Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH AUDITING

“ Etika Profesi Auditor”

OLEH

KELOMPOK 4:
1. Arshanda Widya Grisem Silla (2110030055)
2. Samuel Pniel Simon Salean (2110030124)
3. Sri Wahyuni Lay Rihi (2110030040)
4. Windy J. Asbanu (2110030139
5. Yumri Marchanda Nahas (2110030144)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
2023

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Makalah ini merupakan makalah Auditing yang membahas tentang “Etika profesi auditor ”.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Auditing, sekaligus
menjadi bahan diskusi kelompok untuk memperdalam pengetahuan tentang apa saja etika-
etika profesi dari auditor.
Dalam penyusunan makalah ini ada hambatan yang kami hadapi, tetapi berkat kerja
sama tim yang baik dan dapat diandalkan satu sama lain sehingga terjadi kekompakan dalam
tim penyusun makalah ini.
Terimakasih atas dukungan dari semua pihak yang terkait, kami sadar sebagai
mahasiswa yang masih dalam proses pembelajaran, kami tahu bahwa makalah ini masih
memiliki banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat positif dan membangun agar kami dapat
membuat/menyusun makalah yang jauh lebih baik lagi dikemudian hari. Harapan kami
semoga makalah yang sederhana ini dapat menambah ilmu dan pengetahuan bagi para
pembaca dan terkhususnya bagi kami yang menyusun makalah ini.

Kupang 17 september 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI
COVER……………………………………………………………........………………….......1
KATA PENGANTAR……………………………………………..…………………..……...2
DAFTAR ISI…………………………………………………………...………………..…....3

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………4

1.1 LATAR BELAKAN…………………………………………………………...…….…....4


1.2 RUMUSAN MASALAH…….……………………….…………………………..……...5
1.3 TUJUAN....…………………………………………………………………………….....6

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………..…7
2.1 ETIKA PROFESI AUDITOR. ...........….....…………………………………………........7
2.2 KODE ETIK IKATAN AKUNTAN INDONESIA.…....................…………....….….….10
2.3 KERANGKA KODE ETIK AKUNTAN INDONESIA…..………………………..…….11
2.4 PERLUNYA ETIKA PROFESI……..……………………………………...……………12
2.5 KEWAJIBAN HUKUM AUDITOR……………………………………………………..12

BAB III PENUTUP………………………………………………………………………....22


3.1 KESIMPULAN………….....………………………………………………………….....22

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………...………….......23

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH


Profesi akuntan publik merupakan suatu hal yang sangat penting, khususnya bagi
aktivitas berbisnis secara sehat di Indonesia. Analisa serta pendapat dari akuntan publik
terhadap suatu laporan keuangan sebuah perusahaan akan sangat menentukan dasar
pertimbangan dan pengambilan keputusan bagi seluruh pihak ataupun publik yang
menggunakannya. Misalnya para investor dalam mempertimbangkan bahkan memutuskan
kebijakan investasinya, para penasehat keuangan ataupun investasi dalam memberikan arahan
pada para investor terhadap keadaan dan prospek dari perusahaan tersebut, serta para pemberi
pinjaman dalam mempertimbangkan serta memutuskan langkah pemberian ataupun
penghentian pinjaman bagi perusahaan tersebut.
Para professional diharuskan memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam suatu
profesi, dan selain menjalankan suatu profesi sangat penting adanya etika profesi. Etika
profesi meliputi suatu standar dari sikap para anggota profesi yang dirancang agar terlihat
praktis dan realistis namun tetap idealistis. Setiap akuntan harus mematuhi etika profesi
mereka agar tidak menyimpangi aturan dalam menyelesaikan laporan keuangan kliennya dan
diharapkan berperilaku secara benar dan tidak melakukan perbuatan yang melanggar aturan.
Dalam Mukadimah Kode Etik Akuntan Indonesia tahun 1998 ditekankan pentingnya prinsip
etika bagi akuntan. Dengan menjadi anggota, seorang akuntan mempunyai kewajiban untuk
menjaga disiplin dan memenuhi segala hukum dan peraturan yang telah disyaratkan.
Selama beberapa tahun terakhir ini, kasus pelanggaran auditing terjadi di Indonesia.
Contohnya saja kasus Kantor Akuntan Publik (KAP) Drs. Dadi Muchidin melalui KMK
Nomor: 1103/KM. 1/2009 tanggal 4 September 2009, dengan sanksi pembekuan selama tiga
bulan karena KAP tersebut telah dikenakan sanksi peringatan sebanyak 3 (tiga) kali dalam
jangka waktu 48 (empat puluh delapan) bulan terakhir. Bahkan sampai saat ini, KAP Drs.
Dadi Muchidin masih melakukan pelanggaran berikutnya, yaitu tidak menyampaikan laporan
tahunan KAP tahun takwin 2008.

