboga Delta Sekuritas, dan metode pendekatan yang digunakan adalah Yuridis
Normatif, yaitu untuk menguji data sekunder yang berkaitan dengan penerbitan reksa dana
“bodong”. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab terhadap investor akibat
penerbitan reksa dana “bodong”, Robert Tantular selaku Direksi PT. Antaboga Delta Sekuritas
sekaligus PT. Bank Century Tbk bertanggung jawab berdasarkan prinsip tanggung jawab mutlak,
yaitu bertanggung jawab sepenuhnya atas kerugian yang ditimbulkan dengan berkewajiban
membayar ganti kerugian secara langsung kepada investor. Sedangkan bentuk perlindungan
hukum PT. Antaboga Delta Sekuritas terhadap investor akibat penerbitan reksa dana “bodong”
adalah dengan mengembalikan kepercayaan terhadap investor, yaitu seluruh produk investasi PT.
Antaboga Delta Sekuritas yang berupa efek atau surat-surat berharga lainnya dialihkan pada PT.
Asjaya Indosurya Sekuritas. Pemindahan surat-surat berharga tersebut dilakukan karena izin
usaha PT. Antaboga Delta Sekuritas telah dicabut oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan
Lembaga keuangan ( BAPEPAM-LK) dari daftar anggota bursa.

6
B. Kronologi Penawaran Produk Antaboga ke Nasabah Bank Century

Puluhan nasabah kaya PT Bank Century Tbk (BCIC) geram bukan kepalang karena
dananya di PT Antaboga Delta Sekuritas Indonesia tidak bisa dicairkan menyusul kolapsnya
bank tersebut yang kini diambilalih oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Produk yang
ditawarkan kepada nasabah Bank Century ini adalah produk PT Antaboga Delta Sekuritas
Indonesia yang menjual produk kontrak pengelolaan dana (KPD\/discretionary fund). Nasabah
juga ditawarkan reksa dana milik PT Signature Capital Indonesia. Jumlah yang ditawarkan ke
nasabah Bank Century ini mencapai sekitar Rp 1,5 triliun.

Ester, nasabah lama Bank Century Jumat (5\/12\/2008) menceritakan bagaimana kronologi
produk tersebut ditawarkan ke nasabah Bank Century.

 Pada tahun 2007, Bank Century menjual produk-produk tersebut kepada nasabah yang
sudah lama menjadi mitra Bank Century sekitar 2-5 tahun.<\/li>

 Penawaran itu dilakukan kepada nasabah yang memiliki dana lebih dari Rp 100 juta baik
yang ada di Jakarta, Solo Surabya, Medan, Semarang.<\/li>

 Umumnya nasabah tergiur dengan tawaran tersebut karena menawarkan bunga tinggi
10,5%-13% dengan jangka waktu rata-rata 3 bulan.<\/li>

7
 Nasabah percaya karena yang mengeluarkan adalah lembaga yang resmi secara hukum di
Indonesia.<\/li>

 13 November 2008 Bank Century gagal kliring<\/li>

 21 November 2008, Bank Century diambil alih pemerintah melalui LPS<\/li>

 Sejak diambil alih LPS, pengambilan dana nasabah dalam bentuk tabungan dan deposito
juga dibatasi untuk mencegah rush.<\/li>

 Banyak reksa dana yang jatuh tempo pada awal dan pertengahan November 2008.<\/li>

 Nasabah gagal mencairkan reksa dana yang sudah jatuh tempo<\/li>

 1 Desember 2008 Pihak Bank Century menyarankan nasabah langsung mendatangi


Antaboga di Kebayoran Baru Jakarta.
<\/li>

 4 Desember 2008 kasus Antaboga diperiksa Bapepam <\/li>

 5 Desember, Bapepam periksa PT Signature Capital Indonesia.<\/li>

 5 Desember 2008, 2 orang direksi dan 1 orang komisaris itu kini masuk daftar cekal
Mabes Polri.<\/li><\/ul>
Ester berharap pemerintah dan pihak berwenang mengusut tuntas kasus Antaboga ini.
Nasabah mengancam akan terus mendatangi Bank Century hingga dananya keluar.

C. Kronologi Misteri Antaboga Masuk ke Century

VIVAnews - Bank Century menyampaikan penegasan tidak lagi terlibat dalam penjualan produk
reksa dana PT Antaboga Delta Sekuritas.

8
Hal itu disampaikan oleh Kuasa Hukum Bank Century, Pradjoto di Jakarta, Jumat, 6
Maret 2009. Pradjoto mengungkapkan kronologi Antaboga bisa masuk ke Bank Century yang
menjadi misteri kontroversial.

Ribuan nasabah dari berbagai daerah telah menjadi korban penipuan produk investasi
milik Antaboga. Sebagian besar dari korban tersebut adalah nasabah Bank Century. Total
kerugian nasabah sekitar Rp 1,5 triliun.

Berikut ini kronologi kasus produk investasi Antaboga:

2002 - 2005:
Ada perjanjian antara Bank Century sebagai sub agen untuk penjualan dua jenis reksa dana.
Pertama, reksa dana Mahanusa Dana Tetap, produk investasi dana tetap dengan manajer
investasi, PT Investment Mahanusa Management. Kedua, reksa dana berlian dengan manajer
investasi Quo Capital. Di sini, PT Antaboga Delta Sekuritas berperan sebagai agen dan Century
sebagai sub agen.

2006:
Direksi Bank Century menegaskan Bank Century tidak lagi menjadi sub agen dalam pemasaran
reksa dana sehubungan dengan berakhirnya kerja sama. Itu tercantum dalam memo nomor
02/IM/D/S/06 tertanggal 16 Mei 2006. Bersamaan dengan itu berlaku sebi nomor 7/19/DPNP
tertanggal 14 Juni 2006. Setelah itu, Antaboga menerbitkan dan menjual sendiri reksa dana pada
pihak ketiga.

2007 - 3008:
Robert Tantular dan Hartawan Aluwi, pemilik Antaboga menggunakan tenaga marketing dan
kepala cabang Bank Century untuk menjual discreatenary fund atau produk investasi dana tetap
terproteksi berjangka 1 dan 3 bulan dengan manajer investasi Antaboga. Pada saat ini, Antaboga
sudah mengeluarkan sendiri dan tidak mengikut sertakan Bank Century.

17 November 2008:
Antaboga default atas pembayarannya dan terjadilah kasus ini.

9
Salah seorang pemegang saham Bank Century, Robert Tantular, diketahui adalah pemilik
perusahaan investasi PT Antaboga Delta Sekuritas. Di sinilah uang nasabah Bank Century
diputar, dan hilang.

REPUBLIK ini memang agak aneh. Coba kita lihat kembali rekaman rapat dengar
pendapat yang diadakan Komisi XI DPR pada Selasa, 10 Februari silam. Ketika itu Deputi
Gubernur Bank Indonesia (BI), Siti Ch Fadjrijah membeberkan kronologis kasus PT Bank
Century Tbk.

Bedasarkan temuan BI, produk investasi berupa reksa dana yang diterbitkan PT Antaboga
Delta Sekuritas, tidak mempunyai izin dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan (Bapepam-LK). Terakhir diketahui, bahwa perusahaan sekuritas tersebut dimiliki
Robert Tantular, salah satu pemegang saham di Bank Century.

Fadjrijah menceritakan kasus ini bermula pada Januari 2005. Waktu itu Bank Century
memang menjadi sub agen penjual produk reksadana, yaitu Investasi Dana Pasti. Sedangkan
agennya adalah Antaboga. BI kemudian melakukan pemeriksaan, dan diketahui bahwa pegawai
bank yang menjual produk tersebut tidak mempunyai izin dari Bapepam-LK. Pada saat itu juga
BI meminta agar penjualan produk tersebut dihentikan.

Mei 2005, BI membahas secara internal soal maraknya produk reksa dana. Kemudian di
bulan Juni, BI mengeluarkan aturan mengenai syarat bank yang bisa bisa menjadi agen penjual
reksa dana (APERD). (Daftar APERD lihat di tabel).