4
Untuk mencegah pelanggaran tersebut terulang kembali, maka seorang calon akuntan
publik dan seorang akuntan publik harus mengetahui etika profesi dan kewajiban hukum
auditor, serta standar profesional akuntan publik.
Kita hidup di masyarakat hukum. Saat ini auditor patut berhati-hati karena setiap
tindakan tidak terlepas apakah hal itu benar atau salah dapat dipersoalkan secara hukum dan
mungkin menimbulkan kerugian yang substansial. Akuntan publik bertanggung jawab atas
setiap aspek tugasnya, termasuk audit, pajak, konsultasi manajemen, dan pelayanan
akuntansi, sehingga jika benar-benar terjadi kesalahan yang diakibatkan oleh pihak akuntan
publik dapat diminta pertanggungjawabannya secara hukum. Meningkatnya kesadaran
pemakai laporan keuangan akan tanggung jawab akuntan publik dapat manearik perhatian
pihak-pihak yang terkait dengan pasar modal sehubungan dengan tanggung jawab untuk
melindungi kepentingan investor. Pemahaman terhadap hukum tidaklah mudah mengingat
pemahaman tersebut menuntut suatu kesadaran dari perilaku-perilaku yang terlibat di
dalamnya dan juga adanya kemungkinan interpretasi yang berbeda-beda terhadap keberadaan
suatu hukum.
Hal ini juga yang terjadi pada profesi akuntan publik di mana perilaku-perilaku yang
terlibat terkadang kurang memahami secara benar apa yang telah menjadi kewajiban yang
nantinya akan mempunyai konsekuensi terhadap hukum. Suatu pemahaman yang baik
terhadap hukum akan membawa profesi akuntan publik ke dalam praktek-praktek yang sehat,
yang dapat meningkatkan kredibilitas publik yang lebih baik. Sebaliknya apabila akuntan
publik kurang memahaminya pada iklim keterbukaan di era reformasi seperti sekarang ini
maka akan dapat membawa perkembangan fenomena ke dalam konteks yang lebih luas pada
publik yang sudah mulai berani melakukan tuntutan hukum terhadap berbagai profesi
termasuk profesi akuntan publik. Dapat disimpulkan bahwa kewajiban hukum bagi seorang
akuntan publik adalah bertanggung jawab atas setiap aspek tugasnya sehingga jika memang
terjadi kesalahan yang diakibatkan oleh kelalaian pihak auditor.

1.2. RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang dimaksud dengan etika profesi auditor?
2. Apa saja kode etik Ikatan Akuntan Indonesia?
3. Apa saja kerangka kode etik Ikatan Akuntan Indonesia?
4. Apa saja manfaat etika profesi?
5. Kewajiban hukum apa saja yang berkaitan dengan kewajiban hukum bagi auditor?

5
1.3. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan etika profesi.
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kode etik Ikatan Akuntan Indonesia.
3. Untuk mengetahui apa saja kerangka kode etik Ikatan Akuntan Indonesia.
4. Untuk mengetahui apa saja manfaat etika profesi.
5. Untuk mengetahui kewajiban hukum apa saja yang berkaitan dengan kewajiban
hukum bagi auditor.

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. ETIKA PROFESI AUDITOR


A. Definisi Etika Profesi
Etika profesi berasal dari dua kata yaitu etika (adat istiadat atau kebiasaan baik) dan
profesi (bidang kerja). Etika dapat didefinisikan secara luas sebagai seperangkat prinsip-
prinsip moral atau nilai-nilai. Setiap profesi memiliki seperangkat nilai, meskipun belum
menyakininya secara nyata. Jadi, etika profesi adalah sikap etis sebagai bagian integral dari
sikap hidup dalam menjalankan kehidupan sebagai pengemban profesi. Etika profesi
dikeluarkan oleh organisasi profesi untuk mengatur perilaku anggotanya dalam menjalankan
praktik profesinya bagi masyarakat. Etika profesi adalah cabang filsafat yang mempelajari
penerapan prinsip-prinsip moral dasar atau norma-norma etis umum pada bidang-bidang
khusus (profesi) kehidupan manusia.

B. Peranan Etika dalam Profesi Auditor


Etika profesi sangat diperlukan dalam profesi seorang auditor, hal ini dikarenakan
peranan etika profesi yang sangat penting bagi seorang auditor. Adapun peranan etika dalam
profesi auditor adalah sebagai berikut:
1. Audit membutuhkan pengabdian yang besar pada masyarakat dan komitmen moral
yang tinggi.
2. Masyarakat menuntut untuk memperoleh jasa para auditor publik dengan standar
kualitas yang tinggi, dan menuntut mereka untuk bersedia mengorbankan diri. Itulah
sebabnya profesi auditor menetapkan standar teknis dan standar etika yang harus
dijadikan panduan oleh para auditor dalam melaksanakan audit.
3. Standar etika diperlukan bagi profesi audit karena auditor memiliki posisi sebagai
orang kepercayaan dan menghadapi kemungkinan benturan-benturan kepentingan.
4. Kode etik atau aturan etika profesi audit menyediakan panduan bagi para auditor
profesional dalam mempertahankan diri dari godaan dan dalam mengambil
keputusan-keputusan sulit.

C. Prinsip Etika Akuntan


Etika sudah menjadi kebutuhan setiap orang dalam menjalankan aktivitas mereka.
Etika merupakan serangkaian prinsip atau nilai moral yang dimiliki oleh setiap orang.

7
Kegiatan material dan immaterial pasti mempunyai etika tersendiri, termasuk etika dalam
menjalankan profesi. Salah satu profesi yang mempunyai etika adalah akuntan publik.
Prinsip etika akuntan atau kode etik akuntan itu sendiri meliputi delapan butir
pernyataan (IAI, 1998, dalam Ludigdo, 2007). Kedelapan butir pernyataan tersebut
merupakan hal-hal yang seharusnya dimiliki oleh seorang akuntan. Delapan butir tersebut
sebagai berikut:
1. Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus
senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang
dilakukannya. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan
sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan
masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha
kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
2. Kepentingan Publik
Anggota harus menerima kewajiban mereka untuk bertindak sedemikian rupa demi
melayani kepentingan publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen
atas profesionalisme.
3. Integritas
Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan
patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya. Untuk
memelihara dan memperluas keyakinan publik, anggota harus melaksanakan semua tanggung
jawab profesinal dengan integritas tertinggi.
4. Objektivitas
Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara
intelektual, tidak berprasangka , serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah
pengaruh pihak lain. Seorang anggota harus memelihara objektivitas dan bebas dari konflik
kepentingan dalam menunaikan tanggung jawab profesional. Seorang anggota dalam praktik
publik seharusnya menjaga independensi dalam fakta dan penampilan saat memberikan jasa
auditing dan atestasi lainnya
5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Seorang anggota profesi harus selalu mengikuti standar-standar etika dan teknis
profesi terdorong untuk secara terus menerus mengembangkan kompetensi dan kualitas jasa,
dan menunaikan tanggung jawab profesional sampai tingkat tertinggi kemampuan anggota
yang bersangkutan.

8
6. Kerahasiaan
Seorang akuntan profesional harus menghormati kerhasiaanin formasi yang
diperolehnya sebagai hasil dari hubungan profesional dan bisnis serta tidak boleh
mengungapkan informasi apa pun kepada pihak ketiga tanpa izin yang benar dan spesifik,
kecuali terdapat kewajiban hukum atau terdapat hak profesional untuk mengungkapkannya.
Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antara anggota dan klien atau
pemberi jasa berakhir.
7. Perilaku Profesional
Seorang akuntan profesional harus patuh pada hukum dan perundang-undangan yang
relevan dan harus menghindari tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
8. Standar Teknis
Sebagai profesional setiap anggota dalam melaksanakan tugasnya harus sesuai dengan
standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan
berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima
jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.

D. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Sektor Publik


Aturan etika merupakan penjabaran lebih lanjut dari prinsip-prinsip etika dan
ditetapkan untuk masing-masing kompartemen. Untuk akuntan sektor publik, aturan etika
ditetapkan oleh IAI Kompartemen Akuntan Sektor Publik (IAI-KASP). Sampai saat ini,
aturan etika ini masih dalam bentuk exposure draft, yang penyusunannya mengacu
pada Standard of Professional Practice on Ethics yang diterbitkan oleh the International
Federation of Accountants (IFAC).
Berdasarkan aturan etika ini, seorang profesional akuntan sektor publik harus
memiliki karakteristik dengan cakupan sebagai berikut.
a) Penguasaan keahlian intelektual yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan.
b) Kesediaan melakukan tugas untuk masyarakat secara luas di tempat instansi kerja
maupun untuk audit.
c) Berpandangan obyektif.
d) Penyediaan layanan dengan standar pelaksanaan tugas dan kinerja yang tinggi.

Penerapan aturan etika ini dilakukan untuk mendukung tercapainya tujuan profesi
akuntan yaitu sebagai berikut.
a) Bekerja dengan standar profesi yang tinggi.

9
b) Mencapai tingkat kinerja yang diharapkan.
c) Mencapai tingkat kinerja yang memenuhi persyaratan kepentingan masyarakat.

Oleh karena itu, menurut aturan etika IAI-KASP, ada 3 kebutuhan mendasar yang
harus dipenuhi, yaitu sebagai berikut.
a) Kredibilitas akan informasi dan sistem informasi.
b) Kualitas layanan yang didasarkan pada standar kinerja yang tinggi.
c) Keyakinan pengguna layanan bahwa adanya kerangka etika profesional dan standar
teknis yang mengatur persyaratan-persyaratan layanan yang tidak dapat
dikompromikan.

E. Contoh Etika Profesi


Seperangkat prinsip moral atau nilai yang termasuk hukum dan peraturan, doktrin,
agama dan kode etik bisnis untuk kelompok-kelompok profesional, seperti akuntan publik
dan kode etik dalam organisasi. Perangkat-perangkat inilah yang akan dapat membedakan
perilaku beretika dan tidak beretika dalam konteks pribadi maupun profesi. Kualitas etika
masyarakat merupakan hal yang umum bila setiap orang memiliki perbedaan dalam prinsip
moral dan nilai serta kepentingan relatif yang terkait dengan prinsip prinsipnya, perbedaan ini
merupakan pengalaman hidup, kesuksesan dan kegagalan serta pengaruh dari orang tua dan
teman teman.

2.2. KODE ETIK IKATAN AKUNTAN INDONESIA


Sebelum Tahun 1986, Etika Profesional yang dikeluarkan oleh IAI diberi nama Kode
Etik Ikatan Akuntan Indonesia dan di tahun 1986 nama diubah menjadi Kode Etik Akuntan
Indonesia. Kode Etik Akuntan Indonesia dibagi Menjadi 9 (sembilan) bagian yaitu sebagai
berikut.
1. Pembukaan
2. Kepribadian
3. Kecakapan Profesional
4. Tanggung Jawab
5. Ketentuan Khusus
6. Pelaksanaan Kode Etik
7. Suplemen dan Penyempurnaan

10
8. Penutup
9. Pengesahan
Mulai tahun 1998 sampai sekarang nama tersebut diubah kembali ke Kode Etik Ikatan
Akuntan Indonesia (Kode Etik IAI). Tidak hanya perubahan nama yang terjadi, namun juga
terjadi perubahan Struktur Etika Profesional yang dipakai oleh IAI. Organisani IAI
menetapkan 8 (delapan) prinsip etika yang berlaku bagi seluruh anggota IAI yaitu sebagai
berikut.
1. Tanggung Jawab Profesi
2. Kepentingan Publik
3. Integritas
4. Objektivitas
5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
6. Kerahasiaan
7. Perilaku Profesional
8. Standar Teknis