Dalam aturan tersebut disebutkan bahwa sebagai agen reksa dana, bank harus dapat memastikan
bahwa reksadana yang bersangkutan telah memperoleh pernyataan yang efektif dari otoritas
pasar modal. Lalu, bank dilarang menjamin pelunasan dan kepastian besarnya imbal hasil
termasuk nilai aktiva bersih (NAB) secara langsung maupun tidak langsung. Bank juga wajib
melapor ke BI setiap bulan mengenai jenis-jenis produk reksa dana yang dijual.

Setelah mengadakan pertemuan dengan pihak Bank Century, BI akhirnya mengeluarkan


memo internal yang memberitahukan bahwa sejak Desember 2005 penjualan produk Antaboga

10
di Bank Century dihentikan. Memo itu kemudian disampaikan ke seluruh cabang Bank Century
per 22 Desember 2005.

Awal 2006, bagian pengawas BI berpura-pura menjadi nasabah Bank Century. Ternyata
produk itu masih ada. BI memanggil direksi dan menegur manajemen Bank Century. Pada saat
itu juga Bank Century mengeluarkan memo untuk mempertegas penghentian penjualan produk
Antaboga. Setelah itu, di buku bank tidak ada catatan-catatan dalam pembukuan. “Ini fakta yang
kami peroleh dari pemeriksaan,” ujar Fadjrijah.Sebelumnya, Bank Century tidak pernah
mencatat hasil penjualan reksadana Anaboga ke dalam pembukuan perusahaan.

Menurut Fadjrijah, dari temuan BI sejak 2005, formulir penjualan produk tersebut
awalnya tercantum logo Antaboga dan Bank Century. Namun, belakangan sudah tidak ada logo
Bank Century, yang ada hanya Antaboga. Dari situ BI langsung memberikan informasi ke
Bapepam-LK dan meminta lembaga tersebut untuk meneliti reksadana yang dijual Antaboga.

Kegagalan BI-Bapepam Ketika itu, anggota Komisi XI DPR Drajad Wibowo


mengatakan, BI telah gagal dalam melaksanakan pilar Arsitektur Perbankan Indonesia (API).
Tugas BI melindungi kepentingan nasabah dinilai tidak berjalan. “BI telah gagal melaksanakan
pilar ke 6 dari API, yaitu melindungi kepentingan nasabah,” tegasnya saat memberikan jawaban
atas pernyataan yang disampaikan Siti Fadjrijah.

Selama ini, kata Drajad, BI lalai melaksanakan tugasnya dan terlalu bersikap reaksioner
dalam menangani kasus-kasus perbankan. Padahal, banyak kasus perbankan yang merugikan
nasabah hingga triliunan rupiah. “Ini bukti bahwa fungsi pengawasan BI tidak jalan sama
sekali,” katanya. Bukti lainnya, kata dia, kasus Antaboga baru mencuat ke publik di tahun 2008.
Padahal, praktek penjualan produk tersebut sudah lama terjadi, tambahnya.

Bila hal ini berlangsung secara terus menerus, Drajad khawatir kepercayaan masyarakat
untuk menginvestasikan dana ke bank akan berkurang. Soalnya, kata dia, tidak ada nasabah yang
mau menaruh dananya di bank bila ujung-ujungnya duit mereka hilang.

11
Sementara pengamat perbankan Avi Aviliani menilai pengawasan BI sudah optimal.
Dalam kasus Century, pemicu utama adalah reksa dana Antaboga, yang dimiliki oleh orang yang
sama dengan pemilik lama Bank Century yaitu Robert Tantular.

Dikatakan Avi, persoalan reksadana tidak termasuk wilayah pengawasan oleh Bank
Indonesia, karena produk itu termasuk produk non bank yang menjadi wewenang penanganan
dan pengawasan Bapepam-LK Depkeu.

Tidak terawasinya penerbitan reksa dana Antaboga yang mengakibatkan kesulitan dana di
Bank Century menurut Avi karena tidak menyatunya sistem pengawasan keuangan secara
nasional sehingga produk non bank yang menyangkut praktek operasi perbankan tidak terawasi
dengan baik. “Kasus Century karena tidak adanya arsitektur keuangan nasional yang menyatu,”
kata Avi.

Penyebutan kelemahan Bapepam-LK Depkeu tentu menohok Menkeu Sri Mulyani.


Karuan Sri Mulyani langsung mereaksi. Ia tampak gerah atas tudingan yang dialamatkan kepada
Bapepam-LK lantaran kasus perusahaan sekuritas PT Antaboga Delta Sekuritas Indonesia.
Menurutnya, kasus Antaboga bukan semata-mata kesalahan dari Bapepam-LK. Kendati
demikian, dia mengakui bahwa lembaga tersebut perlu meningkatkan kewaspadaan.

Sebelumnya anggota Komisi XI, Nursanita Nasution, mempertanyakan peran Bapepam-


LK sebagai regulator di pasar modal. Menurutnya, selama ini kasus-kasus reksa dana bodong
yang terjadi dari tahun ke tahun sering lewat dari pengawasan Bapepam-LK. Selama ini, kata
dia, Bapepam-LK tidak melakukan pengawasan secara ketat. Contohnya dalam kasus Antaboga.

Baru tahun 2005 lembaga yang dipimpin Fuad Rahmany itu memberikan surat peringatan
kepada Antaboga, setelah perusahaan broker saham itu mengeluarkan produk yang tidak tercatat
di Bapepam-LK.

Sri Mulyani rupanya tidak terima tudingan yang dilontarkan Nursanita. Menurutnya,
sejak tahun 2005, belum ada nasabah Century yang menderita suatu kerugian terkait reksadana
Antaboga. Saat itu mungkin para nasabah menganggap investasi yang ditanamkan terus berjalan
dan tidak akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

12
“Bila nasabah belum mengalami kerugian, tentu mereka tidak akan melakukan
pengaduan kepada Bapepam-LK,” ujarnya. Jadi, tidak ada alasan bagi Bapepam-LK untuk
melakukan teguran selama interaksi antara investor dan pengelola dana dinilai masih saling
menguntungkan.

Terkait keluarnya surat dari BI yang menengarai bahwa Bank Century telah melakukan
operasi yang menggunakan modus penggunaan Badan atau Sekuritas seperti Antaboga, kata Sri
Mulyani, maka Bapepam-LK akan melakukan investigasi. “Dalam hal ini, ada kesalahan yang
dilakukan Bank Century dan Antaboga saat itu. Berdasarkan aturan perundang-undangan yang
ada, maka yang bisa dilakukan oleh Bapepam-LK saat itu hanyalah memberi teguran berupa
sanksi,” paparnya.

Setelah ditegur, Antaboga dan Bank Century rupanya masih menjual produk-produk
reksadana yang sifatnya resmi ada. “Jadi reksadana yang dia jual, invetasinya itu memang ada
sehingga bila nasabah kemudian mem-file untuk mendapatkan reksadana itu memang ada
underlying invetasinya,” urainya.

Namun setelah tahun 2005, kembali terjadi suatu pelanggaran yang lebih serius. Akan
tetapi, saat itu Bapepam-LK belum menerima suatu pengaduan, yang menyatakan Antaboga
dengan menggunakan Bank Century telah menjual reksadana yang tidak resmi. Bapepam-LK
baru mengetahui ada suatu instrumen reksadana palsu setelah mendapat pengaduan tanggal 24
November 2008.

“Artinya, memang ada reksadana yang teregister di dalam Bapepam-LK, namun ada
suatu institusi atau Badan yang bisa menjual suatu instrumen yang sebetulnya tidak ada,” terang
Menkeu.