2.3. KERANGKA KODE ETIK AKUNTAN INDONESIA


Kode etik dibagi menjadi 4 bagian, yaitu sebagai berikut.
1. Prinsip Etika
Memberikan rerangka dasar bagi aturan etika yang mengatur pelaksanaan pemberian
jasa professional oleh anggota.
2. Aturan Etika
Disahkan oleh rapat anggota kompartemen dan hanya mengikat anggota
kompartemen yang bersangkutan.
3. Interpretasi Etika
Interpretasi yang dikeluarkan oleh pengurus kompartemen setelah memperhatikan
tanggapan dari anggota dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya, sebagai
panduan penetapan aturan etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan
penerapannya.
4. Tanya dan Jawab
Memberikan penjelasan atas setiap pertanyaan dari anggota kompartemen tentang
aturan etika beserta interpretasinya.

11
2.4. PERLUNYA ETIKA PROFESI
Dasar pemikiran yang melandasi penyusuanan etika profesional setiap profesi adalah
kebutuhan proses tersebut tentang kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa yang
diserahkan oleh profesi. Terlepas dari anggota profesi yang menyerahkan jasa tersebut. Setiap
profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat yang di layaninya. Umumnya
masyarakat sangat awam mengenai pekerjaan yang dilakukan oleh suatu profesi karena
kompleknya pekerjaan yang dilaksanakan oleh profesi. Masyarakat akan sangat menghargai
profesi yang menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan anggota
profesinya, karena dengan demikian masyarakat akan terjamin untuk memperoleh jasa yang
dapat diandalkan dari profesi yang bersangkutan. Jika masyarakat pemakai jasa tidak
memiliki kepercayaan terhadap profesi akuntan publik, dokter atau pengacara maka layanan
profesi tersebut kepada klien dan masyarakat umumnya menjadi tidak efektif. Kepercayaan
masyarakat terhadap mutu audit akan menjadi lebih tinggi jika profesi akuntan publik
mererapkan standar mutu yang tinggi terhadap pelaksanaan perkerjaan audit yang dilakukan
oleh anggota profesi tersebut.
Perilaku beretika merupakan hal yang penting bagi masyarakat agar kehidupan
berjalan dengan tertib. Hal ini sangat beralasan karena etika merupakan perekat untuk
menyatukan masyarakat. Bayangkan, apa yang akan terjadi bila kita tidak dapat mempercayai
orang lain yang berhubungan dengan kita untuk berlaku jujur.
Berbicara mengenai pentingnya etika profesi, dalam bidang akuntansi etika profesi
sangatlah penting. Mengapa? Alasannya adalah sebagai berikut.
a) Karena etika profesi berisi ketentuan mengenai apa yang baik dan yang tidak baik
serta apakah suatu kegiatan yang dilakukan oleh profesi itu dapat dikatakan
bertanggung jawab atau tidak.
b) Profesi akuntan publik memerlukan etika karena akuntan publik merupakan
suatu pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah
hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian. Dimana keahlian yang dikerjakan dan
dihasilkan itu harus berpedoman dengan sebuah etika.

2.5. KEWAJIBAN HUKUM AUDITOR

12
A. Tanggung Jawab Auditor
Dalam hal terjadinya pelangaran yang dilakukan oleh seorang Akuntan Publik dalam
memberikan jasanya, baik atas temuan-temuan bukti pelanggaran apapun yang bersifat
pelanggaran ringan hingga yang bersifat pelanggaran berat, berdasarkan PMK No.
17/PMK.01/2008 hanya dikenakan sanksi administratif, berupa sanksi peringatan, sanksi
pembekuan izin dan sanksi pencabutan izin.
Penghukuman dalam pemberian sanksi hingga pencabutan izin baru dilakukan jika
seorang Akuntan Publik tersebut telah melanggar ketentuan-ketentuan yang diatur dalam
SPAP dan termasuk juga pelanggaran kode etik yang ditetapkan oleh IAPI, serta melakukan
pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berlaku yang berhubungan dengan bidang
jasa yang diberikan, atau juga diakibatkan dari pelanggaran yang terus dilakukan walaupun
telah mendapatkan sanksi pembekuan izin sebelumya, ataupun tindakan-tindakan yang
menentang langkah pemeriksaan sehubungan dengan adanya dugaan pelanggaran
profesionalisme akuntan publik.
Akan tetapi, hukuman yang bersifat administratif tersebut walaupun diakui
merupakan suatu hukuman yang cukup berat bagi eksistensi dan masa depan dari seorang
Akuntan Publik, ternyata masih belum menjawab penyelesaian permasalahan ataupun resiko
kerugian yang telah diderita oleh anggota masyarakat, sebagai akibat dari penggunaan hasil
audit dari Akuntan Publik tersebut.
Selama melakukan audit, auditor juga bertanggungjawab atas hal-hal sebagai berikut
(Boynton, 2003:68).
a) Mendeteksi kecurangan
 Tanggung jawab untuk mendeteksi kecurangan ataupun kesalahan-kesalahan
yang tidak disengaja, diwujudkan dalam perencanaan dan pelaksanaan audit
untuk mendapatkan keyakinan yang memadai tentang apakah laporan
keuangan bebas dari salah saji material yang disebabkan oleh kesalahan
ataupun kecurangan.
 Tanggung jawab untuk melaporkan kecurangan jika terdapat bukti adanya
kecurangan. Laporan ini dilaporkan oleh auditor kepada pihak manajemen,
komite audit, dewan direksi.
b) Tindakan pelanggaran hukum oleh klien
 Tanggung jawab untuk mendeteksi pelanggaran hukum yang dilakukan oleh
klien. Auditor bertanggung jawab atas salah saji yang berasal dari tindakan

13
melanggar hukum yang memiliki pengaruh langsung dan material pada
penentuan jumlah laporan keuangan. Untuk itu auditor harus merencanakan
suatu audit untuk mendeteksi adanya tindakan melanggar hukum serta
mengimplementasikan rencana tersebut dengan kemahiran yang cermat dan
seksama.
 Tanggung jawab untuk melaporkan tindakan melanggar hukum. Apabila suatu
tindakan melanggar hukum berpengaruh material terhadap laporan keuangan,
auditor harus mendesak manajemen untuk melakukan revisi atas laporan
keuangan tersebut. Apabila revisi atas laporan keuangan tersebut kurang tepat,
auditor bertanggung jawab untuk menginformasikannya kepada para
pengguna laporan keuangan melalui suatu pendapat wajar dengan
pengecualian atau pendapat tidak wajar bahwa laporan keuangan disajikan
tidak sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.

Lebih jauh lagi Soedarjono (2003) mengungkapkan bahwa auditor memiliki beberapa
tanggung jawab yaitu sebagai berikut.
a) Tanggung jawab terhadap opini yang diberikan.
Tanggung jawab ini hanya sebatas opini yang diberikan, sedangkan laporan keuangan
merupakan tanggung jawab manajemen. Hal ini disebabkan pengetahuan auditor terbatas
pada apa yang diperolehnya melalui audit. Oleh karena itu penyajian yang wajar posisi
keuangan, hasil usaha dan arus kas sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum,
menyiratkan bagian terpadu tanggung jawab manajemen.
b) Tanggung jawab terhadap profesi.
Tanggung jawab ini mengenai mematuhi standar/ketentuan yang telah disepakati IAI,
termasuk mematuhi prinsip akuntansi yang berlaku, standar auditing dan kode etik akuntan
Indonesia.
c) Tanggung jawab terhadap klien.
Auditor berkewajiban melaksanakan pekerjaan dengan seksama dan menggunakan kemahiran
profesionalnya, jika tidak dia akan dianggap lalai dan bisa dikenakan sanksi.
d) Tanggung jawab untuk mengungkapkan kecurangan.
Bila ada kecurangan yang begitu besar tidak ditemukan, sehingga menyesatkan, akuntan
publik harus bertanggung jawab.
e) Tanggung jawab terhadap pihak ketiga

14
Tanggung jawab ini seperti investor, pemberi kredit dan sebagainya. Contoh dari tanggung
jawab ini adalah tanggung jawab atas kelalaiannya yang bisa menimbulkan kerugian yang
cukup besar, seperti pendapat yang tidak didasari dengan dasar yang cukup.
f) Tanggung jawab terhadap pihak ketiga atas kecurangan yang tidak ditemukan.
Dengan melihat lebih jauh penyebabnya, jika kecurangan karena prosedur auditnya tidak
cukup, maka auditor harus bertanggung jawab.

B. Pemahaman Hukum dan Kewajiban Auditor


Banyak profesional akuntansi dan hukum percaya bahwa penyebab utama tuntutan
hukum terhadap kantor akuntan publik adalah kurangnya pemahaman pemakai laporan
keuangan tentang perbedaan antara kegagalan bisnis dan kegagalan audit, dan antara
kegagalan audit serta risiko audit. Berikut ini defenisi mengenai kegagalan bisnis, kegagalan
audit dan risiko audit menurut Loebbecke dan Arens (1999:787).
1) Kegagalan bisnis
Adalah kegagalan yang terjadi jika perusahaan tidak mampu membayar kembali utangnya
atau tidak mampu memenuhi harapan para investornya, karena kondisi ekonomi atau bisnis,
seperti resesi, keputusan manajemen yang buruk, atau persaingan yang tak terduga dalam
industri itu.
2) Kegagalan audit
Adalah kegagalan yang terjadi jika auditor mengeluarkan pendapat audit yang salah karena
gagal dalam memenuhi persyaratan-persyaratan standar auditing yang berlaku umum.
3) Risiko Audit
Adalah risiko dimana auditor menyimpulkan bahwa laporan keuangan disajikan dengan wajar
tanpa pengecualian, sedangkan dalam kenyataannya laporan tersebut disajikan salah secara
material.
Bila di dalam melaksanakan audit, akuntan publik telah gagal mematuhi standar
profesinya, maka besar kemungkinannya bahwa business failure juga dibarengi oleh audit
failure. Dalam hal yang terakhir ini, akuntan publik harus bertanggung jawab. Sementara,
dalam menjalankan tugasnya, akuntan publik tidak luput dari kesalahan. Kegagalan audit
yang dilakukan dapat dikelompokkan menjadi ordinary negligence, gross negligence dan
fraud (Toruan, 2001:28).
Ordinary negligence merupakan kesalahan yang dilakukan akuntan publik, ketika
menjalankan tugas audit, dia tidak mengikuti pikiran sehat (reasonable care). Dengan kata
lain setelah mematuhi standar yang berlaku ada kalanya auditor menghadapi situasi yang