Empat tahun telah berlalu sejak mencuatnya kasus Reksadana Antaboga. Namun, nasib
pemilik Reksadana Antaboga itu hingga kini belum juga menemui titik terang walaupun kasus
ini telah diupayakan melalui jalur hukum. Kasus ini bergulir ketika nasabah Antaboga resah
karena investasi mereka tak bisa dicairkan, meski sudah jatuh tempo sejak bulan September
2008.
Kasus Antaboga ini banyak sekali melibatkan nasabah Bank Century. Sebab sebagian

13
besar investor adalah nasabah bank yang sekarang berganti nama menjadi Bank Mutiara. Dana
nasabah Bank Century yang tersangkut di produk Antaboga diperkirakan mencapai Rp1,5 triliun.
Dana itu dikelola dalam bentuk portofolio discretionary fund, Reksadana Berlian, Berlian Plus
dan Berlian Terproteksi. Kabarnya dana kelolaan Reksadana Berlian per 21 Oktober 2008
Rp49,44 miliar, lalu Berlian Plus Rp5,24 miliar. Produk investasi yang ditawarkan kepada
nasabah Bank Century adalah jenis reksadana terproteksi. Sehingga modal awal pasti akan
kembali ditambah dengan hasil bunga. Investasi Antaboga menawarkan imbal hasil 13 persen
pertahun

PT Antaboga Delta Sec.Ind. diketahui mendapat izin usaha sebagai perantara pedagang
efek dan manajer investasi sejak tahun 1992, tepatnya tanggal 21 Maret 1992.[1] Sebanyak
82,18% saham Antaboga dimiliki PT Aditya Rekautama dan sisanya 17,82% dimiliki PT
Mitrasejati Makmurabadi. PT Aditya Rekautama sendiri sebanyak 12,5% sahamnya dimiliki
Robert Tantular, Hartawan Aluwi dan Budi PV Tanudjaja.

Robert dan Hartawan merupakan menantu Sukanta Tanudjaja, mantan pemilik Great
River. Budi merupakan kerabat Sukanta. Sedangkan PT Mitrasejati Makmurabadi dimiliki Harry
Sutomo Raharjo dan Hendro Wiyanto. Hendro kini menjabat sebagai direktur utama Antaboga.
Perusahaan didirikan dengan modal dasar Rp60 miliar dan modal disetor Rp55 miliar. Antaboga
sendiri merupakan pemilik Bank Century dengan andil saham 7,44%. Di Century selain lewat
Antaboga, keluarga Tantular juga memiliki saham lewat PT Century Mega Investindo yang
menguasai 9% saham bank dan PT Century Super Investindo yang memegang 5,64% saham.[2]

Ada tiga permasalahan pokok dalam kasus di atas. Pertama, bagaimana Uji Kepatuhan
Reksa Dana yang dilakukan oleh Petugas Uji Kepatuhan dari Bapepam sejak tahun 1992 hingga
terjadi kasus itu, pada tahun 2008? Lampiran Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal
Nomor: Kep-38/PM/2003 PERATURAN NOMOR II.F.14 tentang PEDOMAN UJI
KEPATUHAN REKSA DANA menjelaskan bahwa Uji Kepatuhan adalah serangkaian kegiatan
yang dilakukan secara berkala oleh biro teknis untuk menguji kepatuhan terhadap peraturan yang
berlaku, penerapan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko serta kinerja Reksa Dana.

14
Peraturan tersebut menentukan dalam melakukan uji kepatuhan, Petugas Uji Kepatuhan harus:

a) mengumpulkan data, informasi, dan atau keterangan lain yang diperlukan;

b) mengidentifikasikan penerapan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko dalam


pengelolaan Reksa Dana

c) mengetahui terlebih dahulu Anggaran Dasar, Kontrak Investasi Kolektif,


Komposisi Investasi, Portofolio, Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksa Dana, Bank
Kustodian,Prospektus dan laporan terakhir yang diterima Bapepam serta Pihak
yang terafiliasi dengan Manajer Investasi; dan

d) mempelajari dan memahami prosedur standar operasional transaksi Reksa Dana.

Selain itu, juga disebutkan, dalam melakukan Uji Kepatuhan terhadap pengelolaan portofolio
Reksa Dana, maka Petugas Uji Kepatuhan harus:

a) memastikan kesesuaian antara kegiatan pengelolaan Reksa Dana dengan Kontrak Reksa
Dana yang telah dibuat sebagaimana diatur dalam Peraturan Nomor IV.A.4 tentang
Pedoman Kontrak Pengelolaan Reksa Dana Berbentuk Perseroan atau Peraturan Nomor
IV.B.2 tentang Pedoman Kontrak Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif;

b) memastikan Manajer Investasi dalam mengelola portofolio telah menerapkan prinsip


kehatihatian dan manajemen risiko, antara lain:

1. adanya Komite Investasi dan Tim Pengelola Investasi;

2. Komite Investasi telah mengarahkan dan mengawasi Tim Pengelola Investasi


sesuai dengan kebijakan dan strategi investasi yang telah ditetapkan dalam
Prospektus dengan memperhatikan beberapa faktor meliputi mikro dan makro
ekonomi;

15
3. Tim Pengelola Investasi dalam melakukan transaksi sehari-hari telah menjalankan
kebijakan dan strategi investasi yang ditetapkan oleh Komite Investasi;

4. memastikan adanya kertas kerja yang merupakan dasar untuk melakukan investasi
dalam suatu portofolio;

5. Tim Pengelola Investasi telah memperhatikan risiko investasi yang mungkin


terjadi dan tindakan apa yang akan dilakukan jika risiko investasi tersebut terjadi;
dan

6. adanya pembagian kewenangan yang jelas dalam menentukan jumlah transaksi.

c) memastikan Manajer Investasi telah mematuhi Peraturan Nomor IV.A.3 tentang


Pedoman Pengelolaan Reksa Dana Berbentuk Perseroan, Peraturan Nomor IV.A.4
tentang Pedoman Kontrak Pengelolaan Reksa Dana Berbentuk Perseroan, Peraturan
Nomor IV.B.1 tentang Pedoman Pengelolaan Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi
Kolektif dan Peraturan Nomor IV.B.2 tentang Pedoman Kontrak Reksa Dana Berbentuk
Kontrak Investasi Kolektif;

d) memastikan Manajer Investasi telah memenuhi kebijakan investasi yang dilakukan


dengan tidak melebihi batas maksimun dan batas minimum sebagaimana diungkapkan
dalam Kontrak;

e) memastikan biaya yang harus dikeluarkan oleh Reksa Dana, Manajer Investasi, dan
pemegang Unit Penyertaan telah sesuai dengan kontrak;

f) memastikan Manajer Investasi tidak melakukan kegiatan yang mengakibatkan Reksa


Dana terlibat dalam berbagai bentuk pinjaman, atau membeli saham atau Unit
Penyertaan Reksa Dana lain; dan

g) memastikan penentuan Nilai Pasar Wajar dari Portofolio Efek telah dilaksanakan sesuai
dengan Peraturan Nomor IV.C.2 tentang Nilai

16
Kedua, di kasus posisi disebutkan pegawai bank yang menjual produk tersebut tidak
mempunyai izin dari Bapepam-LK. Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: Kep-
11/BL/2006 PERATURAN NOMOR V.B.4 tentang “PERILAKU AGEN PENJUAL EFEK
REKSA DANA” pada angka 1 menyatakan Agen Penjual Efek Reksa Dana hanya dapat
melakukan kegiatan penjualan Efek Reksa Dana melalui pegawai yang telah memperoleh izin
sebagai Wakil Perusahaan Efek atau Wakil Agen Penjual Efek Reksa Dana dan pegawai
dimaksud wajib mendapat penugasan secara khusus dari Agen Penjual Efek Reksa Dana yang
bertindak untuk dan atas nama Agen Penjual Efek Reksa Dana.
Sayangnya tidak ada aturan Bapepam yang memuat sanksi apapun apabila ada pegawai
Agen Penjual Efek Reksa Dana yang tidak memperoleh izin sebagai Wakil Perusahaan Efek atau
Wakil Agen Penjual Efek Reksa Dana dan tidak mendapat penugasan secara khusus dari Agen
Penjual Efek Reksa Dana yang bertindak untuk dan atas nama Agen Penjual Efek Reksa Dana
tersebut menjual produk reksadana.
Ketiga, Manager Investasi tak pernah disinggung seakan-akan tak ikut bertanggung-
jawab atas masalah ini. Selain itu, sekali lagi, bagaimana pengawasan Bapepam terhadap
Manager Investasi? Di dalam Peraturan Nomor II.F.14 tentang PEDOMAN UJI KEPATUHAN
REKSA DANA yang telah disebutkan di atas juga menentukan bahwa Petugas Uji Kepatuhan
dari Bapepam harus memastikan bahwa transaksi yang dilakukan oleh Manajer Investasi dengan
Perantara Pedagang Efek yang terafiliasi, promotor Reksa Dana, pemegang saham utama
Manajer Investasi, pengendali Manajer Investasi, dan pemegang kontrak pengelolaan dana
(discretionary fund) dari Manajer Investasi telah dilakukan dengan wajar dan dengan kondisi dan
syaratyangnormal.

Akhirnya, adalah benar dikatakan bahwa persoalan terjadinya kejahatan dan pelanggaran
di pasar modal tak hanya berdasarkan alasan kesalahan pelaku, namun juga kelemahan aparat
yang mencakup integritas dan profesionalisme, dan kelemahan peraturan.

D. KASUS CENTURY BERAWAL DARI ANTABOGA, Bapepam-LK Harus


Bertanggung Jawab

Discretionary fundadalah kontrak pengelolaan dana (KPD) antara nasabah dan manager

17
investasi (MI). Dalam kasus Century, dosa Bapepam-LK adalah membiarkan perusahaan
sekuritas menjual produk discretionary fund yang ternyata bodong. Selain itu, investor publik
tidak memperoleh informasi memadai terkait skandal Century, padahal bank tersebut adalah
listed company.

Hal itu diungkapkan pengamat hukum pasar modal Indra Safitri, praktisi hukum Ery
Yunasri, ekonom Indef Iman Sugema, dan Ketua Masyarakat Investor Sekuritas Indonesia
(Missi) Nyak Dan Murdani di Jakarta, akhir pekan lalu.

“Bapepam tidak boleh lepas tangan, karena Antaboga selaku manajer investasi mendapat
izin dan di bawah pengawasan Bapepam. Apalagi Bank Century juga merupakan
perusahaan terbuka,” tegas Indra Safitri kepada Investor Daily.

Sementara itu, Iman Sugema mengatakan, kolapsnya Bank Century berawal dari gagal
bayar discretionary fund Antaboga yang dipasarkan melalui Bank Century. Sejak itu,
kepercayaan nasabah runtuh dan mereka ramai-ramai menarik dana dari Bank Century sehingga
bank tersebut kolaps.

“Kasus Century merupakan kesalahan berjamaah,” kata dia. Tak hanya Bank Indonesia
(BI), Menteri Keuangan, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), dan Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS) yang “berdosa” karena memutuskan penyelamatan bank tersebut sehingga
berpotensi merugikan negara triliunan rupiah, tetapi juga Bapepam-LK. Sebab, kolapsnya Bank
Century berawal dari lemahnya pengawasan Bapepam-LK atas manajer investasi, yakni PT
AntabogaDeltaSekuritas.

Ketika dikonfirmasi tentang hal itu, Ketua Bapepam-LK Fuad Rahmany mengatakan,
penjualan produk investasi oleh Antaboga Delta Sekuritas melalui Bank Century bukan
merupakan tanggung jawab otoritas pasar modal. Pasalnya, produk tersebut diperjualbelikan di
Bank Century dan bukan Antaboga. “Jadi ini bukan tanggung jawab Bapepam-LK,” kata dia.

Menurut Fuad, produk yang dijual Antaboga tersebut bukanlah produk reksa dana

18
melainkan discretionary fund. Produk tersebut juga bukan merupakan produk investasi yang
pernah mendapat peringatan dari Bapepam-LK pada 2005. Dia menilai, produk investasi yang
telah menampung dana sebesar Rp 1,4 triliun dan diperjuabelikan di Bank Century merupakan
produk palsu.

Fuad mengaku pihaknya tidak dapat memproteksi nasabah Bank Century, karena otoritas pasar
modal hanya melindungi para pemegang saham perseroan. “Kami sudah melakukan semuanya,
meminta report, laporan keuangan, dan pelaporan aksi korporasi ataupun suspensi ketika ada
masalah,tandasdia.

Pengawasan Lemah
Iman Sugema menegaskan, sudah menjadi rahasia umum bahwa pengawasan Bapepam-
LK sangat lemah. Ini tercermin dari banyaknya kasus di pasar modal, mulai dari transaksi repo,
produk derivatif, hingga kasus Sarijaya Sekuritas.
Dalam kasus Antaboga, kata dia, Bapepam – LK semestinya memberikan early warning
kepada investor bahwa produk yang dipasarkan Bank Century itu bukan produk pasar modal.
Namun, Bapepam tidak bertindak apapun hingga akhirnya masyakarat tertipu dengan total
kerugian sekitar Rp 1,4 triliun.
Kisruh produk Antaboga berawal pada Agustus 2008, ketika pegawai customer service
Bank Century menawarkan pengalihan dana di rekeningnya untuk diinvestasikan ke salah satu
produk Antaboga dengan iming-iming bunga 13% dalam tiga bulan. Sebagai bukti investasi, para
nasabah hanya diberi selembar kertas sertifikat berwarna coklat, berlabelkan tulisan discretionary
fund di pojok kanan atas.
Pada pertengahan November 2008, direksi Antaboga mengeluarkan surat edaran tentang
waktu jatuh tempo redemption. Direksi Antaboga meminta para nasabah memperpanjang
redemption seluruh produk investasi hingga beberapa bulan lagi. Dengan rincian, 10% akan
dibayar pada bulan pertama, 40% bulan ketiga, dan sisanya akan dibayarkan enam bulan
kemudian.
Pengumuman ini menimbulkan kecurigaan para nasabah bahwa discretionary fund
Antaboga tidak beres sehingga redemption besar-besaran pun tak terhindarkan dan akhirnya
gagal bayar.

19
Menurut Indra, meskipun discretionary fund Antaboga tidak mendapat izin dari
Bapepam, otoritas pasar modal ini tidak bisa lepas dari tanggung jawab. Pasalnya, setiap
perusahaan efek dan manajer investasi wajib menyampaikan laporan keuangannya kepada
Bapepam. “Dalam konteks Antaboga saat ini, Bapepam setidaknya ikut membantu bagaimana
caranya mengembalikan dana nasabah,” ujar Indra.
Untuk ke depannya, Bapepam seharusnya mencermati laporan berkala dari setiap
manajer investasi. Tidak hanya reksa dana, juga produk KPD yang banyak dijual MI.
Pengawasan secara ketat itu sangat penting supaya tidak menimbulkan kasus penggelapan dana
nasabah.
Hal serupa juga ditegaskan Ery Yunasri. Menurut dia, Bapepam dapat menjerat Antaboga
dengan Undang-Undang (UU) Pasar Modal yang mengatur tentang penggelapan dana nasabah
perusahaan efek atau manajer investasi. “Saya dengar, Bapepam sedang melakukan penyidikan
secara khusus,” kata dia.

Merugikan Masyarakat
Sementara itu, Ketua Masyarakat Investor Sekuritas Indonesia (Missi) Nyak Dan
Murdani mengatakan, kasus Bank Century Tbk dan PT Antaboga Delta Sekuritas merupakan
contoh terkini kejahatan para pengelola emiten dan MI atau sekuritas yang merugikan pemegang
saham publik. “Sampai sekarang para pemegang saham publik Bank Century tidak jelas
nasibnya,” ujarnya
Padahal, menurut dia, pemegang saham publik harus mendapat prioritas perlindungan
dari otoritas pasar modal dan otoritas bursa. Berlarut-larutnya kasus Bank Century dan Antaboga,
kata Murdani, harus menjadi pendorong pembentukan lembaga penjamin dana investor (investor
protection fund/IPF). “Dalam kasus ini kan investor dirugikan akibat kejahatan pihak-pihak
tertentu di pasar modal, bukan akibat naik-turunnya harga saham,” ucapnya.
Murdani mengatakan, Bapepam-LK dan pihak-pihak berwenang lainnya, seperti BI
seharusnya bisa segera menyelesaikan kasus Bank Century dan Antaboga.
Dari Surabaya dilaporkan, para nasabah korban penipuan Bank Century terus
memperjuangkan hak mereka, yakni menuntut pengembalian dana yang disimpan di bank
tersebut. Mereka juga menuntut siapa pun yang bertanggungjawab atas penggelapan dana di
Bank Century, apakah pemegang saham atau pejabat terkait, diberi ganjaran setimpal.