15
belum diatur standar. Dalam hal ini auditor harus menggunakan “common sense” dan
mengambil keputusan yang sama seperti seorang (typical) akuntan publik bertindak.
Sedangkan gross negligence merupakan kegagalan akuntan publik mematuhi standar
profesional dan standar etika. Standar ini minimal yang harus dipenuhi. Bila akuntan publik
gagal mematuhi standar minimal (gross negligence) dan pikiran sehat dalam situasi tertentu
(ordinary negligence), yang dilakukan dengan sengaja demi motif tertentu maka akuntan
publik dianggap telah melakukan fraud (adanya kelalaian yang ekstrim atau luar biasa
meskipun tidak ada maksud untuk menipu atau merugikan) yang mengakibatkan akuntan
publik dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana.
Sebagian besar profesional akuntan setuju bahwa bila suatu audit gagal
mengungkapkan kesalahan yang material dan oleh karenanya dikeluarkan jenis pendapat
yang salah, maka kantor akuntan publik yang bersangkutan harus diminta mempertahankan
kualitas auditnya. Jika auditor gagal menggunakan keahliannya dalam pelaksanaan auditnya,
berarti terjadi kegagalan audit, dan kantor akuntan publik tersebut atau perusahaan
asuransinya harus membayar kepada mereka yang menderita kerugian akibat kelalaian
auditor tersebut.
Kesulitan timbul bila terjadi kegagalan bisnis, tetapi bukan kegagalan audit. Sebagai
contoh, jika sebuah perusahaan bangkrut, atau tidak dapat membayar hutangnya, maka
umumnya pemakai laporan keuangan akan mengklaim bahwa telah terjadi kegagalan audit,
khususnya bila laporan audit paling akhir menunjukkan bahwa laporan itu dinyatakan secara
wajar. Lebih buruk jika terdapat kegagalan bisnis dan laporan keuangan yang kemudian
diterbitkan salah saji, para pemakai akan mengklaim auditor telah lalai sekalipun telah
melaksanakannya sesuai dengan standar auditing yang berlaku umum.
Akuntan publik bertanggung jawab atas setiap aspek tugasnya, termasuk audit, pajak,
konsultasi manajemen, dan pelayanan akuntansi, sehingga jika benar-benar terjadi kesalahan
yang diakibatkan oleh pihak akuntan publik dapat diminta pertanggungjawabannya secara
hukum. Beberapa faktor utama yang menimbulkan kewajiban hukum bagi profesi audit
diantaranya adalah sebagai berikut (Loebbecke dan Arens, 1999:786).
1) Meningkatnya kesadaran pemakai laporan keuangan akan tanggung jawab akuntan
publik.
2) Meningkatnya perhatian pihak-pihak yang terkait dengan pasar modal sehubungan
dengan tanggung jawab untuk melindungi kepentingan investor.
3) Bertambahnya kompleksitas audit yang disebabkan adanya perubahan lingkungan
yang begitu pesat diberbagai sektor bisnis, sistem informasi, dsb.

16
4) Kesediaan kantor akuntan publik untuk menyelesaikan masalah hukum diluar
pengadilan, untuk menghindari biaya yang tinggi.

Kantor Akuntan Publik biasanya menggunakan satu atau kombinasi dari empat
pembelaan berikut bila terdapat tuntutan hukum oleh klien yaitu:

1) Tidak ada kewajiban (Lack of duty)

Tidak ada kewajiban untuk melakukan jasa berarti kantor akuntan publik mengklaim
bahwa tidak ada kontrak yang tersirat atau yang dinyatakan. Misalnya KAP mengklaim
bahwa kekeliruan itu tidak dapat diungkapkan karena kantornya hanya melakukan jasa
penelaahan, bukan audit yaitu dengan penggunaan surat penugasan yang menunjukkan tidak
adanya kewajiban untuk melaksanakan tugas.

2) Tidak ada kelalaian dalam pelaksanaan pekerjaan (Nonnegligent performance)

Untuk pelaksanaan kerja yang tidak mengandung kelalaian di dalam suatu audit, KAP
mengklaim bahwa auditnya itu dilaksanakan sesuai dengan standar auditing yang berlaku
umum. Seandainya terdapat kesalahan, salah saji yang disengaja atau salah pernyataan yang
tidak ditemukan, auditor tidak bertanggung jawab jika auditnya dilakukan secara benar.

3) Kelalaian kontribusi (Contributory negligence)

Pembelaan terhadap kelalaian kontribusi yang dilakukan oleh klien mengandung arti
bahwa KAP menjamin jika klien telah melaksanakan kewajiban tertentu , tidak akan terjadi
kerugian

4) Ketiadaan hubungan timbal balik (Absence of causal connection)

Agar sukses dalam tuntutan terhadap auditor, klien harus mampu menunjukkan
terdapat hubungan timbal balik yang dekat antara pelanggaran auditor terhadap standar
kesungguhan dengan kerugian yang dialami klien.

Pemahaman terhadap hukum tidaklah mudah mengingat pemahaman tersebut


menuntut suatu kesadaran dari perilaku-perilaku yang terlibat di dalamnya dan juga adanya
kemungkinan interpretasi yang berbeda-beda terhadap keberadaan suatu hukum. Hal ini juga
yang terjadi pada profesi akuntan publik di mana perilaku-perilaku yang terlibat terkadang
kurang memahami secara benar apa yang telah menjadi kewajiban yang nantinya akan

17
mempunyai konsekuensi terhadap hukum. Suatu pemahaman yang baik terhadap hukum akan
membawa profesi akuntan publik minimal ke dalam praktek-praktek yang sehat, yang dapat
meningkatkan performance dan kredibilitas publik yang lebih baik.
Sebaliknya apabila akuntan publik kurang memahaminya pada iklim keterbukaan di
era reformasi seperti sekarang ini maka akan dapat membawa perkembangan fenomena ke
dalam konteks yang lebih luas pada publik yang sudah mulai berani melakukan tuntutan
hukum terhadap berbagai profesi termasuk profesi akuntan publik.