20
Koordinator Nasabah Korban Penipuan Bank Century Cabang Surabaya Edo
Abdurahman, dan dua nasabah Bank Century, Doni Sentanu dan Sri Gayatri mengatakan hal itu
kepada Investor Daily, Sabtu (12/9).
Menurut Edo, sampai saat ini belum ada satu pun nasabah yang menerima dana
pengembalian dari Bank Century. Jumlah nasabah di Surabaya sekitar 500- 600 nasabah dengan
total dana sekitar Rp 600-700 miliar.
Edo menyayangkan sikap pemerintah yang lebih mementingkan deposan besar, yang
dikabarkan bisa mengambil dana hingga Rp 2 miliar. Sementara dirinya dan kawan-kawan
sangat sulit mendapatkan kembali dana yang mereka simpan di Bank Century..
Doni Sentanu, nasabah Bank Century Cabang Kertajaya Surabaya, mengaku bingung
harus menuntut kemana atas dana depositonya senilai Rp 100 juta di bank tersebut. Pasalnya,
antara Bank Century dan Antaboga justru saling tuding. Padahal, proses pembuatan dan
pencetakan bilyet deposito senilai Rp 100 juta di Bank Century tersebut dibuat di bank itu, bukan
di Antaboga.
Sementara, Sri Gayatri, akan menggelar aksi demo sampai dananya kembali. Sri menjadi
nasabah Bank Century sejak 2004 dengan menyetor dana Rp 2,7 miliar rupiah dalam bentuk
deposito dengan bunga 13% per tahun. Namun sejak Mei 2008 hingga kini Bank Century tidak
lagi membayar bunga.(jau/az/ls)

E. BI: Dana Antaboga Tak Tercatat di Bank Century

Jakarta - Nasib dana para nasabah PT Antaboga Delta Sekuritas makin tak jelas. Bank
Indonesia (BI) menyatakan dana Antaboga tak tercatat dalam pembukuan Bank Century
(sekarang Bank Mutiara). BI menegaskan Bank Century sama sekali tidak mempunyai tanggung
jawab dengan Nasabah Antaboga."Ada produk investasi dana yang diterbitkan Antaboga di mana
produk ini diindikasikan menyimpang dari ketentuan,\\\" kata Deputi Gubernur BI Halim
Alamsyah dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Timwas Century di Gedung DPR, Jakarta,
Rabu (12\/10\/2011). Indikasi pelanggaran, sambung Halim adalah ternyata Antaboga tidak
mempunyai izin menjadi Manajer Investasi penjual reksa dana.
Di samping itu, menurut Halim tidak ada prinsip \\\'Know Your Costumer\\\' dan ternyata

21
biaya bagi karyawan bank yang memasarkan produk tersebut tidak masuk pendapatan bank.
\\\"Dan yang paling penting, semua produk tidak dicatat di Bank Century,\\\" tegas Halim.
BI melihat, adanya produk yang dijual lewat karyawan Bank Century didasarkan atas faktor
manajemen Bank Century yang kurang sehat. Dijelaskan Halim, pada Maret 2006 BI lakukan
pengecekan apakah temuan dan perbaikan sudah dilakukan atau tidak.
\\\"Terbukti tahun 2006 itu sudah tidak menjual lagi. Petugas Bank Century ketika dicek juga
produk ini ternyata masih dijual namun dibantah manajemen. Manajemen mengatakan sudah ada
internal memonya,\\\" ungkap Halim. \\\"Dan berdasarkan penelusuran BI, ketika Bank Century
itu diambil alih dalam rekap tidak ada catatan terkait produk ini. Bank Century tidak ada dan
tidak ditemukan soal ini,\\\" tegas Halim kembali.

F. Soal Antaboga, BEI Tak Awasi Reksadana

Hal ini diutarakan Direktur Perdagangan Fix Income dan Derivatif BEI, Guntur Pasaribu
di Jakarta, Selasa (2/12)."BEI tidak mengawasi tentang reksadana. Itu murni Bapepam.
Tugas BEI itu hanya mengawasi anggota bursanya," tukasnya. Namun menurutnya, kalau
ada fund manager yang mau menerbitkan reksadana, itu pasti ada prospektus dan di dalamya ada
daftar agen-agen penjualnya. Robert Tantular, mantan Dirut Bank Century dikabarkan ikut
mengendalikan PT Antaboga Deltasekuritas. Produk reksadana yang diterbitkan perusahaan
manajemen investasi ini kini membuat resah investornya. Mereka tidak bisa mencairkan dana
investasinya yang ditawarkan lewat Bank Century. Kebanyakan investor merupakan nasabah
Bank Century. Sebanyak 82,18% saham Antaboga dimiliki PT Aditya Rekautama dan sisanya
17,82% dimiliki PT Mitrasejati Makmurabadi. PT Aditya Rekautama sendiri sebanyak 12,5%
sahamnya dimiliki Robert, Hartawan Aluwi dan Budi PV Tanudjaja. Robert dan Hartawan
merupakan menantu Sukanta Tanudjaja, mantan pemilik Great River, sedangkan Budi
merupakan kerabat Sukanta.Sedangkan PT Mitrasejati Makmurabadi dimiliki Harry Sutomo
Raharjo dan Hendro Wiyanto. Hendro kini menjabat sebagai direktur utama
Antaboga.Perusahaan yang berlokasi di Jalan Wolter Monginsidi Nomor 88 L, Jakarta Selatan itu
mendapatkan izin sebagai perusahaan efek dari Bapepam pada 20 Februari 1992. Perusahaan
didirikan dengan modal dasar Rp 60 miliar dan modal disetor Rp 55 miliar.Antaboga sendiri
merupakan pemilik Bank Century dengan andil saham 7,44%. Di Century selain lewat Antaboga,

22
keluarga Tantular juga memiliki saham lewat PT Century Mega Investindo yang menguasai 9%
saham bank dan PT Century Super Investindo yang memegang 5,64% saham.Sementara
Bapepam-LK menyatakan PT Antaboga Delta Sekuritas Indonesia tidak mempunyai produk
reksadana yang terdaftar di otoritas pasar modal. Namun Bapepam-LK akan meneliti mengenai
produk yang diterbitkan perusahaan sekuritas itu. "Bapepam-LK tidak pernah mengeluarkan
pernyataan efektif reksadana di Antaboga. Artinya produk yang ditawarkan bukan reksadana
yang terdaftar di Bapepam-LK," kata Kepala Biro Pengelolaan Investasi Djoko Hendratto di
Jakarta beberapa waktu lalu. Djoko mengatakan, Bapepam-LK tengah meneliti produk yang
ditawarkan tersebut, apakah bentuknya utang-piutang, perjanjian dua pihak seperti discretionary
fund, di mana hal itu berbeda dengan reksadana.Otoritas pasar modal itu juga meneliti apakah
produk yang meresahkan nasabah Bank Century tersebut produk Bank Century atau produk PT
Antaboga Delta Sekuritas Indonesia. "Kan ada juga bank yang mempunyai wealth management
kadang membuat produk sendiri, kita kan belum tahu," katanya. Dia menandaskan PT Antaboga
Delta Sekuritas Indonesia adalah perusahaan efek yang mempunyai izin perusahaan sekuritas
dan manajer investasi (MI). Namun untuk MI, Bapepam-LK tidak pernah memberikan
pernyataan efektif produk bagi produk reksadananya.Pihak Asosiasi Pengelola Reksa Dana
Indonesia (APRDI) juga menyatakan, penerbit reksa dana PT Antaboga Deltasekuritas Indonesia
tidak terdaftar sebagai anggota asosiasi itu. "Antaboga tidak terdaftar sebagai anggota APRDI,"
kata Ketua Umum APRDI, Abiprayadi Riyanto.Untuk itu Bapepam-LK juga akan berkoordinasi
dengan Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri untuk meneliti produk reksa dana yang
diterbitkan PT Antaboga Deltasekuritas Indonesia. "Tim saya sudah masuk (memeriksa). Kami
akan berkoordinasi dengan Bareskrim," kata Kepala Biro Pemeriksaan dan Penyidikan
Bapepam-LK Sarjito.Namun, dia belum mengetahui ketika disinggung mengenai kemungkinan
adanya indikasi penipuan. "Belum tahu. Apakah ada indikasi tindak pidana penipuan," ujar dia.
Bila terindikasi tindak pidana penipuan, menurut dia, hal itu merupakan kewenangan Bareskrim.
[cms]

- See more at: http://ekonomi.inilah.com/read/detail/66011/soal-antaboga-bei-tak-awasi-


reksadana#sthash.Kj85cZZ0.dpuf

Kasus Antaboga Cermin Kegagalan BI

23
 Hasil penyelidikan BI menyatakan bahwa produk investasi berupa reksa dana Antaboga
tidak mempunyai izin dari Bapepam-LK. DPR menilai BI telah gagal dalam
melaksanakan pilar API.
 Dalam Rapat Dengar Pendapat yang diadakan Komisi XI DPR pda Selasa (10/2), Deputi
Gubernur Bank Indonesia (BI), Siti Ch Fadjrijah membeberkan kronologis kasus PT
Bank Century Tbk. Bedasarkan temuan BI, produk investasi berupa reksa dana yang
diterbitkan PT Antaboga Delta Sekuritas, tidak mempunyai izin dari Badan Pengawas
Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Terakhir diketahui, bahwa
perusahaan sekuritas tersebut dimiliki Robert Tantular, salah satu pemegang saham di
Bank Century.