C. Kewajiban Hukum Bagi Auditor


Auditor secara umum sama dengan profesi lainnya merupakan subjek hukum dan
peraturan lainnya. Auditor akan terkena sanksi atas kelalaiannya, seperti kegagalan untuk
mematuhi standar profesional di dalam kinerjanya. Profesi ini sangat rentan terhadap
penuntutan perkara (lawsuits) atas kelalaiannya yang digambarkan sebagai sebuah krisis
(Huakanala dan Shinneke, 2003:69). Lebih lanjut Palmrose dalam Huanakala dan Shinneka
menjelaskan bahwa litigasi terhadap kantor akuntan publik dapat merusak citra atau reputasi
bagi kualitas dari jasa-jasa yang disediakan kantor akuntan publik tersebut.
Menurut Rachmad Saleh AS dan Saiful Anuar Syahdan (Media akuntansi, 2003)
tanggung jawab profesi akuntan publik di Indonesia terhadap kepercayaan yang diberikan
publik seharusnya akuntan publik dapat memberikan kualitas jasa yang dapat
dipertanggungjawabkan dengan mengedepankan kepentingan publik yaitu selalu bersifat
obyektif dan independen dalam setiap melakukan analisa serta berkompeten dalam teknis
pekerjaannya.
Terlebih-lebih tanggung jawab yang dimaksud mengandung kewajiban hukum
terhadap kliennya. Sumber kewajiban hukum auditor dalam pelaksanaan audit apabila adanya
tuntutan ke pengadilan yang menyangkut laporan keuangan menurut Loebbecke dan Arens
serta Boynton dan Kell yang telah diolah oleh Azizul Kholis, I Nengah Rata, Sri Sulistiyowati
dan Endah Prepti Lestari (2001) adalah sebagai berikut.
1) Kewajiban kepada klien (Liabilities to Client)
Kewajiban akuntan publik terhadap klien karena kegagalan untuk melaksanakan tugas
audit sesuai waktu yang disepakati, pelaksanaan audit yang tidak memadai, gagal
menemui kesalahan, dan pelanggaran kerahasiaan oleh akuntan publik. Contoh: Klien
menuntut auditor karena tidak menemukan penggelapan selama audit.
2) Kewajiban kepada pihak ketiga menurut Common Law (Liabilities to Third party)
Kewajiban akuntan publik kepada pihak ketiga jika terjadi kerugian pada pihak

18
penggugat karena mengandalkan laporan keuangan yang menyesatkan. Contoh: Bank
menuntut auditor karena tidak menemukan salah saji yang material dalam laporan
keuangan.
3) Kewajiban Perdata menurut hukum sekuritas federal (Liabilities under securities
laws)
Kewajiban hukum yang diatur menurut sekuritas federal dengan standar yang ketat.
Contoh: Pada pemegang saham menuntut auditor kerana tidak menemukan salah saji
yang material dalam laporan keuangan.
4) Kewajiban kriminal (Crime Liabilities)
Kewajiban hukum yang timbul sebagai akibat kemungkinan akuntan publik
disalahkan karena tindakan kriminal menurut undang-undang. Contoh: Pemerintah
federal menuntut auditor kerena secara sadar menerbitkan laporan audit yang tidak
benar.
Sedangkan kewajiban hukum yang mengatur akuntan publik di Indonesia secara
eksplisit memang belum ada, akan tetapi secara implisit hal tersebut sudah ada seperti
tertuang dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), Standar Akuntansi Keuangan
(SAK), Peraturan-Peraturan mengenai Pasar Modal atau Bapepam, UU Perpajakan dan lain
sebagainya yang berkenaan dengan kewajiban hukum akuntan (Rachmad Saleh dan Saiful
Anuar Syahdan, 2003).
Keberadaan perangkat hukum yang mengatur akuntan publik di Indonesia sangat
dibutuhkan oleh masyarakat termasuk kalangan profesi untuk melengkapi aturan main yang
sudah ada. Hal ini dibutuhkan agar disatu sisi kalangan profesi dapat menjalankan tanggung
jawab profesionalnya dengan tingkat kepatuhan yang tinggi, dan disisi lain masyarakat akan
mempunyai landasan yang kuat bila sewaktu-waktu akan melakukan penuntutan tanggung
jawab profesional terhadap akuntan publik.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kewajiban hukum bagi seorang akuntan
publik adalah bertanggung jawab atas setiap aspek tugasnya sehingga jika memang terjadi
kesalahan yang diakibatkan oleh kelalaian pihak auditor, maka akuntan publik dapat dimintai
pertanggung jawaban secara hukum sebagai bentuk kewajiban hukum auditor.
Selain itu, terdapat pula faktor-faktor yang mendorong makin meningkatnya jumlah
tuntutan hukum maupun besarnya tuntutan yakni sebagai berikut.
1) Meningkatnya kesadaran pemakai laporan keuangan akan tanggung jawab akuntan
publik.

19
2) Meningkatnya perhatian Bapepam sehubungan dengan tanggung jawab melindungi
kepentingan investor.
3) Bertambahnya kompleksitas masalah auditing dan akuntansi.
4) Meningkatnya penerimaan masyarakat atas gugatan-gugatan oleh pihak yang
dirugikan terhadap siapa saja yang dapat memberikan ganti rugi tanpa memandang
siapa yang bersalah (konsep kewajiban "deep pocket").
5) Kesediaan banyak kantor akuntan publik untuk menyelesaikan masalah hukum di luar
pengadilan.
6) Banyaknya alternatif prinsip akuntansi yang dapat dipilih oleh klien.

Akuntan publik bertanggung jawab atas setiap aspek dari tugasnya, termasuk audit,
pajak, konsultansi manajemen, dan pelayanan akuntansi serta pembukuan. beberapa konsep
hukum dapat diterapkan pada segala macam gugatan terhadap akuntan publik. Konsep-
konsep ini adalah konsep kehati-hatian, kewajiban atas tindakan orang lain, dan terbatasnya
hak komunukasi istimewa.

1) Konsep Kehati-Hatian (Prudent Person)

Ada perjanjian antara profesi akuntan dan pengadilan bahwa auditor bukan penjamin atau
penanggung jawab laporan keuangan. Auditor hanya berkewajiaban untuk melakuakan audit
secara teliti. Meskipun demikian, auditor bukan tanpa cela. Standar ketelitian yang dapat
diharapkan dari auditor sering disebut sebagai konsep prudent person.

2) Konsep Kewajiban Atas Tindakan Orang Lain

Para partner atau pemegang saham dalam perseroan professional secara bersama-sama
bertanggungjawab atas tindakan perdata yang ditujukan terhadap salah seorang anggotanya.

3) Kurangnya Hak Komunikasi Istimewa

Menurut common law, akuntan publik tidak berhak untuk menahan informasi jika diminta
oleh pengadilan dengan alas an bahwa informasi itu dirahasiakan. Seperti informasi dalam
kertas kerja seorang auditor dapat diminta dan diwajibkan oleh pengadilan jika diperlukan.
Pembicaraan rahasia klien dan auditor tidak dapat ditutupi dalam pengadilan.

 TANGGAPAN PROFESI TERHADAP KEWAJIBAN HUKUM

20
AICPA dan profesi mengurangi resiko terkena sanksi hukum dengan langkah-langkah
berikut:
1) Riset dalam auditing.
2) Penetapan standar dan aturan.
3) Menetapkan persyaratan untuk melindungi auditor.
4) Menetapkan persyaratan penelaahan sejawat.
5) Melawan tuntutan hukum.
6) Pendidikan bagi pemakai laporan.
7) Memberi sanksi kepada anggota karena hasil kerja yang tak pantas.
8) Perundingan untuk perubahan hukum.

 TANGGAPAN AKUNTAN PUBLIK TERHADAP KEWAJIBAN HUKUM


Dalam meringankan kewajibannya auditor dapat melakukan langkah-langkah berikut.
1) Hanya berurusan dengan klien yang memiliki integritas.
2) Mempekerjakan staf yang kompeten dan melatih serta mengawasi dengan pantas.
3) Mengikuti standar profesi.
4) Mempertahankan independensi.
5) Memahami usaha klien.
6) Melaksanakan audit yang bermutu.
7) Mendokumentasika pekerjaan secara memadai.
8) Mendapatkan surat penugasan dan surat pernyataan.
9) Mempertahankan hubungan yang bersifat rahasia.
10) Perlunya asuransi yang memadai.
11) Mencari bantuan hukum.

21
BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
Mengingat profesi akuntan publik sangat penting perannya dalam dunia bisnis di
Indonesia, maka Akuntan Publik harus selalu menjaga integritas (integrity) dan
profesionalisme melalui pelaksanaan standar dan kode etik profesi secara konsekuen dan
konsisten. Dalam setiap penugasan yang diberikan, Akuntan Publik harus selalu bersikap
independen dan menggunakan kemahiran jabatannya secara profesional (due professional
care).
Akuntan Publik dan KAP agar menghindarkan diri dari tindakan tercela, seperti kolusi
(collusion) dengan klien atau menutupi terjadinya tindak kecurangan (fraud) yang sangat
merugikan berbagai pihak. Semoga Rancangan Undang-Undang Akuntan Publik (RUU-AP)
yang telah disusun cukup lama tersebut, segera dapat ditetapkan oleh Pemerintah beserta
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menjadi UU-AP, sehingga akuntan publik memiliki
landasan operasional (aspek legal) yang kuat dan masyarakat (publik) mendapatkan
perlindungan hukum dari tindakan malpraktik yang melanggar kode etik profesi.

3.2. SARAN

22
DAFTAR PUSTAKA

 Harahap, Sofyan S. 2002. Corporate Accountability, Media Akuntansi,


No.29/November-Desember/2002. Jakarta: Penerbit Intama Artha Indonusa.
 Toruan, L Henry. 2001. Tanggung Jawab Akuntan Publik, Media Akuntansi,
No.18/Juni/2001. Jakarta: Penerbit Intama Artha Indonusa.
 Agoes, Sukrisno. 2016. Auditing. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
 Mulyadi. Auditing. 2014. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

http://ismail125cc.blogspot.co.id/2014/03/etika-profesi-dan-kewajiban-hukum.html
http://stdln.blogspot.co.id/2011/02/kewajiban-hukum_18.html
http://elawatiekonomiislam.blogspot.co.id/2016/04/makalah-audit-kewajiban-hukum-
audit.html
http://www.jejakakuntansi.net/2017/02/pertimbangan-kewajiban-hukum-auditor.html

23

Anda mungkin juga menyukai