Fadjrijah menceritakan kasus ini bermula pada Januari 2005. Waktu itu Bank Century
memang menjadi sub agen penjual produk reksadana, yaitu Investasi Dana Pasti. Sedangkan
agennya adalah Antaboga. BI kemudian melakukan pemeriksaan, dan diketahui bahwa pegawai
bank yang menjual produk tersebut tidak mempunyai izin dari Bapepam-LK. Pada saat itu juga
BI meminta agar penjualan produk tersebut dihentikan.

Mei 2005, BI membahas secara internal soal maraknya produk reksa dana. Kemudian di
bulan Juni, BI mengeluarkan aturan mengenai syarat bank yang bisa bisa menjadi agen penjual
reksa dana. Dalam aturan tersebut disebutkan bahwa sebagai agen reksa dana, bank harus dapat
memastikan bahwa reksadana yang bersangkutan telah memperoleh pernyataan yang efektif dari
otoritas pasar modal. Lalu, bank dilarang menjamin pelunasan dan kepastian besarnya imbal
hasil termasuk nilai aktiva bersih (NAB) secara langsung maupun tidak langsung. Bank juga
wajib melapor ke BI setiap bulan mengenai jenis-jenis produk reksa dana yang dijual.

Setelah mengadakan pertemuan dengan pihak Bank Century, BI akhirnya mengeluarkan


memo internal yang memberitahukan bahwa sejak Desember 2005 penjualan produk Antaboga
tersebut dihentikan. Memo itu kemudian disampaikan ke seluruh cabang Bank Century per 22
Desember 2005.

24
Awal 2006, bagian pengawas BI berpura-pura menjadi nasabah Bank Century. Ternyata
produk itu masih ada. BI memanggil direksi dan menegur manajemen Bank Century. Pada saat
itu juga Bank Century mengeluarkan memo untuk mempertegas penghentian penjualan produk
Antaboga. Setelah itu, di buku bank tidak ada catatan-catatan dalam pembukuan. Ini fakta yang
kami peroleh dari pemeriksaan, ujar Fadjrijah. Sebelumnya, Bank Century tidak pernah mencatat
hasil penjualan reksadana Anaboga ke dalam pembukuan perusahaan.

Menurut Fadjrijah, dari temuan BI sejak 2005, formulir penjualan produk tersebut
awalnya tercantum logo Antaboga dan Bank Century. Namun, belakangan sudah tidak ada logo
Bank Century, yang ada hanya Antaboga. Dari situ BI langsung memberikan informasi ke
Bapepam-LK dan meminta lembaga tersebut untuk meneliti reksadana yang dijual Antaboga.

Disamping itu, lanjut Fadjrijah, BI juga mendapat informasi bahwa petugas yang
menawarkan produk Antaboga selalu menawarkan hal yang bagus-bagus saja. Hal itu dilakukan
untuk meningkatkan kepercayaan terhadap produk tersebut. Namun aturan BI tadi mengatakan,
bank sebagai agen penjual tidak boleh menjamin produk yang dijualnya.

Lebih jauh Fadjrijah mengatakan, BI telah menelusuri 62 rekening yang dipakai Robert
Tantular. Semua rekening tersebut berada di dalam negeri. Kini data-data tersebut sudah
disampaikan ke Bareskrim Mabes Polri. Dia mengaku tidak mengetahui berapa nilai dari
rekening yang diblokir tersebut, karena kewenangan penyidikan ada di Kepolisian.

Dalam menelusuri aset Robert, BI bekerjasama dengan Bareskrim Mabes Polri dan Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Selain puluhan rekening yang tersebar di
sejumlah bank tersebut, juga ditemukan lima rekening Antaboga yang ada di Century.

BI Gagal
Anggota Komisi XI DPR Drajad Wibowo mengatakan, BI telah gagal dalam
melaksanakan pilar Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Tugas BI melindungi kepentingan
nasabah dinilai tidak berjalan. BI telah gagal melaksanakan pilar ke 6 dari API, yaitu melindungi

25
kepentingan nasabah, tegasnya saat memberikan jawaban atas pernyataan yang disampaikan Siti
Fadjrijah.

Selama ini, kata Drajad, BI lalai melaksanakan tugasnya dan terlalu bersikap reaksioner
dalam menangani kasus-kasus perbankan. Padahal, banyak kasus perbankan yang merugikan
nasabah hingga triliunan rupiah. Ini bukti bahwa fungsi pengawasan BI tidak jalan sama sekali,
katanya. Bukti lainnya, kata dia, kasus Antaboga baru mencuat ke publik di tahun 2008. Padahal,
praktek penjualan produk tersebut sudah lama terjadi, tambahnya.

Bila hal ini berlangsung secara terus menerus, Drajad khawatir kepercayaan masyarakat
untuk menginvestasikan dana ke bank akan berkurang. Soalnya, kata dia, tidak ada nasabah yang
mau menaruh dananya di bank bila ujung-ujungnya duit mereka hilang.

G. MA Tolak Kepailitan Antaboga

Mahkamah Agung (MA) menolak tuntutan kepailitan PT Antaboga Delta Securitas


Indonesia yang diajukan oleh salah seorang nasabahnya yaitu Rudi Santoso Joo. Sekali lagi
nasabah Antaboga belum bisa menggulingkan perusahaan milik Robert Tantular ini.

Berdasarkan pengumuman di situs resmi MA yang dikutip, Selasa (15\/6\/2010), pada


tanggal 25 Mei 2010, Hakim yang terdiri dari Mahdi Soroinda Nasution, Djafni Djamal, dan
Mohammad Saleh, tuntutan kasasi Rudi kepada Antaboga ditolak.

Rudi Santoso Joo, mengajukan permohonan pailit terhadap Antaboga setelah membeli
produk investasi Antaboga, berupa reksa dana Rp 1,8 miliar, karena tertarik dengan keuntungan
bunga. Tapi ternyata Antaboga gagal melunasi kewajiban tersebut kepada para nasabahnya
termasuk Rudi. Kasus Antaboga muncul saat terjadi krisis keuangan global yang meruntuhkan
Bank Century sampai harus dilakukan penyelamatan oleh pemerintah. Diketahui bahwa dana
para nasabah Antaboga dibawa kabur oleh pemiliknya ke luar negeri.
(dnl/qom)

H. Aliran Cuci Uang Nasabah Antaboga

26
Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Tipid Eksus) Bareskrim Polri melimpahkan
berkas dan tersangka kasus penilapan dana nasabah Antaboga terkait kasus Bank Century ke
Kejaksaan Agung Ke mana saja uang Rp 342 miliar yang diselewengkan Robert Tantular Cs itu
mengalir?
Kasubdit Dit Tipid Eksus Kombes Agung Setya merinci bagaimana uang milik nasabah
Antaboga sebesar Rp342 miliar yang disetor ke Bank Century diselewengkan Robert Tantular.
Robert sendiri sudah divonis 9 tahun untuk kasus panyalahgunaan dana bailout Bank Century.
\\\"Dari pencucian uang pertama ini diketahui dana Rp342 miliar ditempatkan di PT GNU
(Graha Nusa Utama) sebesar Rp 127 miliar,\\\" kata Agung usai mengantar tiga tersangka kasus
bersangkutan ke Kejagung, di Bareskrim Mabes Polri, Jumat (30\/11\/2012).
Dana tersebut kemudian ditransfer pada layering ke dua oleh Robert Tantular. Dana tersebut
selanjutnya ditransfer ke pihak lain, seperti Johanes Sarwono, Stevanus Farok, dan Umar
Muchsin.

\\\"Di GNU yang sudah menerima uang itu, dananya ditransfer ke pihak-pihak lain. Di
dalam hal ini dalam upaya untuk mencuci uang itu,\\\" papar Agung.
GNU, tegas Agung, merupakan perusahaan fiktif yang tidak memiliki alamat dan karyawan,
serta tidak memiliki aset. Agung menyebut, para tersangka sengaja membuat perusahaan fiktif
tersebut untuk kegiatan pencucian uang. Dia menambahkan, dalam layering dua dan empaty, tiga
tersangka tersebut membantu mengembalikan Rp 68 miliar ke Robert Tantular dari Rp 127 miliar
secara bertahap. \\\"Yang Rp68 miliar dikembalikan ke Robert secara bertahap berarti mencuci
uang secara bersama,\\\" jelas Agung.

Tiga tersangka itu dengan bendera yang mendompleng bendera PT Nusa Utama Sentosa
(NUS) pimpinan Toto Kuncoro membeli aset resmi Yayasan Fatmawati senilai Rp2 0 miliar.
Audit BPK terhadap pembelian aset yang sah itu menunjukan indikasi asal muasal dana.

\\\"Audit ke dua disebutkan bahwa aliran dana ke GNU dan kita telusuri kita ketahui ada aliran
dana untuk membeli aset Rp 20 miliar itu,\\\" jelasnya. Pembelian aset itu, jelas Agung, seakan-
akan mereka membeli aset secara resmi, padahal uang yang digunakan adalah uang yang diambil
dari nasabah Antaboga. Sisa uang yang tersisa setelah dikembalikan ke Robert Tantular dan

27
dibelikan aset Yayasan Fatmawati, dibagi ke tiga tersangka. \\\"Sarwono Rp 40,9 miliar,
kemudian Stevanus Rp 7 miliar sekian, dan yang Muchsin Rp 2 miliar sekian,\\\" paparnya. Lalu,
bagaimana sisa dari Rp 324 miliar tersebut? \\\"Itu akan kita telusuri dari Robert karena dia yang
kuasai. Sebab yang dialirkan cuma Rp 127 miliar,\\\" papar Agung.

I. Takut Langgar UU, LPS Ogah Bayar Dana Nasabah Antaboga

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tak mau mengganti uang nasabah PT Antaboga Delta
Sekuritas karena tidak diperbolehkan oleh undang-undang. Ketua Dewan Komisioner Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS) Heru Budiargo mengatakan tidak ada landasan hukum untuk meminta
LPS dan Bank Century (sekarang Bank Mutiara) mengembalikan dana para investor
Antaboga. \\\"Tidak ada landasan hukum,\\\" kata Heru dalam Rapat Dengar Pendapat dengan
Timwas Century di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (12\/10\/2011). Dijelaskan Heru melalui poin-
poin penting alasan LPS tidak bisa mengganti dana nasabah.
\\\"Ada poin-poin di mana menjadi acuan LPS,\\\" tuturnya.
Berikut penjelasan Heru mengapa LPS tidak bisa membayar dana nasabah :

1. Tidak ada pembukuan terkait dana Antaboga di Bank Century<\/li>

2. Bank Century tidak sebagai penjual. Penjual tidak memiliki izin sebagai penjual
reksadana.<\/li>

3. Direksi Bank Century menyatakan adanya perjanian berakhirnya sub agen dengan
Antaboga dan Direksi Bank Century melarang penjualan produk Antaboga lagi.<\/li>

4. Dalam pengelolaan KPD antara Antaboga dan Investor, Bank Century tidak mempunyai
kaitan bahkan kerjasama.<\/li>

5. Atas penjualan discretionary fund<\/em>, Bank Century tidak ada fee<\/em> dan tidak
simpan dokumen dan data produk.<\/li>

6. Berdasarkan syarat umum dana tetap terporteksi dinyatakan merupakan produk investasi
pasar modal bukan bank. Dan tidak masuk program penjaminan pemerintah.<\/li>

28
7. Tidak ada peluang LPS bayar dana nasabah Antaboga.<\/li><\/ol>\\\"Karena yang dijamin
adalah dana produk hanya yang dikeluarkan bank. Terkait reksa dana, discretionary
fund<\/em> tidak dijamin LPS,\\\" tutur Heru.

Neraca Bank Century pun, sambung Heru per 20 November 2008 tidak tercatat adanya
pinjaman dari Bank Century kepada Antaboga dan kewajiban terkait investor Antaboga.

\\\"Pengeluaran dana LPS sesuai UU 2004 LPS hanya dimungkinkan untuk Penyertaan
Modal Sementara, dalam hal bank diselamatkan. Serta untuk pembayaran klaim
penjaminan dalam hal bank ditutup dan likuidasi,\\\" imbuhnya.

Seperti diketahui, nasabah Antaboga ini mengaku ditawari oleh pihak Bank Century
dengan penjelasan bahwa produk reksa dana Antaboga merupakan produk Bank Century.

Namun ternyata reksa dana ini bodong dan semua nasabah tersebut dibohongi karena
dananya dibawa kabur. Sampai saat ini nasib dana nasabah Antaboga belum jelas.

Saat ini Bank Century telah berubah nama menjadi Bank Mutiara dan sahamnya 100%
dipegang oleh LPS setelah ada bailout<\/em> senilai Rp 6,7 triliun pada saat krisis 2008
lalu.

J. Kejar Aset Robert Tantular Cs Untuk Ganti Dana Antaboga

-Menkopolhukham Djoko Suyanto mengatakan akan mengejar aset Robert Tantular Cs di dalam
dan luar negeri untuk mengganti dana nasabah Antaboga. Namun sampai saat ini ternyata tidak
jelas kelanjutannya.Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Heru
Budiargo mengatakan, pembayaran kepada investor Antaboga seharusnya bersumber dari
pengejaran aset pelaku dan penyalahgunaan investasi.
\\\"Ini jelas sesuai dengan keputusan Menkopolhukam pada Maret 2010,\\\" katanya dalam Rapat
Dengar Pendapat dengan Timwas Century di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (12\/10\/2011).
Aset yang perlu dikejar yakni aset terhadap pelaku yang dilarikan milik investor dan setelah
pengadilan selesai maka diselesaikan untuk dikembalikan kepada investor.

29
\\\"Adapun aset yang dikejar yakni milik Robert Tantular, Arman Tantular, dan Hartawan Ali di
mana ada 5 jenis aset senilai Rp 245 miliar,\\\'\\\' kata Dia.
Aset tersebut diantaranya Mal di Serpong, saham Antaboga pada KSEI, saham di Bahana dan
aset PT Central Bumi Indah berupa tanah dan properti.
\\\"Intinya kami akan menyelesaikan pembayaran dengan mengingat 4 prinsip-prinsip. Yakni
tidak melanggar Perpu, kemudian adanya kepastian hukum bagi Antaboga dan yang membayar,
lalu penyelesaian pembayaran dengan penyelesaian adil dan tidak adanya moral hazzard
pembayaran ketika terjadi kasus serupa di tempat lain,\\\" papar Heru

K. Korban Bank Century Laporkan PT Antaboga Delta Sekuritas

Kasus dugaan penggelapan dan penipuan berkedok investasi reksadana di PT Antaboga Delta
Sekuritas Indonesia, perusahaan sekuritas yang berafiliasi dengan Bank Century, menyeret
perusahaan sekuritas lainnya. Kali ini ada dua perusahaan sekuritas besar yang hampir-hampir
terseret Antaboga, yakni PT Panin Sekuritas dan Mega Capital Indonesia.Sebelumnya,
perusahaan sekuritas PT Signature Capital Indonesia, dinyatakan Badan Pengawas Pasar Modal
dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) terlibat dalam kasus ini. Salah satu direkturnya
ditangkab Mabes Polri dan Bursa Efek Indonesia (BEI) menghentikan sementara transaksi
perdangan (suspensi) terhadap Siganture bersama Antaboga. Bapepam-LK tengah memeriksa
dugaan keterlibatan Panin Sekuritas dan Mega Capital dalam kasus Antaboga ini. Namun
demikian BEI memastikan Panin Sekuritas dan Mega Capital Indonesia terbebas dari suspensi.
"Kenapa mesti disuspensi? Keduanya tidak melakukan kesalahan. Mereka itu hanya repo antara
mereka saja," kata Direktur Utama BEI, Erry Firmansyah di, Jakarta, Kamis (11/12). Namun
begitu, dia menagkui tengah memonitor aktivitas transaksi, terutama terhadap dua perusahaan
sekuriras tersebut. Hal ini untuk menjaga azas kepatuhan (complianment) terhadap aturan pasar
modal. Mengenai kabar keterkaitan hal tersebut dengan kasus Antaboga, Erry menyatakan hanya
berkaitan dengan Signature Capital. "Misalnya sekarang ada pihak yang menjaminkan ke kamu,
nah itu barang siapa, kan kamu tidak tahu. Jadi ini sudah baik, pihak yang menjaminkan mau
bertanggung jawab. Mereka hanya berhubungan dengan Signature," ujarnya.

Lebih lanjut Erry mengharapkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan agar bisa melihat dan
menilai segala hal dengan perspektif positif. Hal ini untuk menjaga kepercayaan masyarakat

30
terhadap pasar modal. Sementara itu, Direktur Fixed Income dan Perdagangan Derivatif BEI, T
Guntur Pasaribu menyatakan, pemanggilan Bapepam-LK terhadap Panin dan Mega Capital
kemungkinan hanya untuk meminta informasi kelengkapan data saja. Sehingga tidak akan ada
sanksi dari BEI terhadap dua perusahaan sekuritas itu.

"Masalah Panin dan Mega itu tidak masalah dan tidak ada hubungannya dengan Signature
maupun Antaboga. Ya mungkin kalo mereka dipanggil Bapepam-LK hanya untuk konfirmasi,
namanya cari data, siapa saja kan bisa," kata Guntur.

Kepala Biro Pemeriksaan dan Penyelidikan (PP) Bapepam-LK Sarjito mengaku heran
terhahadap sekuritas sekelas Panin dan Mega Capital bisa terlibat dalam kasus Antaboga. ”Kita
masih periksa Panin Sekuritas dan Mega Capital. Kok bisa mereka terseret perusahaan sekelas
Accent Investama (perusahaan fiktif bentukan Signature Capital Indonesia)," katanya.

Wakil Dirut Panin Sekuritas Handrata Sadeli membantah keterlibatannya dengan kasus Antaboga
dan Signature ini. "Kami ke Bapepam-LK hanya serahkan data-data ," katanya.

Sedangkan Direktur Panin Sekuritas Winston Sual mengakui, pihaknya pernah ada masalah
utang piutang dengan Accent Investama atau Signature Capital Indonesia, tapi utang tersebut
sudah dilunasi pada November lalu. Pengakuan ini sejalan dengan kabar di luar bahwa Accent
Investama pernah meminjam dana kepada PT Panin Sekuritas sebesar Rp 10 miliar. Dana itu
digunakan untuk mengembangkan usaha.

Direktur Mega Capital Indonesia Nany Susilowati juga membantah adanya keterkaitan antara
Mega Capital dengan Signature ataupun Accent. "Kita nggak ada keterkaitan apa-apa, kita ke
Bapepam hanya silaturahmi," ungkapnya.

Sementara itu, Ketua Bapepam-LK Fuad Rahmany mengatakan bahwa semua produk yang
dikeluarkan dua perusahaan sekuritas (Antaboga dan Signature) tidak terdaftar di Bapepam,
artinya yang dilakukan keduanya itu bentuk penipuan.

L. Agus Marto, BI, & DPR Bahas Nasib Nasabah Antaboga

31
Nasib dana nasabah Antaboga hingga kini belum jelas pasca kolapsnya Bank Century tahun 2008
silam. Pemerintah, Bank Indonesia (BI), serta Tim Pengawas Century mengadakan pertemuan
untuk membahas nasib nasabah tersebut.

Pertemuan dilakukan di ruang Pansus DPR ini akan membahas perkembangan penanganan
masalah nasabah Antaboga dan menyelesaikan skema penyelesaian nasabah Antaboga bersama
Timwas Century.Hadir dalam pertemuan tersebut Menteri Keuangan Agus Martowardojo, Deputi
Gubernur BI Halim Alamsyah, dan para nasabah Antaboga.
\\\"Kita harapkan ini menjadi jelas, di mana kami bisa mendapatkan dana kami kembali,\\\" kata
seorang nasabah Antaboga yang ditemui detikFinance di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu
(12\/10\/2011).Dia mengatakan, selama ini pihak nasabah sangat gusar dan khawatir serta
diharuskan sabar menunggu ketidakjelasan.\\\"Melalui DPR kita harapkan semua selesai,\\\"
tukasnya.Dari pantauan di lapangan sudah ada sekitar 15 nasabah Antaboga yang hadir dalam
pertemuan tersebut.Seperti diketahui, tahun lalu pemerintah pernah menawarkan

Beda dengan Lapindo, Ganti Rugi Antaboga Tak Bisa Pakai APBN

Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan ganti rugi dana nasabah PT


Antaboga Delta Sekuritas tak bisa memakai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
seperti kasus ganti rugi lumpur Lapindo. Mantan Direktur Utama Bank Mandiri ini mengatakan,
kasus lumpur Lapindo sudah dinyatakan sebagai bencana nasional sehingga bisa menggunakan
dana APBN untuk ganti ruginya.\\\"Tidak bisa itu dibebankan ke APBN. Nanti akan dibicarakan
lagi oleh LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) dan BI (Bank Indonesia),\\\" ujar Agus saat
ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (12\/10\/2011).Sampai sekarang, pemerintah,
BI, LPS, serta DPR belum juga menentukan cara penyelesaian dana para nasabah
Antaboga.Seperti diketahui, Menko Polhukam Djoko Suyanto tahun lalu pernah mengatakan
pemerintah menawarkan dua opsi sumber pendanaan untuk membayar hak para nasabah
Antaboga. Kedua opsi itu adalah menggunakan dana yang berasal dari pendapatan negara atau
diambil dari aset Bank Century baik di dalam dan luar negeri.Namun sampai sekarang
penyelesaian dana para nasabah Antaboga ini belum juga menemui titik terang.

32
BAB III

PENUTUPAN

33
A.Kesimpulan
Etika bisnis dalam perusahaan memiliki peran yang sangat penting, yaitu
untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang
tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang
tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh. Biasanya dimulai dari perencanaan
strategis , organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung oleh
budaya perusahaan yang andal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara
konsisten dan konsekuen.
Umumnya permasalahan yang sering terjadi dalam dunia bisnis adalah
Suap (Bribery), Paksaaan (Coercion), Penipuan (Deception), Pencurian (Theft),
dan Diskrimi-nasi tidak jelas (Unfair Discrimination).
Kasus Bank Century merupakan pelanggaran etika bisnis yang terjadi dimana
pihak Bank terpaksa melakukan penipuan karena kecerobohan pihak manajemen
intern Bank mengambil langkah yang kurang tepat. Sehingga pihak Bank terpaksa
merugikan nasabahnya.

DAFTAR PUSTAKA

Bapepam-LK, “Statistik Pasar Modal Minggu Keempat Oktober 2009”, diunduh dari

http://www.bapepam.go.id/pasar_modal/publikasi_pm/statistik_pm/2009/2009_X_4. pdf, pada


tanggal 14 Maret 2012 pukul 15.00 WIB.

[2] Vivanews Bisnis, “Robert Tantular Kendalikan Antaboga”, diakses dari

34
http://bisnis.vivanews.com/news/read/13064-robert_tantular_kendalikan_antaboga, pada tanggal
14 Maret 2012 pukul 14.50 WIB.

http://www.investorindonesia.com/index.php?
option=com_content&task=view&id=69094&Itemid=

35

Anda mungkin juga menyukai